"Perseteruan" internal di komunitas IAGI (re: Surat Terbuka dari Prof RPK) tentang Lumpur Sidoardjo bukan sekedar karena "hal-biasa" yang disebut sebagai perbedaan "pendapat ilmiah" yang menyangkut hasil analisis tentang apakah penyebab-pemicu semburan tersebut adalah pemboran BJP-1 atau proses alam (gempa bumi) yang diluar kuasa pengetahuan manusia saat ini untuk memprediksi kejadian-nya dalam skala waktu manusia (bukan skala waktu geologi),..... tetapi lebih ke masalah pengorganisasian pertemuan ilmiah, kematangan bersikap, "wisdom", dan etika ilmiah dalam hal-hal berikut:
1. Menyimpulkan permasalahan kontroversial saintifik yang punya implikasi hukum-politik-bisnis semata-mata dari suatu acara diskusi yang minim interaksi yang digelar dengan stempel "workshop" tetapi pada kenyataannya adalah "seminar" atau lebih parahnya menurut sebagian peserta adalah "sosialisasi pendapat sepihak" bisa dikatakan sebagai jauh dari etika - sistimatika pengambilan kesimpulan ilmiah. Untuk menyimpulkan basis ilmiah yang punya implikasi sepenting itu diperlukan "workshop" yang benar-benar "workshop", dimana setiap konsep diuji sampai tuntas dalam session-session tersendiri, yang dalam hal ini mungkin dibutuhkan lebih dari 2 hari untuk melaksanakannya. 2. Mekanisme penyelenggaraan workshop tidak secara seimbang menampilkan presentasi dan diskusi tentang berbagai konsep-pendapat, tetapi lebih cenderung ke salah satu konsep, padahal para ahli berbagi konsep lain juga hadir di acara tersebut - tetapi tidak diberi kesempatan presentasi dan diskusi secara proporsional seperti yang lainnya. 3. Pemahaman yang parsial tentang sub-sub-disiplin, kompetensi, dan profesi yang terkait dengan geosains dalam industri migas, sehingga proses analisis-sintesis permasalahan menjadi tidak optimal, seperti misalnya: tidak didiskusikannya secara rinci (spt topik2 sub-disiplin lainnya) tentang masalah data teknis real-time-chart / geolograph selama pemboran dan implikasinya pada kondisi geologi lubang bor dimana masalah tersebut sebenarnya adalah kompetensi dari para ahli wellsite-operation geology,... dan lebih parahnya, tidak seperti data primer geologi bawah permukaan dan permukaan yang berlimpah dan accessible bagi kebanyakan ahli (seismik, trace sesar di permukaan, data satelit, data-sampel lumpur dsb), tipe data pemboran yang tersedia (dan dipresentasikan) adalah data sekunder (bahkan tersier) berasal dari daily drilling report, final well report, dsb,.... genuine geolograph dan real-time-chart data tidak pernah bisa diakses (dan diperiksa dan didiskusikan) oleh para ahli. 4. Dari 18 pembicara yang tampil, hanya 4 pembicara yang dapat dianggap mempunyai kompetensi tentang masalah pemboran migas; dari 4 itupun hanya 2 yang mempunyai latar belakang geosains yang diasumsikan dapat mengekstrasi informasi geologi bawah permukaan dari data pemboran. Empat belas (14) pembicara lainnya kebanyakan mengandalkan data geologi-geofisika (yang punya dimensi lebih besar/regional dibanding dengan data pemboran) untuk membuat analisis dan sintesis tentang penyebab-pemicu semburan lumpur. Dengan demikian trend "workshop" lebih berat pada pembahasan geologi regional, tektonik, dimensi waktu yang besar, dan kurang menyentuh analisis rinci dan dimensi waktu yang lebih instant/pendek, termasuk kurang disentuhnya kemungkinan-kemungkinan pemicuan semburan oleh kejadian-kejadian selama pemboran. "Silaturahmi" sebagai jawaban dari "perseteruan" - seperti diusulkan oleh banyak email - mustinya dimaknai dan diimplementasikan sebagai sesuatu yang lebih mendasar dan ber-dimensi organisasi. Seperti kita lihat dalam dalam 15 bulan terakhir kepengurusan baru PP-IAGI, organisasi kita ini hampir bisa dikatakan sebagai tidak pernah bersilaturahmi dengan ribuan anggotanya melalui "Berita IAGI" maupun "Majalah Geologi Indonesia", karena memang tidak satupun media komunikasi tersebut terbit secara rutin (Berita IAGI hanya sekali terbit menjelang PIT Nov 2006 dan MGI tidak terbit sama sekali). Harap diingat bahwa hanya 500-600-an jumlah anggota milis IAGI-Net, yang mungkin hanya separohnya merupakan anggota resmi IAGI, sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa PP-IAGI sudah berkomunikasi dengan anggotanya lewat IAGI-net, itu adalah pernyataan yang sangat tidak berdasar. Ribuan anggota IAGI yang tersebar di 12 PengDa dan di luar negeri, tentunya dengan berbagai macam keahlian (termasuk ahli pemboran - ahli wellsite operation geology yang mustinya mengambil peranan lebih dalam "workshop" IAGI yang lalu), perlu untuk disapa, disilaturahmi, dan dikunjungi. Selain itu, "Silaturahmi" hendaknya dilakukan juga dengan membuat sebanyak mungkin kegiatan berkumpul baik secara ilmiah maupun untuk tujuan kekerabatan-sosial, baik di Pusat, maupun di PengDa-PengDa. Dengan makin banyak menyelenggarakan event-event organisasi maka interaksi silaturahmi (ilmiah maupun sosial) akan terus menerus terjalin, sehingga perbedaan-perbedaan pendapat (ilmiah maupun sosial) punya kesempatan lebih luas, mendalam, dan terfokus untuk dipecahkan..... bukan hanya dengan event dadakan yang kesannya reaktif terhadap permasalahan sesaat (walalupun actual) saja. Mudah-mudahan sumbangan pemikiran ini dapat diambil manfaatnya oleh siapapun yang ada di komunitas geosains di Indonesia, khususnya anggota dan pengurus IAGI kita tercinta ini. Salam Prihatin Andang Bachtiar Mantan Ketua Umum IAGI 2000-2005