Pak Awang,

Saya tertarik mebaca tulisan bapak, walaupun saya bisa dibilang masih awam 
tentang teori gliding tectonics ini. Dari salah satu sumber saya baca di 
American Journal of Science, Vol. 252, June 1954, P.321-344 
(http://www.ajsonline.org/cgi/content/abstract/252/6/321).  Disitu disebutkan 
definisi dari gliding tectonics :

"Gravitational gliding tectonics explains certain folded and
faulted structures by superfical gliding of relatively large and
coherent masses down slopes under the influence of gravity rather than
directly by lateral compression, though lateral compression is a
possible cause of the slope."

Yang saya tangkap berarti gliding tectonics itu lebih disebabkan oleh gravity 
mass dibandingkan aspek tektonik itu sendiri. Apa benar begitu Pak ? Dari 
definisi di atas juga yang saya tangkap skala untuk gliding tectonics itu 
sendiri bersifat regional. Seperti kita tahu mekanisme sedimentasi karena 
gravity movement juga bisa terjadi di lingkungan Alluvial Fan, Delta, dan 
Continental Slope hingga Basin Floor. Untuk kasus Central Java ini dari 
penjelasan field trip yang Bapak tulis banyak singkapan yang mencirikan endapan 
turbidit laut dalam. Pertanyaan saya, kalo untuk daerah Alluvial  Fan dan Delta 
apakah bisa juga terjadi mekanisme gliding tectonics Pak ? Trus, kalo cerita 
tektoniknya gimana Pak, apakah harus ada faktor lateral compression juga ? 

Kalo lari ke prospek hidrokarbon, Bapak banyak menyinggung aspek analisis 
geokimia untuk penentuan jenis hidrokarbon dan sejarah migrasinya. Mungkin bisa 
sharing Pak untuk prospek reservoir nya Pak, terutama penyebaran sandstone 
hasil gravity movement nya, apakah ada yang potensial Pak? Sejauh ini 
sumur-sumur yang telah di bor di sana bermain di vulkanik pada level dangkal.

Sebelumnya, terima kasih atas penjelasan nya.

Salam,


Budi Santoso
Engineering Support PEP Region Jawa

--- On Tue, 1/5/10, unt...@dgtl.esdm.go.id <unt...@dgtl.esdm.go.id> wrote:

From: unt...@dgtl.esdm.go.id <unt...@dgtl.esdm.go.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] "Geologic Transect of Central Java" (Fieldtrip       
BPMIGAS , 27-30 Desember 2009)
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tuesday, January 5, 2010, 4:44 PM

Pak Awang di Banjarnegara seingat saya ada 2 tempat yang suka jalan-jalan
yaitu G. Pawinihan dan Daerah Kaliurang apa itu yang merupakan gliding
tectonic atau gravity fault saya kurang paham (Salam Untung).

> Abah,
>  
> Tahun 1976 sampai 2009 berselang 33 tahun, waktu yang cukup lama untuk
> sebuah bongkah lenyap karena dimanfaatkan orang atau ditelan pelapukan dan
> erosi. Saya tak tahu pasti apakah bongkah di Karangkobar itu masih ada
> atau tidak, tetapi kami tak mengunjunginya pada kegiatan ekskursi kemarin.
>  
> Namun, keterangan Abah menguatkan pendapat van Bemmelen (1949) yang saya
> yakini benar bahwa di Serayu Utara, termasuk Karangkobar, bermain yang
> namanya gliding tectonics karena differential gravity movement
> ("geantiklin Serayu Selatan terangkat, membentuk "geosinklin" Serayu
> Utara). Di Serayu Utara juga sebuah contoh ideal bagaimana pola pikir van
> Bemmelen (1949) tentang geosinklin yang menjadi antiklinorium terwujud.
> Saya baru bisa memahaminya setelah dalam lima tahun ini merenungi hubungan
> antara Serayu Utara (Karangkobar) dan Serayu Selatan (Karangsambung).
>  
> Akan halnya bongkah Nummulites (Eosen, kemungkinan milik Karangsambung)
> dapat masuk ke Karangsambung itu adalah permainan gliding tectonics
> semata. Serayu Selatan terangkat pada saat Oligo-Miosen dan sepanjang
> Miosen mengikuti old-andesite volcanism dan beberapa periode tektonik
> berikutnya. Banyak formasi batuan tua terangkat dan menjadi provenance
> buat sedimen yang diendapkan di depresi Serayu Utara yang terbentuk akibat
> kompensasi isosatik pengangkatan Serayu Selatan. Sebagian batusedimen itu
> adalah batugamping Nummulites yang diendapkan sebagai bongkah di Serayu
> Utara. Saya yakin dulu di sekitar bongkah itu ada sedimen2 lain yang lebih
> halus sebagai sedimen pengisi Serayu Utara, hanya tererosi dan kemudian
> meninggalkan bongkah Nummulites.
>  
> Peter Lunt, mantan ahli geologi Lundin, saat masih aktif di Lundin
> Banyumas dan Lundin Blora, mau tak mau banyak meneliti wilayah Serayu
> Selatan dan Serayu Utara. Beberapa sedimen di Serayu Utara dikatakannya
> sebagai olistostrom dari provenace Serayu Selatan, misalnya Worawari di
> wilayah Bagelen. Saya meyakininya, begitu pula yang ditunjukkan van
> Bemmelen (1949). Apa yang bukan volkaniklastik di Serayu Utara, sebagian
> besar harus dicurigai sebagai sedimen eksternal yang dipasok dari Serayu
> Selatan dengan mekanisme pengendapan sebagian sebagai olistostrom. Maka
> bongkah Nummulites di Karangkobar itu bisa saja dulunya sebuah olistolith.
>  
> Di Serayu Selatan pun ada dua jenis Nummulites, Nummulites klasik yang
> seperti duit logam ketip atau koin, khas Eosen (Tengah) Bayat, kepunyaan
> Formasi Karang Sambung; dan ada Nummulites lain yang lebih primitif yang
> tak gampang dilihat kalau tak jeli, yang belum lama ditemukan oleh
> penelitian S3 Pak Prasetyadi (UPN) di Blok Luk Ulo yaitu Formasi
> Bulukuning, yang berumur sedikit lebih tua : Eosen Awal. Yang di
> Karangkobar saya yakin Nummulites Eosen Tengah Karangsambung.
>  
> Sumur2 Belanda di wilayah Karangkobar memang ada, tetapi dangkal saja dan
> merupakan sumur stratigrafi, lokasinya bisa dilihat di buku jilid II van
> Bemmelen (1949). Beberapa menemukan indikasi minyak/gas. Bila serius, maka
> semua rembesan minyak dan sumur minyak di Serayu Utara harus dianalisis
> asal minyaknya -ini penting untuk membangun analisis dan sintesis
> petroleum system wilayah ini.
>  
> Lapangan Cipluk di-KSO-kan (kerja sama operasi) Pertamina kepada pihak
> ketiga. Siapa operatornya, kawan2 dari Pertamina Jawa barangkali bisa
> menambahkan.
>  
> Serayu Utara dekat saja dari sini, tetapi dalam petroleum geology harus
> diakui bahwa ia merupakan "terra incognita" sebab kita telah
> mengabaikannya. Untuk meneliti Serayu Utara, saya membuka kembali
> publikasi2 lama tentang Jawa Tengah, misal dari Harloff (1935), dari ter
> Haar (1935), dari Hetzel (1936), van Bemmelen (1949), dan paper klasik
> tentang sedimentasi regional Jawa yang saya sukai tulisan FX Sujanto dan
> Abah sendiri (Sujanto dan Sumantri, 1977) : Preliminary study on the
> Tertiary depositional
> patterns of Java, Proceedings Indonesian Petroleum Assoc., 6th Annu.
> Conv., p. 183-
> 213.
>  
> salam,
> Awang
>
> --- Pada Sen, 4/1/10, yanto R.Sumantri <yrs...@rad.net.id> menulis:
>
>
> Dari: yanto R.Sumantri <yrs...@rad.net.id>
> Judul: Re: [iagi-net-l] "Geologic Transect of Central Java" (Fieldtrip
> BPMIGAS , 27-30 Desember 2009)
> Kepada: "iagi-net" <iagi-net@iagi.or.id>
> Tanggal: Senin, 4 Januari, 2010, 2:35 PM
>
>
>
>
>
>> Awang
>
> Perjalanan Anda mengingatkan saya ke tahun
> 1976 , waktu saya menjadi filed geologist, sangat indah memang hidup
> sebagai fiield geologist itu. Sayang saat itu saya masih
> "culun"  heheheh
> Seingat saya waktu itu didaerah
> Karang Kobar ( waktu itu kami menginap/base camp di kampungnya Ebiet G
> Ade) , kami menemukan bongkahan besar batu gammping ditengah sawah 
> dengan fosil nummulites didalamnya .Apakah Anda sempat kesana .
>
> Kalau tidak salah  ada pemboran yang dilakukan pada zaman Belanda ,
> yang juga mengeluarkan gas.
>
> Seperti Anda katakan memang Serayu
> ini merupakan misteri bagi pemburu migas.
> Katanya ada rencaa
> mengembangkan lapangan Cipluk , siapa operatornya ? Apakah Pertamina.
>
> Si Abah.
>
>
>    Di dalam waktu dua hari
> perjalanan lapangan di Jawa Tengah (28-29 Desember
>> 2009),
> sembilan geologist dan geophysicist BPMIGAS (Awang, Cepi Irawan,
>>
> Cipi Armandita, Agung Gunawan, Arii Arjuna, Sumaryana, Andre, Irfan
> Taufik
>> , Abdurrohim); tiga geologist UPN Veteran Yogyakarta (C.
> Prasetyadi, Vian
>> Bonny, Adi Gunawan) dan seorang petroleum
> engineer (Jalu-BPMIGAS)
>> melakukan perjalanan selama 75 juta
> tahun dalam skala waktu geologi.
>> Kelancaran selama di lapangan
> dibantu oleh tiga staf dari Paramitha Tour
>> Yogyakarta atas kerja
> sama dengan UPN.
>>
>> Hal ini dimungkinkan dengan cara
> melakukan transect (lintasan memotong)
>> dari selatan ke utara,
> dari wilayah Luk Ulo ke Kendal, dari batuan tertua
>> ke batuan
> termuda, dari singkapan batuan berumur sekitar 80 juta tahun ke
>>
> singkapan berumur sekitar 5 juta tahun, dari melange Luk Ulo ke
>>
> batugamping Kapung di Lapangan Cipluk.
>>
>> Divisi
> Eksplorasi BPMIGAS bersama beberapa divisi lainnya setiap tahun
>>
> melakukan dua kali fieldtrip atau ekskursi geologi dengan berbagai
> tujuan.
>> Setelah tujuh tahun dilakukan, atau sejak 2002, tinggal
> wilayah Maluku dan
>> Papua yang belum dikunjungi. Maksud melakukan
> fieldtrip ini tentu banyak,
>> misalnya : memberikan penyegaran
> geologi lapangan kepada para pekerja
>> BPMIGAS, melakukan
> diskusi-diskusi dengan perguruan-perguruan tinggi atau
>>
> lembaga-lembaga penelitian yang dilibatkan, melakukan kajian-kajian
>> tertentu di wilayah-wilayah yang dinilai menarik secara geologi
> maupun
>> geologi migas, dan memberikan pengenalan geologi lapangan
> kepada
>> pekerja-pekerja BPMIGAS non-geologist yang
> diikutsertakan.
>>
>> Menutup tahun 2009 ini, Eksplorasi
> BPMIGAS melakukan fieldtrip mengusung
>> tema "geologic
> transect of Central Java" dengan fokus mempelajari
>>
> aspek-aspek geologi migas Cekungan Serayu Utara. Fieldtrip dilakukan
> empat
>> hari termasuk perjalanan dari dan kembali ke Jakarta.
> Dalam pelaksanaan
>> fieldtrip ini, BPMIGAS bekerja sama dengan
> Jurusan Geologi UPN Veteran
>> Yogyakarta (Pak Prasetyadi dan
> Tim).
>>
>> Fokus fieldtrip dipilih Cekungan Serayu Utara
> karena inilah salah satu
>> wilayah di Jawa yang tertinggal tidak
> dieksplorasi secara serius oleh
>> perusahaan-perusahaan minyak. Di
> sisi lain, wilayah ini kaya akan rembesan
>> hidrokarbon dan
> mestinya memiliki semua elemen dan proses petroleum
>> system.
>>
>> Kami berangkat dari kantor BPMIGAS di Patra Office Tower
> , Jakarta pada
>> hari Minggu 27 Desember 2009 pukul 08.40
> menggunakan bus carter "Big Bird"
>> ukuran sedang.
> Tujuan kami adalah Purwokerto sebab perjalanan lapangan
>> akan
> dimulai dari selatan, dari batuan tertua di Jawa Tengah (dan Jawa).
>> Menuju Purwokerto, perjalanan diputuskan mengambil jalur selatan
> (via
>> Tasikmalaya dan Majenang) agar mendapatkan panorama
> fisiografi yang lebih
>> menarik. Mulai tengah hari, hujan
> gerimis-lebat mengguyur bus sepanjang
>> perjalanan. Kami istirahat
> dua kali untuk makan siang di Limbangan, Garut
>> dan minum kopi di
> sebuah warung kopi menjelang kota Majenang untuk
>> mengurangi rasa
> penat, dingin dan kantuk. Sesuai yang diperkirakan, pukul
>> 19.00
> kami tiba di Purwokerto, bertemu dengan Tim UPN dan menginap di
>>
> Hotel Dynasty. Setelah makan malam di Restoran "Asiatic", kami
> melakukan
>> diskusi tentang geologi regional Jawa dan detail rute
> fieldtrip yang akan
>> dilalui. Pukul 22.00 diskusi
>>
> usai.
>>
>> Senin 28 Desember 2009 setelah sarapan, kami
> memulai perjalanan lapangan
>> menggunakan bus carter
> "Pegasus" ukuran menengah yang dibawa teman-teman
>> UPN
> dari Yogyakarta. Bus ini sudah biasa digunakan teman-teman UPN dalam
>> melakukan fieldtrip, sehingga Pak Sopirnya sudah biasa melakukan
>> manuver-manuver di jalan-jalan sempit dan curam dekat
> lokasi-lokasi
>> singkapan. Meskipun demikian, karena keamanan
> harus diutamakan, di jalanan
>> yang terlalu berbahaya untuk bus,
> teman-teman UPN telah siap dengan
>> pasukan motor ojeg dan L-300.
> Hari pertama di lapangan akan menempuh
>> perjalanan yang cukup
> berat dan panjang. Tujuan pengamatan adalah melange
>> Luk Ulo dan
> kompleks batuan pra-Karang Sambung di Serayu Selatan berumur
>>
> pra-Tersier sampai Eosen Awal, dan kompleks batuan volkanoklastik
> Merawu,
>> Penyatan, Halang di Serayu Utara berumur Miosen
> Awal-Miosen Atas.
>>
>> Dari Purwokerto, kami melalui
> Sokaraja kemudian berbelok ke selatan menuju
>> Banyumas. Dari
> Banyumas, kami berbelok ke timurlaut menuju Banjarnegara.
>> Jalan
> ini sejajar dengan Pegunungan Serayu yang sesungguhnya merupakan
>>
> tiga jalur antiklin besar yang sambung-menyambung berarah BBD-TTL :
>> Antiklin Banyumas, Antiklin Gombong, Antiklin Karangsambung.
> Sebelum
>> Banjarnegara, di sekitar Purwareja bus berbelok ke
> selatan masuk ke jalan
>> sempit , inilah jalan menuju kompleks
> batuan dasar Luk Ulo. Akses ke Luk
>> Ulo dari arah utara ini
> jarang dilakukan para geologist, kebanyakan
>> geologist mencapai
> Luk Ulo dari arah selatan, dari Kebumen. Akhirnya,
>> jalan terlalu
> sempit dan terjal untuk bus masuk terus. Maka, dengan lima
>> motor
> ojeg kami bergantian diantar ke lokasi mendekati singkapan. Untuk
>> mencapai singkapan melange Luk Ulo di dasar Sungai Sapi (anak
> Sungai
>> Serayu), kami meneruskan berjalan kaki sekitar 400 meter
> termasuk melalui
>> jembatan gantung tua di atas Sungai
>>
> Sapi dengan beberapa papan hilang atau lapuk di beberapa tempat.
> Jembatan
>> terlalu berbahaya untuk diseberangi beramai-ramai, maka
> kami berdua-dua
>> bergantian menyeberang. Tinggi jembatan dari
> muka sungai sekitar 30
>> meter. Motor penduduk beberapa kali lewat
> jembatan dan selalu ngebut,
>> rupanya memang harus ngebut agar
> goyangannya berkurang.
>>
>> Di dasar Sungai Sapi di
> sekitar bawah jembatan tersingkap melange Luk Ulo
>> : peridotit
> yang umumnya terserpentinisasi yang khas warnanya (hijau tua
>>
> seperti ular, sesuai namanya 'serpent' -ular), rijang radiolaria yang
> juga
>> khas warnanya : merah hati, marmer yang sangat keras
> berwarna coklat tua
>> dan berdenting nyaring (tanda keras) ketika
> dihantam palu batuan beku
>> dalam usaha mengambil sampel, basal
> yang bersatu dengan rijang ciri
>> kompleks MOR (mid-oceanic ridge)
> dan endapan pelagos, dan kuarsa di antara
>> serpih bersisik
> (scally clay) hasil dewatering saat deformasi melangisasi
>>
> terjadi (quartz sweating). Sementara itu, tebing Sungai Sapi tersusun
> oleh
>> fragmen-bongkah melange yang tertanam dalam massa dasar
> volkaniklastik.
>> Kemungkinan besar ini adalah tebing dengan
> endapan molas pasca
>> pengangkatan Luk Ulo sehabis Miosen Atas.
>>
>> Dari Sungai Sapi, kami kemudian masuk lebih dalam lagi
> ke arah selatan ke
>> Kali Poh yang merupakan anak Sungai Sapi.
> Kami menyusuri Kali Poh sekitar
>> 3 km dan menemukan dua kelompok
> batuan : melange Luk Ulo lanjutan dari
>> Sungai Sapi, kemudian
> makin ke hulu adalah formasi batuan yang diusulkan
>> oleh Pak
> Prasetyadi sebagai Formasi Bulukuning (Prasetyadi, 2007
>>
> -disertasi doktor; Prasetyadi, 2008 -PIT IAGI Bandung). Berjalan hampir
> 3
>> km di Sungai Poh, kami menemukan variasi satuan-satuan batuan
> penyusun
>> Formasi Bulukuning : batupasir yang sebagian
> termalihkan (metamorfisme),
>> serpih yang sebagian termalihkan,
> konglomerat, dan batugamping yang
>> mengandung fosil Nummulites
> berumur Eosen Awal (bukan spesies Nummulites
>> yang sama seperti
> yang ditemukan di Bayat dan Formasi Karangsambung).
>> Prasetyadi
> (2007, 2008) menafsirkan bahwa kompleks batuan Bulukuning
>>
> merupakan hasil endapan laut dangkal di cekungan-cekungan kecil di atas
>> prisma akresi melange Luk Ulo bagian
>>  utara, sementara di
> sebelah selatannya di lereng palung diendapkan
>> sedimen-sedimen
> yang kemudian terkenal sebagai Formasi Karangsambung yang
>>
> umurnya relatif lebih muda daripada Bulukuning.
>>
>>
> Menjelang tengah hari karena perjalanan hari itu masih jauh dari akhir,
>> kami kembali menghilir, naik jembatan gantung lagi, naik ojeg lagi
> dan
>> kembali ke bus. Cukup melelahkan, tetapi menyenangkan. Bus
> lalu
>> melanjutkan perjalanan menuju Banjarnegara. Di tepi kota
> Banjarnegara, bus
>> berhenti di RM "Sari Rahayu". Berkat
> koordinasi yang baik dari Tim UPN,
>> hidangan yang sangat nikmat
> telah menanti -makin terasa nikmat setelah
>> menyusuri sungai.
> Hidangan khas berupa urap daun pepaya muda dan wader
>> (ikan
> kecil), tetapi saya masih terkesan dengan nasi panasnya yang masih
>> berasap, ayam goreng, dan tentu saja sambal.
>>
>>
> Karena perjalanan masih harus dilanjutkan ke Karangkobar, Plato Dieng
> dan
>> berakhir di Wonosobo, kami tak bisa terlalu lama di
> Banjarnegara. Bus
>> segera memacu lagi, menyeberangi jembatan
> Sungai Serayu bagian hulu,
>> jembatan ini sekaligus menandai masuk
> ke wilayah geologi lain : Serayu
>> Utara. Sebenarnya, dari
> Banjarnegara tinggal meneruskan jalan provinsi ke
>> arah
> timur-timurlaut menuju Wonosobo tempat menginap malam kedua, tetapi
>> kami mesti melambung dulu ke utara sampai Karangkobar dan Plato
> Dieng
>> untuk mengamati beberapa singkapan volkanoklastik Cekungan
> Serayu Utara :
>> Merawu, Penyatan dan Halang.
>>
>>
> Kalau di Serayu Selatan sebelumnya kami bermain-main di skala waktu
>> pra-Tersier sampai Eosen, di Serayu Utara berada di wilayah
> Miosen.
>> Endapan Oligosen-Miosen Awal yang bersamaan dengan OAF
> (Old Andesite
>> Formation) di Serayu Selatan berupa
> endapan-endapan volkanoklastik
>> Totogan-Waturanda-Penosogan atau
> terkenal dengan seri tuff dan breccia
>> horison 1-3 dari Harloff
> (1935) dan ekivalennya di Serayu Utara kami
>> pelajari dalam
> diskusi-diskusi malam.
>>
>> Stop pertama di Serayu Utara
> adalah pemandangan intrusi diorit Halang di
>> Banjarmangu (5 km
> utara Banjarnegara) yang menyisakan fisiografi seperti
>> volcanic
> neck. Tidak jauh darinya, kami berhenti lagi di dekat sebuah
>>
> jembatan yang terkenal bernama Jembatan Komrat di dekat bagian hilir
>> Sungai Merawu (Sungai Merawu adalah anak Sungai Serayu). Di sini
> ditemukan
>> beberapa singkapan breksi dan lava Halang. Mengaitkan
> volcanic neck
>> intrusi diorit, lava dan breksi volkanik yang
> merupakan fasies-fasies
>> volkanik berbeda-beda, maka kita bisa
> merekonstruksi mana pusat erupsi,
>> mana endapan volkanik
> proksimal dan mana endapan volkanik yang jauh
>> (distal).
>>
>> Sebelum Karangkobar, kami berhenti di sebuah singkapan
> tebing yang cukup
>> spektakular; lapisan-lapisan sedimen
> batulempung volkanik Merawu yang
>> berumur Miosen Awal bagian atas
> dideformasi oleh intrusi tiang (dike)
>> Halang yang berumur Miosen
> Atas. Efek pemanggangan (baking effect) masih
>> jelas terlihat.
> Sehabis Karangkobar menjelang Pejawaran di sebelah selatan
>> Plato
> Dieng, kami berhenti di sebuah singkapan kecil tepi jalan yang
>>
> menyingkapkan batupasir tufan dan sedikit karbonatan -napal yang
>>
> menunjukkan selang-seling seperti sekuen turbidit, itu diperkirakan
> bagian
>> Formasi Penyatan yang secara regional bisa dikorelasikan
> dengan Third Marl
>> Tuff (Harloff, 1935) di Serayu Selatan.
>>
>> Tak banyak singkapan Merawu, Penyatan dan Halang yang
> bisa kami pelajari
>> di rute Banjarnegara sampai Plato Dieng
> karena batuan volkaniklastik ini
>> kini hampir seluruhnya telah
> tertutup oleh volkaniklastik terbaru
>> (Kuarter) kompleks
> Pegunungan Serayu Utara atau Kompleks Rogojembangan di
>> wilayah
> Dieng. Bila ada singkapan-singkapan Merawu-Penyatan-Halang di
>>
> wilayah ini, itu berarti semacam inlier atau jendela singkapan tua yang
>> dikelilingi singkapan muda di atasnya.
>>
>> Stop
> terakhir hari Senin 28 Desember 2009 itu adalah melihat rembesan gas
>> yang muncul di tengah ladang sayuran penduduk Dieng di Dusun
> Pancasan
>> antara Pejawaran dan Batur. Saat itu hari sudah pukul
> 17.00 dan tentu saja
>> berkabut tebal sebab kami sudah di wilayah
> Plato Dieng. Bus diparkir di
>> tepi sebuah kampung, lalu kami
> berjalan sekitar 500 meter menuju ladang
>> sayuran. Tim UPN yang
> sebelumnya sudah melakukan survei pendahuluan ke
>> tempat ini
> memanggil seorang penduduk bernama Pak Setu (mungkin hari
>>
> kelahirannya Sabtu) yang dengan bahasa isyaratnya (karena Pak Setu bisu
>> dan mungkin tuli juga) dengan gembira menunjukkan bagaimana gas
> itu
>> keluar. Ia membuka pipa paralon kecil penyalur gas dari
> tanah ladang dan
>> menyalakan geretan, secara serta merta api pun
> yang berwarna kuning jingga
>> dengan kelebatan warna biru menyala
> dengan ketinggian sekitar setengah
>> meter. Gas ini ditampung pipa
> paralon dan dialirkan ke rumah-rumah
>> penduduk sekitarnya
> dialirkan ke kompor
>>  -kompor yang telah dimodifikasi.
>>
>
>> Kami mendatangi dua rumah penduduk untuk melihat bagaimana
> gas
>> dimanfaatkan. Wawancara tentang asal muasal gas dan
> pemanfaatannya
>> dilakukan dalam bahasa Jawa di tengah suasana bau
> kemenyan yang berasal
>> dari rokok-rokok khas yang diisap penduduk
> Dieng yang terbuat dari daun
>> jagung dan tembakau. Asal gas ini
> diketahui ketika rumput-rumput dan
>> sayuran di ladang tiba-tiba
> mati. Saat tanah digali karena ingin mencari
>> penyebabnya,
> tiba-tiba gas mengalir dan bisa dibakar. Sejak itulah gas
>>
> dimanfaatkan penduduk dengan ditampung. Itu terjadi tujuh tahun yang
> lalu.
>> Apakah ini gas biogenik atau termogenik, belum diketahui,
> walaupun katanya
>> pemerintah daerah setempat pernah menelitinya.
> Gas biogenik atau
>> termogenik, hanya akan diketahui bila kita
> melakukan analisis isotop
>> karbon-13, lebih bagus lagi bila
> sekaligus melakukan analisis isotop
>> deuterium, dan akan makin
> bagus lagi bila melakukan analisis isotop
>> karbon-13 untuk fraksi
> metana, etana, propana, dan butana.
>>  Dari angka-angka rasio
> isotop ini, cerita yang dibangun bisa panjang
>> sampai ke
> petroleum system.
>>
>> Kembali ke bus di tepi kampung,
> hujan mengguyur di tengah kabut Plato
>> Dieng yang semakin
> menebal. Pak Setu dengan sigap menyiapkan beberapa
>> helai daun
> pisang pengganti payung. Hm, kapan lagi berpayung dengan daun
>>
> pisang ? Rasanya sudah lama sekali saya tak berpayung dengan daun
> pisang.
>> Jalan ke bus yang menanjak, di tengah guyuran hujan dan
> kabut tebal cukup
>> membuat dada yang lama tak dilatih menjadi
> sesak...
>>
>> Sisa perjalanan hari itu adalah kembali ke
> selatan menuju Wonosobo tempat
>> menginap malam kedua. Gelap mulai
> menyelimuti Plato Dieng. Karena jalanan
>> gelap, sempit dan terjal
> lagipula licin, diputuskan menggunakan sebuah
>> mobil pick up
> mungkin punya pengusaha setempat untuk membimbing bus
>> (seperti
> escort atau voor rijder) melalui punggung Plato Dieng. Kalau saja
>> siang hari, tentu pemandangan sangat indah di sini. Malam hari
> tak
>> terlihat apa-apa, selain hanya merasakan jalan menanjak,
> menurun, dan
>> berputar. Sebagian dari kami lelap kecapaian.
> Akhirnya kami selamat sampai
>> jalan besar menuju Wonosobo, pick
> up sang escort menyelesaikan tugasnya,
>> bus meluncur lancar
> sampai Wonosobo. Kami sampai di Hotel Kresna, Wonosobo
>> pukul
> 20.30 setelah sebelumnya mampir di rumah makan "Asia" dan
> menyantap
>> habis semua hidangan karena perut kelaparan dan badan
> kedinginan.
>>
>> Meskipun lelah, komitmen harus tetap
> berjalan. Kami berkumpul di sebuah
>> ruang rapat Hotel Kresna
> sampai pukul 23.15 mendiskusikan apa yang kami
>> lihat hari ini,
> mendikusikan geologi depresi Bogor-Serayu Utara-Kendeng
>> dan
> kemungkinan hidrokarbonnya, mendiskusikan tektonik Jawa Tengah,
>>
> mendiskusikan segmen kaya rembasan di wilayah antara Majalengka dan
>> Banyumas, dan Halang yang terangkat di wilayah itu serta
> depresi-depresi
>> yang mengapit di sebelah-sebelahnya (Citanduy di
> selatan dan
>> Bobotsari-Purbalingga di utara) dan semua kesulitan
> operasi seismik dan
>> bor di wilayah volkanik Jawa. Dalam geologi,
> kegiatan lapangan harus
>> selalu berjalan bersama kegiatan
> analisis dan interpretasi serta
>> diskusi-diskusi.
>>
>> Hotel Kresna mungkin hotel terbesar di Wonosobo, sebuah hotel yang
> megah
>> dengan arsitektur gaya gothic yang masih kental,
> peninggalan zaman
>> Belanda, dengan patung-patung logam berwarna
> gelap tentara VOC Kompeni
>> (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)
> menghias di beberapa sudut hotel.
>> Bagus meskipun tak bisa
> dipungkiri kesan seram masih ada... Sampai tengah
>> malam,
> beberapa dari kami (Pak Prasetyadi, Cepi Irawan, Cipi Armandita,
>>
> Arii Arjuna dan saya) masih ngobrol sambil menyeruput coklat hangat dan
>> menyantap pisang keju di tengah hawa dingin Wonosobo.
>>
>> Selasa 29 Desember 2009, pagi hari dari hotel masih terlihat dua
> saudara
>> Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing membentengi kota
> Wonosobo. Ke sebelah
>> baratlaut, masih terlihat igir (punggungan)
> Plato Jampang dengan Gunung
>> Prau (Perahu) sebagai puncak plato
> (2565 m). Namun tak sampai sejam
>> kemudian, mereka lenyap ditutup
> awan mendung.
>>
>> Perjalanan hari ketiga akan menempuh
> rute Wonosobo-Parakan-Patean (Kab.
>> Kendal)-Semarang. Target
> utama adalah mengunjungi singkapan Formasi
>> Banyak, Formasi
> Kapung, dan lapangan minyak tua Cipluk. Kami berangkat
>> setelah
> sarapan, sekitar pukul 08.30. Perjalanan ke stop pertama cukup
>>
> jauh (sekitar 2,5 jam), semuanya melalui fisiografi volkanik Kuarter
>> Sundoro-Sumbing dan kaki Dieng.
>>
>> Di suatu
> tempat bernama Patean, jalan kecil belok ke timur dari jalan raya
>> yang menghubungkan Parakan-Weleri, bus diparkir. Kami berganti
> kendaraan
>> dengan dua mobil L-300 kepunyaan penduduk Patean untuk
> menuju Desa Kalices
>> lalu Dusun Cipluk. Jalan sangat sempit,
> sebagian diaspal, sebagian beton,
>> sebagian berbatu.
>>
>
>> Stop pertama adalah di dekat balai desa Kalices. Di sebuah
> tebing di
>> dekatnya tersingkap batuan batupasir tufan yang
> berselingan dengan
>> batulempung menunjukkan sekuen turbidit. Ini
> adalah bagian Formasi Banyak
>> (Miosen Atas) yang merupakan salah
> satu reservoir di lapangan Cipluk.
>>
>> Lalu mobil L-300
> melanjutkan perjalanannya ke Dusun Cipluk yang terletak
>> di
> lembah. Mobil berhenti di ujung jalan batu. Selanjutnya, kami
>>
> meneruskan dengan jalan kaki. Di dekat ujung jalan, kami menemukan
>> singkapan batugamping koral Formasi Kapung (Pliosen) yang seumur
> dengan
>> Formasi Karren di Jawa Timur. Sampel yang saya peroleh
> masih menunjukkan
>> bentuk brain coral seperti bentuk umur
> moderennya.
>>
>> Dari sopir L-300 kami mendapatkan
> informasi bahwa ada sumur di ladang
>> jagung yang minyaknya suka
> ditimba penduduk Cipluk. Kami menuju ke sana,
>> dan setelah
> berjalan menuruni lembah sejauh sekitar 500 meter dengan
>> bantuan
> penduduk setempat maka ditemukanlah sebuah kepala sumur di antara
>> ladang tanaman jagung. Kepala sumur berupa casing ukuran 7"
> yang ditutupi
>> kayu bulat jati dan sebuah gembok. Menurut
> keterangan penduduk, setiap
>> pagi sumur ditimba menggunakan busa
> atau spons, lalu spons diperas
>> menghasilkan minyak sekitar 20
> liter. Katanya, ada lima sumur tua Cipluk
>> ditimba dengan cara
> demikian. Kami sebenarnya ingin melihat bagaimana
>> penduduk
> menimba salah satu sumur tua Cipluk ini. Lalu atas keramahan
>>
> penduduk, mereka mengusahakan memanggil si penimba. Setelah menunggu,
> si
>> penimba ternyata sedang tidak di rumahnya, tetapi kami
> diberikan sebotol
>> besar minyak Cipluk yang secara fisik terlihat
> seperti minyak ringan
>> (derajat API tinggi), kandungan sulfur
>>  rendah. Sangat penting mengetahui asal minyak ini dan semua
> sejarah yang
>> telah dilaluinya, bila kita ingin serius
> mengevaluasi Serayu Utara.
>> Analisis geokimia bulk properties,
> isotop karbon-13 dan biomarker akan
>> memberitahukan semua riwayat
> yang telah dilalui minyak ini.
>>
>> Stop terakhir
> fieldtrip kami adalah di tengah guyuran hujan di pelataran
>> sumur
> Cipluk yang lain yang telah dimodernisasi oleh sebuah perusahaan
>>
> dengan memasang kepala sumur produksi era modern bertekanan 5000 psi.
>> Posisi sumur ini diperkirakan di puncak antiklin Cipluk, yang kini
> telah
>> tererosi paling dalam sehingga menjadi dataran lembah
> Cipluk.
>>
>> Dari keterangan van Bemmelen (1949) di buku
> jilid keduanya dan beberapa
>> informasi lain yang berhasil
> dikumpulkan, Lapangan Cipluk ditemukan tahun
>> 1889, atau lapangan
> kedua yang ditemukan di Jawa setelah Kuti di dekat
>> Surabaya
> (1888). Produksinya dimulai tahun 1903 sampai 1912, ditinggalkan
>>
> tahun 1933. Ada 12 sumur dibor dengan kedalaman maksimum 537 meter.
>> Reservoir utamanya batupasir tufan dan breksi volkanik Formasi
> Banyak dan
>> Formasi Cipluk (Miosen Atas-Pliosen), tipe perangkap
> antiklin dan
>> upthrust, penyekat batulempung intraformasi. Batuan
> induknya masih tanda
>> tanya, hanya akan diketahui setelah
> melakukan analisis geokimia minyak
>> Cipluk, termasuk pada
> kematangan berapa digenerasikan, jarak migrasi, dsb.
>>
>>
> Meninggalkan Lapangan Cipluk, selesailah juga fieldtrip kami yang
> berawal
>> di melange pra-Tersier Luk Ulo dan berakhir di Lapangan
> Cipluk berumur
>> Mio-Pliosen. Perjalanan dua hari ini melintasi
> periode waktu selama 75
>> juta tahun dalam skala waktu geologi,
> mengamati berbagai batuan, melintasi
>> wilayah-wilayah tektonik
> yang berlainan, mengkaji geologi dan aspek
>> hidrokarbon Jawa
> Tengah yang langka dievaluasi industri perminyakan.
>> Semoga
> pengalaman di lapangan dan diskusi-diskusi malam cukup memberikan
>> penyegaran dan inspirasi bagi semua peserta fieldtrip, baik peserta
> dari
>> BPMIGAS maupun dari Geologi UPN Yogyakarta.
>>
>> Dari Lapangan Cipluk, kami menuju Semarang , mampir di RM ayam
> goreng
>> "Suharti", lalu menuju Hotel Santika tempat
> kami menginap di malam ketiga.
>> Tim Geologi UPN kemudian kembali
> ke Yogyakarta.
>>
>> Rabu 30 Desember 2009 kami dari
> BPMIGAS kembali ke Jakarta. Dari balik
>> jendela
> "Garuda", saya mengamati delta-delta Kuarter di pantai utara
> Jawa
>> Tengah yang terindentasi itu : (1) Delta Tanjung Korowelang
> di utara
>> Kendal tempat Sungai Bodri bermuara dan (2) Delta Ujung
> Pemalang di
>> sebelah timurlaut Pemalang tempat Sungai Comal
> bermuara, melengkapi
>> transect geologi Jawa Tengah dari
> pra-Tersier-Tersier-Kuarter yang telah
>> kami lakukan.
>>
>
>> Demikian, sekadar berbagi cerita dan semoga bermanfaat
> menghidupkan
>> eksplorasi migas Serayu Utara.
>>
>>
> salam,
>> Awang (koordinator fieldtrip geologi BPMIGAS)
>>
>
>> NB : -penyebutan nama armada bus, jasa tour, hotel dan restoran
> bukan
>> bertujuan iklan atau rekomendasi, tetapi itu diperlukan
> untuk catatan
>> perjalanan secara rinci.
>>
>>
>>
>>       Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua
> teman. Tambahkan
>> mereka dari email atau jaringan sosial Anda
> sekarang!
>> http://id.messenger.yahoo.com/invite/
>
>
> --
> _______________________________________________
> Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
> jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.
>
>
>
>       Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade
> browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo!
> Dapatkan di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer



--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan makalah....!!!!!
Untuk dipresentasikan di PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 4-6 Oktober 2010
Deadline penyerahan makalah - 15 Februari 2010
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------




      

Kirim email ke