Email ini sudah diteruskan kepada penulisnya (Hj. Farha Daulima)

thx.
KiBoR


--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Taufik Polapa <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Dear All GM2020.
> 
> Berikut adalah Surat dari Pemerhati Sejarah Gorontalo yang berada di
Kota Makassar, dimana Pak MUhtar Uno ini merupakan Pensiunan dari BUMN
PT.Semen Tonasa Makassar, akan tetapi beliau sangat Peduli dan Fokus
memperhatikan Perkembangan sejarah Gorontalo, Kebetulan Beliau
memiliki Banyak Literatur tentang Sejarah Gorontalo pada masa Lampau.
> 
> Jika rekan2 Wartawan tertarik Silahkan di Muat Isi Surat di bawah
ini agar sampai kepada yang di Tuju.
> 
> Semoga bermanfaat dan Menambah Khasanah tentang Sejarah Kerajaan
Gorontalo.
> 
> Wassalam
> 
> 
> Taufik Polapa
> 
> Kepada Yth.
> Hj. Farha Daulima
> Penyusun Buku Terbentuknya Kerajaan Limboto Gorontalo
> di Jl. Rajawali 300 Limboto, Provinsi Gorontalo
> 
> Dengan Hormat,
> 
> Lebih dahulu saya mengucapkan terima kasih banyak atas terbitnya
Buku Terbentuknya Kerajaan Limboto-Gorontalo; bahan pembelajaran
muatan lokal, tentu untuk sekolah-sekolah di Provinsi Gorontalo yang
diterbitkan oleh LSM Mbu¢i Bungale Forum Suara Perempuan, Jl. Rajawali
No. 300 Limboto, Provinsi Gorontalo.
> 
> Setelah membaca buku tersebut diatas pada halaman 80-81 Item 22
tertulis sebagai berikut:
> Raja Bumulo diganti oleh Raja Bia sebagai Raja dibawah. Untuk
mendapat kekuasaan sepenuhnya Raja bia pergi ke Ternate dan menjalin
persahabatan serta kerja sama dengan Belanda yaitu dengan Gubernur dan
Direktur Padtbrudgge, bahkan ia memintakan seorang pemuka agama
Kristen untuk menyebarkan agama ini di Kerajaan Hulontalo, Raja Bia
sendiri dibabtis di Ternate, pemeluk agama Kristen. Perlakuan Raja Bia
ini mendapat tantangan dari rakyat dan Raja Lepe sebagai Raja diatas
(diutara, penulis). Ketika Raja Bia kembali ke Kerajaan Hulontalo
bersama pegawai-pegawai Belanda, beliau diusir oleh Rakyat Hulontalo.
Hal ini diadukannya kepada Gubernur Padtbrudgge, sehingga diadakan
penyerangan kembali ke Kerajaan Gorontalo. Raja Bia lari ke Tutuo Tapi
tertangkap diperjalanan oleh pasukan Kerajaan Hulontalo. Beliau
dibuang ke Tanjung Pengharapan.
> 
> Yth. Hj. Farha Daulima dari penerbit LSm Mbu¢i Bungale di limboto,
Provinsi Gorontalo. Nampaknya ada kesalahan penulisan serta persepsi
tentang Raja Bia seperti tulisan anda diatas yaitu:
> 
> Raja Bia memerintah Kerajaan Gorontalo sejak tahun 1677 sampai tahun
1690 dan beliau mengganti Ratu Tiduhula (1647-1677), sedangkan Raja
Bumulo I memerintah   dari tahun 1632-1647. Jadi keliru menurut Hj.
Farha Daulima bahwa Raja Bia mengganti Raja Bumulo Menurut Buku
Perjuangan Rakyat di Daerah Gorontalo menentang Kolonialisme dan
mempertahankan negara proklamasi oleh Yayasan 23 Januari 1942,
Penerbit PT. Gobel Dharma Nusantara, bahwa perjuangan Raja Bia yang
memerintah Kerajaan Gorontalo tahun 1677 sampai tahun 1690 adalah
sebagai berikut: Bahwa Raja Bia masih sempat bersama Raja Eyato
(1673-1679), memerintah Kerajaan Gorontalo. Agar Raja Bia tidak akan
mengikuti sikap Raja Eyato maka pada tahun 1678, dipanggil oleh
kompeni di Ternate. Dalam pertemuan dengan Gubernur R. Padtbrudgge
diajukan empat hal yang harus diterima oleh Raja Bia:Raja Bia harus
mengikuti kekuasaan Kompeni di Gorontalo.Rakyat bersama Kompeni akan
mengusir Spanyol yang masih bercokol
>  di Sangir Talaud.Rakyat harus tunduk kepada agama yang ditawarkan
oleh kompeni.Raja Bia harus mengikuti dan menganut agama bangsa
penjajah. Sebagai siasat perjuangan, Raja Bia menerima apa yang
diajukan oleh Gubernur Belanda itu. Namun setelah kembali ke
Gorontalo, Bia berusaha memperkuat kerajaannya dengan suatu kubu
pertahanan pada jalan yang dilalui oleh kompeni menuju Dumoge. Kubu
tersebut dikenal dengan nama Kubu Padang (Padengo) dipinggir Sungai
Bone, desa Podengo, Kec. Kabila sekarang yang berjarak + 10 km dari
pusat Kerajaan.&nbsp; Tindakan Raja Bia ini berarti melawan amanat
Gubernur Belanda, maka pada tahun 1681 Gubernur datang sendiri beserta
puluhan serdadu kompeni lengkap dengan persenjataannya. Mereka 
berlabuh di muara sungai Bone.Gubernur mengirim utusan kedarat menuju
Kubu Pertahanan Padengo. Mereka bertemu dengan pasukan rakyat yang
dipimpin oleh Kapitan Laut (Apitalau) yang menamakan dirinya sebagai
Raja Laut yang sedang mengawasi
>  kubu pertahanan itu. Para utusan tersebut menyampaikan amanat
Gubernur bahwa Gubernur mengirim hormat untuk kedua Raja Limboto dan
Gorontalo, agar kedua Raja tersebut berkunjung ke kubu untuk bertemu
dengan Gubernur, kubu tersebut harus dikosongkan untuk dijadikan
tempat perundingan, selama perundingan berjalan penduduk tidak
diperkenankan berada diantar kubu Padengo dan Dumoga, bila Pemerintah
Kerajaan Gorontalo bersedia damai dengan kompeni maka tidak akan
timbul perang, bila tidak ada kesediaan untuk berdamai, maka kompeni
beserta seluruh sekutunya akan menghancurkan kubu pertahanan dengan
kekuatan senjata. Namun Kapitan Laut bersama pasukannya tidak menerima
semua tawaran yang disampaikan oleh para utusan tersebut. Dan utusan
Gubernur Belanda kembali ke kapal menemui Gubernur tanpa membawa hasil
yang diharapkan. Kedua kalinya Gubernur mengirim utusan kedarat,
langsung menghadap Raja Bia dengan amanat agar Raja Bia mengirim
utusan ke kapal. Hal itu
>  dituruti Raja Bia dan dikirimlah beberapa orang pembesar istana
menghadap Gubernur di kapal. Gubernur menyampaikan amanat dihadapan
para utusan istana, bahwa sebelum Gubernur turun kedarat, Raja Bia
sudah harus diatas kapal. Karena Raja Bia yang ditunggu tak kunjung
datang, maka turunlah Gubernur dengan menaiki sekoci dan didampingi
empat puluh serdadu bersenjata menuju ke kubu Padengo. Namun tiba
disana Padtbrudgge belum mendarat, diperintahkan serdadunya mendarat
dan bertemu dengan para penghuni Kubu Padengo.&nbsp; 
> Panglima Kapitan Laut yang dikenal dengan nama Kaicili Muda acuh tak
acuh terhadap serdadu kompeni itu dan diperintahkan oleh Kapitan Laut
50 orang pasukan yang sudah siap didalam kubu segera menyerang serdadu
Kompeni yang telah berada didepan kubu pertahanan itu. Terjadilah
perang yang disebut Perang Kubu Padang (Padengo). Apitalau beserta
anggotanya dapat memukul mundur pasukan kompeni. Melihat peristiwa itu
Padtbrudgge yang masih berada di sekoci memerintahkan agar enam buah
kapal Tomini segera mendarat  dan memberi bantuan, namun semua awak
kapal itu takut dan ragu-ragu tidak berani untuk maju. Padtbrudgge
sendiri mengakui bahwa pihak pasukan Kubu Padengo cukup kuat, beberapa
orang serdadu Belanda tewas, lainnya mengalami luka-luka dan yang
lainnya melarikan diri. Namun Kapitan Krijs De Ronde bertahan dengan
28 serdadu bertempur satu lawan satu.&nbsp; Serdadu kompeni tiga kali
menyerang kubu Padang (Padengo) barulah berhasil menguasainya. Pertahanan
>  kubu Padang menjadi kuat karena perlawanan disamping Pimpinan
Perang Panglima Apitalau juga turut memimpin Raja Biya, Jagugu
Gorontalo dan Limboto Ilato dan Isnaeni. Pihak serdadu kompeni 4 orang
tewas yang berpangkat Kapten dan Mayor dan yang lainnya luka-luka
berat. Dipihak Pasukan Kubu Padang 12 orang terhitung pembesar
Kerajaan Limboto dan Gorontalo gugur dimedan perang, yang lainnya
luka-luka dan sisanya lolos antara lain Raja Bia sendiri, Ilato,
Ishaeni, dan Apitalau sebagai Panglima Perang. Tuntutan Padtbrudgge
dan kawan-kawannya bahwa Raja Bia harus menyerah namun tidak mendapat
sambutan apa-apa dari Raja Bia.Raja Bia terus menentang kompeni sampai
akhirnya tahun 1690 beserta kawan-kawannya ditangkap oleh kompeni
Belanda di Tutulo.Raja Bia dibuang ke Ceylon dan Isnaeni ke Tanjung
Pengharapan Afrika, sedangkan Kaptan Laut dan Ilato tidak diketahui
nasibnya.Kemungkinan (menurut penulis) Kapitan Laut dan Ilato menjadi
Polahi dan masuk ke hutan
>  beserta anak buahnya, karena ada seseorang bekas Polahi yang sudah
dimasyarakatkan yang pernah memberikan sebuah keris dan stempel timbul
terbuat dari tembaga yang bertahun 1678, yaitu stempel VOC dan keris
kemungkinan dibawa lari oleh anak buah Kapitan Laut dan Ilato turun
temurun sebagai Polahi sampai diserahkan tersebut diatas. Dalam perang
tersebut, Kerajaan Gorontalo dituntut menyerahkan 150 orang budak, 150
belah kayu dan belabak tebal. Selanjutnya tiap kerajaan hanya boleh
meiliki seorang Raja saja dan tidak boleh lagi menggunakan titel
Kapitan Laut atau Raja Laut.Raja Bia menurut Buku / silsilah yang
ditulis dalam huruf Arab Pegan bahwa beliau bergelar                    
Dhayaa¢ludiin (yang membela agamanya). Bahwa Raja Bia bergelar yang
membela agamanya jadi bertentangan dengan persepsi Hj. Farha Daulima
bahwa beliau masuk Kristen. Hal itu adalah kemauan kompeni
(Padtbrudgge), bahwa seluruh Kerajaan Gorontalo harus mengikuti agama
Kompeni. Tapi
>  kenyataannya tidak ada seorangpun orang Gorontalo yang beragama
Kristen sampai sekarang, itu karena perlawanan Raja Bia yang tidak mau
menuruti agama Kompeni dan beliau melawan kompeni sampai dibuang ke
Ceylon seperti Raja Eyato. Makanya saya harap anda memperbaiki tulisan
anda tentang Raja Bia seperti hal 80-81 buku anda tersebut di atas. 
> Dalam item 19 hal 79 dalam buku anda tertulis bahwa Raja Eyato tidak
mempunyai anak. Tetapi dalam buku silsilah bertuliskan huruf Arab
Pegon bahwa Eyato kawin dengan:a.Raja Eyato + Puteri Hodeya beranak :
Putri Dinggota dan Khl. Hilipito.b.Raja Eyato + Puteri Timango beranak
: Khl. Bulonggodu dan Putri Iyni.c.Raja Eyato + Puteri Holihulawa
beranak : Tolomato dan
Amagi.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
Bahwa Raja Eyato juga ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ceylon tahun
1679.
> Sebaiknya Raja Eyato dan Raja Bia yang keduanya dibuang ke Ceylon
karena menentang Belanda serta mempertahankan agamanya, supaya
diberikan penghargaan dari pemerintah seperti para penentang kompeni
di bagian lain negara Indonesia.Demikianlah untuk menjadi bahan
koreksi sejarah Gorontalo, semoga penulisan sejarah Gorontalo makin
sempurna dan memberikan pemahaman yang benar bagi semua warga Gorontalo.
> Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
>     Makassar, 16 Juni 2008
>   
> Dari 
> 
> 
> 
>    (Mochtar U, Bsc)
>               Pemerhati sejarah Gorontalo
> Telp : (0411) 492770
>


Kirim email ke