Pak Awang,
Correct, memang Sultan Trenggana bukan Raden Patah, dia adalah salah satu anak 
dari Raden Patah. Saya salah tulis soal itu baru sadar setelah 'send' ke pencet 
(sempat me-recall email saya itu juga).

Masalah tahun (waktu) memang sering jadi perbedaan karena tidak ada sumber yang 
benar2 pasti yang bisa dipakai, kadang si penulis sejarah menginterpretasikan 
secara logika berdasarkan 'event time frame'. 

Misalnya lagi soal akhir Majapahit, sumber2 yang saya baca (lagi2 dari berbagai 
sumber di internet dan BTJ), menyebut tahun 1520 M sebagai akhir Majapahit.
Tapi...disinilah salah satu yang menarik dari sejarah bagi saya.
Salam,
Hendri


-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Friday, July 10, 2009 8:38 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: RE: [iagi-net-l] Kerajaan Demak dan Geologi Selat Muria


Pak Hendri,

Raden Patah bukanlah Sultan Trenggana, julukan Sultan Bintoro memang betul 
untuk Raden Patah sebab hutan gelagah wangi di tepi Selat Muria yang dibukanya 
dinamakannya sebagai Bintoro dan belakangan dinamakan Demak. Sedangkan Raden 
Trenggana adalah putera Raden Patah yang ketika menjadi raja ketiga di Demak 
sesudah Raden Patah dan Pati Unus, bergelar Sultan Trenggana (1521-1546/1550).

Tahun 1546 bukanlah akhir Kerajaan Demak, memang Demak pada tahun itu menderita 
kekalahan yang sangat besar akibat serangannya ke bekas pelarian Majapahit di 
Panarukan dan Blambangan. Sejak tahun itu pula tak ada kemajuan lagi yang 
dicapai Demak, bahkan kemunduran terjadi sejak itu. Sultan Trenggana yang 
dibantu Fatahillah (Sunan Gunung Jati) tak berdaya melawan Blambangan, bahkan 
Sultan Trenggana gugur dalam peperangan itu. Seperti juga Majapahit yang 
disengkalakan berakhir pada 1400 Caka (sirna ilang kertaning bhumi) atau 1478 
M, pada kenyataannya kerajaan ini berakhir benar pada 1527 M. 

Sepeninggal Sultan Trenggana memang Kerajaan Demak mundur secara drastis sebab 
terjadi perselisihan di dalam keluarga tentang siapa yang lebih berhak menjadi 
pemegang kekuasaan Kesultanan Demak. Terjadi perselisihan antara putera 
Trenggana yaitu Prawata dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah putera 
Pangeran Sekar Seda Lepen, kakak Trenggana. Pangeran Sekar Seda Lepen dibunuh 
oleh Prawata agar Trenggana -ayahnya naik tahta menggantikan Pati Unus. Lalu, 
atas bantuan Sunan Kudus, Arya Penangsang akhirnya membunuh Prawata. Sebelum 
sempat menjadi raja di Demak, Arya Penangsang dibunuh oleh Adiwijaya alias Joko 
Tingkir, seorang panglima perang kesayangan Sultan Trenggana, raja dari Pajang. 

Tentang transisi dari Demak ke Pajang ke Mataram Islam, saya pernah 
menuliskannya dalam milis ini (terlampir di bawah), tentu saja dengan 
bumbu-bumbu geologi.

salam,
Awang

[iagi-net-l] Dari Pengging ke Pajang (Boyolali-Klaten) : Hegemoni Bengawan Solo 
Awang Satyana Thu, 24 Jul 2008 09:06:00 -0700

Dalam banyak hal, alam sering menjadi perintang atau pendukung kemajuan atau 
kemunduran kerajaan-kerajaan di Indonesia. Peta politik kekuasaan kerajaan 
sedikit banyak ditentukan oleh aspek-aspek geomorfologi.
 
Hal ini juga sedikit banyak, langsung atau tak langsung diuraikan dalam 
buku-buku lama tentang sejarah Jawa (de Haan, 1912 : ”Priangan”; Fruin-Mees, 
1919 : ”Geschiedenis van Java”; Olthof, 1944 : ”Babad Tanah Djawi”; Soeroto, 
1954 : ”Indonesia di Tengah-Tengah Dunia dari Abad ke Abad”, de Graaf dan 
Pigeaud, 1974 : ”De Eerste Moslimse Vorstendoommen op Java”; Slametmuljana , 
1979 : ”Negara Krtagama”, dan Daldjoeni, 1984; 1992 : ”Geografi Kesejarahan 
Indonesia”).
 
Banyak orang ingat cerita tentang Jaka Tingkir, tokoh sakti penakluk para buaya 
(bajul) (Jaka Tingkir adalah cucu Bajul Sangara – raja Pengging, wilayah 
Boyolali sekarang, yang diyakini punya pasukan buaya, maka tak mengherankan 
bila sang cucu ditakuti para buaya).  Jaka Tingkir adalah Adiwijaya, raja 
Pajang (1546-1586). Pajang tak hanya menarik karena Jaka Tingkir. Pengging 
(pendahulu Pajang) dan Pajang juga menarik dalam hal bahwa sesungguhnya dua 
kerajaan ini sebenarnya berpeluang sesukses Majapahit. Kuncinya adalah 
penguasaan hulu-hilir Bengawan Solo – hegemoni Bengawan Solo. Sayang gagal.
 
De Graaf dan Pigeaud (1974) menulis bahwa Lembah Bengawan Solo yang diapit 
Merapi dan Lawu tak penting secara ekonomi dan politik sebelum tahun 1000. Saat 
itu dataran tinggi Kedu dan Mataram yang diapit sungai Progo dan Opak lebih 
penting. Orang2 Mataram kalau mau ke Jawa Timur, saat itu tak lewat Bengawan 
Solo, tetapi melipir melalui lereng-lereng selatan Lawu, Wilis, dan Semeru.
 
Setelah tahun 1000, baru Lembah Bengawan Solo menjadi penting. ”Negara 
Krtagama” menyebut sebuah kerajaan di bagian barat wilayah Majapahit bernama 
Pajang pada abad ke-14 dikunjungi Hayam Wuruk.  Pajang adalah sahabat Majapahit 
sekaligus bawahannya.
 
Sebelum ke Pajang mari kita ke Pengging dulu sebab Pajang berkembang dari 
Pengging. Pengging adalah kerajaan kecil di lereng tenggara Merapi, wilayahnya 
meliputi Boyolali-Klaten sekarang. Dalam Babad Tanah Jawi, diceritakan bahwa 
raja Pengging bergelar ”Bajul Sangara” sebab dimitoskan dalam babad tersebut 
bahwa ia raja bangsa buaya di Bengawan Solo. Bajul Sangara dikenal juga sebagai 
Jaka Bodo karena nama lain Pengging adalah Bobodo (de Haan,1912)  (jelas tokoh 
paranormal Ki Joko Bodo memanfaatkan nama raja buaya ini). Bajul Sangara ini 
pernah membantu Gajah Mada mahapatih Majapahit saat penaklukan Blambangan dan 
Bali.
 
Bajul Sangara punya dua anak : Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara. Kebo Kenanga 
menggantikan ayahnya memimpin Pengging. Kebo Kenanga punya anak bernama Jaka 
Tingkir. Saat Demak menghancurkan Pengging dan Kebo Kenanga dibunuh lewat adu 
kesaktian dengan Sunan Kudus, Jaka Tingkir ditawan ke Demak. Tetapi di Demak 
Jaka Tingkir menjadi orang kepercayaan raja Demak.
 
Saat Demak mundur karena Sultan Trenggana gugur dalam peperangan, Jaka Tingkir 
kembali ke kawasan dari mana ia berasal yaitu Pengging. Di situ ia mendirikan 
Kerajaan Pajang dan Jaka Tingkir menjadi rajanya dengan gelar Adiwijaya. 
Kerajaannya tumbuh pesat, Demak dan Mataram dua pesaingnya mewaspadainya.
 
Pajang memiliki peluang untuk dapat tumbuh sebagai negeri agraris-maritim. 
Kerajaan yang sukses di Jawa adalah kerajaan yang menguasai seluruh aliran 
sungai dari hulu ke hilir –kesatuan agraris dan maritim (sebagai contoh 
Erlangga di Kahuripan, Kertanegara di Singhasari, dan Hayam Wuruk di 
Majapahit). Kekuasaan Pajang diakui oleh raja-raja kecil di pesisir Jawa Timur 
(Tuban-Surabaya). Maka, dengan pusat kerajaan di pedalaman yang agraris di 
sekitar Boyolali-Kartasura-Surakarta-Klaten dekat hulu Bengawan Solo sementara 
kekuatan maritim ada di muara Bengawan Solo di sekitar Tuban-Surabaya, idealah 
kondisi seperti itu. 
 
Pusat bentang alam Pajang yang asli adalah desa Pengging, yang sekarang 
letaknya di sekitar Boyolali. Wilayah pusat Pajang luasnya sekitar 300 km2 dan 
merupakan triple junction antara kali Pepe, kali Dengkeng, dan Bengawan Solo. 
Kali Pepe dan Kali Dengkeng datang dari Merapi, Bengawan Solo datang dari 
Gunung Lawu. Bisa dibayangkan, ini adalah wilayah yang sangat subur. Tak 
mengherankan kalau Boyolali dan Klaten sebelum Perang Dunia II pernah menjadi 
gudang beras bagi kesunanan Surakarta. Kesuburan tanahnya juga memungkinkan 
hadirnya 22 pabrik gula dan 10 pusat pertanian tembakau.
 
Andaikata Pajang dapat menjadi suatu kerajaan besar dengan urat nadi Bengawan 
Solo, maka kondisi-kondisi geomorfologinya akan mempengaruhi politiknya :
 

Kerajaan Pajang yang agraris-maritim akan memiliki front yang menghadap ke 
wilayah Indonesia Timur via pelabuhan di muara Bengawan Solo (Gresik) yang 
menjadi ajang perniagaan lautan yang kelak menjadi rebutan dunia internasional 
(Portugis dan Belanda di Maluku).

Sayap kiri dari urat nadi Bengawan Solo akan berupa daerah pesisir dengan 
deretan pelabuhan yang akan penting untuk perdagangan dari barat ke timur : 
Demak,Jepara, Juwana, Rembang, Lasem, Tuban. Sayap kanannya berupa lembah 
Brantas dengan daerah-daerah penting Kediri, Kertosono, dan Wirosobo 
(Jombang-Mojokerto sekarang).
 
Semua kerajaan di Jawa berambisi menguasai sepanjang aliran sungai. Barang 
siapa yang dapat menguasai aliran sungai terpanjang di Jawa (Bengawan Solo) 
maka ia akan mendapatkan banyak hegemoni. 
 
Dalam masa jayanya, Pajang memegang hegemoni atas sepuluh daerah lain yang 
tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur : wilayah Pajang sendiri 
(Boyolali-Surakarta-Klaten-Sukoharjo), Surabaya, Tuban, Pati, Pemalang, Tegal, 
Madiun, Kediri, Banyumas, Kedu, Mataram dan Demak. Dua yang terakhir berambisi 
melawan Pajang untuk menguasai Jawa.
 
Sunan Kudus di Demak tidak pernah menyukai Pajang sebagian besar karena alasan 
pribadi yaitu sebab dari dulu Pajang dibantu Syeh Siti Jenar. Sunan Kudus 
menganggap Syeh Siti Jenar menodai ajaran Islam. Sementara Mataram berambisi 
besar ingin menguasai wilayah Jawa, cara pertamanya dengan memberontak dan 
mengalahkan Pajang.
 
Mataram mula-mula bagian Pajang. Tahun 1575 Sutawijaya diangkat jadi adipati 
Mataram bergelar Panembahan Senapati. Ini terjadi karena Senapati membantu 
Adiwijaya membunuh Arya Penangsang. Betapa saktinya Arya Penangsang maka ia 
perlu ditaklukkan oleh empat orang termasuk Senapati. Karena ingin berkuasa 
lebih, tahun 1582 Sutawijaya memberontak kepada Sultan Pajang Adiwijaya (Jaka 
Tingkir). Karena Jaka Tingkir sudah sepuh, ia terbunuh oleh Panembahan 
Senapati. Tahun 1586 kebesaran Kerajaan Pajang lenyap, dipindahkan ke Mataram 
di sekitar Yogyakarta sekarang. Sampai tahun 1601, Senapati berperang terus 
dengan semua kerajaan bawahan Pajang termasuk yang di pesisir. Ambisinya 
menguasai Jawa ia jalankan dengan menguasi dari hulu ke hilir Bengawan Solo. 
 
Riwayat Mataram adalah riwayat perang menguasai aliran Bengawan Solo dan 
wilayah Jawa Tengah-Jawa Timur di sebelah kanan-kirinya. Raja-raja Mataram 
sejak Senapati, Mas Jolang, dan Sultan Agung semuanya berperang untuk menguasai 
Jawa. Kerajaan-kerajaan kecil memberontak dan bersekutu menyerang Mataram. 
Kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Timur bersekutu di bawah pimpinan Surabaya 
berjalan ke hulu Bengawan Solo hendak menyerang Mataram. Apa daya, 
kerajaan-kerajaan pesisir ini tak pernah punya pengalaman berperang di 
pedalaman. Di Pajang tentara sekutu kerajaan-kerajaan pesisir ini dicegat 
tentara Mataram di Pajang dan dibinasakan di situ pada tahun 1615.
 
Di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), hegemoni Mataram bertambah 
luas. Walaupun wilayah kekuasaannya masih jauh di bawah Majapahit, sejarah 
Indonesia mencatat bahwa Mataram punya hegemoni terluas pada abad ke-17 itu. 
Wilayahnya meliputi seluruh Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, Cirebon, 
Priangan, dan Kalimantan Selatan. Tetapi ada dua wilayah di Jawa yang tak 
pernah bisa dikuasasinya : Banten dan Batavia.
 
Demikian, sekedar menunjukkan bahwa pada zaman dahulu, geomorfologi berperan 
penting dalam peta politik kerajaan-kerajaan di Indonesia.
 
Salam,
awang


--- On Fri, 7/10/09, Hendri Harsian <hendri.hars...@vico.co.id> wrote:

> From: Hendri Harsian <hendri.hars...@vico.co.id>
> Subject: RE: [iagi-net-l] Kerajaan Demak dan Geologi Selat Muria
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Date: Friday, July 10, 2009, 7:44 AM
> Pak Awang,
> 
> IMHO dan sekedar 'sharing' saja karena saya juga tidak tahu pasti yang 
> mana yang benar.
> Dari beberapa sumber yang saya baca (internet, Babad tanah Jawi, dll), 
> Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah (yang kemudian bergelar 
> Senapati Jimbun  Ngabdur Rahman Panembahan Palembang Sajidin 
> Panatagama atau dikenal juga sebagai Sultan Bintoro/Sultan Trenggono) 
> pada tahun 1513 M.
> 
> Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi bagaimana R.Patah merebut kekuasaan 
> dengan menyerbu Prabu Brawijaya (yang juga mengakui R.Patah sebagai 
> anaknya). Prabu Brawijaya kemudian kalah dan lari.
> Jadi bisa jadi dalam 2 tahun setelahnya kekuasaanya sudah menyebar 
> sampai ke Cirebon (seperti yang Pak Awang sebutkan).
> Tetapi, pada tahun 1546 M, justru kerajaan Demak itu 'runtuh' karena 
> intrik kekuasaan antara Hadiwijawa (Joko
> Tingkir) melawan Arya Panangsang (dari Jipang) yang di dukung oleh 
> Sunan Kudus.
> Walaupun begitu, Kerajaan Pajang sendiri baru berdiri pada tahun 1568 
> M, di Surakarta dengan Joko Tingkir (Sultan
> Hadiwijaya) sebagai rajanya. Pada tahun 1868 M, Pajang runtuh karena 
> terbunuhnya keluarga Pangeran Benowo oleh Panembahan Senopati (saudara 
> tirinya sendiri), dan Mataram Islam pun lahir.
> 
> Salam,
> /hendri
> 
> 
> -----Original Message-----
> From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
> 
> Sent: Friday, July 10, 2009 12:04 AM
> To: IAGI; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS
> Subject: [iagi-net-l] Kerajaan Demak dan Geologi Selat Muria
> 
> 
> Sebuah buku baru, “Ensiklopedi Kelirumologi” (Jaya Suprana, 2009 – 
> Elex Media Komputindo-Kompas Gramedia), memuat sebuah entri berjudul 
> “Demak” di halaman 98. Di dalam entri itu diceritakan bahwa tentang 
> lokasi bekas Keraton Kerajaan Demak belumlah ada kesepakatan di antara 
> para ahli. Sekelompok ahli mengatakan bahwa letak lokasi keraton 
> tersebut paling mungkin ada di kawasan selatan alun-alun kota Demak 
> sekarang dan menghadap ke utara. Di kawasan selatan Demak ini terdapat 
> suatu tempat bernama Sitinggil/Siti Hinggil–sebuah nama yang biasanya 
> berasosiasi dengan keraton. Namun kelompok ahli yang lain menentang 
> pendapat tersebut sebab pada abad XV, yaitu saat Kerajaan Demak ada, 
> kawasan Demak masih berupa rawa-rawa liar. Sangat tidak mungkin kalau 
> Raden Patah mendirikan kerajaannya di situ. Yang lebih mungkin, 
> menurut kelompok ini, pusat Kerajaan Demak ada di wilayah sekitar 
> Semarang yaitu Alastuwo, Kecamatan Genuk. Pendapat ini didukung oleh  
> temuan benda-benda arkeologi. Menurut Jaya Suprana, salah satu dari 
> kedua pendapat itu mungkin keliru, tetapi bisa juga dua-duanya keliru 
> (!). Demikian ulasan tentang Demak dalam kelirumologi ala Jaya 
> Suprana.
> 
> Kedua pendapat di atas menarik diuji secara geologi sebab keduanya mau 
> tak mau melibatkan sebuah proses geologi bernama sedimentasi. Mari 
> kita lihat sedikit proses sedimentasi di wilayah yang terkenal ini. 
> Terkenal ? Ya, wilayah ini dalam hal sedimentasi Kuarter terkenal. Ada 
> pendapat bahwa dahulu kala Gunung Muria di sebelah utara Demak tidak 
> menyatu dengan tanah Jawa, ia merupakan sebuah pulau volkanik yang 
> kemudian akhirnya menyatu dengan daratan Jawa oleh proses sedimentasi 
> antara Demak-Muria. Mari kita periksa pendapat ini berdasarkan 
> literatur-literatur lama sejarah.
> 
> Sedikit hal tentang Kerajaan Demak, perlu dituliskan lagi untuk 
> sekedar menyegarkan pikiran. Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam 
> pertama di Jawa dan ada sesudah era Kerajaan Majapahit. Sebagian raja 
> Demak adalah turunan raja-raja Majapahit, termasuk Raden Patah –sang 
> pendiri Kerajaan Demak. Riwayat penaklukan Majapahit oleh Demak ada 
> kisah tersendiri yang secara sangat detail diceritakan dalam buku 
> Slamet Muljana (1968, 2005) “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan 
> Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara” – Bhratara – LKiS. Pada 
> tahun 1515, Kerajaan Demak sudah berwilayah dari Demak sampai Cirebon. 
> Pada tahun 1546, Kerajaan Demak sudah semakin luas wilayahnya termasuk 
> Jambi, Palembang, Bangka, Banten, Sunda Kalapa, dan Panarukan di Jawa 
> Timur. Tahun 1588 Demak lenyap dan penerusnya berganti ke Pajang yang 
> merupakan pendahulu kerajaan/kesultanan di Yogyakarta dan Surakarta 
> sekarang. Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan penaklukannya 
> atas  Majapahit.
> Peristiwa gugurnya tokoh2 penting Demak saat menyerang Blambangan yang 
> eks Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat 
> kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah 
> pelajaran dari sejarah –cerai-berai dari dalam akan membahayakan 
> kesatuan dan persatuan.
> 
> Kembali ke pencarian pusat Kerajaan Demak, buku Mohammad Ali (1963), 
> “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara” –Bhratara, 
> menarik untuk diacu. Dalam menguraikan terjadinya Kerajaan Demak, Moh. 
> Ali menulis bahwa pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh 
> gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, agar merantau ke barat dan 
> bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. 
> Tanaman gelagah yang rimbun tentu hanya subur di daerah rawa-rawa. 
> Dalam perantauannya itu, Raden Patah sampailah ke daerah rawa di tepi 
> selatan Pulau Muryo (Muria), yaitu suatu kawasan rawa-rawa besar yang 
> menutup laut atau lebih tepat sebuah selat yang memisahkan Pulau Muryo 
> dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi dan 
> rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah sebagai “Demak”.
> 
> Menurut Slamet Muljana (1983), “Pemugaran Persada Sejarah Leluhur 
> Majapahit” – Inti Idayu, hutan di Gelagah Wangi itu dibuka dan 
> dijadikan tempat hunian baru rnama “Bintara”. Dari nama wilayah baru 
> itulah Raden Patah terkenal sebagai Pangeran Bintara. Slamet Muljana 
> (1968,
> 2005) juga menulis bahwa Raden Patah (nama Tionghoanya Jin Bun – Raden 
> Patah adalah anak raja Majapahit Prabu Brawijaya dan salah seorang 
> istrinya yang disebut Putri
> Cina) memilih tinggal di daerah kosong dan berawa di sebelah timur 
> Semarang, di kaki Gunung Muria. Daerah itu sangat subur dan strategis 
> untuk menguasai pelayaran di pantai utara. Jin Bun berkedudukan di 
> Demak. Di Demak, Jin Bun menjadi ulama sesuai pesan gurunya, Sunan 
> Ampel. Ia mengumpulkan para pengikutnya baik dari masyarakat Jawa 
> maupun Cina. Saat sebelum memberontak kepada Majapahit, Jin Bun atau 
> Raden Patah adalah bupati yang ditempatkan di Demak atau Bintara.
> 
> Bahwa Demak dulu berlokasi di tepi laut, tetapi sekarang jaraknya dari 
> laut sampai 30 km, dapat diinterpretasikan dari peta genangan air yang 
> diterbitkan Pemda Semarang (Daldjoeni, 1992, “Geografi Kesejarahan II” 
> –Alumni).
> Peta genangan banjir dari Semarang sampai Juwana ini dengan jelas 
> menggambarkan sisa-sisa rawa di sekitar Demak sebab sampai sekarang 
> wilayah ini selalu menjadi area genangan bila terjadi banjir besar 
> dari sungai-sungai di sekitarnya.
> Dari peta itu dapat kita perkirakan bahwa lokasi Pulau Muryo ada di 
> sebelah utara Jawa Tengah pada abad ke-15 sampai 16.
> Demak sebagai kota terletak di tepi sungai Tuntang yang airnya berasal 
> dari Rawa Pening di dekat Ambarawa.
> 
> Di sebelah baratlaut kawasan ini nampak bukit Prawoto, sebuah tonjolan 
> darat semacam semenanjung yang batuannya terdiri atas napal di 
> Pegunungan Kendeng bagian tengah.
> Dalam sejarah Demak terdapat tokoh bernama Sunan Prawoto
> (Prawata) yaitu anak Pangeran Trenggono. Nama sebenarnya adalah 
> Mukmin, tetapi kemudian ia dijuluki Sunan Prawoto karena setiap musim 
> penghujan, demi menghindari genangan di sekitar Demak, ia mengungsi ke 
> pesanggrahan yang dibangun di bukit Prawoto. Sisa-sisa pesanggrahan 
> tersebut masih menunjukkan pernah adanya gapura dan sitinggil (siti
> hinggil) serta kolam pemandian (De Graaf, 1954, “De Regering van 
> Panembahan Senapati Ingalaga” – Martinus Nijhoff).
> 
> De Graaf dan Th. Pigeaud (1974), “De Eerste Moslimse Voorstendommen op 
> Java” –Martinus Nijhoff) punya keterangan yang baik tentang lokasi 
> Demak. Letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan 
> maupun pertanian.
> Selat yang memisahkan Jawa Tengah dan Pulau Muryo pada masa itu cukup 
> lebar dan dapat dilayari dengan leluasa, sehingga dari Semarang 
> melalui Demak perahu dapat berlayar sampai Rembang. Baru pada abad 
> ke-17 selat tadi tidak dapat dilayari sepanjang tahun.
> 
> Dalam abad ke-17 khususnya pada musim penghujan perahu-perahu kecil 
> dapat berlayar dari Jepara menuju Pati yang terletak di tepi sungai 
> Juwana. Pada tahun 1657, Tumenggung Pati mengumumkan bahwa ia 
> bermaksud memerintahkan menggali terusan yang menghubungkan Demak 
> dengan Pati sehingga dengan demikian Juwana dapat dijadikan pusat 
> perniagaan.
> 
> Pada abad ke-16 Demak diduga menjadi pusat penyimpanan beras hasil 
> pertanian dari daerah-daerah sepanjang Selat Muryo. Adapun Juwana pada 
> sekitar tahun 1500 pernah pula berfungsi seperti Demak. Sehubungan 
> itu, menurut laporan seorang pengelana asing terkenal di Indonesia 
> saat itu –Tom Pires, pada tahun 1513 Juwana dihancurkan oleh seorang 
> panglima perang Majapahit dan Demak menjadi satu-satunya yang berperan 
> untuk fungsi itu.
> Perhubungan Demak dengan daerah pedalaman Jawa Tengah adalah melalui 
> Kali Serang yang muaranya terletak di antara Demak dan Jepara. Sampai 
> hampir akhir abad ke-18 Kali Serang dapat dilayari dengan kapal-kapal 
> sampai pedalaman. Mata air Kali Serang terletak di Gunung Merbabu dan 
> di Pegunungan Kendeng Tengah. Di sebelah selatan pegunungan tersebut 
> terdapat bentangalam Pengging (di antara Boyolali dan 
> Pajang/Kartasura).
> 
> Ketika dalam abad ke-17 sedimen di Selat Muryo sudah semakin banyak 
> dan akhirnya mendangkalkannya sehingga tak dapat lagi dilayari, 
> pelabuhan Demak mati dan peranan pelabuhan diambil alih oleh Jepara 
> yang letaknya di sisi barat Pulau Muryo. Pelabuhannya cukup baik dan 
> aman dari gelombang besar karena terlindung oleh tiga pulau yang 
> terletak di depan pelabuhan. Kapal-kapal dagang yang berlayar dari 
> Maluku ke Malaka atau sebaliknya selalu berlabuh di Jepara.
> 
> Demikian ulasan singkat berdasarkan literatur2 lama sejarah tentang 
> lokasi Kerajaan Demak yang lebih mungkin memang berada di selatan kota 
> Demak sekarang, di wilayah yang dulunya rawa-rawa dan menhadap sebuah 
> selat (Selat Muryo) dan Pulau Muryo (Muria). Justru dengan berlokasi 
> di wilayah seperti itu, Demak pada zamannya sempat menguasai alur 
> pelayaran di Jawa sebelum sedimentasi mengubur keberadaan Selat Muria.
> 
> Jalan raya pantura yang menghubungkan
> Semarang-Demak-Kudus-Pati-Juwana sekarang sesungguhnya tepat berada di 
> atas Selat Muria yang dulu ramai dilayari kapal-kapal dagang yang 
> melintas di antara Juwana dan Demak pada abad ke-15 dan ke-16. Bila 
> Kali Serang, Kali Tuntang, dan Kali Juwana meluap, ke jalan-jalan 
> inilah genangannya –tak mengherankan sebab dulunya juga memang ke 
> selat inilah air mengalir.
> 
> Bila kapan-kapan kita menggunakan mobil melintasi jalan raya pantura 
> antara Demak-Pati-Juwana-Rembang, ingatlah bahwa sekitar 500 tahun 
> yang lalu jalan raya itu adalah sebuah selat yang ramai oleh 
> kapal-kapal niaga Kerajaan Demak dan tetangganya.
> 
> Kembali ke kelirumologi lokasi Kerajaan Demak, yang mungkin keliru 
> adalah pendapat bahwa pusat Kerajaan Demak berada di Semarang.
> 
> Salam,
> Awang
> 
> 
> 
>       
> 
> ----------------------------------------------------------------------
> ----------
> PP-IAGI 2008-2011:
> ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
> ----------------------------------------------------------------------
> ----------
> ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!!
> yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang
> 13-14 Oktober 2009
> ----------------------------------------------------------------------
> -------
> To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id 
> Pembayaran iuran anggota ditujukan
> ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara 
> Mulia No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no 
> event shall IAGI and its members be liable for any, including but not 
> limited to direct or indirect damages, or damages of any kind 
> whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out 
> of or in connection with the use of any information posted on IAGI 
> mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
> 
> 


      

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!!
yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI 
Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. 
Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke