Sering sekali, setiap terjadi sesuatu (kecelakaan) kalayak tidak pernah tahu,
sebenarnya apa yang telah terjadi, dan apa penyebabnya. Padahal kalau semua
diungkap dengan jujur, kita bisa belajar dari pengalaman dan diharapkan tidak
akan terjadi di kemudian hari.
Apakah kalayak memang tidak berhak untuk tahu?
Pemboran sumur mengalami blowout, seluruh menara bor habis terbakar
(Tempo,Nov.1992). Kobaran api bisa dipadamkan dengan sistem direct capping
setelah beberapa pekan. Petikan berita:
Pengeboran sumur C-10 belum selesai, masih kurang 10 meter dari kedalaman 2.500
meter yang direncanakan. Tiba-tiba saja sumur muda ini bertingkah. Campuran
minyak dan gas tampak menyembur kuat dari liang sumur secara tak terkendali.
Percikan api memang biasa mengikuti semburan liar minyak dan gas itu. Muntahan
minyak yang kuat sanggup sanggup menendang benda apa saja yang ada di atasnya.
Benturan sesama besi menghasilkan percikan api dan kebakaran pun tak terelakkan.
Upaya menjinakkan semburan liar itu gagal sebab katup BOP (blowout preventer)
yang terpasang di bibir sumur tak berfungsi. Diperkirakan tendangan minyak dan
gas itulah yang membuat keran BOP berantakan....
Kobaran api akhirnya bisa diatasi dengan katup pembekap, dengan biaya yang agak
murah, sekitar 3 milyar rupiah.
Bagi pekerja lapangan, berita ini agak aneh. Rasanya tidak ada semburan terjadi
secara tiba-tiba. Pasti ada tanda-2, jauh sebelum terjadi semburan. Untuk itu
maka perlu ada mudlogger, geologist, pengawas pemboran, tehnisi lumpur bor yang
bekerja siang dan malam untuk memonitor pekerjaan. Dari berita tersebut, dapat
dibayangkan berapa besar kerugian: hilangnya sumur, drilling rig dan seluruh
peralatannya.
Beberapa minggu yll pesawat Garuda mengalami musibah dan terbakar habis di
Yogya. Yang dapat kita ketahui (penjelasan petugas) sbb: Kecepatan pesawat saat
itu masih 150 km/jam. Selain itu, sebelum pesawat touch down, tiba-2 dari arah
belakang ada pukulan angin yang cukup kencang sehingga pesawat sulit mendarat.
Dari penjelasan ini seolah-olah penyebab musibah adalah "angin kencang".
Untuk itu, kita perlunya belajar sejarah: "Hanya keledai yang terantuk dua kali
pada batu yang sama".
Salam hangat dari Jambi,
sugeng