> Awang

Perjalanan Anda mengingatkan saya ke tahun
1976 , waktu saya menjadi filed geologist, sangat indah memang hidup
sebagai fiield geologist itu. Sayang saat itu saya masih
"culun"  heheheh
Seingat saya waktu itu didaerah
Karang Kobar ( waktu itu kami menginap/base camp di kampungnya Ebiet G
Ade) , kami menemukan bongkahan besar batu gammping ditengah sawah 
dengan fosil nummulites didalamnya .Apakah Anda sempat kesana .

Kalau tidak salah  ada pemboran yang dilakukan pada zaman Belanda ,
yang juga mengeluarkan gas.

Seperti Anda katakan memang Serayu
ini merupakan misteri bagi pemburu migas.
Katanya ada rencaa
mengembangkan lapangan Cipluk , siapa operatornya ? Apakah Pertamina.

Si Abah.


   Di dalam waktu dua hari
perjalanan lapangan di Jawa Tengah (28-29 Desember
> 2009),
sembilan geologist dan geophysicist BPMIGAS (Awang, Cepi Irawan,
>
Cipi Armandita, Agung Gunawan, Arii Arjuna, Sumaryana, Andre, Irfan
Taufik
> , Abdurrohim); tiga geologist UPN Veteran Yogyakarta (C.
Prasetyadi, Vian
> Bonny, Adi Gunawan) dan seorang petroleum
engineer (Jalu-BPMIGAS)
> melakukan perjalanan selama 75 juta
tahun dalam skala waktu geologi.
> Kelancaran selama di lapangan
dibantu oleh tiga staf dari Paramitha Tour
> Yogyakarta atas kerja
sama dengan UPN.
> 
> Hal ini dimungkinkan dengan cara
melakukan transect (lintasan memotong)
> dari selatan ke utara,
dari wilayah Luk Ulo ke Kendal, dari batuan tertua
> ke batuan
termuda, dari singkapan batuan berumur sekitar 80 juta tahun ke
>
singkapan berumur sekitar 5 juta tahun, dari melange Luk Ulo ke
>
batugamping Kapung di Lapangan Cipluk.
> 
> Divisi
Eksplorasi BPMIGAS bersama beberapa divisi lainnya setiap tahun
>
melakukan dua kali fieldtrip atau ekskursi geologi dengan berbagai
tujuan.
> Setelah tujuh tahun dilakukan, atau sejak 2002, tinggal
wilayah Maluku dan
> Papua yang belum dikunjungi. Maksud melakukan
fieldtrip ini tentu banyak,
> misalnya : memberikan penyegaran
geologi lapangan kepada para pekerja
> BPMIGAS, melakukan
diskusi-diskusi dengan perguruan-perguruan tinggi atau
>
lembaga-lembaga penelitian yang dilibatkan, melakukan kajian-kajian
> tertentu di wilayah-wilayah yang dinilai menarik secara geologi
maupun
> geologi migas, dan memberikan pengenalan geologi lapangan
kepada
> pekerja-pekerja BPMIGAS non-geologist yang
diikutsertakan.
> 
> Menutup tahun 2009 ini, Eksplorasi
BPMIGAS melakukan fieldtrip mengusung
> tema "geologic
transect of Central Java" dengan fokus mempelajari
>
aspek-aspek geologi migas Cekungan Serayu Utara. Fieldtrip dilakukan
empat
> hari termasuk perjalanan dari dan kembali ke Jakarta.
Dalam pelaksanaan
> fieldtrip ini, BPMIGAS bekerja sama dengan
Jurusan Geologi UPN Veteran
> Yogyakarta (Pak Prasetyadi dan
Tim).
> 
> Fokus fieldtrip dipilih Cekungan Serayu Utara
karena inilah salah satu
> wilayah di Jawa yang tertinggal tidak
dieksplorasi secara serius oleh
> perusahaan-perusahaan minyak. Di
sisi lain, wilayah ini kaya akan rembesan
> hidrokarbon dan
mestinya memiliki semua elemen dan proses petroleum
> system.
> 
> Kami berangkat dari kantor BPMIGAS di Patra Office Tower
, Jakarta pada
> hari Minggu 27 Desember 2009 pukul 08.40
menggunakan bus carter "Big Bird"
> ukuran sedang.
Tujuan kami adalah Purwokerto sebab perjalanan lapangan
> akan
dimulai dari selatan, dari batuan tertua di Jawa Tengah (dan Jawa).
> Menuju Purwokerto, perjalanan diputuskan mengambil jalur selatan
(via
> Tasikmalaya dan Majenang) agar mendapatkan panorama
fisiografi yang lebih
> menarik. Mulai tengah hari, hujan
gerimis-lebat mengguyur bus sepanjang
> perjalanan. Kami istirahat
dua kali untuk makan siang di Limbangan, Garut
> dan minum kopi di
sebuah warung kopi menjelang kota Majenang untuk
> mengurangi rasa
penat, dingin dan kantuk. Sesuai yang diperkirakan, pukul
> 19.00
kami tiba di Purwokerto, bertemu dengan Tim UPN dan menginap di
>
Hotel Dynasty. Setelah makan malam di Restoran "Asiatic", kami
melakukan
> diskusi tentang geologi regional Jawa dan detail rute
fieldtrip yang akan
> dilalui. Pukul 22.00 diskusi
> 
usai.
> 
> Senin 28 Desember 2009 setelah sarapan, kami
memulai perjalanan lapangan
> menggunakan bus carter
"Pegasus" ukuran menengah yang dibawa teman-teman
> UPN
dari Yogyakarta. Bus ini sudah biasa digunakan teman-teman UPN dalam
> melakukan fieldtrip, sehingga Pak Sopirnya sudah biasa melakukan
> manuver-manuver di jalan-jalan sempit dan curam dekat
lokasi-lokasi
> singkapan. Meskipun demikian, karena keamanan
harus diutamakan, di jalanan
> yang terlalu berbahaya untuk bus,
teman-teman UPN telah siap dengan
> pasukan motor ojeg dan L-300.
Hari pertama di lapangan akan menempuh
> perjalanan yang cukup
berat dan panjang. Tujuan pengamatan adalah melange
> Luk Ulo dan
kompleks batuan pra-Karang Sambung di Serayu Selatan berumur
>
pra-Tersier sampai Eosen Awal, dan kompleks batuan volkanoklastik
Merawu,
> Penyatan, Halang di Serayu Utara berumur Miosen
Awal-Miosen Atas.
> 
> Dari Purwokerto, kami melalui
Sokaraja kemudian berbelok ke selatan menuju
> Banyumas. Dari
Banyumas, kami berbelok ke timurlaut menuju Banjarnegara.
> Jalan
ini sejajar dengan Pegunungan Serayu yang sesungguhnya merupakan
>
tiga jalur antiklin besar yang sambung-menyambung berarah BBD-TTL :
> Antiklin Banyumas, Antiklin Gombong, Antiklin Karangsambung.
Sebelum
> Banjarnegara, di sekitar Purwareja bus berbelok ke
selatan masuk ke jalan
> sempit , inilah jalan menuju kompleks
batuan dasar Luk Ulo. Akses ke Luk
> Ulo dari arah utara ini
jarang dilakukan para geologist, kebanyakan
> geologist mencapai
Luk Ulo dari arah selatan, dari Kebumen. Akhirnya,
> jalan terlalu
sempit dan terjal untuk bus masuk terus. Maka, dengan lima
> motor
ojeg kami bergantian diantar ke lokasi mendekati singkapan. Untuk
> mencapai singkapan melange Luk Ulo di dasar Sungai Sapi (anak
Sungai
> Serayu), kami meneruskan berjalan kaki sekitar 400 meter
termasuk melalui
> jembatan gantung tua di atas Sungai
> 
Sapi dengan beberapa papan hilang atau lapuk di beberapa tempat.
Jembatan
> terlalu berbahaya untuk diseberangi beramai-ramai, maka
kami berdua-dua
> bergantian menyeberang. Tinggi jembatan dari
muka sungai sekitar 30
> meter. Motor penduduk beberapa kali lewat
jembatan dan selalu ngebut,
> rupanya memang harus ngebut agar
goyangannya berkurang.
> 
> Di dasar Sungai Sapi di
sekitar bawah jembatan tersingkap melange Luk Ulo
> : peridotit
yang umumnya terserpentinisasi yang khas warnanya (hijau tua
>
seperti ular, sesuai namanya 'serpent' -ular), rijang radiolaria yang
juga
> khas warnanya : merah hati, marmer yang sangat keras
berwarna coklat tua
> dan berdenting nyaring (tanda keras) ketika
dihantam palu batuan beku
> dalam usaha mengambil sampel, basal
yang bersatu dengan rijang ciri
> kompleks MOR (mid-oceanic ridge)
dan endapan pelagos, dan kuarsa di antara
> serpih bersisik
(scally clay) hasil dewatering saat deformasi melangisasi
>
terjadi (quartz sweating). Sementara itu, tebing Sungai Sapi tersusun
oleh
> fragmen-bongkah melange yang tertanam dalam massa dasar
volkaniklastik.
> Kemungkinan besar ini adalah tebing dengan
endapan molas pasca
> pengangkatan Luk Ulo sehabis Miosen Atas.
> 
> Dari Sungai Sapi, kami kemudian masuk lebih dalam lagi
ke arah selatan ke
> Kali Poh yang merupakan anak Sungai Sapi.
Kami menyusuri Kali Poh sekitar
> 3 km dan menemukan dua kelompok
batuan : melange Luk Ulo lanjutan dari
> Sungai Sapi, kemudian
makin ke hulu adalah formasi batuan yang diusulkan
> oleh Pak
Prasetyadi sebagai Formasi Bulukuning (Prasetyadi, 2007
>
-disertasi doktor; Prasetyadi, 2008 -PIT IAGI Bandung). Berjalan hampir
3
> km di Sungai Poh, kami menemukan variasi satuan-satuan batuan
penyusun
> Formasi Bulukuning : batupasir yang sebagian
termalihkan (metamorfisme),
> serpih yang sebagian termalihkan,
konglomerat, dan batugamping yang
> mengandung fosil Nummulites
berumur Eosen Awal (bukan spesies Nummulites
> yang sama seperti
yang ditemukan di Bayat dan Formasi Karangsambung).
> Prasetyadi
(2007, 2008) menafsirkan bahwa kompleks batuan Bulukuning
>
merupakan hasil endapan laut dangkal di cekungan-cekungan kecil di atas
> prisma akresi melange Luk Ulo bagian
>  utara, sementara di
sebelah selatannya di lereng palung diendapkan
> sedimen-sedimen
yang kemudian terkenal sebagai Formasi Karangsambung yang
>
umurnya relatif lebih muda daripada Bulukuning.
> 
>
Menjelang tengah hari karena perjalanan hari itu masih jauh dari akhir,
> kami kembali menghilir, naik jembatan gantung lagi, naik ojeg lagi
dan
> kembali ke bus. Cukup melelahkan, tetapi menyenangkan. Bus
lalu
> melanjutkan perjalanan menuju Banjarnegara. Di tepi kota
Banjarnegara, bus
> berhenti di RM "Sari Rahayu". Berkat
koordinasi yang baik dari Tim UPN,
> hidangan yang sangat nikmat
telah menanti -makin terasa nikmat setelah
> menyusuri sungai.
Hidangan khas berupa urap daun pepaya muda dan wader
> (ikan
kecil), tetapi saya masih terkesan dengan nasi panasnya yang masih
> berasap, ayam goreng, dan tentu saja sambal.
> 
>
Karena perjalanan masih harus dilanjutkan ke Karangkobar, Plato Dieng
dan
> berakhir di Wonosobo, kami tak bisa terlalu lama di
Banjarnegara. Bus
> segera memacu lagi, menyeberangi jembatan
Sungai Serayu bagian hulu,
> jembatan ini sekaligus menandai masuk
ke wilayah geologi lain : Serayu
> Utara. Sebenarnya, dari
Banjarnegara tinggal meneruskan jalan provinsi ke
> arah
timur-timurlaut menuju Wonosobo tempat menginap malam kedua, tetapi
> kami mesti melambung dulu ke utara sampai Karangkobar dan Plato
Dieng
> untuk mengamati beberapa singkapan volkanoklastik Cekungan
Serayu Utara :
> Merawu, Penyatan dan Halang.
> 
>
Kalau di Serayu Selatan sebelumnya kami bermain-main di skala waktu
> pra-Tersier sampai Eosen, di Serayu Utara berada di wilayah
Miosen.
> Endapan Oligosen-Miosen Awal yang bersamaan dengan OAF
(Old Andesite
> Formation) di Serayu Selatan berupa
endapan-endapan volkanoklastik
> Totogan-Waturanda-Penosogan atau
terkenal dengan seri tuff dan breccia
> horison 1-3 dari Harloff
(1935) dan ekivalennya di Serayu Utara kami
> pelajari dalam
diskusi-diskusi malam.
> 
> Stop pertama di Serayu Utara
adalah pemandangan intrusi diorit Halang di
> Banjarmangu (5 km
utara Banjarnegara) yang menyisakan fisiografi seperti
> volcanic
neck. Tidak jauh darinya, kami berhenti lagi di dekat sebuah
>
jembatan yang terkenal bernama Jembatan Komrat di dekat bagian hilir
> Sungai Merawu (Sungai Merawu adalah anak Sungai Serayu). Di sini
ditemukan
> beberapa singkapan breksi dan lava Halang. Mengaitkan
volcanic neck
> intrusi diorit, lava dan breksi volkanik yang
merupakan fasies-fasies
> volkanik berbeda-beda, maka kita bisa
merekonstruksi mana pusat erupsi,
> mana endapan volkanik
proksimal dan mana endapan volkanik yang jauh
> (distal).
> 
> Sebelum Karangkobar, kami berhenti di sebuah singkapan
tebing yang cukup
> spektakular; lapisan-lapisan sedimen
batulempung volkanik Merawu yang
> berumur Miosen Awal bagian atas
dideformasi oleh intrusi tiang (dike)
> Halang yang berumur Miosen
Atas. Efek pemanggangan (baking effect) masih
> jelas terlihat.
Sehabis Karangkobar menjelang Pejawaran di sebelah selatan
> Plato
Dieng, kami berhenti di sebuah singkapan kecil tepi jalan yang
>
menyingkapkan batupasir tufan dan sedikit karbonatan -napal yang
>
menunjukkan selang-seling seperti sekuen turbidit, itu diperkirakan
bagian
> Formasi Penyatan yang secara regional bisa dikorelasikan
dengan Third Marl
> Tuff (Harloff, 1935) di Serayu Selatan.
> 
> Tak banyak singkapan Merawu, Penyatan dan Halang yang
bisa kami pelajari
> di rute Banjarnegara sampai Plato Dieng
karena batuan volkaniklastik ini
> kini hampir seluruhnya telah
tertutup oleh volkaniklastik terbaru
> (Kuarter) kompleks
Pegunungan Serayu Utara atau Kompleks Rogojembangan di
> wilayah
Dieng. Bila ada singkapan-singkapan Merawu-Penyatan-Halang di
>
wilayah ini, itu berarti semacam inlier atau jendela singkapan tua yang
> dikelilingi singkapan muda di atasnya.
> 
> Stop
terakhir hari Senin 28 Desember 2009 itu adalah melihat rembesan gas
> yang muncul di tengah ladang sayuran penduduk Dieng di Dusun
Pancasan
> antara Pejawaran dan Batur. Saat itu hari sudah pukul
17.00 dan tentu saja
> berkabut tebal sebab kami sudah di wilayah
Plato Dieng. Bus diparkir di
> tepi sebuah kampung, lalu kami
berjalan sekitar 500 meter menuju ladang
> sayuran. Tim UPN yang
sebelumnya sudah melakukan survei pendahuluan ke
> tempat ini
memanggil seorang penduduk bernama Pak Setu (mungkin hari
>
kelahirannya Sabtu) yang dengan bahasa isyaratnya (karena Pak Setu bisu
> dan mungkin tuli juga) dengan gembira menunjukkan bagaimana gas
itu
> keluar. Ia membuka pipa paralon kecil penyalur gas dari
tanah ladang dan
> menyalakan geretan, secara serta merta api pun
yang berwarna kuning jingga
> dengan kelebatan warna biru menyala
dengan ketinggian sekitar setengah
> meter. Gas ini ditampung pipa
paralon dan dialirkan ke rumah-rumah
> penduduk sekitarnya
dialirkan ke kompor
>  -kompor yang telah dimodifikasi.
>

> Kami mendatangi dua rumah penduduk untuk melihat bagaimana
gas
> dimanfaatkan. Wawancara tentang asal muasal gas dan
pemanfaatannya
> dilakukan dalam bahasa Jawa di tengah suasana bau
kemenyan yang berasal
> dari rokok-rokok khas yang diisap penduduk
Dieng yang terbuat dari daun
> jagung dan tembakau. Asal gas ini
diketahui ketika rumput-rumput dan
> sayuran di ladang tiba-tiba
mati. Saat tanah digali karena ingin mencari
> penyebabnya,
tiba-tiba gas mengalir dan bisa dibakar. Sejak itulah gas
>
dimanfaatkan penduduk dengan ditampung. Itu terjadi tujuh tahun yang
lalu.
> Apakah ini gas biogenik atau termogenik, belum diketahui,
walaupun katanya
> pemerintah daerah setempat pernah menelitinya.
Gas biogenik atau
> termogenik, hanya akan diketahui bila kita
melakukan analisis isotop
> karbon-13, lebih bagus lagi bila
sekaligus melakukan analisis isotop
> deuterium, dan akan makin
bagus lagi bila melakukan analisis isotop
> karbon-13 untuk fraksi
metana, etana, propana, dan butana.
>  Dari angka-angka rasio
isotop ini, cerita yang dibangun bisa panjang
> sampai ke
petroleum system.
> 
> Kembali ke bus di tepi kampung,
hujan mengguyur di tengah kabut Plato
> Dieng yang semakin
menebal. Pak Setu dengan sigap menyiapkan beberapa
> helai daun
pisang pengganti payung. Hm, kapan lagi berpayung dengan daun
>
pisang ? Rasanya sudah lama sekali saya tak berpayung dengan daun
pisang.
> Jalan ke bus yang menanjak, di tengah guyuran hujan dan
kabut tebal cukup
> membuat dada yang lama tak dilatih menjadi
sesak...
> 
> Sisa perjalanan hari itu adalah kembali ke
selatan menuju Wonosobo tempat
> menginap malam kedua. Gelap mulai
menyelimuti Plato Dieng. Karena jalanan
> gelap, sempit dan terjal
lagipula licin, diputuskan menggunakan sebuah
> mobil pick up
mungkin punya pengusaha setempat untuk membimbing bus
> (seperti
escort atau voor rijder) melalui punggung Plato Dieng. Kalau saja
> siang hari, tentu pemandangan sangat indah di sini. Malam hari
tak
> terlihat apa-apa, selain hanya merasakan jalan menanjak,
menurun, dan
> berputar. Sebagian dari kami lelap kecapaian.
Akhirnya kami selamat sampai
> jalan besar menuju Wonosobo, pick
up sang escort menyelesaikan tugasnya,
> bus meluncur lancar
sampai Wonosobo. Kami sampai di Hotel Kresna, Wonosobo
> pukul
20.30 setelah sebelumnya mampir di rumah makan "Asia" dan
menyantap
> habis semua hidangan karena perut kelaparan dan badan
kedinginan.
> 
> Meskipun lelah, komitmen harus tetap
berjalan. Kami berkumpul di sebuah
> ruang rapat Hotel Kresna
sampai pukul 23.15 mendiskusikan apa yang kami
> lihat hari ini,
mendikusikan geologi depresi Bogor-Serayu Utara-Kendeng
> dan
kemungkinan hidrokarbonnya, mendiskusikan tektonik Jawa Tengah,
>
mendiskusikan segmen kaya rembasan di wilayah antara Majalengka dan
> Banyumas, dan Halang yang terangkat di wilayah itu serta
depresi-depresi
> yang mengapit di sebelah-sebelahnya (Citanduy di
selatan dan
> Bobotsari-Purbalingga di utara) dan semua kesulitan
operasi seismik dan
> bor di wilayah volkanik Jawa. Dalam geologi,
kegiatan lapangan harus
> selalu berjalan bersama kegiatan
analisis dan interpretasi serta
> diskusi-diskusi.
> 
> Hotel Kresna mungkin hotel terbesar di Wonosobo, sebuah hotel yang
megah
> dengan arsitektur gaya gothic yang masih kental,
peninggalan zaman
> Belanda, dengan patung-patung logam berwarna
gelap tentara VOC Kompeni
> (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)
menghias di beberapa sudut hotel.
> Bagus meskipun tak bisa
dipungkiri kesan seram masih ada... Sampai tengah
> malam,
beberapa dari kami (Pak Prasetyadi, Cepi Irawan, Cipi Armandita,
>
Arii Arjuna dan saya) masih ngobrol sambil menyeruput coklat hangat dan
> menyantap pisang keju di tengah hawa dingin Wonosobo.
> 
> Selasa 29 Desember 2009, pagi hari dari hotel masih terlihat dua
saudara
> Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing membentengi kota
Wonosobo. Ke sebelah
> baratlaut, masih terlihat igir (punggungan)
Plato Jampang dengan Gunung
> Prau (Perahu) sebagai puncak plato
(2565 m). Namun tak sampai sejam
> kemudian, mereka lenyap ditutup
awan mendung.
> 
> Perjalanan hari ketiga akan menempuh
rute Wonosobo-Parakan-Patean (Kab.
> Kendal)-Semarang. Target
utama adalah mengunjungi singkapan Formasi
> Banyak, Formasi
Kapung, dan lapangan minyak tua Cipluk. Kami berangkat
> setelah
sarapan, sekitar pukul 08.30. Perjalanan ke stop pertama cukup
>
jauh (sekitar 2,5 jam), semuanya melalui fisiografi volkanik Kuarter
> Sundoro-Sumbing dan kaki Dieng.
> 
> Di suatu
tempat bernama Patean, jalan kecil belok ke timur dari jalan raya
> yang menghubungkan Parakan-Weleri, bus diparkir. Kami berganti
kendaraan
> dengan dua mobil L-300 kepunyaan penduduk Patean untuk
menuju Desa Kalices
> lalu Dusun Cipluk. Jalan sangat sempit,
sebagian diaspal, sebagian beton,
> sebagian berbatu.
>

> Stop pertama adalah di dekat balai desa Kalices. Di sebuah
tebing di
> dekatnya tersingkap batuan batupasir tufan yang
berselingan dengan
> batulempung menunjukkan sekuen turbidit. Ini
adalah bagian Formasi Banyak
> (Miosen Atas) yang merupakan salah
satu reservoir di lapangan Cipluk.
> 
> Lalu mobil L-300
melanjutkan perjalanannya ke Dusun Cipluk yang terletak
> di
lembah. Mobil berhenti di ujung jalan batu. Selanjutnya, kami
>
meneruskan dengan jalan kaki. Di dekat ujung jalan, kami menemukan
> singkapan batugamping koral Formasi Kapung (Pliosen) yang seumur
dengan
> Formasi Karren di Jawa Timur. Sampel yang saya peroleh
masih menunjukkan
> bentuk brain coral seperti bentuk umur
moderennya.
> 
> Dari sopir L-300 kami mendapatkan
informasi bahwa ada sumur di ladang
> jagung yang minyaknya suka
ditimba penduduk Cipluk. Kami menuju ke sana,
> dan setelah
berjalan menuruni lembah sejauh sekitar 500 meter dengan
> bantuan
penduduk setempat maka ditemukanlah sebuah kepala sumur di antara
> ladang tanaman jagung. Kepala sumur berupa casing ukuran 7"
yang ditutupi
> kayu bulat jati dan sebuah gembok. Menurut
keterangan penduduk, setiap
> pagi sumur ditimba menggunakan busa
atau spons, lalu spons diperas
> menghasilkan minyak sekitar 20
liter. Katanya, ada lima sumur tua Cipluk
> ditimba dengan cara
demikian. Kami sebenarnya ingin melihat bagaimana
> penduduk
menimba salah satu sumur tua Cipluk ini. Lalu atas keramahan
>
penduduk, mereka mengusahakan memanggil si penimba. Setelah menunggu,
si
> penimba ternyata sedang tidak di rumahnya, tetapi kami
diberikan sebotol
> besar minyak Cipluk yang secara fisik terlihat
seperti minyak ringan
> (derajat API tinggi), kandungan sulfur
>  rendah. Sangat penting mengetahui asal minyak ini dan semua
sejarah yang
> telah dilaluinya, bila kita ingin serius
mengevaluasi Serayu Utara.
> Analisis geokimia bulk properties,
isotop karbon-13 dan biomarker akan
> memberitahukan semua riwayat
yang telah dilalui minyak ini.
> 
> Stop terakhir
fieldtrip kami adalah di tengah guyuran hujan di pelataran
> sumur
Cipluk yang lain yang telah dimodernisasi oleh sebuah perusahaan
>
dengan memasang kepala sumur produksi era modern bertekanan 5000 psi.
> Posisi sumur ini diperkirakan di puncak antiklin Cipluk, yang kini
telah
> tererosi paling dalam sehingga menjadi dataran lembah
Cipluk.
> 
> Dari keterangan van Bemmelen (1949) di buku
jilid keduanya dan beberapa
> informasi lain yang berhasil
dikumpulkan, Lapangan Cipluk ditemukan tahun
> 1889, atau lapangan
kedua yang ditemukan di Jawa setelah Kuti di dekat
> Surabaya
(1888). Produksinya dimulai tahun 1903 sampai 1912, ditinggalkan
>
tahun 1933. Ada 12 sumur dibor dengan kedalaman maksimum 537 meter.
> Reservoir utamanya batupasir tufan dan breksi volkanik Formasi
Banyak dan
> Formasi Cipluk (Miosen Atas-Pliosen), tipe perangkap
antiklin dan
> upthrust, penyekat batulempung intraformasi. Batuan
induknya masih tanda
> tanya, hanya akan diketahui setelah
melakukan analisis geokimia minyak
> Cipluk, termasuk pada
kematangan berapa digenerasikan, jarak migrasi, dsb.
> 
>
Meninggalkan Lapangan Cipluk, selesailah juga fieldtrip kami yang
berawal
> di melange pra-Tersier Luk Ulo dan berakhir di Lapangan
Cipluk berumur
> Mio-Pliosen. Perjalanan dua hari ini melintasi
periode waktu selama 75
> juta tahun dalam skala waktu geologi,
mengamati berbagai batuan, melintasi
> wilayah-wilayah tektonik
yang berlainan, mengkaji geologi dan aspek
> hidrokarbon Jawa
Tengah yang langka dievaluasi industri perminyakan.
> Semoga
pengalaman di lapangan dan diskusi-diskusi malam cukup memberikan
> penyegaran dan inspirasi bagi semua peserta fieldtrip, baik peserta
dari
> BPMIGAS maupun dari Geologi UPN Yogyakarta.
> 
> Dari Lapangan Cipluk, kami menuju Semarang , mampir di RM ayam
goreng
> "Suharti", lalu menuju Hotel Santika tempat
kami menginap di malam ketiga.
> Tim Geologi UPN kemudian kembali
ke Yogyakarta.
> 
> Rabu 30 Desember 2009 kami dari
BPMIGAS kembali ke Jakarta. Dari balik
> jendela
"Garuda", saya mengamati delta-delta Kuarter di pantai utara
Jawa
> Tengah yang terindentasi itu : (1) Delta Tanjung Korowelang
di utara
> Kendal tempat Sungai Bodri bermuara dan (2) Delta Ujung
Pemalang di
> sebelah timurlaut Pemalang tempat Sungai Comal
bermuara, melengkapi
> transect geologi Jawa Tengah dari
pra-Tersier-Tersier-Kuarter yang telah
> kami lakukan.
>

> Demikian, sekadar berbagi cerita dan semoga bermanfaat
menghidupkan
> eksplorasi migas Serayu Utara.
> 
>
salam,
> Awang (koordinator fieldtrip geologi BPMIGAS)
>

> NB : -penyebutan nama armada bus, jasa tour, hotel dan restoran
bukan
> bertujuan iklan atau rekomendasi, tetapi itu diperlukan
untuk catatan
> perjalanan secara rinci.
> 
> 
> 
>       Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua
teman. Tambahkan
> mereka dari email atau jaringan sosial Anda
sekarang!
> http://id.messenger.yahoo.com/invite/


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke