ia, betul, jgn kasih kalimat yg engga enak di baca,
agak di redam emosi ngetik emailnya :p

semoga segala sesuatunya utk ridho Allah
Amiiiinnn


klik aja
http://www.pasargoyang.com




Assalaamualaikum wr.wb,
Maaf kang, pertama2 saja setuju dengan kata2 pembuka
yg intinya mengajak kepada
persatuan dan menghindari permusuhan, tetapi diakhir
kalimat ada kata2 yg kurang
enak dibaca ( spt kata2 kerdil), bukankah kata2 tsb
dapat melukai perasaan saudara
kita ? bukankah sesama muslim adalah saudara ?
alangkah lebih baiknya kita didalam
menyampaikan suatu pendapat/ nasehat dengan lemah
lembut ? karena belum tentu semua
pendapat/nasehat dapat diterima oleh orang lain ? apa
yang kita dapat jika kita
sampaikan dengan kata2 kasar?? Bukankah permusuhan ??
Demikian, mohon maaf jika ada kata2 saya yg kurang
berkenan .
 
Wassalam 
 
-----Original Message-----
From: keluarga-islam@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Hikmawan Saefullah
Sent: Monday, July 24, 2006 10:22 PM
To: keluarga-islam@yahoogroups.com
Subject: Re: [keluarga-islam] Re: Tahlilan adalah
warisan nenek moyang maka
tinggalkanlah
 
assalaamu'alaikum wr.wb,
 
hehehe....dahulu saya merupakan salah seorang santri
yang selalu "membid'ahkan"
orang lain yang suka melakukan tahlilan, termasuk
keluarga saya sendiri. Ya,
tentunya dengan dasar dalil-dalil dari para ulama
mazhab yang saya anut. Tapi, 3
tahun kemudian, saya  TOBAT dan tidak mau lagi
"membid'ahkan" orang lain, karena
karena kebiasaan saya itu (membid'ahkan orang lain)
menyebabkan permusuhan dan
perpecahan dengan saudara-saudara sekeyakinan saya.
Sedangkan permusuhan dan
perpecahan sesama muslim itu diharamkan oleh Allah
SWT. Maka, kenapa kita harus
melakukan tindakan yang haram demi mempertahankan
Sunnah? as-Syahid Imam Hasan
al-Banna mengajarkan persatuan umat dengan memegang
teguh prinsip toleransi atas
segala perbedaan latar belakang pemikiran dalam Islam,
apalagi jika perbedaan itu
dalam kerangka fiqh.
 
Apakah kebenaran itu hanya dapat kita ambil dari para
'Ulama Besar' saja? sedangkan
yang sifat 'Benar' dan 'Besar' itu hanya milik Allah
semata? 
 
lucu, kita sebagai manusia berusaha memberi tolak ukur
'kebenaran' itu seperti
memberi tolak ukur sebidang tanah...seolah-olah
'kebenaran' itu bisa kita ukur hanya
dengan meteran (dalil, hujjah, fatwa, ijtihad kita)
dan kemudian kita patok beberapa
tumbak dengan pagar, untuk membedakan "ini tanahku"
dan "ini tanahmu?"....."apakah
tanah yang ada diseberang kita (di luar tumbak kita)
itu juga bukan tanah?" 
 
maka, kekerdilan otak kita seperti ini lah yang selama
ini membuat kita (umat
muslim) selalu terbelakang dan bodoh...
wa'alaikum salam wr.wb,
H.S
wandysulastra <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
        Silakan Mas Ananto, itu semua adalah hak anda.
Tugas saya hanyalah 
        menyampaikan apa yang sudah saya ketahui dan
pelajari.
        
        Kalau saya mau menyebutkan ulama2 yang tidak
melakukan Tahlilan dan 
        juga melarang acara seperti itu banyak sekali
lho Mas. Baik Ulama 
        sekarang maupun ulama2 terdahulu seperti yang
sudah saya postingkan. 
        Mereka semua bertaraf ulama besar yang diakui
dunia. Kalau saya sih 
        lebih suka sami'na wa atho'na kepada mereka
yang saya sebutkan 
        tersebut... :)
        
        Sekali lagi saya kutipkan lagi pendapat
seorang ULAMA BESAR mengenai 
        hal semcam ini, "hal2 yang tampak baik dalam
ibadah yang tidak ada 
        tuntunan syariatnya, tidaklah menjustifikasi
bahwa amalan tersebut 
        menjadi baik dan boleh dilakukan."
        
        Mudah2an ringkasan yang sudah saya buat
mengenai sunnah dan bid'ah 
        bermanfaat buat rekan2 milis lainnya yang
benar2 mau mempelajari dan 
        memahami Islam secara baik, sesuai dengan
pemahaman ulama2 
        terdahulu. Tidak hanya sekedar taqlid, dan
ikut-ikutan tanpa 
        didasari ilmu.
        
        Wassalam
        
        --- In keluarga-islam@yahoogroups.com
<mailto:keluarga-islam%40yahoogroups.com> ,
Ananto <[EMAIL PROTECTED]> 
        wrote:
        >
        > sampai dengan saat ini, dengan kadar dan
kapasitas ilmu yg sangat
        > terbatas... saya sami'na wa atho'na dengan
para ulama... saya 
        tetep ngikut
        > tahlilan karena pada saat saya berada di
lingkungan seperti itu, 
        hati saya
        > bener2 serrrr... terasa menyatu....
        > 
        > gus mus, kiai ilyas, gus faqih, gus shollah
dan lainnya masih 
        tahlilan
        > koq... padahal tingkat keilmuan beliau jauh
di atas kita2 yg sedang
        > berdiskusi di sini...
        > 
        > di dalam bacaan tahlil, banyak terkandung
nilai2 yg sangat 
        positif...
        > malahan tidak ada yg negatif sama sekali...
lah, yg perlu 
        dikritisi sekarang
        > mungkin adalah masalah 'pembebanan pada tuan
rumah' yg seakan 
        memberatkan
        > dengan menyediakan hidangan segala macem...
        > 
        > silahkan dilanjut...
        > 
        > salam,
        > 
        > 
        > On 7/20/06, wandysulastra
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
        > >
        > > Nuhun Kang Ramdan atas perhatosanana.. :)
        > >
        > > Hal utama yang melanggar syariah dalam
acara tahlilan kematian
        > > adalah Berkumpul di rumah keluarga si mati
dan memakan hidangan 
        yang
        > > disediakan oleh keluarga si mati.
        > >
        > > Beberapa Dalilnya diantaranya adalah
Hadits berikut,
        > >
        > > Berkata Abdullah bin Ja'far tatkala datang
khabar bahwa Ja'far
        > > telah terbunuh, Rasulullah SAW bersabda:
"Bikinkanlah makanan 
        untuk
        > > keluarga Ja'far karena telah datang kepada
mereka hal yang
        > > menyibukkan mereka" (HR Asy-Syafie dan
Ahmad).
        > >
        > > Jadi justru seharusnya yang menyediakan
makanan adalah tetangga
        > > untuk keluarga yang kena musibah kematian,
bukan yang terkena
        > > musibah menyediakan makanan buat orang
yang datang.
        > >
        > > Hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dari
Jabir bin Abdullah Al
        > > Bajali dengan sanad yang shohih: "Adalah
kami (para sahabat)
        > > menganggap bahwa berkumpul di rumah ahli
mayyit dan mereka
        > > menyediakan makanan sesudah mayyit
dimakamkan adalah
        > > termasuk perbuatan meratap".
        > >
        > > Hadits diatas menerangkan bahwa berkumpul
dan menghidangkan 
        makanan
        > > dalam upacara kematian di rumah ahli
mayyit adalah termasuk 
        meratap
        > > yang dilarang (diharamkan) oleh agama.
        > >
        > > Riwayat lain menerangkan: Bahwa Jarir
datang kepada Umar ra, lalu
        > > Umar bertanya: "Adakah mayyit kalian
diratapi? Dia menjawab: 
        Tidak,
        > > lalu bertanya juga: Adakah orang-orang
berkumpul di keluarga 
        mayyit
        > > dan membuat makanan? Dia menjawab: ya,
maka Umar berkata: "Yang
        > > demikian adalah ratapan". (Al Mugni Ibnu
Qudamah zuz 2 hal 43).
        > >
        > > Berdasarkan dalil2 tersebut, maka jumhur
ulama berpendapat bahwa
        > > berkumpul di rumah ahli mayyit dan
makan-minum yang disediakan 
        oleh
        > > keluarga mayyit adalah perbuatan bid'ah
yang tidak sesuai dengan
        > > sunnah.
        > >
        > > ----
        > >
        > > Sedangkan fatwa2 dari ulama madzhab Syafie
yang berkaitan dengan
        > > acara tersebut adalah sbb:
        > >
        > > 1. Di dalam kitab Fiqh I'anatut Talibin
telah dinyatakan,
        > >
        > > "Ya, apa-apa yang dilakukan oleh orang
yaitu berkumpul di rumah
        > > keluarga mayat dan dihidangkan makanan
untuk perkumpulan itu, ia
        > > adalah termasuk bid'ah mungkarat (bid'ah
yang diingkari agama). 
        Bagi
        > > orang yang memberantasnya akan diberi
pahala." (I'anatut Talibin,
        > > syarah Fathul Mu'in : juz 2, hal 145)
        > >
        > > 2. Imam Syafie sendiri tidak menyukai
amalan berkumpul di rumah
        > > kematian sepertimana yang telah
dikemukakan di dalam kitab al-Umm
        > > (Kitab Karangan Imam Syafi'I yang masyhur)
:
        > >
        > > "Aku tidak suka akan mat'am yaitu
berkumpul (di rumah keluarga
        > > mayat) meskipun di situ tiada tangisan
kerana hal tersebut malah
        > > akan menimbulkan kesedihan." (As-Syafie
al-Umm : juz 1; hal 24)
        > >
        > > 3. Selanjutnya di dalam kitab I'anatut
Talibin juga disebutkan
        > > lagi, "Dan perkara yang sudah menjadi
kebiasaan yaitu keluarga 
        mayat
        > > menghidangkan makanan untuk para undangan
yang berkumpul, adalah
        > > satu perkara bid'ah yang tidak disukai
agama (Islam). Hal ini
        > > samalah seperti berkumpul di rumah
keluarga kematian itu sendiri
        > > karena terdapat hadits sahih yang telah
diriwayatkan oleh Jarir 
        r.a
        > > yang berkata, "Kami menganggap bahwa
berkumpul di rumah keluarga
        > > kematian yang menghidangkan makanan untuk
jamuan para hadirin 
        adalah
        > > sama dengan hukum niyahah (meratapi mayat)
yaitu haram." 
        (I'anatut
        > > Talibin, juz 2, hal 146)
        > >
        > > 4. Pengarang kitab I'anatut Talibin juga
mengambil keterangan 
        sahih
        > > di dalam kitab Bazzaziyah yaitu,
        > > "Dan hal itu dibenci, menyelenggarakan
makanan pada hari pertama
        > > (kematian), hari ketiga, sesudah seminggu
dan juga memindahkan
        > > makanan ke tanah kubur secara
bermusim-musim." (I'anatut Talibin,
        > > juz 2, hal 146)
        > >
        > > 5. Di dalam kitab Fiqh Mughnil Muhtaj
disebutkan:
        > >
        > > "Adalah, keluarga kematian yang
menyediakan makanan dan orang 
        ramai
        > > berkumpul di rumahnya untuk menjamu,
merupakan bid'ah yang tidak
        > > disunatkan, dan di dalam hal ini Imam
Ahmad telah meriwayatkan
        > > hadits yang sahih daripada Jarir bin
Abdullah, berkata, "Kami
        > > menganggap bahwa berkumpul di rumah
keluarga kematian dan 
        keluarga
        > > tersebut menghidangkan makanan untuk
menjamu para hadirin, adalah
        > > sama hukumnya seperti niyahah (meratapi
mayat) yaitu haram."
        > > (Mughnil Muhtaj, juz1, hal 26)
        > >
        > > 6. Di dalam kitab Fiqh Hasyiyatul Qalyubi
dinyatakan, "Syeikh ar-
        > > Ramli berkata, "Di antara bid'ah yang
mungkarat (yang tidak
        > > dibenarkan agama), yang dibenci apabila
diamalkan sebagaimana 
        yang
        > > telah diterangkan di dalam kitab
ar-Raudhah, yaitu apa-apa yang
        > > telah dilakukan oleh orang yang dinamakan
"kifarah" dan hidangan
        > > makanan yang disediakan oleh tuan rumah
kematian untuk jamuan 
        orang
        > > yang berkumpul di rumahnya sesudah
kematian, serta penyembelihan 
        di
        > > tanah kubur." (Hasyiyatul Qalyubi, juz 1,
hal 353)
        > >
        > > 7. Di dalam kitab Fiqh karangan imam
Nawawi yaitu kitab al-Majmu'
        > > syarah Muhazab, menyebutkan, "Penyedian
makanan yang dilakukan 
        oleh
        > > keluarga kematian dan berkumpulnya orang
yang ramai di rumahnya,
        > > adalah tidak ada nasnya sama sekali, yang
jelasnya semua itu 
        adalah
        > > bid'ah yang tidak disunatkan." (an-Nawawi,
al-Majmu' syarah 
        Muhazab,
        > > juz 5, hal 286)
        > >
        > > 8. Pengarang kitab I'anatut Talibin juga
turut mengambil 
        keterangan
        > > di dalam kitab al-Jamal syarah al-Minhaj
yang berbunyi seperti
        > > berikut, "Dan di antara bid'ah mungkarat
yang tidak disukai ialah
        > > sesuatu perkara yang sangat biasa
diamalkan oleh individu yaitu
        > > majlis menyampaikan rasa duka cita
(kenduri arwah), berkumpul dan
        > > membuat jamuan majlis untuk kematian pada
hari keempat puluh, 
        bahkan
        > > semua itu adalah haram." (I'anatut
Talibin, juz 2, hal 145-146)
        > >
        > > 9. Selanjutnya, pengarang kitab tersebut
juga mengambil lagi
        > > keterangan daripada kitab Tuhfatul Muhtaj
syarah al-Minhaj yang
        > > berbunyi, "Sesuatu yang sangat dibiasakan
oleh seseorang dengan
        > > menghidangkan makanan untuk mengundang
orang ramai ke rumah 
        keluarga
        > > kematian merupakan bid'ah yang dibenci
sebab ada hadits yang 
        telah
        > > diriwayatkan oleh Jarir yang berkata,
"Kami (para sahabat nabi
        > > Sallallahu `alaihi wasallam) menganggap
bahwa berkumpul di rumah
        > > keluarga kematian dan keluarga tersebut
menghidangkan makanan 
        untuk
        > > majlis itu adalah sama dengan hukum
niyahah yaitu haram." 
        (I'anatut
        > > Talibin, juz 2, hal 145-146)
        > >
        > > 10. Pengarang kitab tersebut mengambil
lagi fatwa dari mufti 
        mazhab
        > > Syafie, Ahmad Zaini bin Dahlan,
        > >
        > > "Dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa
mencegah umat daripada
        > > perkara bid'ah mungkarat ini sama seperti
halnya menghidupkan 
        sunnah
        > > nabi Sallallahu `alaihi wasallam.
Mematikan bid'ah seolah-olah
        > > membuka pintu kebaikan seluas-luasnya dan
menutup pintu keburukan
        > > serapat-rapatnya karena orang lebih suka
memaksa-maksa diri 
        mereka
        > > berbuat hal-hal yang akan membawa kepada
sesuatu yang haram."
        > > (I'anatut Talibin, juz 2, hal 145-146)
        > >
        > > 11. Dan di dalam kitab Fiqh Ala Mazahibil
Arba'ah 
        menyatakan, "Dan
        > > di antara bid'ah yang dibenci agama ialah
sesuatu yang dibuat 
        oleh
        > > individu yaitu menyembelih hewan-hewan di
tanah kubur tempat 
        mayat
        > > di tanam dan menyediakan hidangan makanan
yang diperuntukkan bagi
        > > mereka yang datang bertakziah."
(Abdurrahman al-Jaza'iri, al-
        Fiqhu
        > > Ala Mazahibil Arba'ah, juz 1, hal 539)
        > >
        > > Demikianlah di antara pendapat-pendapat
para ulama Syafi'iyah
        > > berkenaan selamatan atau kenduri arwah.
Mereka telah
        > > bersepakatbahawa amalan tersebut adalah
bid'ah mungkarat atau 
        bid'ah
        > > yang dibenci.
        > >
        > > Sedangkan untuk kegiatan mengirim pahala
bacaan kepada si mati,
        > > ulama Syafi'iyah telah bersepakat dan
mempunyai satu pandangan 
        yang
        > > teguh yaitu mengirimkan pahala bacaan
al-Qur'an kepada si mati
        > > adalah tidak akan sampai kepada si mati
atau roh yang dikirimkan.
        > >
        > > Di bawah ini adalah sebagian daripada
pendapat ulama Safi'iyah 
        yang
        > > berkaitan dengan amalan tersebut.
Pendapat-pendapat ini telah
        > > diambil dari kitab-kitab tafsir,
kitab-kitab fiqh dan kitab-kitab
        > > syarah hadits.
        > >
        > > 1. Pendapat Imam Syafie rahimahullah.
        > >
        > > Imam Nawawi menyebutkan di dalam kitabnya,
Syarah Muslim:
        > >
        > > "Adalah, bacaan al-Qur'an (yang pahalanya
dikirimkan kepada 
        mayat),
        > > maka pendapat yang masyhur dalam mazhab
Syafie ialah amalan 
        tersebut
        > > tidak akan sampai kepada mayat. Sebagai
dalilnya, imam Syafie dan
        > > para pengikutnya mengambil daripada firman
Allah SWT (yang
        > > artinya), "Dan seseorang itu tidak akan
memperoleh melainkan 
        pahala
        > > daripada daya usahanya sendiri."
        > >
        > > Serta dalam sebuah sabda Nabi Sallallahu
`alaihi wasallam yang
        > > bermaksud, "Apabila manusia telah
meninggal dunia, maka 
        terputuslah
        > > segala amal usahanya kecuali tiga daripada
amalnya, sedekah 
        jariah,
        > > ilmu yang dimanfaatkan dan anak (lelaki
atau perempuan) soleh 
        yang
        > > berdoa untuk simati" (an-Nawawi, Syarah
Muslim : juz 1 hal; 9)
        > >
        > > Kemudian imam Nawawi di dalam kitab
Taklimatul Majmu', Syarah
        > > Muhazzab juga mengatakan:
        > >
        > > "Adalah membaca al-Qur'an dan
mengirimkannya sebagai pahala untuk
        > > seseorang yang mati dan menggantikan
sembahyang untuk seseorang 
        yang
        > > mati atau sebagainya adalah tidak sampai
kepada mayat yang
        > > dikirimkan menurut Jumhurul Ulama dan imam
Syafie." Keterangan 
        ini
        > > telah diulang beberapa kali oleh imam
Nawawi di dalam kitabnya,
        > > Syarah Muslim. (as-Subuki, Taklimatul
Majmu', Syarah Muhazzab: 
        juz
        > > 10, hal; 426)
        > >
        > > Menggantikan sembahyang untuk si mati
maksudnya adalah 
        menggantikan
        > > sembahyang yang telah ditinggalkan oleh si
mati semasa hidupnya.
        > >
        > > 2. Al-Haitami di dalam kitabnya, al-Fatawa
al-Kubra al-Fiqhiyyah,
        > > berkata:
        > >
        > > "Bagi seseorang mayat, tidak boleh
dibacakan kepadanya apa-apa 
        pun
        > > berdasarkan keterangan yang mutlak dari
ulama Mutaqaddimin
        > > (terdahulu) yaitu bacaan-bacaan yang
disedekahkan kepada si mati
        > > adalah tidak akan sampai kepadanya karena
pahala bacaan tersebut
        > > hanya pembacanya saja yang menerima.
Pahala yang diperoleh dari
        > > hasil suatu amalan yang telah dibuat oleh
amil (orang yang 
        beramal)
        > > tidak boleh dipindahkan kepada orang lain
berdasarkan sebuah 
        firman
        > > Allah yang berbunyi, "Dan manusia tidak
memperolehi kecuali 
        pahala
        > > dari hasil usahanya sendiri." (Al-Haitami,
al-Fatawa al-Kubra 
        al-
        > > Fiqhiyah : juz 2, hal; 9)
        > >
        > > 3. Imam Muzani (Murid Imam Syafi'i), di
dalam Hamisy al-Umm, juga
        > > berkata:
        > >
        > > "Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam
telah memberitahu
        > > sebagaimana yang telah diberitakan dari
Allah bahawa dosa 
        seseorang
        > > akan menimpa dirinya sendiri seperti
halnya sesuatu amal yang 
        telah
        > > dikerjakan adalah hanya untuk dirinya
sendiri bukan untuk orang
        > > lain dan ia tidak dapat dikirimkan kepada
orang lain." (Catatan 
        kaki
        > > al-Umm as-Syafie : juz 7, hal ; 269)
        > >
        > > 4. Imam al-Khazin di dalam tafsirnya
mengatakan,
        > >
        > > "Dan yang masyhur di dalam mazhab Syafie
adalah bahwa bacaan al-
        > > Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada
mayat) adalah tidak 
        dapat
        > > sampai kepada mayat yang dikirimkan"
(Al-Khazin, al-Jamal : Juz 
        4,
        > > hal ; 236)
        > >
        > > 5. Di dalam tafsir Jalalain telah
disebutkan seperti berikut,
        > >
        > > "Maka seseorang tidak akan memperolehi
pahala sedikit pun dari 
        hasil
        > > usaha orang lain." (Tafsir Jalalain : juz
2, hal ; 197)
        > >
        > > 6. Ibnu Katsir di dalam tafsirnya,
Tafsirul Qur'anil Azim telah
        > > menafsirkan surah an-Najm ayat 39 sebagai
berikut:
        > >
        > > "Yaitu sebagaimana dosa seseorang tidak
boleh menimpa atas orang
        > > lain begitu juga halnya seseorang manusia
juga tidak bisa 
        memperoleh
        > > pahala melainkan dari hasil usaha
amalannya sendiri. Dan daripada
        > > surah an-najm ayat 39 ini, Imam Syafie r.a
dan para ulama yang
        > > mengikutnya telah mengambil kesimpulan
bahwa, pahala bacaan yang
        > > dikirimkan kepada mayat adalah tidak akan
sampai kepadanya karena
        > > amalan tersebut bukan daripada hasil
usahanya sendiri. Oleh sebab
        > > itu, Rasulullah Sallallahu `alaihi
wasallam tidak pernah
        > > menganjurkan umatnya agar mengamalkan
pengiriman tahlil. Baginda
        > > juga tidak pernah memberikan bimbingan
tersebut dalam nas atau
        > > berupa isyarat di dalam hal tersebut.
Tidak juga di kalangan para
        > > sahabat ada yang melakukan amalan
tersebut, dan sekiranya amalan
        > > tersebut memang satu amalan yang
digalakkan, tentunya mereka 
        telah
        > > mengamalkannya terlebih dahulu, karena
amalan untuk mendekatkan 
        diri
        > > kepada Allah ada batasan-batasan nas yang
terdapat di dalam al-
        > > Qur'an dan sunnah Rasul Sallallahu `alaihi
wasallam dan tidak 
        boleh
        > > dipalingkan dengan qias-qias atau
pendapat-pendapat ulama."
        > >
        > > Demikian yang saya ketahui Kang Ramdan,
dan hal2 seperti diatas 
        ini
        > > telah saya konfirmasikan kepada Ustadz
dimana saya melakukan 
        kajian
        > > agama, dan beliau pun mem-benarkannya.
        > >
        > > Wassalam
        > >
        > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com
<mailto:keluarga-islam%40yahoogroups.com>
, Ramdan <ramdan.ramdan@>
        > > wrote:
        > > >
        > > > Kang Wandy,
        > > > Apa sebaiknya dijelaskan mana saja dari
kegiatan Tahlilan ini 
        yang
        > > menurut
        > > > Akang bertentangan bahkan dinilai haram
oleh pemuka Madzhab
        > > Syafi'i,
        > > > termasuk Imam Syafi'i sendiri?
        > > > Agar para langganan di warung ini jadi
lebih mengerti.
        > > >
        > > > Jadi tujuannya untuk berbagi ilmunya
tidak tanggung, gitu...
        > > > he-he-he...
        > > > sok mangga atuh...
        > > >
        > > > salam
        > > > :)



                
____________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at 
http://answers.yahoo.com.sg


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Great things are happening at Yahoo! Groups.  See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/SktRrD/hOaOAA/yQLSAA/wDNolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh 
manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya 
adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. 
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu 
wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang 
tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas 
yang engkau mampu. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke