Abah,

 

Menurut saya, Pram lebih banyak dipengaruhi Maxim Gorky daripada Karl
Marx.  Apa yang diceritakan di buku-bukunya mirip realita sosial seperti
karya sastra Maxim Gorky, Leo Tolstoy, Anton Chekov, dan John Steinbeck.
Penulis-penulis ini menyoroti realisme sosial, suatu realisme yang
berhubungan dengan masalah tanggung jawab sosial.  Bahkan kisah Maxim
Gorky, Bapak sastra Soviet dan pencetus doktrin socialist realism,
segetir Pram juga.  

 

Salam,

awang

 

From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, July 19, 2007 12:51 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" !

 


   Awang 

Sedari saya kecil  saya sudah mengagumi Amarhum , buku buku lama eperti
Ceritera dari Blora , Keluarga Gerilya dsb saya baca berkali-kali.
Buku yang baru sudah sedikit berubah , lebih romantis walaupun pesan
pesannya mengeai penderitaan rakyat tertindas masih 
mengemuka dengan nyata .

Apakah dia seorang marxist ?

Menurut saya dia berfikiran atau menganut sikap / pemikiran seorang
marxist walaupun dia tidak mengakui-nya.Coba saja baca dengan teliti
pesan pesan dalam buku buku-nya.
Tapi dia adalah mrxist nasionalist.
Dia seorang nasionalist yang mendambakan bangsa Indonesia bisa makmur
dan adil sejahtera , sebagimana diamanatkan dalam mukdimah Konstitusi
kita.

Apakah dia perlu penghargaan ?

Saya kira orang seperti Pram tidak merasa perlu piagam penghargan , akan
tetapi kita sebagai bangsa  yang besar wajib memberikan pengargaan
kepadanya , bkan saja untuk karya sastranya , akan tetapi onsistensi-nya
dalam bersikap sebagi nasionalist yang konsisten.
Hanya sayang-nya bangsa kita ini punya penyakit "aneh" , yaitu takut
mengargai karya warga bangsa-nya sendiri .
Lihat saja IAGI , berkali kali saya menyatakan didalam iagi-net , betapa
penting-nya memberikan penghargaan profesional kepada warag negara RI
atau fuhak lain yang memberikan kontribusi yang luar biasa kepada
kebumian Indonesia , Ndak ada tuh yang menanggapi . Apa ini bukan aneh
(kata saya dan Anda).
Sampai adik saya yang saya sangat sayangi dan hormati -pun , ADBt yang
katanya geologist Merdeka tidak berani untuk melakukan hal itu dimasa
kepengurusan-nya

So ,jangan berkecil hati lah.

Si-Abah

______________________________________________________________________


Judul subyek di atas adalah judul sebuah buku relatif baru (Desember 
> 2006) tentang Pramoedya Ananta Toer, banyak dianggap sebagai sastrawan

> terbesar Indonesia dan dunia luar mengakuinya sebagai sastrawan kelas 
> dunia, terbitan Kepustakaan Populer Gramedia. Buku ini memuat 
> serangkaian wawancara antara Andre Vltchek dan Rossie Indira dengan
Pram 
> pada Desember 2003-Maret 2004, dua tahun lebih sebelum Pram meninggal 
> dunia pada akhir April 2006. Andre adalah seorang penulis, wartawan, 
> sineas, dan analis politik asal Eropa Tengah. Rossie adalah penulis, 
> sineas dan arsitek Indonesia. Kedua orang ini mahir berbahasa Rusia
dan 
> Ceko, bahasa yang dipakainya ketika ngobrol dengan adik Pram yang
pernah 
> lama tinggal di Rusia. Wawancara dengan Pram sendiri diadakan dalam 
> bahasa Indonesia sebab Pram menolak berbahasa Inggris, seperti juga ia

> menolak menulis buku2-nya dalam bahasa Inggris, walaupun buku2nya
telah 
> diterjemahkan kedalam banyak bahasa. 
> 
> 
> 
> Wawancara bersifat langsung, menukik ke semua pokok persoalan,
termasuk 
> masalah2 kritis seperti komunisme, atheisme, pembantaian Cina di 
> Indonesia, dan borok-borok rekayasa politik Indonesia. Tegang 
> membacanya, bersiaplah dengan berbagai guncangan ! Tetapi, akan juga 
> kita temukan di dalamnya sebuah nasionalisme ala Pram, yang disebutnya

> Pramisme. Akan juga kita temukan sebuah keunggulan individualisme yang

> memukau, semangat pantang menyerah yang patut diteladani, tak kenal 
> kompromi, keras, dan penghargaan yang hebat terhadap bahasa Indonesia.

> 
> 
> 
> Berikut beberapa pendapat dari buku tersebut menurut analisis politik 
> Andre Vltchek. 
> 
> 
> 
> Abad kedua puluh ditandai dengan hampir tiada hentinya pesta terror
dan 
> kekerasan serta penipuan dan pangkhianatan. Setiap manusia di berbagai

> belahan dunia menyadari bahwa kebohongan yang diulang seribu kali pada

> akhirnya dapat menjadi kebenaran, bahwa pendudukan yang brutal dapat 
> diartikan sebagai pembebasan, dan membunuh jutaan orang tak berdosa 
> dapat dibenarkan oleh para pemimpin negara-negara adikuasa atau bukan 
> adikuasa sebagai harga yang harus dibayar demi kemajuan kemanusiaan, 
> peradaban, dan kepentingan nasional. Jutaan orang lenyap di 
> krematorium-krematorium, di kamp-kamp konsentrasi, di medan perang, 
> ataupun di puing-puing kota yang hancur oleh bom. 
> 
> 
> 
> Tetapi, di tengah-tengah penjarahan dan kesemrawutan, ada 
> manusia-manusia luar biasa yang berpendirian teguh dan terus melawan 
> arus demi membela mereka yang teraniaya, mereka yang tersudut, dan
para 
> korban pemerintahan yang kejam dan sewenang-wenang. Ini adalah 
> manusia-manusia yang menentang demagogi, militerisme, dan kekuatan 
> ekonomi dengan dua alat perlawanan terkuat yang diciptakan dan dikenal

> manusia : pengetahuan dan kebenaran. 
> 
> 
> 
> Orang-orang luar biasa ini melawan kebohongan dengan kata-kata
sederhana 
> yang masuk akal, melawan mitos-mitos yang membahayakan dengan 
> fakta-fakta, melawan fanatisme agama dengan kebenaran. Sebagian dari 
> mereka menghadapi kegilaan ini dengan senyuman sarkastik di bibir, 
> sebagian lagi dengan ekspresi keras dengan mulut terkatup. 
> 
> 
> 
> Indonesia adalah negeri kepulauan terluas di dunia dengan ragam
budaya, 
> suku, dan bahasa yang menakjubkan. Keragaman ini dipersatukan setelah 
> Perang Dunia II. Sebelumnya, Indonesia dijajah dan diperas oleh 
> kekuatan-kekuatan penjajah selama ratusan tahun. Tahun 1945 Indonesia 
> merdeka, sebuah awal yang membanggakan. Tetapi, 20 tahun kemudian,
1965, 
> mulailah terror kediktatoran militer ! 
> 
> 
> 
> Guru-guru dibunuh, studio film dan teater ditutup, bahasa Mandarin dan

> hampir semua simbol kebudayaan Cina dilarang. Ratusan ribu, bahkan 
> mungkin jutaan orang kehilangan nyawa : orang-orang Cina, orang-orang 
> komunis, orang-orang atheis, orang-orang berpikiran maju, dan kaum 
> minoritas. Ketidaktoleransian politik, etnik, dan agama mencengkeram 
> negeri ini sejak itu, dan semakin memburuk. Kemampuan orang 
> berargumentasi, bertanya, dan membandingkan sudah hilang, kreativitas 
> dihancurkan dan didiskreditkan, keanekaragaman tidak didukung. 
> 
> 
> 
> Lalu Indonesia pun mengalami kehancuran sosial. Mayoritas penduduk
hidup 
> dalam kondisi mengenaskan : tidak punya air layak minum, tidak
menikmati 
> aliran listrik, lebih daripada setengah penduduk hidup dengan 
> penghasilan kurang daripada dua dollar AS per hari. Di Indonesia semua

> penduduk diwajibkan menganut salah satu agama, tetapi di Indonesia
juga 
> terjadi ketidakberperikemanusiaan dan kebrutalan. Kebenaran jarang 
> sekali mengemuka, para seniman harus tunduk kepada aturan, media massa

> melakukan sensornya sendiri. 
> 
> 
> 
> Tetapi, seorang lelaki asal Blora bernama Pramoedya Ananta Toer,
selama 
> 40 tahun ini terus menulis, mencoba merumuskan inti dan sejarah 
> bangsanya yang masih belia dan menderita. Pram menulis di penjara, di 
> kamp militer, di rumahnya sebagai terpidana tahanan rumah. Pram
menulis 
> dalam "pengasingan diri", menulis dalam keadaan marah dan ngeri
melihat 
> situasi dan kondisi negerinya. Banyak bukunya dibakar, yang selamat
dari 
> api kemudian dilarang beredar. 
> 
> 
> 
> Beberapa cuplikan wawancara : 
> 
> 
> 
> T : Apakah perbedaan antara penjajahan Belanda dan Jepang ? 
> 
> J : Belanda mementingkan hukum sedangkan Jepang tidak. Dalam waktu
tiga 
> hari setelah mendarat di Jawa, hampir semua serdadu Jepang terlibat 
> dalam pemerkosaan wanita-wanita lokal. Pada saat itu wanita2 banyak
yang 
> mencoreng-moreng mukanya sendiri dengan arang agar tidak dikenali 
> sebagai wanita. Nenek2 pun melakukannya. Sejak awal invasi banyak 
> kejadian aneh. Serdadu Jepang membuka pintu2 toko orang Cina dan 
> mempersilakan para gerombolan pribumi untuk mengambil barang2nya.
Lalu, 
> tiga hari kemudian gerombolan2 itu ditembak mati. Yang baik dari 
> penjajahan Jepang hanya satu : kewajiban berbahasa Indonesia. Bahasa 
> Indonesia berkembang pesat sejak saat itu. 
> 
> 
> 
> T : Jika kita menganalisis kudeta 1965 setelah hampir 40 tahun, ada
dua 
> teori dasar yang mengemuka tentang apa yang terjadi. Versi pertama,
yang 
> resmi, bahwa PKI-lah dalang G30S, bahwa PKI-lah yang menculik dan 
> membunuh para jenderal. Versi kedua adalah yang terwakili dalam
"Cornell 
> Paper", bahwa peristiwa G30S pada pokoknya merupakan konflik intern di

> tubuh Angkatan Darat. Namun demikian, ada pula versi lain yang
sekarang 
> mulai diadopsi oleh berbagai pihak di dunia, termasuk oleh para 
> sejarahwan terkemuka di Indonesia, yaitu bahwa kudeta tersebut
dilakukan 
> oleh salah satu faksi di militer yang pro-Soeharto, dan didukung oleh 
> Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Apa pendapat Bung 
> mengenai hal ini ? 
> 
> J : Tentu saja tujuan utama negara-negara Barat adalah menggulingkan 
> Soekarno karena tiga prinsipnya : anti-klonialisme, anti-imperialisme,

> anti-kapitalisme. Dan mereka yang ingin menjatuhkan Soekarno dan yang 
> mau berkuasa mengambil kesempatan dari adanya friksi di dalam militer,

> yang terpecah antara pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Pada 
> saat kudeta, salah satu faksi merencanakan dan melaksanakan pembunuhan

> jenderal-jenderal, dan hal inilah yang memicu pembunuhan missal dan 
> pendekanan-penekanan yang yang dilakukan oleh pendukung Soeharto. 
> Korban2 pada saat itu termasuk orang-orang komunis, cina, dan
pendukung 
> Soekarno. Jadi, menurut saya, ini yang terjadi : Militer dan Soeharto 
> melakukan kudeta, dan kemudian mereka membunuh dua juta orang, dan 
> menimpakan kesalahannya kepada orang lain. Anda mengerti tidak ?
Mereka 
> membunuh dua juta orang untuk balas dendam terhadap apa yang
sebenarnya 
> mereka lakukan sendiri ! 
> 
> Di zaman kerajaan dahulu, kita punya cerita yang sama, yaitu cerita 
> tentang Kebo Ijo, Ken Arok, dan Tunggul Ametung. Setelah Ken Arok 
> membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok cuci tangan, dan setelah mengambil 
> alih kekuasaan, Ken arok memerintahkan untuk menghukum mati Kebo Ijo, 
> temannya karena menuduh Kebo Ijolah pembunuh Tunggul Ametung. Ken Arok

> sengaja meminjamkan keris Mpu Gandring yang haus darah itu kepada Kebo

> ijo beberapa hari sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung. Sialnya 
> Kebo ijo, dia suka pamer kepada siapa pun dan mengaku2 bahwa keris
bagus 
> itu adalah kerisnya sendiri. Maka ketika di tubuh Tunggul Ametung 
> tertancap keris Ken Arok, orang tahu itu adalah keris Kebo Ijo. 
> 
> 
> 
> T : Berapa orang yang dibunuh setelah kudeta itu ? 
> 
> J : Menurut Sudomo jumlahnya dua juta orang. Tapi pembunuhan tersebut 
> terutama dilakukan di bawah perintah Sarwo Edhie Wibowo, yang pada
saat 
> itu dengan bangga mengatakan pasukannya telah membunuh tiga juta
orang. 
> Dan dia hanya mengatakan soal korban di Pulau Jawa saja. 
> 
> 
> 
> T : Ada beberapa dokumen yang menunjukkan dan beberapa ilmuwan yang 
> berpendapat bahwa militer amerika dan Indonesia merencanakan bersama 
> kudeta 1965... 
> 
> J : jangan lupa senjata Amerika yang paling ampuh adalah dollarnya.
Dan 
> jangan lupa pula bahwa Eisenhower, Presiden AS pada saat itu, 
> memerintahkan untuk menyingkirkan Soekarno. Dia mengatakan hal ini
dalam 
> beberapa pidatonya. Dan CIA memperalat Soeharto untuk melaksanakan hal

> ini. Amerika punya pengaruh yang sangat besar terhadap militer 
> Indonesia, dan kemudian pada Golkar. Walaupun pada saat itu kami sudah

> menjadi tahanan politik, kami selalu tahu bahwa Amerika pasti berada
di 
> belakang hal ini. 
> 
> 
> 
> T : Apakah Bung seorang Marxis ? 
> 
> J : Bukan, saya bukan Marxis, tapi "Pramis". Saya tidak pernah
menganut 
> suatu ajaran apa pun, saya hanya mengikuti ajaran saya sendiri.
Belajar 
> dari pengalaman hidup sendiri. Tapi saya percaya pada keadilan dan 
> kesetaraan sosial. 
> 
> 
> 
> T : Apakah bung setuju dengan pendapat bahwa hal paling luar biasa
yang 
> bisa dilakukan oleh seorang penulis untuk bangsanya adalah ketika ia 
> bisa mengungkapkan bagian paling kelam bangsanya itu ? 
> 
> J : Tidak, saya tidak setuju dengan pendapat itu. Saya selalu melihat 
> dunia ini secara dialektik. Jadi saya tidak pernah menggambarkan 
> kejelekannya saja, tapi juga kebaikannya. Kalau saya gambarkan 
> keburukannya saja, mungkin saya bisa sakit. 
> 
> 
> 
> T : Baru2 ini Gus Dur mengatakan pada kami bahwa dia sangat
menghormati 
> Bung dan merencanakan untuk membuat yayasan dengan nama Bung. Yayasan 
> ini dimaksudkan untuk membantu para korban 1965 dan keluarganya.
Apakah 
> Bung punya harapan bahwa hal ini dapat memmbawa perubahan ? 
> 
> J : Sebagai mantan Ketua NU, Gus Dur ikut merasa berdosa atas apa yang

> terjadi di masa lalu (pembantaian orang-orang yang dianggap komunis 
> pasca kudeta 1965). Dia merasa bersalah, walaupun secara pribadi dia 
> tidak terlibat dalam pembunuhan2 itu. Itu sih bagus-bagus saja, Cuma 
> masalahnya Gus Dur itu terlalu dekat dengan militer, karena dia masih 
> membutuhkan dukungan politik dan perlindungan dari mereka sebelum 
> pemilu. Paling tidak dia membutuhkan perlindungan. Semua politikus
kita, 
> kan, sangat oportunis. 
> 
> 
> 
> Akhir wawancara. 
> 
> 
> 
> T : Jadi Bung hidup terasing di negeri Bung sendiri ? 
> 
> J : Ya, saya hidup di dunia saya sendiri. Di luar itu yang ada hanya 
> korupsi. Satu-satunya pemimpin, Soekarno, sudah tidak ada lagi. Inilah

> balasan Indonesia pada saya. Negara yang dulu saya perjuangkan
sekarang 
> dalam proses pembusukan, jadi bagaimana saya tidak marah ? Sangat 
> bertolak-belakang dengan negara yang kami cita-citakan dahulu.
Hari-hari 
> ini semakin banyak memori yang kembali. Kebanyakan teman saya sudah 
> tidak ada lagi. Saya teringat akan dua juta orang yang dibunuh dan 
> sungai-sungai penuh dengan mayat sehingga airnya menjadi merah karena 
> darah. Bagaimana orang bisa membunuh sesamanya seperti itu ? Saya
tidak 
> bisa bicara lagi soal hal ini. Terlalu emosional bagi saya. 
> 
> 
> 
> Ada ratusan tanya-jawab yang sangat kritis dan menukik pada pokok 
> persoalan dapat ditemukan di buku ini tentang sejarah, kolonialisme, 
> Soekarno, kudeta 1965, Jawanisme, Soeharto, Timor, Aceh, dan masa
depan 
> Indonesia. Walaupun Pram tidak percaya kepada agama, berpendapat bahwa

> berdoa adalah seperti mengemis, hanya percaya kepada dirinya sendiri
dan 
> hanya bisa bergantung kepada dirinya sendiri - membaca buku-buku
sastra 
> dan roman sejarah yang ditulisnya kita akan menemukan nasionalisme dan

> humanisme di dalamnya. Dan, kekuatan individual seorang Pram sangat 
> mengagumkan ! 
> 
> 
> 
> Sebuah proyek buku "Ensiklopedia Kepulauan Indonesia" akan 
> dikerjakannya dengan berbekal kepada referensi sepanjang empat meter 
> yang telah dikumpulkannya. Apa daya, maut menjemputnya lebih dahulu
saat 
> usianya 81 tahun pada 30 April 2006. Konsisten, tidak kenal kompromi, 
> kekuatan, dan semangat sampai akhir ! 
> 
> 
> 
> Sayang, sering kita selalu terlambat menghargai jasa seseorang. 
> Negara-negara lain lebih dahulu menghargai Pram. Inilah daftar 
> penghargaan buat Pram : 
> 
> 
> 
> 1988 PEN/Barbara Goldsmith Freedom to Write Award. 
> 
> 1989 The Fund for Free Expression Award, New York, USA. 
> 
> 1992 English P.E.N Centre Award, Great Britain. 
> 
> 1992 Stichting Wertheim Award, Netherland. 
> 
> 1995 Ramon Magsaysay Award for Journalism, Literature, and Creative 
> Communication Arts. 
> 
> 1999 Doctor Honoris Causa from the University of Michigan. 
> 
> 1999 Chancellor's Distinguished Honor Award from the University of 
> California, Berkeley. 
> 
> 2000 Chevalier de l'Ordre des Arts et des Lettres Republic of France. 
> 
> 2000 11th Fukuoka Asian Culture Prize. 
> 
> 2004 Norwegian Authors' Union award for his contribution to world 
> literature and his continuous struggle for the right to freedom of 
> expression. 
> 
> 2005 Global Intellectuals Poll by the Prospect. 
> 
> 
> 
> Pram juga beberapa kali masuk nominator hadiah Nobel. Tetapi, seperti
di 
> buku ini, mengenai penghargaan Pram hanya bilang : "tak pernah 
> mengharapkannya". "Saya mencoba untuk tidak terlalu mengharapkan
apa-apa 
> dari dunia luar. Saya belajar untuk mengandalkan diri saya sendiri. 
> Bahkan saya tidak pernah minta apapun dari orang tua saya sendiri" 
> 
> 
> 
> Berikut adalah karya utama Pram, masih banyak karya2nya yang di luar 
> ini. 
> 
> 
> 
> Kranji-Bekasi Jatuh (1947) 
> 
> Perburuan (The Fugitive) (1950) 
> 
> Keluarga Gerilya (1950) 
> 
> Bukan Pasarmalam (1951) 
> 
> Cerita dari Blora (1952) 
> 
> Gulat di Jakarta (1953) 
> 
> Korupsi (Corruption) (1954) 
> 
> Midah - Si Manis Bergigi Emas (1954) 
> 
> Cerita Calon Arang (The King, the Witch, and the Priest) (1957) 
> 
> Hoakiau di Indonesia (1960) 
> 
> Panggil Aku Kartini Saja I & II (1962) 
> 
> The Buru Quartet 
> 
> Bumi Manusia (This Earth of Mankind) (1980) 
> 
> Anak Semua Bangsa (Child of All Nations) (1980) 
> 
> Jejak Langkah (Footsteps) (1985) 
> 
> Rumah Kaca (House of Glass) (1988) 
> 
> Gadis Pantai (The Girl from the Coast) (1982) 
> 
> Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (A Mute's Soliloquy) (1995) 
> 
> Arus Balik (1995) 
> 
> Arok Dedes (1999) 
> 
> Mangir (1999) 
> 
> Larasati (2000) 
> 
> 
> 
> "Soliloquy" - Nyanyi Sunyi, novelnya tentang penderitaan yang tak bisa

> terucapkan di kamp konsentrasi Buru, tak hendak selamanya akan sunyi. 
> Karya2 Pram sekarang bisa ditemukan cukup mudah di mana saja, bahkan
ada 
> penerbit yang khusus menerbitkan buku2nya, yang bertahun-tahun lalu 
> dilarang. 
> 
> 
> 
> "Memukau...pilu tiada akhir" (Noam Chomsky) 
> 
> 
> 
> Salam, 
> 
> awang 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 

Kirim email ke