ini saya kutip dari buku 25tahun pertamina Eksplorasi migas Indonesia pertama kali dilakukan oleh Reering pada tahun 1871 (hanya 12 tahun setelah pemboran minyak pertama dunia dilakukan di Titusville, Pennsylvania oleh Kolonel Drake) dengan melakukan pemboran empat buah sumur di daerah Cibodas, di lereng Gunung Ciremai (Jawa Barat). Ia menggunakan menara pemboran model Pennsylvania yang digerakan oleh lembu, sayangnya empat buah sumur tersebut tidak menghasilkan minyak yang komersial sekalipun disekitar daerah tersebut banyak ditemukan rembesan minyak di permukaan.
Penemuan minyak komersial pertama kali ditemukan dari pemboran sumur Telaga Tunggal pada tanggal 15 Juni 1885 oleh Aeilko Jana Zijlker yang membor disekitar rembesan minyak bumi di Telaga Tiga, Langkat, Sumatra Utara. Keberhasilan tersebut telah mengakibatkan banyaknya kegiatan eksplorasi minyak bumi di indonesia yang dititik beratkan pada pencarian di daerah onshore (daratan). Barulah pada tahun 1961/1962 pencairan minyak bumi di offshore (lepas pantai) dimulai yang dilakukan oleh Permina dan Refican di lepas pantai Sumatra Utara sebanyak 7 sumur. Sementara produksi minyak pertama dari Indonesia dimulai pada tahun 1888 dari lapangan minyak Telaga Said di Sumatra Utara, kemudian pada tahun 1890 di lapangan Kruka, Jawa Timur, tahun 1897 dari lapangan Sanga-sanga, Kalimantan timur dan di Sumatra Selatan. Sejak saat itu total produksi hingga tahun 2006 lebih dari 22 Miliar Barrel Oil. Pengelolaan migas di wilayah indonesia selalu didasarkan kepada undang-undang, pada masa penjajahan Belada usaha pencarian dan pengelolaan sumber daya migas didasarkan pada undang-undang pertambangan (Mijnwet) tahun 1899. Undang-undang ini mengatur bahwa usaha kegiatan pencarian migas dapat diberikan keada suatu perusahaan dengan dasar sistem konsesi yang berlaku selama 75 tahun dengan cara setiap acre dipungut bayaran ditambah dengan 1% pungutan lainnya dari nilai setiap minyak yang dihasilkan. Perusahaan yang melakuka usaha bidang migas adalah Royal Dutch Company. Tahun 1904 Belanda melakukan peniadaaan pemberian konsesi baru kepada perusahaan dengan maksud untuk mencegah masuknya perusahaan asing ke Indonesia namun kebijakan tersebut mendapat aksi dan kecaman terutama dari Amerika Serikat sehingga pada tahun 1918 pemberian konsesi baru kembali diberikan dengan berdasarkan kepada sistem kontrak 5-A yang antara lain menyatakan bahwa belanda mengambil cukai 4% dari harga minyak yang dikapalkan dan 20% pajak umum terhadap corporate profit. Konsesi-konsesi yang diberikan belanda antara lain Royal Dutch/ Shell (hampir seluruh blok menarik di miliki oleh perusahaan ini), NIAM (Shell dengan pemerintah hindia belanda) dari Juli 1921 s/d 31 Desemebr 1960 di blok Jambi, NKPM (standard oil of New Jersey dengan pemerintah hindia belanda) yang memiliki konsesi area yang kecil-kecil di Sumatra. Standar Oil of New Jersey di blok madura dan jawa pada Juni 1925 s/d 17 Juli 1928, perusahaan ini kemudian berubah menjadi SVPM kemudian menjadi Stanvac, dan sekarang menjadi Mobil Oil. Perusahaan berikutnya yang masuk adalah Gulf Oil pada tahun 1928 mengambil konseisi di daerah Sumatra Utara, NPPM (standard oil of california dengan pemerintah hindia belanda) mendapat konsesi di blok rokan sejak juni 1936. NPPM ini kemudian berubah menjadi Caltex. NNGPM (Shell, stanvac dan far investment company) kemudian masuk di Irian Jaya dengan operatornya adalah Shell. Pada masa perang kemerdekaan usaha hulu migas praktis tersendat-sendat, tidak ada konsesi baru yang ditawarkan, namun dikarenakan perusahaan asing keluar dari indonesia karena situasi keamanan yang buruk, maka beberapa pejuang kemerdekaan dari bidang migas mendirikan beberapa perusahaan minyak nasional seperti PERMIRI di Palembang, PTMN di Jawa, kemudian PTMRI di sumatra utara dan jawa, PTEMSU dan PT. PERMINA. UU usaha hulu migas Indonesia yang pertama kali adalah UU No. 44 tahun 1960 mengenai migas yang merubah status hukum perusahaan-perusahaan asing di Indonesia dan mengubah sistem konsesi dan menempatkan perusahaan asing hanya menjadi kontraktor. Proses pembuatan undang-undang tersbeut telah dimulai sejak Moh. Hasan membuat Mosi kepada pemerintah NKRI pada 2 Agustus 1951. Pada tahun 1958 setelah konferensi meja bundar maka saham-saham pemerintah belanda beralih menjadi saham pemerintah indonesia yang diwakili oleh PT. PERMINDO pada tahun 1958 yang kemudian berubah menjadi PN PERTAMIN pada tahun 1961. UU No. 44 tahun 1960 baru dapat direalisasikan sepenuhnya berdasarkan perjanjian Tokyo antara Shell, Stanvac dan Caltex dengan pemerintah NKRI pada tahun 1963 dan dijadikan sebagai perjanjian Kontrak Karya. Perjanjian tersebut kemudian diundangkan pada 28 November 1963. Berdasarkan kontrak karya tersebut maka Shell mendapat dua daerah yaitu di sumatra selatan dan di kalimantan, Caltex mendapat daerah di sebelah timur dan barat lapangan duri dan stanvac mendapat daerah disekitar lapangan lirik, sumatra tengah. Berdasarkan perjanjian tersebut pula pemerintah indonesia cq Pertamin membeli seluruh fasilitas kilang dan pemasaran milik Shell seharga US$ 110 juta pada 31 desember 1965 dengan pembayaran selama 5 tahun. Selain itu pada 20 Agustus 1968, Pertamin dan Permina digabung menjadi PN Pertamina. Kurang dari 3 tahun setelah perjanjian kontrak karya, pemerintah mengusung format baru yaitu sistem kontrak bagi hasil dengan perjanjian pertama kali adalah denagn IIAPCO pada 16 agustus 1966 di lepas pantai barat laut Jawa. Sistem PSC ini kemudian berubah di tahun 1976, 1988. Pada tahun 2001 diberlakukan UU Migas yang mengalihkan tugas Pertamina dalam mengelola blok eksplorasi kepada BPMIGAS, sehingga Sejak tahun 2001 hingga sekarang kontrak bagi hasil ditandatangani oleh BPMIGAS Namun proses penawaran blok sampai dengan pemilihan pemenang dilakukan oleh Ditjen Migas. Selain itu juga dikenalkan sistem lainya yaitu TAC, JOA, JOB, LOAN, dan EOR. best regards ujay --- [EMAIL PROTECTED] wrote: > > > > > > Leo > > Yang Anda > maksud "sekarah eksplorasi " itu apa ? > Apakah dimulai egiatan "cari minyak" ? > > Kalau itu sudah dimulai thn 1885 di Nangroe > Aceh oleh Belanda (cikal bakal > Shell). > > Tapi kalau ekplorasi secara terencana ,mungkin > mesti > buka buku dulu ya . > Yang jelas , yang mulai kutak > katik cari minyak awalnya bukan Belanad yang > geologist, > > Seperti Zylker (1830-1890) adalah seorang CEO > di perusahaan tembakau di -daerah sekitar Telaga > Said, dia > yang ngebor Telaga Said. > Jan Reerink (1830-1923) adalah seorang > pengusaha toko di Cirebon , dia melakukan dau > pemboran disekitar > Cirebon , berhasil , tapi pemboran selanjutnya > tidak. > Mungkin > asal ngebor aja ya . > > Kalau melihat > bahwa Shell (dan Schlumberger ???) lahir di > Indonesia , mestinya kita > lebih dahulu jauh dari Malaysia. > > Tapi Leo , kan bukan siapa > yang lebih dulu-An yang akan lebih pinter , tetapi > siapa yang rajin > , konsisten dan mau bekerja lebih keras. > Apakah kita kurang bekerja > dengan rajin ???? > > Wah , silahkan jawab sendiri deh . > > > Si-Abah > > > Kalo boleh dapat info lebih > lengkap : Kapan sejarah eksplorasi Indonesia > > dimulai, dan kapan > sejarah eksplorasi Malaysia dimulai? > > > > Thanks, > > LL > > > > -----Original Message----- > > > From: Rovicky Dwi Putrohari > [mailto:[EMAIL PROTECTED] > > Sent: > Thursday, June 21, 2007 8:04 AM > > To: > [EMAIL PROTECTED]; > iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan > > Ahli > > Geofisika Indonesia > > Subject: > [iagi-net-l] Re: [Oil&Gas] Raport merah lima tahunan > migas di > > Indonesi > > > > Maaf Mas Zein, kalau saya malah > membuat bingung :) > > Tapi menurut seorang guru, bingung itu > tanda-tanda orang berpikir :) > > > > On 6/21/07, Zein > Wijaya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >> > >> > Terus terang jadi agak bingung nich untuk memahami > isi tulisan Pak > > Rovicky (mohon pencerahannya krn saya agak tulalit > ), di satu sisi > Pak > > Rovicky mengatakan UU Migas menyebabkan menurunnya > investasi, di satu sisi > > banyak opini dalam mailing list bahwa > investor asing hanya mengeruk hasil > > bumi Ind untuk dibawa ke > luar negeri, di sisi lain, pemerintah dan kita > > semua > > > berteriak bahwa produksi migas kita semakin menurun > dan tidak ada kenaikan > > > yg > > signifikan dalam reserve... > >> > > > > Mas Zein, > > Konteks investor ini bisa diartikan > investor asing dan juga investor > > lokal (dalam negeri). Dalam > hal ini tentunya materi duwitnya yang > > diutamakan. Sedangkan > "pengelolaa" juga bisa orang asing (bule) atau > > orang > Indonesia, jelas disini manusianya. > > > > Konteks Cepu > adalah konteks pengelola, duwitnya bisa saja > Pertamina > > meminjam > bank asing maupun bank lkal sebagai sumber duwit > > > modalnya/investasi. > > > > Dalam kaitannya dengan UU-MIGAS > yang "dituduh" sebagai pemicu > > menurunnya investasi > tentunnya investasi secara keseluruhan dalam > > pembelanjaan untuk > kebutuhan investasi didunia migas. Investasi bisa > > dari asing > maupun dari luar. Kalau dikaitkan dengan jumlah > sumur, > > > sepertinya tidak terlalu signifikan, karena jumlah > sumur tidak merosot > > tajam. Justru penemuannya yang meorost tajam > (volumetrik). > > > > Nah ketika bebicara lebih baik dikelola sendiri > itu bisa > saja > > diartikan atau diasumsikan kemampuan teknis > manusia > Indonesia dalam > > mengelola industri ini. Tetapi kalau kita > kembalikan ke konteks > > tulisan saya sebelumnya ternyata ada > raport merah dalam > > explorasi-produksi dalam periode limatahun > terkahir ini. > > > > Sebenernya ada yang aneh kalau kita > memasukkan faktor investasi dan > > pengelolaan ini. Kalau sumur2 > yang dibor itu masuk "cost recovery" > > apakah > dimasukkan dalam kkelompok investasi dari asing atau > investasi > > > lokal ? Uang yang dipakai untuk mengebor eksplorasi > termasuk capital > > yang akan dikembalikan pada tahun yang sama kan ? > (cmiiw). > > > > Dalam satu sisi saya bisa melihat bahwa sepertinya > investasi > > menggunakan dana sendiri tetapi dikelola oleh > pihak > asing. Jadi > > duwiknya duwik kita tetapi dikontrol oleh prang > lain. Looh piye iki ? > > > >> Pertanyaan saya : kenapa > pemerintah enggak memberikan saja kesempatan > > kepada pertamina > untuk melakukan explorasi migas di seluruh blok di > > Indonesia. > > >> BPMIgas tidak perlu membuka tender blok blok > kepada > investor asing, > > berikan aja tender blok kepada pertamina dan > perusahaan minyak > > nasional....khan kita udah punya kemampuan > mengelola sendiri lapangan > > migas...Man power kita cukup handal > menaikkan cadangan minyak di negara > > lain....tarik aja semua GGE > Indo yg ada di luar negeri dengan bayaran yg > > sama > > > dengan expat.... > >> Ini untuk membuktikan theori dan wacana yg > selama ini berkembang, > >> bahwa > > negara kita sudah > punya kemampuan untuk mengelola sendiri kekayaan > > > alamnya...tidak perlu bantuan asing... > > > > Pertanyaan > anda cukup bagus nih, sayangnya saya ngga punya data > > === message truncated === ____________________________________________________________________________________ Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! http://surveylink.yahoo.com/gmrs/yahoo_panel_invite.asp?a=7 ---------------------------------------------------------------------------- Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------