Pak awang, Bagaimana buktinya kerajaan demak kekuasaannya sampai sumatra, bisa di jelaskan
"Kerajaan Demak sudah semakin luas wilayahnya termasuk Jambi, Palembang, Bangka," 2009/7/10 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> > > Sebuah buku baru, “Ensiklopedi Kelirumologi” (Jaya Suprana, 2009 – Elex > Media Komputindo-Kompas Gramedia), memuat sebuah entri berjudul “Demak” di > halaman 98. Di dalam entri itu diceritakan bahwa tentang lokasi bekas > Keraton Kerajaan Demak belumlah ada kesepakatan di antara para ahli. > Sekelompok ahli mengatakan bahwa letak lokasi keraton tersebut paling > mungkin ada di kawasan selatan alun-alun kota Demak sekarang dan menghadap > ke utara. Di kawasan selatan Demak ini terdapat suatu tempat bernama > Sitinggil/Siti Hinggil–sebuah nama yang biasanya berasosiasi dengan keraton. > Namun kelompok ahli yang lain menentang pendapat tersebut sebab pada abad > XV, yaitu saat Kerajaan Demak ada, kawasan Demak masih berupa rawa-rawa > liar. Sangat tidak mungkin kalau Raden Patah mendirikan kerajaannya di situ. > Yang lebih mungkin, menurut kelompok ini, pusat Kerajaan Demak ada di > wilayah sekitar Semarang yaitu Alastuwo, Kecamatan Genuk. Pendapat ini > didukung oleh > temuan benda-benda arkeologi. Menurut Jaya Suprana, salah satu dari kedua > pendapat itu mungkin keliru, tetapi bisa juga dua-duanya keliru (!). > Demikian ulasan tentang Demak dalam kelirumologi ala Jaya Suprana. > > Kedua pendapat di atas menarik diuji secara geologi sebab keduanya mau tak > mau melibatkan sebuah proses geologi bernama sedimentasi. Mari kita lihat > sedikit proses sedimentasi di wilayah yang terkenal ini. Terkenal ? Ya, > wilayah ini dalam hal sedimentasi Kuarter terkenal. Ada pendapat bahwa > dahulu kala Gunung Muria di sebelah utara Demak tidak menyatu dengan tanah > Jawa, ia merupakan sebuah pulau volkanik yang kemudian akhirnya menyatu > dengan daratan Jawa oleh proses sedimentasi antara Demak-Muria. Mari kita > periksa pendapat ini berdasarkan literatur-literatur lama sejarah. > > Sedikit hal tentang Kerajaan Demak, perlu dituliskan lagi untuk sekedar > menyegarkan pikiran. Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa > dan ada sesudah era Kerajaan Majapahit. Sebagian raja Demak adalah turunan > raja-raja Majapahit, termasuk Raden Patah –sang pendiri Kerajaan Demak. > Riwayat penaklukan Majapahit oleh Demak ada kisah tersendiri yang secara > sangat detail diceritakan dalam buku Slamet Muljana (1968, 2005) “Runtuhnya > Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara” – > Bhratara – LKiS. Pada tahun 1515, Kerajaan Demak sudah berwilayah dari Demak > sampai Cirebon. Pada tahun 1546, Kerajaan Demak sudah semakin luas > wilayahnya termasuk Jambi, Palembang, Bangka, Banten, Sunda Kalapa, dan > Panarukan di Jawa Timur. Tahun 1588 Demak lenyap dan penerusnya berganti ke > Pajang yang merupakan pendahulu kerajaan/kesultanan di Yogyakarta dan > Surakarta sekarang. Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan > penaklukannya atas > Majapahit. Peristiwa gugurnya tokoh2 penting Demak saat menyerang > Blambangan yang eks Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri > membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah > pelajaran dari sejarah –cerai-berai dari dalam akan membahayakan kesatuan > dan persatuan. > > Kembali ke pencarian pusat Kerajaan Demak, buku Mohammad Ali (1963), > “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara” –Bhratara, menarik > untuk diacu. Dalam menguraikan terjadinya Kerajaan Demak, Moh. Ali menulis > bahwa pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan > Ampel dari Surabaya, agar merantau ke barat dan bermukim di sebuah tempat > yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang rimbun > tentu hanya subur di daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah > sampailah ke daerah rawa di tepi selatan Pulau Muryo (Muria), yaitu suatu > kawasan rawa-rawa besar yang menutup laut atau lebih tepat sebuah selat yang > memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan > gelagah wangi dan rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah sebagai > “Demak”. > > Menurut Slamet Muljana (1983), “Pemugaran Persada Sejarah Leluhur > Majapahit” – Inti Idayu, hutan di Gelagah Wangi itu dibuka dan dijadikan > tempat hunian baru rnama “Bintara”. Dari nama wilayah baru itulah Raden > Patah terkenal sebagai Pangeran Bintara. Slamet Muljana (1968, 2005) juga > menulis bahwa Raden Patah (nama Tionghoanya Jin Bun – Raden Patah adalah > anak raja Majapahit Prabu Brawijaya dan salah seorang istrinya yang disebut > Putri Cina) memilih tinggal di daerah kosong dan berawa di sebelah timur > Semarang, di kaki Gunung Muria. Daerah itu sangat subur dan strategis untuk > menguasai pelayaran di pantai utara. Jin Bun berkedudukan di Demak. Di > Demak, Jin Bun menjadi ulama sesuai pesan gurunya, Sunan Ampel. Ia > mengumpulkan para pengikutnya baik dari masyarakat Jawa maupun Cina. Saat > sebelum memberontak kepada Majapahit, Jin Bun atau Raden Patah adalah bupati > yang ditempatkan di Demak atau Bintara. > > Bahwa Demak dulu berlokasi di tepi laut, tetapi sekarang jaraknya dari laut > sampai 30 km, dapat diinterpretasikan dari peta genangan air yang > diterbitkan Pemda Semarang (Daldjoeni, 1992, “Geografi Kesejarahan II” > –Alumni). Peta genangan banjir dari Semarang sampai Juwana ini dengan jelas > menggambarkan sisa-sisa rawa di sekitar Demak sebab sampai sekarang wilayah > ini selalu menjadi area genangan bila terjadi banjir besar dari > sungai-sungai di sekitarnya. Dari peta itu dapat kita perkirakan bahwa > lokasi Pulau Muryo ada di sebelah utara Jawa Tengah pada abad ke-15 sampai > 16. Demak sebagai kota terletak di tepi sungai Tuntang yang airnya berasal > dari Rawa Pening di dekat Ambarawa. > > Di sebelah baratlaut kawasan ini nampak bukit Prawoto, sebuah tonjolan > darat semacam semenanjung yang batuannya terdiri atas napal di Pegunungan > Kendeng bagian tengah. Dalam sejarah Demak terdapat tokoh bernama Sunan > Prawoto (Prawata) yaitu anak Pangeran Trenggono. Nama sebenarnya adalah > Mukmin, tetapi kemudian ia dijuluki Sunan Prawoto karena setiap musim > penghujan, demi menghindari genangan di sekitar Demak, ia mengungsi ke > pesanggrahan yang dibangun di bukit Prawoto. Sisa-sisa pesanggrahan tersebut > masih menunjukkan pernah adanya gapura dan sitinggil (siti hinggil) serta > kolam pemandian (De Graaf, 1954, “De Regering van Panembahan Senapati > Ingalaga” – Martinus Nijhoff). > > De Graaf dan Th. Pigeaud (1974), “De Eerste Moslimse Voorstendommen op > Java” –Martinus Nijhoff) punya keterangan yang baik tentang lokasi Demak. > Letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. > Selat yang memisahkan Jawa Tengah dan Pulau Muryo pada masa itu cukup lebar > dan dapat dilayari dengan leluasa, sehingga dari Semarang melalui Demak > perahu dapat berlayar sampai Rembang. Baru pada abad ke-17 selat tadi tidak > dapat dilayari sepanjang tahun. > > Dalam abad ke-17 khususnya pada musim penghujan perahu-perahu kecil dapat > berlayar dari Jepara menuju Pati yang terletak di tepi sungai Juwana. Pada > tahun 1657, Tumenggung Pati mengumumkan bahwa ia bermaksud memerintahkan > menggali terusan yang menghubungkan Demak dengan Pati sehingga dengan > demikian Juwana dapat dijadikan pusat perniagaan. > > Pada abad ke-16 Demak diduga menjadi pusat penyimpanan beras hasil > pertanian dari daerah-daerah sepanjang Selat Muryo. Adapun Juwana pada > sekitar tahun 1500 pernah pula berfungsi seperti Demak. Sehubungan itu, > menurut laporan seorang pengelana asing terkenal di Indonesia saat itu –Tom > Pires, pada tahun 1513 Juwana dihancurkan oleh seorang panglima perang > Majapahit dan Demak menjadi satu-satunya yang berperan untuk fungsi itu. > Perhubungan Demak dengan daerah pedalaman Jawa Tengah adalah melalui Kali > Serang yang muaranya terletak di antara Demak dan Jepara. Sampai hampir > akhir abad ke-18 Kali Serang dapat dilayari dengan kapal-kapal sampai > pedalaman. Mata air Kali Serang terletak di Gunung Merbabu dan di Pegunungan > Kendeng Tengah. Di sebelah selatan pegunungan tersebut terdapat bentangalam > Pengging (di antara Boyolali dan Pajang/Kartasura). > > Ketika dalam abad ke-17 sedimen di Selat Muryo sudah semakin banyak dan > akhirnya mendangkalkannya sehingga tak dapat lagi dilayari, pelabuhan Demak > mati dan peranan pelabuhan diambil alih oleh Jepara yang letaknya di sisi > barat Pulau Muryo. Pelabuhannya cukup baik dan aman dari gelombang besar > karena terlindung oleh tiga pulau yang terletak di depan pelabuhan. > Kapal-kapal dagang yang berlayar dari Maluku ke Malaka atau sebaliknya > selalu berlabuh di Jepara. > > Demikian ulasan singkat berdasarkan literatur2 lama sejarah tentang lokasi > Kerajaan Demak yang lebih mungkin memang berada di selatan kota Demak > sekarang, di wilayah yang dulunya rawa-rawa dan menhadap sebuah selat (Selat > Muryo) dan Pulau Muryo (Muria). Justru dengan berlokasi di wilayah seperti > itu, Demak pada zamannya sempat menguasai alur pelayaran di Jawa sebelum > sedimentasi mengubur keberadaan Selat Muria. > > Jalan raya pantura yang menghubungkan Semarang-Demak-Kudus-Pati-Juwana > sekarang sesungguhnya tepat berada di atas Selat Muria yang dulu ramai > dilayari kapal-kapal dagang yang melintas di antara Juwana dan Demak pada > abad ke-15 dan ke-16. Bila Kali Serang, Kali Tuntang, dan Kali Juwana > meluap, ke jalan-jalan inilah genangannya –tak mengherankan sebab dulunya > juga memang ke selat inilah air mengalir. > > Bila kapan-kapan kita menggunakan mobil melintasi jalan raya pantura antara > Demak-Pati-Juwana-Rembang, ingatlah bahwa sekitar 500 tahun yang lalu jalan > raya itu adalah sebuah selat yang ramai oleh kapal-kapal niaga Kerajaan > Demak dan tetangganya. > > Kembali ke kelirumologi lokasi Kerajaan Demak, yang mungkin keliru adalah > pendapat bahwa pusat Kerajaan Demak berada di Semarang. > > Salam, > Awang > > > > > > > -------------------------------------------------------------------------------- > PP-IAGI 2008-2011: > ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id > sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com > * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro... > > -------------------------------------------------------------------------------- > ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!! > yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang > 13-14 Oktober 2009 > > ----------------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id > To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: > Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta > No. Rek: 123 0085005314 > Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) > Bank BCA KCP. Manara Mulia > No. Rekening: 255-1088580 > A/n: Shinta Damayanti > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net > <http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/%0AIAGI-net>Archive 2: > http://groups.yahoo.com/group/iagi > --------------------------------------------------------------------- > DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted > on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall > IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct > or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss > of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any > information posted on IAGI mailing list. > --------------------------------------------------------------------- > >