Untuk amalan yang tadinya dianjurkan namun karena dikaitkan dengan acara tertentu dapat berubah menjadi bid'ah, kita ambil saja contohnya tahlilan kematian. Berikut ringkasan penjelasan mengenai contoh itu:
BAGAIMANA MENYIKAPI TAHLILAN? SUMBER : PUSAT KONSULTASI SYARIAH KONSULTAN AHLI : Dr. Salim Segaf Al-Jufri, MA, Dr. Surahman Hidayat, MA, Dr.Muslih Abdul Kariem, MA, Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA, Dr. Daud Rasyid,MA, KH. Yusuf Supendi, Lc I. PENDAHULUAN Dakwah yang mengajak manusia kepada Allah SWT membutuhkan sikap lemah lembut dan tegas, karena yang dihadapi seorang da'i adalah berbagai lapisan masyarakat. Jika dakwah dilakukan terlalu kasar, maka mereka tidak akan menerima dan bahkan lari darinya. Dalam masyarakat terjadi beberapa KESALAHAN dan KEMUNGKARAN, namun dianggap suatu ajaran agama, antara lain: upacara perkawinan, acara tujuh bulanan, upacara kematian, dan lain sebagainya. Dalam kesempatan ini Pusat Konsultasi Syari'ah ingin memberikan penjelasan hal-hal yang berkaitan dengan upacara kematian, tegasnya masalah hukum tahlilan dan hal-hal yang terkait dengannya. II. WAKTU PELAKSANAAN TAHLILAN Tahlilan atau upacara selamatan untuk orang yang telah meninggal, biasanya dilakukan pada hari pertama kematian sampai dgn hari ketujuh, selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, ke-satu tahun pertama, kedua, ketiga dst. Dan ada juga yang melakukan pada hari ke-1000. Dalam upacara dihari-hari tersebut, keluarga si mayyit mengundang orang untuk membaca beberapa ayat dan surat Al-Quran, tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan do'a. Pahala bacaan Al-Quran dan dzikir tersebut dihadiahkan kepada si mayyit. Menurut penyelidikan para ahli, upacara tersebut diadopsi oleh para da'i terdahulu dari upacara kepercayaan Animisme, agama Budha dan Hindu. Menurut kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme bila seseorang meninggal dunia maka ruhnya akan datang kerumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam rumah tadi tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul dan mengadakan upacara-upacara sesaji, seperti membakar kemenyan, dan sesaji terhadap yang ghaib atau ruh- ruh ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah dan masuk (sumerup) ke dalam jasad orang yang masih hidup dari keluarga si mati. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar kumpul-kumpul. Hal semacam itu dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya malam ketiga, ketujuh, ke-100, satu tahun, dua tahun dan malam ke-1000. Setelah orang-orang yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk Islam, mereka tetap melakukan upacara-upacara tersebut. Sebagai LANGKAH AWAL, para da'i terdahulu tidak memberantasnya, tetapi mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bernafaskan Islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shodaqoh. Mantera digantikan dengan dzikir, do'a dan bacaan-bacaan Al-Quran. Upacara semacam ini kemudian dianamakan Tahlilan yang sekarang telah membudaya pada sebagian besar masyarakat. III. MENYEDIAKAN MAKANAN Dalam acara Tahlilan, keluarga mayyit biasanya menyediakan makanan untuk orang-orang yang datang pada upacara tersebut sebagai sedekah. Padahal Nabi Muhammad SAW memerintahkan supaya para tetangga memberi atau menyediakan makanan kepada keluarga mayyit. Para tetangga, sanak famili, dan handai taulan supaya datang ikut bela sungkawa dengan membawa sesuatu untuk penyelenggaraan jenazah atau membawa makanan untuk keluarga yang dilanda musibah. Ketika datang khabar bahwa Ja'far telah terbunuh, Rasulullah SAW bersabda: "Bikinkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena telah datang kepada mereka hal yang menyibukkan mereka" (HR Asy-Syafi'i dan Ahmad). Jadi yang menyediakan makanan adalah tetangga untuk keluarga yang kena musibah kematian, bukan yang terkena musibah menyediakan makanan buat orang yang datang. Dan hadits lain menerangkan bahwa menghidangkan makanan dalam upacara kematian adalah termasuk meratap yang dilarang oleh agama sebagaimana hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah Al Bajali dengan sanad yang shohih: "Adalah kami (para sahabat) menganggap bahwa berkumpul di rumah ahli mayyit dan mereka menyediakan makanan sesudah mayyit dimakamkan adalah termasuk perbuatan meratap". Riwayat lain menerangkan: Bahwa Jarir datang kepada Umar ra, lalu Umar bertanya:"Adakah mayyit kalian diratapi?" Dia menjawab: Tidak, lalu bertanya juga: "Adakah orang-orang berkumpul di keluarga mayyit dan membuat makanan?" Dia menjawab: ya, maka Umar berkata: "Yang demikian adalah ratapan". (Al Mugni Ibnu Qudamah zuz 2 hal 43). Diterangkan dalam kitab 'Ianatu Thalibin jilid 2 hal 145-146 , bahwa fatwa-fatwa dari mufti-mufti Mekah dari 4 Madzhab menerangkan bahwa perbuatan perbuatan itu adalah munkar: 1. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti MADZHAB SYAFI'I: "Ya, perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang berkumpul di rumah orang yang kena musibah kematian dan menyediakan makanan adalah perbuatan bid'ah munkarah dan penguasa yang mencegahnya akan mendapatkan pahala". 2. Fatwa dari Mufti Madzhab Hanafi: "Ya, penguasa akan diberi pahala karena melarang manusia dari perbuatan bid'ah" 3. Fatwa Madzhab Maliki dan Hambali: "Telah menjawab seperti kedua jawaban di atas mufti Madzhab Maliki dan Mufti Madzhab Hambali" Dengan demikian jelaslah bahwa berkumpul di rumah ahli mayyit dan makan-minum yang disediakan oleh keluarga mayyit adalah perbuatan MUNKAR yang harus dihindari. ------ Dari contoh keterangan diatas kita dapat melihat, bahwa tahlilan khusus kematian sebenarnya adalah suatu acara yang diadopsi dari ajaran Animisme, agama Budha dan Hindu. Tidak ada riwayat yang menunjukan bahwa Rasulullah dan para sahabat pernah melakukan acara tersebut. Tahlilan yang tadinya dianjurkan namun jika dilakukan pada acara dan tempat yang salah, maka dapat menjadi perbuatan yang dilarang / bid'ah. Bukan tahlil atau membaca al-qurannya yang bid'ah, karena keduanya adalah perbuatan yang memiliki dasar hukum dalam syariat. Tapi berkumpul yang kemudian biasanya disertai makan- minum di rumah ahli mayyitnya-lah yang menjadi masalah. Wassalam --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "dodindra" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ass.Wr.Wb. --- cut ---- > Ulasan Bang Wandy ini bagus untuk bahasan : > > "Bagaimana dengan tahlil dan yasinan? Tahlil dan membaca yasin (Al- > Quran) adalah dua bentuk ibadah yang dianjurkan. Lantas bagaimana > jika kedua bentuk ibadah ini dikaitkan dengan acara tertentu dan > diyakini sebagai syariat (baru)? Jika tidak ada dalil yang > menunjukkan akan hal tersebut, inilah yang dinamakan bid'ah..." > > Disini akan bermakna dan bermanfaat jika Bang Wandy mau menjelaskan > apa yang dimaksud : "Dikaitkan dengan acara tertentu dan diyakini > sebagai syariat (baru)?" > * Acara apakah itu? Syariat (baru)apakah itu ? Dalil tahlil, baca > Yasiin, atau apa maksudnya kok sampai menjadi bid'ah ? ---deleted---- ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Great things are happening at Yahoo! Groups. See the new email design. http://us.click.yahoo.com/TISQkA/hOaOAA/yQLSAA/wDNolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/