Pak Sanggam, Berikut tanya-jawabnya. salam, awang SGM : Kenapa? Jangan2 heolog pendahulu kita sudah faham bahwa adanya kecenderungan wilayah sekitar core reef yang prone (yang kaya unstable kalsit/aragonite) untuk larut membentuk porosity namun disemenkan kembali dalam sejarah diagenesis karbonat tsb. Jadi daerah ini malah yang dihindari untuk di-bor?? Jadi memang nonjol2 belum tentu menarik untuk dieksplorasi! Tapi apakah onggokan karbonat ini pure autochthonous? Dulu saya tidak pernah melihat pada core/sayatan tipis karbonat yg berupa boundstone/bind/frame/bafflestone; kalau ada yang kasar paling2 floatstone/rudstone (sejumlah grainstone memang ada mis. samples dari Parigi, Arun NSO, BRF, Kujung offshore tapi tetap umumnya terdiri dari pecahan canggang bioklas yg malah ada milliolidnya/back reef associations). Ini yang membuat menarik (dgn asumsi: bila populasi yang saya periksa cukup representatif), bahwa mayoritas karbonat Paleo/Neo-gen yg saya periksa banyak mengandung (depositional) matriks (walaupun komponennya bisa saja di-dominasi pecahan koral-algal secara lokal). Karakter ini sangat berbeda dengan Holocene/Recent karbonat. Fakta ini mengindikasi adanya perbedaan karakter yg penting karena faktor tertentu (lingkungan, energi dll). Kalaupun pure biotic, rigid walled reef ada at subsurface, mungkin tipis atau tidak ter-preserved dgn baik karena faktor tertentu; jadi sekarang kita hanya mendapat kebanyakan onggokan hasil rombakannya saja.
AHS : koral Resen memang luar biasa (koral banget !), apalagi kalau kita pernah menyaksikannya sendiri melalui snorkeling atau diving di Kepulauan Seribu atau Taka Bonerate. Tetapi kalau kita melakukan pekerjaan lapangan misalnya ke kompleks terumbu koral Miosen Wonosari di Pegunungan Kidul, kita pun akan takjub dibuatnya. Saya dulu (2004) ke Wonosari bersama Pak Safei Siregar (LIPI) dan Pak Alit Ascaria (saat itu masih di Pertamina). Jelas terlihat di banyak fasiesnya bagaimana ganggang dan koral bersimbiosis. Apa yang kita lihat dengan branching coral atau brain coral saat sekarang, dulu pun nampak jelas jejaknya di batuan. Jadi kalau kita terpapar ke kawasan terumbu koral Miosen, bisa dibayangkan bahwa kita tengah berada di suatu taman laut penuh koral dan ganggang. Pak Sanggam banyak menggunakan core sehingga barangkali gambaran utuh taman koral Miosen itu tak seluas bila kita melihat singkapannya yang luas seperti di Wonosari. Dengan eustacy dan gerak2 tektonik substrat tempat terumbu tumbuh, yang dulunya core reef bisa di periode berikutnya masuk ke backreef yang energinya lebih rendah dan memperlihatkan miliolid ada di situ; jadi bisa saja fasies autokton di core reef diduduki fasies alokton di back reef facies; maka di core bisa saja miliolid seolah tercampur dengan koral di core reef meskipun hubungannya atas-bawah. Saya jelas tak sebanyak Pak Sanggam melihat core karbonat, tetapi beberapa kali mengikuti fieldtrip karbonat ke umur Miosen-Pliosen yang tersebar di Indonesia cukup menanamkan kesan dalam diri saya bahwa mereka didominasi koral dan ganggang seperti analog moderennya. ------------------------------------------------------------- SGM : Saya percaya fenomena ini mungkin sekali tidak lokal (bila asumsi saya benar bahwa reservoar karbonat di Indonesia didominasi oleh mud-dominated limestones dgn porositas sekundernya, kecuali Manusela yg punya porositas primer) Sgm: Saya percaya fenomena ini mungkin sekali tidak lokal (bila asumsi saya benar bahwa reservoar karbonat di Indonesia didominasi oleh mud-dominated limestones dgn porositas sekundernya, kecuali Manusela yg punya porositas primer) AHS : Tetapi kenyataannya kita tak punya banyak resevoir karbonat dengan porositas hasil chalkyfication; itu menandakan bahwa secara regional ia kurang signifikan. Mud-dominated limestone yang berkembang di banyak backarc basins Indonesia Barat pun tetap saja porositasnya berkembang melalui leaching, seperti banyak kasus mudmound Kais di lagoon Salawati. ----------------------------------------------------------------- SGM : Micrite/microcrystalline/lime mud ini mungkin salah satu enigma dalam petrografi batuan! Revival studi serius ttg peranan material2 halus ini mungkin perlu dilakukan karena berhubungan dgn rock storage dan deliverablity. AHS : Setuju melakukan studi serius semacam itu sebab matrix porosity bagaimanapun lebih dominan dibandingkan porositas jenis lainnya. Dalam banyak kasus memang tite, apalagi lime mud/mikrit. Dalam perhitungan reserve pun seringkali matrix porosity ini diabaikan karena pengalaman poroperm-nya yang minimal. Tetapi, mempelajarinya kembali tak pernah merugikan. ------------------------------------------------------------------------- SGM : Menurut Pak Awang mana yang paling dominan memberikan sumbangan kepada reservoir quality? Teoritically yang karstik harusnya lebih penting (dimana unstable kalsit/aragonit material termasuk cangkang2 biotik mengalami pelarutan terlebih dahulu) walaupun enggak gampang bedaan pori-pori hasil pelarutan sub-aerial dengan deep/medium burial pada syt.tipis (karena bisa saja siklus larut, sementasi, larut dan sementasi lagi terjadi). Mungkin perlu bantuan metoda lain lagi untuk studi rinci cement stratigraphy pada batuan /sayatan karbonat pada kasus diagenesis kompleks semacam ini. AHS : Di wilayah seperti Indonesia yang tektonik kompresifnya kuat, uplift yang akan menyebabkan subaerial exposure dan leaching nantinya sama seringnya dengan disolusi akibat burial. Sebab dua peristiwa ini sebenarnya berhubungan. Di satu titik diangkat yang menyebabkan ekspos ke permukaan, di sisi lain akan tenggelam (karena isostatik) yang penting untuk memeras acidic water dalam mekanisme kompaksi sedimen yang kemudian akan bermigrasi menuju uplifted carbonates dan mendisolusinya. Mana yang lebih dominan, saya pikir dua2nya dominan sebab saling berhubungan. Dating dengan isotop strontium 85/86 telah dicoba untuk mengetahui sekuen diagenesa pada karbonat. ----------------------------------------------------------------------------- SGM : Boleh di-share gimana bedainnya bahwa itu karena burial dissolution? Ya boleh jadi statictically core yang diambil selama ini belum representatif. Tapi bisa juga kita maksa menyimpulkan paleosol enggak berkembang/teu aya pada Paleo/Neogen karbonat (yg dibor) hehehe..Kalau Paleosol di klastik cukup sering saya lihat dulu di core (mis. Pematang Fr); kalau ada contoh paleosol di core carbonat bagi2 ya Pak Awang! AHS : Sebenarnya kuncinya ada di paleosol itu, tetapi paleosol tak selalu muncul di core di atas zone disolusi akibat surface weathering, sementara itu disolusi karena burial tak pernah muncul paleosolnya. Barangkali agen disolusinya berbeda, yang satu porsi meteoric waternya besar (subaeral exposure), sementara yang burial porsi meteoric waternya kecil dan yang besar acidic water dari air purba yang terperas oleh kompaksi sediment. Tetapi, bagaimana kalau meteoric water-nya acid seperti hujan asam. Nah...; sulit membedakannya. Barangkali dengan bantuan rekonstruksi penampang geologi yang memotong karbonat2 di suatu wilayah bisa didekati, kapan ia terangkat (subaerial exposure), kapan ia tenggelam (burial dissolution). Nanti saya akan cek lagi database deskripsi core karbonat dari blok2 di Indonesia, mencari paleo-solnya. sanggam hutabarat <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Terima kasih responnya Pak Awang. Seperti biasanya, ulasan ilmiah Pak Awang tetap enak dan perlu sekali. Saya merasa mendapat ringkasan yg bermutu tanpa harus membaca beratus-ratus halaman ttg karbonat tanah air. Di bawah ada beberapa butir komentar/pertanyaan dari saya, agar mata saya semakin celik mengenai per-karbonatan- dgn bantuan pakar2 G&G seperti Pak Awang. Kalau tak keberatan kiranya email via japri dong hasil workshop tsb..nuhun banget.... Salam Hangat dan Optimistik Selalu (untuk 'gajah' kita) S Hutabarat --- ----deleted --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.