maksud saya sudah berproduksi lebih dari 10 tahun

2011/9/27 kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com>

> Mas Vicky dan Pak Kusuma
>
> Saya kira paradigm untuk peningkatan produksi dan mengurangi cost recovery
> harus dipilah secara hati hati.
>
> Melihat kondisi lapangan produksi di Indonesia yang sebagian besar sudah
> berproduksi lebih dari 10, tentunya sudah melewati masa peak produksi dan
> mulai memasuki masa penurunan . Usaha usaha yang banyak dilakukan saat ini
> bukan lagi untuk meningkatkan produksi tapi lebih untuk menahan laju
> penurunan atau paling tidak membuat produksi stabil.
> Dan wajar bahwa biaya untuk menahan penurunan tentunya lebih mahal daripada
> pada masa awal produksi
>
> Sebagai contoh sederhana saja adalah pada saat kita hendak membor sumur
> dimana  sudah ada depleted reservoir.               Pada saat belum ada
> depleted reservoir kita cukup dengan 1 phase drilling, tapi dengan adanya
> depleted reservoir kita terpaksa merubah strategi dengan 2 phase drilling
> untuk menutup depleted reservoir dulu agar tidak terjadi loss , sebelum kita
> melanjutkan drilling formasi dengan mudweight yang lebih tinggi.
> Dengan contoh ini saja tentunya menunjukkan bahwa biaya untuk memproduksi
> jadi bertambah.
>
> Dan memang ada lapangan tua yang sudah kakek kakek bisa dibangkitkan jadi
> ABG dengan mengintensifkan G&G studies dan mengebor sumur baru, tapi saya
> kira jumlahnya hanya sedikit dan secara 2G&R cukup kompleks.
>
> Untuk itu saya setuju dengan pendapat bahwa memang peningkatan produksi
> hanya bisa dilakukan dengan mengintensifkan explorasi baik intensive dan
> extensive (menemukan stakes baru yang belum pernah diproduksi) atau new
> venture ( menemukan lapangan baru).
>
> Salam
>
> PS : sekalian mengobati kangennya Mas Iwan membaca tulisan saya yang  tanpa
> tanda tanya
>  2011/9/26 <koeso...@melsa.net.id>
>
>> **Paling gampang sih hilangkan saja cost recovery itu, tapi split
>> dinaikkan sesuai dg kesepakatan pemerintah dan PSC, akan banyak membebaskan
>> geologist dari pekerjaan administrasi, dan ikut berexplorasi. Juga akan
>> memangkas birokrasi. Semua untung lah. RPK
>>
>> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>> ------------------------------
>>  *From: *Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
>> *Date: *Mon, 26 Sep 2011 09:50:50 +0700
>>  *To: *<iagi-net@iagi.or.id>
>> *ReplyTo: *<iagi-net@iagi.or.id>
>> *Subject: *Re: [iagi-net-l] Re: [Geologi UGM] Cost Recovery = Investasi ?
>>
>> 2011/9/26 kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com>
>>
>>> Mas Vicky
>>>  Apa lalu sebaiknya cost recovery hanya akan diberlakukan berdasarkan
>>> persentase kenaikan jumlah produksi ?
>>> Sementara semua usaha / biaya yang dikeluarkan tanpa kenaikan jumlah
>>> produksi dianggap sebagai resiko dari kontraktor migas ?
>>>
>>
>> Kalau di Malesa, CR diperhitungkan terhadap cost dikenal dengan ROC
>> (Recovery over Cost). JAdi jumlah yang boleh di cost recovery akan
>> ditentukan pada biaya. Malah mungkin lebih tepat kalau dibuat Split over
>> cost, artinya split akan lebih bagus untuk operator apabila costnya rendah.
>> Dalam hal ini maka operator akan sangat berkepentingan dalam mengoptimasi
>> biaya supaya perolehan keuntungannya optimum.
>> Tetapi tentunya arrangement2 baru seperti ini untuk PSC yang akan datang,
>> sedangkan PSC yang sudah berjalan tetap terikat pada kontrak yg sedang
>> berjalan.
>>
>> Ketika anda introduce "kenaikan" produksi, tentunya harus ada persetujuan
>> base-line. Ini mengundang diskusi sangat lama.
>>
>> btw, aku masih bertanya-tanyi ttg Hatta Radjasa yang punya paradigma rada
>> nyentrik spt disini : Hatta: Kemacetan Simbol Kemajuan Perekonomian
>>
>> http://economy.okezone.com/read/2011/08/07/20/489079/hatta-kemacetan-simbol-kemajuan-perekonomian
>>
>>
>> RDP
>>
>
>

Kirim email ke