Pak Danny dan Pak Argo, menarik sekali. baru kali ini saya dengar penggunaan stalagmit dan stalagtit untuk deteksi MFS. Berarti rekamannya hanya yang big cycle nya saja?
boleh dong di share disini kalau ada artikel lainnya tentang hal ini. fbs ________________________________ From: Danny Hilman Natawidjaja <danny.hil...@gmail.com> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 26, 2012 3:06 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR Ulasan yang sangat relevan dan sangat menarik dari Pak Argo. Seperti di-email saya sebelumnya, penelitian ‘geologi-gua’ ini adalah “frontier research” yang luarbiasa. Seperti halnya terumbu karang di laut, karang digua ini adalah “multi-proxy recorder” yang luarbiasa untuk reknstruksi paleoclimate dan kejadian katastropik. Masing-masing punya lapisan tahun seperti kambrium di pohon dan juga bisa di-dating dengan sangat akurat (+/- beberapa tahun dan bahkan bulan!) oleh metoda U-Th radiometric dating. Bedanya kalau koral lapisan tahun ini 1-3 cm, tapi untuk stalagtit hanya 1-3 mm; jadi core stalagtit sepanjang 1 meter saja span datanya sampai 1000 tahun!. TIM RSES-ANU dan LIPI ini berambisi untuk merekonstruksi paleoclimate-environment sampai 500.000 tahun kebelakang. Dalam beberapa tahun mendatang data geologi-gua-tropis ini akan menjadi rival atau lebih tepatnya padanan untuk data dari kutub (ice-core) yang selama ini menjadi sumber data utama untuk plaeoclimate-environment. Masalahnya, memang tidak banyak ahli geologi atau mahasiswa yang rela menjadi ‘manusia gua’ di jaman modern sekarang ini J Wass DHN From:AWY [mailto:masargo...@yahoo.com] Sent: Sunday, February 26, 2012 1:27 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR Sugeng siang, Semalam di NGC didongengkan tentang penyelidikan gua karst di Kepulauan Bahama. Gua ini sendiri saat ini sudah digenangi air dengan kedalaman s/d 100m. Beberapa peneliti terlibat dlm penelitian tsb, tdr dari beragam multi disiplin mulai dari arkeologi, paleontologi, geologist yang juga tentu saja para penyelam yang handal. Background penelitiannya sendiri salah satunya adalah untuk menyelidiki siapakah yang menemukan Amerika? Apakah ada Penemu sebelum Colombus?. Di gua di bawah air tersebut, yang tentu saja menantang dari segi keselamatan para peneliti - karena seringnya jatuhan dari stalagtit2nya - ditemukan beberapa tengkorak kepala yang seingat memiliki ciri khas suku "...", dicirikan dengan "defect" pada tengkorak tsb (bentuk kerucut), yang dikenal sebagai kebiasaan suku trsbt yaitu dengan mengikat anak kecil/bayi di papan, demikian juga kepala eh kelapanya :), yg menyebabkan bentuk khas tsb. Sehingga bisa ditarik kesipulan sebenarnya sktr 800-1000thn y.l. Sudah ada suku2 dari Amerika Selatan yang menyebrang melalui jembatan alami Kepulauan Karibia ke Amerika Utara. Dalam penelitian tersebut selain diambil tengkorak, juga diambil sampel stalagmit. Baru tahu saya, ternyata ketika stalagmit dibelah, secara bentukannya mirip kambium pohon, yang bisa digunakan utk menceritakan panjang pendeknya musim penghujan-kemarau dalam melalui garis2 kambium, sedangkan utk stalagmit ini bisa digunakan utk menceritakan bagaimana perubahan iklim berlangsung di dunia. Kepulauan Bahama ini sangat menarik karena kepulauan ini merupakan jalur arus laut atlantik yang dilewati oleh sirkulasi air panas dari afrika dan juga arus dingin dari kutub. Sehingga seperinya banyak koral2 yang senang hidup di kepulauan ini. Dari peristiwa perlarutan/ perkolasi koral (material karbonat) terbentuklah stalagtit dan stalagmit, yg juga berlaku sbg recorder perubahan iklim dan muka air laut. Dari conto stalagmit yang diambil sendiri, memberikan rekaman kurang lebih dari sekitar 200.000thn y.l. S/d saat ini. Dari hasil analisis dsimpulkan ada beberapa peristiwa pembanjiran/ sea level rise/ atau tepatnya mungkin MFS ya? (nah ini cara analisisnya gmn, klo di delta kan shale yg plg tebal yah? He...he.. :)) Ada hal lainnya yang tak kalah menarik, yaitu dari setiap peristiwa flooding / MFS tersebut selalu didahului oleh "garis hitam-kemerahan" yang tebal. Data sample menunjukan bahwa ada skrt 4 atau 5 (lupa?). Dimana dari hasil dating peristiwa "hitam kemerahan" tadi secara geologi relatif singkat, "hanya" berlangsung kurang lebih 40-50thn. Endapan hitam-kemerahan ini selain di stalagtit juga muncul di gua, sebagai lapisan tipis kurang lebih 2-5cm. Setelah diteliti secara kimia ternyata garis hitam tsb berasal dari unsur besi. Asumsi saya, material pembuat garis tersebut berasal dari hasil erupsi gunung api, ternyata dari hasil studi kimia, unsur penyusunnya berasal dari pasir Gurun Sahara yang tentu saja berjarak sekian ribu mil dari Bahama. Sehingga bisa disimpulkan sebelum peristiwa "banjir" atau sea level rise, biasanya didahului oleh peristiwa "kering" yang relatif pendek yaitu sktr 40-50 thn, kemudian ditutup oleh "banjir". Dibandingkan dengan masa skrg, dimana isu pemanasan global juga sedang naik daun, bumi relatif sedang memanas, setidak2nya sudah cukup lama, yaitu dari thn 1970'an. Wah... Bahaya donk, berarti tinggal nunggu banjirnya aja? Salam, Argo - 3711 - Semalam nonton tivinya sambil ngantuk, tanpa x-check dgn literature, mohon maaf jk salah2 tulis - Powered by Telkomsel BlackBerry® ________________________________ From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com> Date: Sun, 26 Feb 2012 09:52:49 +0700 To: <iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR Artikel yang sangat menarik dan bagus. Konsep yang diketengahkan olek Pak Zaim dalam artikel ini juga menjadi konsep dasar yang kami terapkan, plus hipotesis bahwa perkembangan peradaban termasuk IPTEK, khususnya sejak masa pra-sejarah, itu tidak kontinyu tapi terputus atau dapat ter-reset oleh bencana katastrofis. Demikian juga konsep IPTEK (macam, prinsip, teknik) di masa lalu tidak harus sama dengan yang kita kenal sekarang. Pak Zaim menguraikan proses alam pada masa sejarah yang didominasi oleh susut laut – turunnya muka airlaut, sehingga banyak wilayah yang terkena dampak sedimentasi dan pendangkalan. Ini benar karena dari Mid-Holocene sampai kurang lebih 100 tahun lalu muka airlaut global turun sekitar 2-3 meter. Sebaliknya, dari 20.000 tahun (puncak Zaman Es) sampai Mid-Holocene, muka air laut naik 130 meter. Jadi tentu banyak peradaban yang ‘terendam’. Interaksi dari perubahan muka airlaut yang drastis, yang banyak diduga juga berkaitan dengan kejadian bencana katastropik seperti letusan gunung api, dengan perkembangan peradaban manusia ini belum banyak dieksplorasi. Kami menduga kuat ada “ketidakselaran” budaya yang besar yang memisahkan Jaman Sejarah dan Pra Sejarah; bahkan dari Jaman Kerajaan ke Jaman kita sekarang pun kelihatannya ‘tidak selaras’. Jangan-jangan ini salah satu penyebab budaya kita sekarang jadi ‘kurang waras’ J(bercanda). Salah satu alasan utama kenapa penelitian arkeo-geologi yang sudah dirintis oleh Alm. Pak Sartono, kemudian Pak Sampoerno, kemudian juga diteruskan oleh Pak Zaim ini kurang/tidak berkembang adalah karena ilmu geologi Kuarter Indonesia tidak berkembang. Ahli geologi kita umumnya mendapatpengajaran dan training untuk ‘membaca’ sejarah geologi dari masa pra-manusia (jutaan-puluhan juta tahun lalu) yang ter-rekam pada lapisan bebatuan, baik pada singkapan ataupun pada data bor, karena tujuannya untuk eksplorasi tambang. Tapi kita umumnya tidak terlatih untuk membaca proses dan sejarah geologi dari BENTANG ALAM yang kita lihat disekitar kita sekarang. Geologiawan Indonesia umumnya akan pandai berceloteh kalau ketemu singkapan, tapi akan bungkam kalau disuruh mengidentifikasi mana teras-teras sungai mana tebing patahan aktif, mana alluvial mana collovial, dlsb; dan bagaimana proses geologi yang membentuk bentang alam ‘destruktif’ dan ‘konstruktif’ yang terlihat sekarang. Belum lagi tentang proses-proses gunung api Kuarter-Holosen dan produk-produknya. “Alot’nya membahas ‘masalah piramid’ tidak terlepas dari “lack of knowledge” kita dibidang ini. Mudah-mudahan ‘isue piramid’ dapat memberikan angin segar kepada bidang yang dianggap kering ini, sehingga nyanyian orang yang berkiprah di bidang ini tidak lagi terlalu serak tapi menjadi serak-serak basah sehingga merdu. Selamat berakhir pekan. DHN From:Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] Sent: Saturday, February 25, 2012 11:04 PM To: IAGI Subject: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR Fyi, ---------- Forwarded message ---------- From: Date: Sunday, February 26, 2012 Subject: ARTIKEL KORAN PR To: rovi...@gmail.com Cc: z...@gc.itb.ac.id Ass.w.w., Pak Rovicky, Maaf saya pakai Japri karena kalau pakai jalur IAGI tidak bisa kirim file. Terlampir dalam attach file saya kirim tulisan saya di Koran Harian Pikiran Rakyat yang terbit di tahun 1997. Tulisan tersebut saya temukan tidak sengaja ketika beres2 dan bongkar2 berkas saya yang berantakan di kantor. Saya kirim copy artikel ini sekedar untuk diketahui bahwa saya sudah lama mencoba memasyarakatkan Geologi untuk bidang Budaya (baca:arkeologi). Telah lama sebenarnya saya di bawah dan bersama Almarhum Prof. Sartono mengembangkan Geologi Kuarter dan Geoarkeologi di ITB dan Indonesia. Dari sekian upaya kami, salah satunya adalah melalui tulisan populer di koran yaitu Pikiran Rakyat. Sekedar bacaan Akhir Pekan. Wslm, Zaim -- "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"