Sanggam
Anda ada dimana sekarang ? Apakah masih di Slumberger ?\ Salam hangat dan sono. Si Abah ____________________________________________________________ > Pak Awaang > > Terimakasih untuk informasi Workshop Karbonat ini. Saya berharap bahwa > workshop ini sukses mencapai tujuannya. Tampaknya workshop ini > mendiskusikan banyak hal mulai fasa identifikasi/deskripsi/karakterisasi > (G&G), drilling, produksi hingga manajemen reservoir karbonat di > Indonesia. Saya ‘sedih’ enggak bisa hadir dalam worshop yang menarik > ini. > > Bolehkah saya mendapatkan digital bahan2 presentasi/konklusi workshop > ini? Kalau enggak bisa dikirim via email saya akan jemput (ada rencana > saya di Jkt Juni-Juli). Membaca email Pak Awang ini, saya menjadi > bergairah kembali sejenak ”back to the basic (BATU)” setelah berpuluh > tahun secara ”praktis meninggalkan” subjek yang amat penting ini sebagai > seorang geologist. > > Setahu saya salah-satu workshop sebelumnya yang ‘serius’ membahas > reservoar karbonat adalah Workshop oleh IPA 16 tahun silam, walaupun > penekanannya pada geologi/core. Pada workshop tsb ada beberapa isu yang > ‘menggantung’ yg mudah2an pada Workshop IATMI ini disinggung dan telah > ‘terjawab’ (atau sebenarnya bukan isu lagi karena ke-tidak update-an > saya saja?). Di bawah ini beberapa komen didasari “kepengen-tauan” saya. > Teman-teman Geoscientists, khususnya Pak Awang yang hadir dalam > Workshop ini mungkin bisa men-share dan meng-update saya. Komen2 ini > juga ada relasinya dgn abstrak paper Pak Awang. Sebelumnya maaf untuk > panjangnya yang 'keterlaluan'. > > > Dalam workshop IPA yl dikatakan mayoritas sekuen karbonat Tersier di > Ind. adalah endapan low-relief carbonate mud bank (contoh cekungan > Sum-Sel, Sunda, Ngimbang). In situ coral-dominated framework reservoir > (coral boundstones) tidak pernah/amat sangat jarang ditemukan di > Indonesia. BRF di Sunda basin hanya satu bukti (masih kemungkinan!) > adanya typical coral-reef influence reservoir. Dikemukakan juga dalam > workshop tsb bahwa terdapat kecenderungan umum alga merah dan > foraminifera bentonik besar adalah unsur biotik utama buildups karbonat > Miosen di Ind (secara kontras koral dan Halimeda sangat umum pada reef > moderen, seperti ditunjukkan studi di P. Seribu oleh Jordan/Mobil > Oil??). > > Dalam abstrak Pak Awang saya mendapat kesan bahwa “coral-dominated reef” > mendominasi reservoar karbonat di Indonesia. Mohon di-elaborasi istilah > dan model “reef” yg dipakai Pak Awang disini, karena bisa memberikan > konotasi lain dan berbeda, seismically dan geologically. Catatan, dalam > IPA Workshop di-usulkan modifikasi model karbonat Wilson untuk kasus di > khas Indonesia yaitu Model ke IV “low-relief carbonate mud-banks” > dimana matriks lime mud mendominasi batuan karbonat. Apakah model ini > cukup valid dan dapat diterima practically? > > > Bukankah lebih tepat dikatakan bahwa perubahan relatif muka laut > (relative sea level) yang disebabkan kombinasi fluktuasi eustatik dan > fluktuasi ‘basin floor’ juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi > pembentukan dan pemunahan karbonat? > Dalam abstrak disinggung ‘karstic cavities’ sebagai porositas sekunder > pada karbonat Paleogen. Lengkapnya: “Secondary porosities developed due > to fracturing, chemical dissolution during burial, or as karstic > cavities. However, the opportunities for leaching were limited”. > Kayaknya ada ‘pertentangan’ pernyataan disini. Menurut saya proses > ‘dissolution’ dan ‘leaching’ adalah sama; ‘karstic cavities’ pun hasil > ‘leaching/dissolution’ (karena ekspos ke permukaan/subaerial). Mohon > penjelasannya disini. > Porositas sekunder berupa mikroporositas tidak disinggung dalam > abstrak.Menurut saya (berdasarkan pengalaman bertahun-tahun > di-laboratorium) mikroporositas dalam matriks reservoir karbonat > (chalky) sangat signifikan, walaupun umumnya permeabilitasnya rendah > (namun paling tidak bagus untuk gas, dalam paper IPA dikatakan dapat > mencapai 30% dan dapat dilihat pada logs!). Ini memberikan impak pada > model petrofisik karbonat di Indonesia yang menarik untuk didiskusikan > (‘fracture-micropore-vuggy/mouldic pore-stylolite-clay-dolomite’)! > Dalam abstrak dikatakan: “Neomorphism is especially common in micritic > carbonates reducing their porosities” Bukankan pernyataan ini > ‘circular’? ‘Micritic carbonate’ berkonotasi karbonat yang mengandung > secara significant matrix berupa ‘lime mud’ (~ micrite) yang > per-definisi adalah material yang berbutir halus (berukuran mirons) dan > padat (dense); jadi ‘micritic carbonates’ memang seyogyanya > berporositas rendah. Tapi mungkin ini masalah semantik saja. > Kembali pada pembentukan porositas sekunder oleh ‘subaerial exposure’. > Dalam Workshop IPA dikatakan bahwa proses ini sebenarnya kebanyakan > dibuat berdasarkan konklusi logik model diagenesis yang ‘established’, > namun tanpa bukti kuat di batuan itu sendiri (kehadiran fitur karstik > seperti zone tanah-purba/caliche, pendant cement dll). Jadi jangan2 > pembentukan porositas sekunder di banyak reservoir karbonat di Ind > didominasi oleh disolusi burial? Mohon feedback-nya > Adakah sudah ada studi pengaruh microbes/umumnya bakteri pada > pembentukan, pengendapan dan diagenesis sedimen/reservoir karbonat di > Indonesia? Saya sekarang bekerja di karbonat berumur ~150jt thn dan > kwalitas reservoarnya sering dipengaruhi oleh microbes yang menurut > literatur juga ter-identifiaksi pada sediment karbonat berumur lebih > muda seperti karbonat Miosen kita di tanah air kita. Dulu 15 thn lalu > waktu periksa batuan karbonat dgn SEM banyak material mikronik yang > saya klasifikasikan sebagai “undifferentiated”…jgn2 mereka adalah > bakteri! > > Sekali lagi selamat untuk pengadaan IATMI Workshop ini dimana pakar2 > karbonat anak bangsa menjadi tuan di rumah sendiri! Walaupun produksi > karbonat yg gede2 (Arun, BRF di Sunda basin) sudah makin “kempes” dan > mungkin “geus seep”. Kita berharap penggantinya segera ‘ditemukan’ > bergandengan dengan Kujung karbonat dan lainnya. > > Nuhun dan Salam Hangat! > Sanggam > -- > > > Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote: IATMI sedang mengadakan > worshop “carbonate complexity : characterization, modeling and simulation” > di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang > dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan > perguruan tinggi. > > Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan > reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) > dan Doddy Abdassah (ITB). > > Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, > dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina > Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon –Pertamina), dan > pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang > lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, > Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di > Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi > Shell dalam mengerjakan karbonat. > > Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop > diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat > Wonosari. > > Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang > diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas > bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan > objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 > produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable > reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka > karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa > lebih. > > Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional > karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. > > Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau > saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di > workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi > yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada > mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan > makalah ”Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan > Geologi” – kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan > makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang > terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar > mencerna materi yang disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah > ”ditangkap” National Geographic Channel untuk menjadi tayangan > (pengambilan gambar sudah dilalukan) di dalam film dokumenter ”LUSI”. > > Demikian, laporan singkat. > awang – Grand Mercure – 24/4/2008, 02.15 > > LAMPIRAN > > Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : > Regional Overview > > Awang Harun Satyana > > (BPMIGAS) > > Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of > porosity and permeability. This is related to the complexities of the > original depositional environment and the diagenetic influences that can > modify the original textures. Wide variety of environmental facies and > diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore, in > characterizing carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic > controls which influence carbonate sedimentation and diagenesis. > > Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia > carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in a > range of ages and depositional settings which were often affected by > coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism. The carbonates > developed in various tectonic settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, > and foreland basins; island arc; micro-continents; and continental passive > margins. They developed as patch reefs of land-attached platform such as > Baturaja buildups in South Sumatra and West Java, fringing reefs such as > Kais buildups on Arar High, the Bird’s Head of Papua, barrier reefs such > as Ujung Pangkah reefs in East Java, and pinnacle reefs overlying offshore > isolated platforms such as reefs of the Cepu High, East Java and Arun > reefs in North Sumatra. In each a variety of carbonate depositional > systems, the reefs often developed on structural highs. Subsidence, > uplift, active faulting, tilting or associated > silici/volcaniclastic input strongly affected facies variability, > stratal/platform geometries, sequence development and carbonate > termination. These geologic factors influence distribution and continuity > of the carbonate reservoirs. > > Ages of carbonates influence the basic ingredients of carbonates. > Diversity, abundance, dominant mineralogy, and relative importance of > sediment-producing marine invertebrates are various through the geologic > periods. This will influence the response of carbonates when they are > changed by diagenesis. Producing carbonate reservoirs in Indonesia range > in ages from the Jurassic Manusela fractured oolitic carbonates in Seram > Island, Eastern Indonesia to Pliocene globigerinid limestones of the > Madura Strait. Paleogene carbonates in Indonesia are commonly dominated by > larger foraminifera. These carbonates typically form large-scale platforms > or isolated shoals. Good poroperms can be preserved in shoal or > redeposited carbonates lacking micrite. Secondary porosities developed due > to fracturing, chemical dissolution during burial, or as karstic cavities. > However, the opportunities for leaching were limited. Neogene carbonates > often contain abundant aragonitic bioclasts, such as > corals. They typically develop as reefal buildups, shelfal deposits or as > isolated platforms. Compared with Paleogene carbonates, poroperms are > generally higher in Neogene carbonates, various porosities all occur. The > most important, common and economic carbonate reservoirs in Indonesia are > the Miocene buildups such as Arun in North Sumatra, Baturaja in South > Sumatra and West Java, Kujung I or Prupuh in East Java, and Kais in > Salawati, Papua. > > Petrographic studies of carbonate reservoirs in Indonesia have shown that > they have been subjected to a number of diagenetic processes including > compaction (stylolization), dissolution, cementation, neomorphism, > silicification, dolomitization and fracturing. Most of these processes are > common to all depositional facies types (reefal, near reef, shallow shelf > and outer shelf open marine). Original particle types of the sediments > inherited from the deposition play an important role in this respect. > Interconnected corallites commonly suffer dissolution resulting in > porosities. Neomorphism is especially common in micritic carbonates > reducing their porosities. Dolomitization has a varied distribution and in > many cases is associated with clay minerals. It may affect reservoir > poroperms and be a factor in generation of undesirable non-hydrocarbon > gases. Stylolization and silicification are localized features. Study of > sequence of diagenetic events is important for knowing the > preservation or occlusion of porosities. > > An understanding of the geologic controls on carbonate depositional > environments, spatial and temporal facies distributions and controls on > deposition and diagenesis is essential in order to characterize carbonate > reservoirs and to evaluate their considerable economic potential.*** > > > --------------------------------- > Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it > now. > > Send instant messages to your online friends > http://uk.messenger.yahoo.com -- _______________________________________________ Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.