untuk yang belum baca dan menginginkan teks ruu pkb yang sebelumnya 
disebut ruu kkn. mudah mudahan ini bisa membantu dalam diskusi.

tk.


                 PERUBAHAN YANG DIAJUKAN DPR-RI PADA
             RUU TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN NEGARA

 Pasal 8 Keadaan bahaya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu keadaan
 khusus, keadaan darurat dan keadaan perang.

 KEADAAN KHUSUS

 Pasal 9 ayat 1: Dalam hal keadaan negara terancam bahaya dan
 penanganan oleh aparatur negara secara biasa dinilai tidak dapat
 mengatasinya, presiden menyatakan keadaan khusus.

 Pasal 9 ayat 2: Keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaporkan oleh
 Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD kepada presiden tentang
 terjadinya kerusuhan yang disertai dengan tindak kekerasan dan atau
 terjadinya suatu keadaan yang berakibat fungsi pemerintahan tidak dapat
 berjalan sebagaimana mestinya dan atau kegiatan kehidupan perekonomian
 dan kehidupan masyarakat terganggu.

 Pasal 10 ayat 1: Keadaan khusus tersebut berlaku maksimal selama 3
 bulan. Ayat 2: jangka waktu tersebut dapat diperpanjang presiden
 paling lama 3 bulan atas permintaan gubernur dengan persetujuan DPRD.

 Pasal 11 ayat 1: Dalam melaksanakan keadaan khusus tersebut, Gubernur
 berwenang melakukan tindakan:

 a. pelarangan sementara orang memasuki atau meninggalkan kawasan
 tertentu,

 b. penempatan sementara orang orang di luar kawasan tempat tinggalnya,

 c. pembatasan dan atau penutupan kawasan tertentu, d. pembatasan orang
 berada di luar rumah.

 Pasal 12 ayat 1: dalam penanggulangan keadaan khusus tersebut,
 gubernur dibantu oleh tim pengendali yang tediri atas Kapolda,
 Komanadan tertinggi di suatu daerah, Kajati, unsur DPRD dan unsur
 masyarakat.

 KEADAAN DARURAT

 Pasal 17 ayat 1: Dalam hal keadaan negara terancam bahaya karena
 terjadi pemberontakan dan/atau terjadi usaha-usaha nyata dengan
 kekerasan untuk memisahkan sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik
 Indonesia (NKRI), berdasarkan laporan gubernur setelah mendapat
 persetujuan DPRD dan setelah berkonsultasi dengan DPR, presiden dapat
 menyatakan keadaan perang.

 Ayat 2: Dalam hal gubernur dan/atau DPRD tidak dapat melaksanakan
 fungsinya atau terlibat dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
 (1), presiden setelah berkonsultasi dengan DPR menyatakan keadaan
 darurat.

 Pasal 18 ayat 1: Penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud
 dalam pasal 17 ayat (1) berlaku paling lama enam bulan.

 Ayat 2: Jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila diperlukan,
 dapat diperpanjang oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR
 berdasarkan laporan dan usul gubernur dengan persetujuan DPRD. Ayat 3:
 Pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud ayat (1)
 dan ayat (2) wajib dievaluasi, dilaporkan dan diusulkan tindak lanjutnya
 oleh gubernur dengan persetujuan DPRD kepada presiden paling lama setiap
 tiga bulan.

 Pasal 19 ayat 1: Dalam keadaan darurat, presiden memegang kekuasaan
 tertinggi selaku penguasa darurat pusat.

 Pasal 20 ayat 3: Atas perintah Penguasa Darurat Pusat, panglima TNI
 dengan pertimbangan keamanan nasional, ketertiban umum dan
 kesejahteraan umum dapat:

 a. melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)

 b. melakukan penyelidikan, pemanggilan dan pemeriksaan

 c. mengatur pos, telekomunikasi dan peralatan elektronik

 d. melakukan tindakan di bidang ketertiban dan keamanan umum

 e. melakukan penggeledahan dan penyitaan secara langsung terhadap
 senjata dan/atau alat-alat yang digunakan dalam usaha melakukan
 pemberontakan dan/atau usaha melakukan pemisahan wilayah yang harus
 dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu
 selambat-lambatnya dua kali 24 jam.

 f. melakukan segala tindakan terhadap senjata api, amunisi, bahan
 peledak dan senjata tajam.

 g. mewajibkan seseorang bekerja untuk kepentingan pertahanan keamanan.

 h. membatasi, mengatur atau melarang lalulintas di darat, udara dan
 perairan.

 Pasal 22: Penguasa darurat pusat menetapkan penguasa darurat daerah
 dan daerah hukumnya.

 Pasal 23 ayat (1): penguasa darurat daerah di daerah adalah komandan
 satuan TNI yang tertinggi di daerah, serendah-rendahnya setingkat
 komandan resort militer. Ayat (2): Dalam melaksanakan kekuasaannya,
 penguasa darurat daerah dibantu tim pengendali daerah yang tediri atas
 gubernur, Kapolda, Kajati, unsur DPRD dan unsur masyarakat.

 Pasal 26 ayat 1: Dalam hal keadaan darurat telah dapat ditanggulangi,
 berdasarkan laporan gubernur dengan persetujuan DPRD, presiden setelah
 berkonsultasi dengan DPR menyatakan pencabutan keadaan darurat. Ayat 2:
 Apabila gubernur dan/atau DPRD tidak dapat melaksanakan fungsinya
 sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) berdasarkan laporan penguasa
 darurat daerah, presiden setelah berkonsultasi dengan DPR dapat
 menyatakan pencabutan keadaan darurat.

 Pasal 27 ayat 1: Dalam hal keadaan darurat dicabut, semua peraturan
 yang telah dikeluarkan oleh penguasa darurat pusat tidak berlaku lagi,
 dan tindakan yang menjadi kewenangan penguasa darurat pusat dihentikan.
 Ayat (2): Apabila diperlukan, gubernur dengan persetujuan DPRD dapat
 mempertahan sebagian peraturan dan/atau tindakan penguasa darurat daerah
 paling lama tiga bulan sesudah pencabutan keadaan darurat.

 KEADAAN PERANG

 Pasal 29: Dalam hal terjadi perang atau ancaman perang dengan negara
 asing atau suatau pemberontakan dan/atau usaha-usaha nyata memisahkan
 sebagian wilayah NKRI melibatkan dukungan asing secara nyata, presiden
 dengan persetujuan DPR menyatakan keadaan perang.

 Pasal 30 ayat 1: Dalam keadaan perang, presiden memegang kekuasaan
 tertinggi selaku penguasa perang pusat.

 Pasal 31 ayat 3: Atas perintah penguasa perang pusat, panglima dapat:

 a. melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
 ayat (3).

 b. mengambil atau memerintahkan penyerahan barang yang diperlukan
 untuk dipakai dalam menanggulangi keadaan perang.

 c. mencegah pemogokan.

 d. mengadakan pengaturan atau melakukan tindakan yang tidak sesuai
 dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi penanggulangan
 keadaan perang, apabila keadaan sangat mendesak dan membahayakan.

----------------------------------------------------------------------

             RUU TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN NEGARA

 Pengantar:

 Pemerintah telah mengajukan RUU tentang Keselamatan dan Keamanan
 Negara kepada DPR, namun rancangan ini mendapat protes keras dari
 masyarakat. Bahkan reaksi itu menyebutkan agar DPR menolak RUU
 tersebut, karena dinilai sama saja dengan peraturan lama yang
 memberi kewenangan kepada militer terlalu besar mengambil tindakan
 atas nama keselamatan negara. Sementara Presiden bisa menyatakan
 keadaan bahaya cukup dengan mendengar pertimbangan Dewan
 Pertahanan Keamanan Nasional dan Dewan Penegakkan Keamanan dan
 Sistem Hukum. Agar bisa mencermati setiap pasal RUU tersebut,
 Pembaruan menyajikannya dalam lima bagian mulai hari ini.

 Menimbang:

 a. bahwa guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional yang
 berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, kehidupan
 bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus terpelihara serta
 berjalan dengan aman dan terib;

 b. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan negara untuk tetap
 tegaknya kedaulatan negara, terpeliharanya persatuan dan kesatuan
 bangsa serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
 dapat timbul berbagai ancaman baik dari dalam negeri maupun dari
 luar negeri dengan intensitas yang tinggi, sehingga diperlukan
 penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara dengan penindakan
 secara dini, cepat, tepat, terpadu, tuntas dan aman serta
 profesional;

 c. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang
 berdasar atas hukum, oleh karena itu penyelenggaraan keselamatan
 negara sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi ancaman
 terhadap keselematan dan keamanan negara yang pada hakikatnya
 merupakan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan rakyat
 dan negara serta menjadi tanggungjawab seluruh rakyat Indonesia,
 harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan kecenderungan
 hukum internasional.

 d. bahwa Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara yang
 tertinggi bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan
 negara baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan bahaya, oleh
 karena itu berhak mengambil segala tindakan untuk menyelamatkan
 dan mengamankan negara;

 e. bahwa Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan
 bahaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1960 tentang
 Permintaan dan Pelaksanaan Bantuan Militer yang selama ini menjadi
 dasar hukum penanggulangan ancaman pertahanan keamanan negara
 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
 ketatanegaraan, sehingga harus dicabut dan diganti;

 f. bahwa dengan dicabutnya Undang-undang Nomor 11/PNPS/1963
 tentang pemberantasan kegiatan Subversi, diperlukan pengaturan
 untuk mencegah dan mengatasi kegiatan-kegiatan yang bersifat
 subversif secara dini, cepat, tepat, terpadu, tuntas dan aman
 serta profesional;

 g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
 a,b,c,d,e dan f perlu dibentuk Undang-undang tentang Keselamatan
 dan Keamanan Negara;

 Mengingat:

 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 12, Pasal 20 ayat (1) dan
 Pasal 30 Undang-undang Dasar 1945;

 2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
 Pokok Pertahanan Keamanan negara Republik Indonesia (Lembaran
 Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234),
 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988
 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
 Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan negara Republik
 Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran
 Negara Nomor 3368);


 BAB I

 KETENTUAN UMUM

 Pasal 1

 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

 1. Keselamatan negara adalah keadaan kehidupan negara yang
 terhindar dari segala bentuk ancaman baik dari dalam negeri maupun
 dari luar negeri yang membahayakan kedaulatan negara, persatuan
 dan kesatuan bangsa, dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
 Indonesia, sehingga fungsi pemerintahan, kehidupan perekonomian
 dan kehidupan sosial masyarakat dapat berjalan sebagaimana
 mestinya.

 2. Keamanan negara adalah keadaan kehidupan negara yang mampu
 menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan republik Indonesia
 berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 terhadap segala
 ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan
 tercapainya tujuan nasional.

 3. Ancaman adalah usaha yang dilaksanakan secara konsepsional
 melalui kegiatan atau kejahatan politik, ekonomi, sosial, maupun
 budaya yang membahayakan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan
 bangsa, dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 4. Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara adalah bagian
 dari upaya pertahanan keamanan negara yang merupakan salah satu
 fungsi pemerintahan negara yang dilakukan melalui kegiatan
 pencegahan dan penanggulangan terhadap setiap ancaman baik dari
 dalam negeri maupun dari luar negeri secara dini, cepat, tepat,
 terpadu, tuntas, dan aman serta profesional yang ditujukan
 terpeliharanya kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa,
 dan terjaminnya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
 Indonesia.

 5. Panglima adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia.

 6. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi yang karena jabatannya
 merangkap pula sebagai Kepala Daerah Administrasi.

 Pasal 2

 Tujuan penyelenggaraan keselamatan keamanan negara adalah
 melindungi keselamatan dan keamanan rakyat dan negara dalam
 kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan buaya terhadap ancaman
 dari dalam negeri dan dari luar negeri.

 Pasal 3

 Hakikat keselamatan dan keamanan negara adalah tetap tegaknya
 kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
 Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, terpeliharanya persatuan
 dan kesatuan bangsa serta terjaminnya keutuhan wilayah Negara
 Kesatuan Republik Indonesia.

 Pasal 4

 Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara berlandaskan pada:

 a. asas kepastian hukum;

 b. asas pengayoman;

 c. asas keterpaduan;

 d. asas proporsionalitas;

 e. asas kerterbukaan;

 f. asas profesionalitas


 BAB II

 PENYELENGGARAAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN NEGARA

 Pasal 5

 Presiden mempunyai wewenang tertinggi dalam penyelenggaraan
 keselamatan dan keamanan negara.

 Pasal 6

 Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara merupakan upaya
 pencegahan dan penanggulangan setiap ancaman baik dari dalam
 negeri maupun dari luar negeri secara dini, cepat, tepat, terpadu,
 tuntas, aman, dan profesional sesiai dengan peraturan
 perundang-undangan yang berlaku.

 Pasal 7

 Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara dilakikan di
 sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
 baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan bahaya.


 BAB III

 PENYELENGGARAAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN NEGARA DALAM KEADAAN BIASA

 Pasal 8

 (1) Dalam keadaan keselamatan dan keamanan negara terancam dan
 penanganan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
 unsur-unsur perkuatannya dinilai tidak memadai atau tidak segera
 dapat mengatasinya, Presiden menyatakan perlunya penanganan secara
 khusus di sebagian atau di seluruh wilayah Negara Kesatuan
 Republik Indonesia.

 (2) Keadaan keselamatan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud
 dalam ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur kepada Presiden tentang
 terjadinya kerusuhan antar suku, agama, ras, atau antar golongan
 atau kerusuhan lainnya yang disertai dengan tindak kekerasan yang
 berakibat :

 a. pelaksanaan fungsi Pemerintahan di sebagian atau di seluruh
 wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat berjalan
 sebagaimana mestinya; dan atau

 b. kegiatan kehidupan perekonomian dan kehidupa sosial masyarakat
 terganggu.

 (3) Pernyataan penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam
 ayat (1), dilaksanakan Presiden setelah mendengar dan
 memperhatikan pendapat dari Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan
 Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum.

 (4) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
 tidak mengurangi tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik
 Indonesia.

 Pasal 9

 (1) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
 ayat (1) berlaku paling lama 3 (tiga) bulan.

 (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila
 diperlukan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.

 Pasal 10

 (1 Dalam rangka melaksanakan penanganan secara khusus sebagaimana
 dimaksud dalam Pasal 8 ayat (10, atas perintah Presiden, Panglima
 dapat menggunakan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan
 melakukan tindakan, berupa :

 a. pelarangan sementara seseorang memasuki atau meninggalkan suatu
 wilayah tertentu;

 b. penempatan sementara seseorang di luar wilayah tempat
 tinggalnya;

 c. pembatasan dan atau penutupan wilayah;

 d. membatasi orang berada di luar rumah.

 (2) Dalam melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat
 (1), Panglima berkoordinasi dengan pimpinan instansi dan atau
 lembaga pemerintah terkait.

 (3) Tindakan Panglima sebagaimana dimaksud dalam ayat 910 dapat
 didelegasikan kepada Panglima Daerah Militer.

 (4) Dalam melaksanakan tugasnya Penglima Daerah Militer dibantu
 oleh Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Kejaksaan Tinggi.

 Pasal 11

 Pelarangan sementara seseorang memasuki atau meninggalkan suatu
 wilayah tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
 huruf a, hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang menurut
 bukti permulaan yang cukup, patut diduga melakukan perbuatan yang
 dapat mengganggu, menghalangi, atau menghambat upaya pencegahan
 dan penanggulangan terhadap ancaman yang membahayakan keselamatan
 dan keamanan negara.

 Pasal 12

 Penempatan sementara seseorang di luar wilayah tempat tinggalnya
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 91) huruf b, dilakukan
 untuk melindungi keselamatan dan keamanan warga dan menanggulangi
 ancaman yang membahayakan keselamatan dan keamanan negara.

 Pasal 13

 Pembatasan dan atau penutupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam
 Pasal 10 ayat (1) huruf c dan pembatasan orang berada di luar
 rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 91) huruf d, hanya
 dapat dilakukan terhadap wilayah yang menjadi tempat kegiatan
 pencegahan dan penanggulangan terhadap ancaman yang membahayakan
 keselamatan dan keamanan negara.

 Pasal 14

 Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hal-hal sebagaimana
 dimaksud dalam Pasal 9 ayat 91), Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13
 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(bersambung)


Kirim email ke