Putera daerah dalam perjalanan pemekaran wilayah mungkin Ka Agung yang lebih 
memahaminya, karena memang penelitiannya tentang yang satu ini. Namun terlepas 
dari beragam pertanyaan tentang putera daerah sebagai aktor lokal maka yang 
terpenting adalah masalah kualitas dan kredibilitasnya pemimpin dan aktor 
lokal. hemat saya upaya untuk meningkatkan derajat pendidikan masyarakat 
menjadi jembatan  dan pilihan strategis untuk mengurangi egoisme 
primordialisme. Masyarakat akan sadar dan membuka diri terhadap kemajuan 
daerah.  Akankan pemrintah daerah  telah menjadikan pendidikan sebagai jembatan 
perubahan tersebut..!  Fakta menunjukan bahwa  harapan ini masih  jauh..! 
Banyak anggaran2 pendidikan yang luncurkan namun jauh panggung dari api, 
program yang di biaya tidak menjawab permasalahan substansial keterbelakangan.


Odu Olo
Salam 

Jaku


Prestasi Secara Fadli <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                               
Asswrwb,,
 
 Kalo ini benar adanya maka ATIOLO GORONTALO KU..............
 
 ayo berkaca dan belajar kepada saudara2 kita yg keturunan 
 Tionghoa/China.
 Mereka MENCINTAI tidak hanya dengan "mengaku" tetapi mencintai dan 
 hidup berbudaya semestinya dimana mereka dilahirkan.
 mereka akan dengan bangga mengatakan I Am an American, kalo dia 
 berwarga negara Amerika, mereka juga akan bilang I AM Singaporean 
 kalo lahir dan berwarga negara Singapore, aku sing asli jowo kalo 
 lahir dan besar di Jawa, abdi teh urang Bandung (buat yg lahir di 
 bandung) dsb..dsb.
 
 Nah kiapa kitorang musti bercerai berai dan terlalu picik sehingga 
 nalar kita menghalalkan semangat Pengemis muncul hingga saudara bisa 
 jadi lawan dengan TOPENG PUTERA DAERAH.
 
 Kalo mau tatinggal jangan bawa2 org laeng (pesan utk politisi lokal)
 
 FADlI
 
 BANGKITLAH ANAK-ANAK, Buatlah sesepuh malu terhadap mu
 
 --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Rahman Dako 
 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 >
 > Kak Agung,
 > 
 > Tulisannya bagus sekali.  Ini bisa dijadikan landasan bagi refleksi 
 Gorontalo saat ini, apakah dengan adanya pemekaran-pemekaran daerah 
 tersebut mampu merubah keadaan menjadi lebih baik, atau hanya hasrat 
 berkuasa dari para borjuis/elit lokal dan kaum intelektual opportunis.
 > 
 > Saya melihat dalam konteks pemekaran Provinsi, framing dengan 
 menggunakan isu etnis dan agama menjadi salah satu alat yang ampuh 
 untuk menjadikan etnis Minahasa sebagai "the other".  Akan tetapi, 
 dalam konteks pemekaran Bulango, Gorut, Boalemo dan Pohuwato, saya 
 tidak berpikir isu ini pantas dijadikan komoditas politik dan bahkan 
 merusak alat pemersatu di Gorontalo.  Bahasa, agama, dan hubungan 
 sosial antara kita di Gorontalo tidak perlu lagi dipisah-pisah, 
 karena menurut saya itulah salah satu identitas dan kekuatan ampuh 
 yang kita miliki saat ini.  Bahwa secara sosial, manusia senantiasa 
 mencari identitasnya dengan mengaitkannya dengan lingkungan tempat 
 dia hidup, itu adalah persoalan lain.  Tetapi kalau itu dijadikan 
 alasan untuk kepentingan politik oleh kelompok tertentu, saya rasa 
 itu sudah keterlaluan.
 > 
 > Agak perih telinga saya mendengar dan membaca beberapa tokoh 
 politik dan kaum intelektual kita menggunakan isu putra daerah untuk 
 kepentingan politik sesaat seperti putra daerah Boalemo, putra daerah 
 Gorut, Bolango, dll, yang menurut pengetahuan saya saat ini, ini 
 adalah pengingkaran terhadap fakta historis dan cultural.  Saya 
 pernah membaca Gorontalo Post dimana ada demo 'mahasiswa dan 
 masyarakat' di Boalemo yang memperkarakan adanya beberapa orang dari 
 kota Gorontalo dan Limboto yang lulus jadi PNS disana.
 > 
 > Adakah yang bisa menjelaskan kesaya mengapa harus ada putra daerah 
 Gorut, Boalemo, dll?  Coba cek asal muasal kebanyakan orang 
 Boalemo/Pohuwato atau Gorut, darimana mereka berasal, bagaimana 
 hubungan kekerabatan mereka dengan Limutu dan Hulonthalo?  Jangankan 
 di daerah Boalemo atau Gorut, di sebagian daerah Bolaang Mongondow 
 (Pinolosian, sebagian Bolaang Itang), Toli-toli, Parigi Moutong dan 
 sekitarnya, mereka menggunakan bahasa Gorontalo.
 > 
 > Salam,
 > AGA
 > 
 > ----- Original Message ----
 > From: ag moz <[EMAIL PROTECTED]>
 > To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
 > Sent: Sunday, January 6, 2008 10:42:12 PM
 > Subject: [GM2020] Kaum Marhaen dan Pemekaran
 > 
 > ............ ......... .Indonesia Merdeka hanjalah suatu Djembatan--
 - --
 >                  Sekalipun djembatan emas! --- jang harus 
 dilalui ......
 >                          Seberang djembatan itu djalan petjah djadi 
 dua:
 >                                        satu ke Dunia Keselamatan 
 Marhaen,
 >                                            satu dunia kesengsaraan 
 Marhaen;
 >                                               satu dunia Sama-rasa-
 sama- rata
 >                                            satu dunia sama-ratap-
 sama- tangis.
 >                                       Tjilakalah Marhaen bilamana 
 Kereta itu
 >                                                  masuk keatas djala 
 jang kedua,
 > Menudju alamnja Kemodalan Indonesia dan kebordjuisan Indonesia
 >                                   (soekarno, Mentjapai Indonesia 
 Merdeka)
 >  
 >  
 > catatan diatas adalah kutipan dari tokoh besar bangsa yang 
 mengantarkan kita menjadi sebuah bangsa...... ......... ..yang 
 dikenal dengan nama Indonesia. (Bung Karno)
 >  
 > Mungkin manjadi sangat relevan dengan masyaraklat kita di gorontalo 
 saat ini yang telah berhasil membuat dan melalui sebuah jembatan 
 perubahan yang kita sebut jembatan  perjuangan provinsi.... dan 
 beberapa Jembatan perjuangan kabupaten pemekaran 
 >  
 > Substansi jembatan perjuangan tersebut adalah bermakna pembebasan 
 atas dominasi atau hegemoni satu bangsa satu atas bangsa yang lain, 
 etnis satu atas etnis yang lain, kelompok satu atas kelompok yang 
 lain yang bersifat ekspolitatif dan diskriminatif dalam peran politik 
 dan distribusi ekonomi yang tidak berimbang.
 >  
 > Dalam lingkup nasional terbangun sebuah sikap  sentimen politik, 
 nasionalisme  yang bersifat anti asing, secara regional dalam 
 pemekaran provinsi gorontalo terjadi anti sulut atau minahasa. 
 artinya fanatisme lokal menjadi sulit dikendalikan jika tidak ingin  
 dikatakan chaos,  segala yang berbau manado dan minahasa menjadi 
 momok politik gorontalo, dalam rekruitmen PNS sangat gorontalo 
 centris, segala urusan administrasi dan kompetensi menjadi 
 terabaikan, kecuali urusan atau bidang kerja tehnis direlakan untuk 
 etnis non gorontalo asal bukan manado. seperti pak anda dan bererapa 
 staff dari Jakarta
 >  
 > Jika demikian potret semangat peran politik lokal yang mengalami 
 pembebasan dari dominasi etnis atau kelompok lain yang 
 berkepanjangan, apakah kita dapat memahaminya atau kita akan 
 menghukum sebagai sebuah pengingkaran terhadap demokrasi?
 >  
 > Mungkin kita perlu membaca kembali semangat bung karno ketika 
 memperjuangkan kaum marhaen..... ......... ......
 >  
 > Caring (catatan ringa) ini bukan sebuah justifikasi atas  pro dan 
 kontra terhadap  sebuah polemik tentang pemekaran yang menimbulkan  
 Fanatisme Lokal dan menuntut peran politik yang lebih besar. tapi 
 semata-mata sebagai sebuah renungan atas proses prosedur demokrasi 
 dan substansi demokrasi.
 >  
 > Yang perlu menjadi perhatian kita semua khususnya saudara2 kita di 
 gorut dan bolango atau juga di level provinsi,  apakah momentum 
 pemekaran ini dapat memperbaiki kehidupan sosial ekonomi-politik 
 masyarakat setempat?  Banyak pengalaman di berbagai tempat 
 mengajarkan ternyata perubahan itu ternyata tidak dengan sendirinya 
 mengubah pola-pola dasar penguasaan ekonomi -politik oleh kelompok-
 kelompok dominan yang ada selama ini.
 >  
 > Fakta menunjukan kepada kita bahwa kelompok-kelompok dominan semasa 
 orde baru atau atau periode sebelum pemekaran pada dasarnya tetap 
 merupakan kekuatan yang mampu mengendalikan ekonomi-politik saat ini, 
 dapat kita sebutkan beberapa nama di gorontalo  bahkan mereka telah 
 menjangkau arena politik pilkada dengan panji2 partai dengan agenda 
 politik yang sangat fragmatis dan memperkuat posisi mereka sebagai 
 borjuasi lokal yang didukung oleh kekuatan massa yang membutuhkan 
 sedikit kenyamanan dan kelangsungan hidup yang bersedia menjadi 
 penjaga dan preman sang patron yang dalam politik dikenal dengan 
 hubungan  patron dan klien.
 >  
 > Jika demikian halnya, maka kaum marhaen berada pada jalan yang mana?
 > dan kaum elit lokal menjadi borjuasi lokal baru yang akan dominan 
 atas kelompok lain......
 >  
 > Mungkin disini kita membutuhkan aluran tangan peran politik para 
 intelektual dari gorontalo maju 2020 untuk memberikan penguatan 
 terhadap peran Civil Society membangun demokrasi yang substansial,  
 tergantung pada peran dan kemampuan kita masing2.
 >  
 > Mengapa kita (GM2020) karena kita bukan klien dari para patron yang 
 ada di panggung  peran-peran politik lokal.
 >  
 >  
 > salam 
 >  
 >  
 > agung mozin
 >  
 >  
 >  
 >  
 >  
 >  
 > 
 > 
 > Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. 
 > 
 > 
 > 
 >       
 __________________________________________________________
 ______________
 > Be a better friend, newshound, and 
 > know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.  
 http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ
 >
 
 
     
                               

       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

Kirim email ke