Waalaykumussalam Wr.Wb.
Mas Radiansyah, yang disampaikan memang betul, ketika beramal,
haruslah betul Niat dan Itiqodnya, hatinya harus Ikhlas, dan mengikuti
petunjuk Alloh dalam kitabNYA dan Rosululloh SAW dalam As Sunnah nya.
Untuk itu perlu Tholibul 'Ilmi, artinya juga mempelajari Ijma' dari
Para Ulama terkait amal tersebut.

Ada baiknya, kita baca dan tadaburi QS Al Ghasyiyah ini secara
keseluruhan, tidak dipotong ayat 1 - 7 saja. maka akan jelas
penjelasan Alloh disana, tentang yang senang beramal sholih.
Tafsir yang ditulis oleh Buya Hamka, sangat baik juga dipelajari.

Demikian mas, semoga bermanfaat, dan semoga Alloh SWT menetapkan kita
di Shiroothol mustaqiimNYA, amiin.

wassalam,
dodi
--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "Radiansyah" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Assalamualaikum wr.wb.
> Kang gimana tanggapannya dengan tulisan dibawah ini ( dari milis
> tetangga ).
> Bahwa tidak semua amal dapat diterima, jika tidak ittiba .
> Mohon sharingnya,
> Wassalam
> 
> Agar Amalan Kita Diterima di Sisi Alloh
> Penulis: Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc.
> (Mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia)
> 
> Dalam suatu ayat, Alloh subhanahu wa ta'ala bercerita tentang keadaan
> hari kiamat:
> 
> "Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?. Banyak muka
> pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api
> yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang
> sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang
> berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar" (QS
> Al Ghasyiyah: 1-7)
> 
> Ayat-ayat tersebut di atas merupakan cerita tentang kondisi sebagian
> penghuni neraka di hari akhirat nanti. Ternyata bukan semua penghuni
> neraka adalah orang-orang di dunianya kerjaannya cuma gemar berbuat
> maksiat, kecanduan narkoba, suka main perempuan dan lain sebagainya.
> Akan tetapi ternyata ada juga di antara penghuni neraka yang di dunianya
> rajin beramal, bahkan sampai dia kelelahan saking berat amalannya. Ini
> tentunya menimbulkan kekhawatiran yang amat besar dalam diri
> masing-masing kita, jangan-jangan kita termasuk yang sudah beramal
> banyak tapi nantinya termasuk ke dalam golongan yang disebut oleh Alloh
> subhanahu wa ta'ala di dalam awal surat Al Ghasyiyah tersebut di atas.
> 
> Jadi, untuk menghilangkan rasa cemas itu, kita perlu mengetahui mengapa
> orang-orang yang disebutkan dalam ayat di atas sudah beramal tapi malah
> ganjarannya neraka? Bagaimanakah model amalan mereka?
> 
> Dengan mengkaji penjelasan para ulama terhadap ayat ini (Lihat: Majmu'
> Al-Fatawa li Syaikhil Islam XVI:217, dan Shaid al-Khatir karya Ibn
> al-Jauzi I:373) kita bisa mengetahui bahwa ternyata rahasia kesialan
> mereka adalah karena mereka beramal tapi tidak memenuhi syarat-syarat
> diterimanya amalan.
> 
> Merujuk kepada dalil-dalil dari Al Quran dan Al Hadits kita bisa
> menemukan bahwa syarat pokok diterimanya amalan seorang hamba ada dua: 
> 
>   1.. Ikhlas karena Alloh subhanahu wa ta'ala.
>   2.. Mengikuti tuntunan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Dua
> syarat ini disebutkan dengan jelas dalam akhir surat al-Kahfi:
> 
> "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia
> mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang
> pun dalam beribadat kepada Rabb-nya". (QS Al Kahfi: 110) 
> 
> Oleh karena itu Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata,
> "Dua hal ini merupakan dua rukun amal yang diterima. (Jadi suatu amalan)
> harus ikhlas karena Alloh dan sesuai dengan syari'at Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam" (Lihat: Mudzakkirah fil 'Aqidah, karya Dr.
> Shalih bin Sa'ad as-Suhaimy, hal: 9-12).
> 
> Mari kita mulai mempelajari bersama, syarat pertama diterimanya suatu
> amalan, yaitu syarat ikhlas karena Alloh ta'ala. Maksudnya adalah:
> seseorang hanya mengharapkan ridho Alloh dari setiap amalannya, bersih
> dari penyakit riya' (ingin dilihat orang lain) dan sum'ah (ingin
> didengar orang lain), tidak mencari pujian dan balasan melainkan hanya
> dari-Nya. Pendek kata seluruh amalan yang ia kerjakan hanya ditujukan
> kepada Alloh subhanahu wa ta'ala semata, dan ini merupakan inti ajaran
> aqidah yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul rodhiallohu 'anhum.
> (Lihat: Mudzakkirah fil 'Aqidah, karya Dr. Shalih bin Sa'ad as-Suhaimy,
> hal: 10)
> 
> Orang yang tidak mengikhlaskan amalannya untuk Alloh subhanahu wa
> ta'ala, tidak hanya mengakibatkan amalannya ditolak oleh Alloh, tapi
> juga kelak dia akan disiksa di neraka. Mari kita simak bersama hadits
> berikut ini:
> 
> Suatu hari ketika Syufay al-Ashbahani memasuki kota Madinah, tiba-tiba
> dia mendapati seseorang yang sedang dikerumuni orang banyak, maka dia
> pun bertanya, "Siapakah orang ini?". Mereka menjawab, "Ini adalah Abu
> Hurairah sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam". Maka Syafi-pun
> mendekat hingga dia duduk di hadapan Abu Hurairah, yang saat itu dia
> sedang menyampaikan hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
> kepada para hadirin. Ketika selesai dan hadirin telah meninggalkan
> tempat, Syufay berkata, "Sebutkanlah untukku sebuah hadits yang engkau
> dengar langsung dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan amat
> engkau hafal dan engkau pahami". Abu Hurairah menjawab, "Baiklah, akan
> kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam dan amat aku pahami". Saat Abu Hurairah
> akan menyebutkan hadits itu tiba-tiba beliau tidak sadarkan diri untuk
> beberapa saat. Ketika siuman dia kembali berkata, "Baiklah, akan
> kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam dan amat aku pahami". Tiba-tiba Abu
> Hurairah tidak sadarkan diri lagi untuk beberapa saat. Ketika siuman dia
> kembali berkata, "Baiklah, akan kuceritakan padamu suatu hadits yang aku
> dengar langsung dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di rumah
> ini, saat itu kami hanya berdua dengan beliau shalallahu 'alaihi wa
> sallam". Tiba-tiba Abu Hurairah tidak sadarkan diri lagi untuk beberapa
> saat. Ketika siuman dia mengusap wajahnya dan berkata, "Baiklah, akan
> kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam di rumah ini, saat itu kami hanya berdua
> dengan beliaushalallahu 'alaihi wa sallam". Tiba-tiba Abu Hurairah tidak
> sadarkan diri lagi dalam waktu yang cukup panjang, hingga Syafipun
> menyandarkan Abu Hurairah ke tubuhnya, sampai beliau siuman. Ketika
> sadar beliau berkata, "Suatu saat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa
> sallam berkata kepadaku:
> 
> "Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Alloh subhanahu wa ta'ala akan
> turun kepada para hamba-Nya untuk mengadili mereka, dan saat itu
> masing-masing dari mereka dalam keadaan berlutut. Lantas yang pertama
> kali dipanggil oleh-Nya (tiga orang): Seorang yang rajin membaca Al
> Quran, orang yang berperang di jalan Alloh dan orang yang hartanya
> banyak. Maka Alloh pun berkata kepada si qori', "Bukankah Aku telah
> mengajarkan padamu apa yang telah Aku turunkan kepada Rasul-Ku?" Si
> qori' menjawab, "Benar ya Alloh". Alloh kembali bertanya, "Lantas apa
> yang telah engkau amalkan dengan ilmu yang engkau miliki?" Si Qori
> menjawab, "Aku (pergunakan ayat-ayat Al Quran) yang kupunyai untuk
> dibaca dalam shalat di siang maupun malam hari" serta merta Alloh
> berkata, "Engkau telah berdusta!". Para malaikat juga berkata, "Engkau
> dusta!" Lantas Alloh berfirman, "Akan tetapi (engkau membaca Al Quran)
> agar supaya engkau disebut-sebut qori'! Dan (pujian) itu telah engkau
> dapatkan (di dunia)". Kemudian didatangkanlah seorang yang kaya raya,
> lantas Alloh berfirman padanya, "Bukankah telah Kuluaskan (rizki)mu
> hingga engkau tidak lagi membutuhkan kepada seseorang?". Dia menyahut,
> "Betul". Alloh kembali bertanya, "Lantas engkau gunakan untuk apa
> (harta) yang telah Kuberikan padamu?". Si kaya menjawab, "(Harta itu)
> aku gunakan untuk silaturrahmi dan bersedekah". Serta merta Alloh
> berkata, "Engkau dusta!". Para malaikat juga berkata, "Engkau dusta!".
> Lalu Alloh berfirman, "Akan tetap engkau ingin agar dikatakan sebagai
> orang yang dermawan!. Dan (pujian) itu telah engkau dapatkan (di
> dunia)". Lantas didatangkan orang yang berperang di jalan Alloh,
> kemudian dikatakan padanya, "Apa tujuanmu berperang?". Orang itu
> menjawab, "(Karena) Engkau memerintahkan untuk berjihad di jalan-Mu,
> maka aku pun berperang hingga aku terbunuh (di medan perang)". Serta
> merta Alloh berkata, "Engkau dusta!". Para malaikat juga berkata,
> "Engkau dusta!". Lalu Alloh berfirman, "Akan tetap engkau ingin agar
> dikatakan engkau adalah si pemberani!. Dan (pujian) itu telah engkau
> dapatkan (di dunia)". Lantas Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
> menepuk lututku sambil berkata, "Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga
> adalah makhluk Alloh yang pertama kali yang dikobarkan dengannya api
> neraka di hari kiamat" (HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya IV:115,
> no: 2482, Ibnu Hibban juga dalam kitab Shahihnya II:135, no: 408.
> Al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/415 berkata, "Isnadnya shahih" dan
> disepakati oleh adz-Dzahaby dan Al Albani)
> 
> Meskipun masing-masing dari mereka bertiga memiliki amalan yang banyak,
> akan tetapi justru dimasukkan oleh Alloh ke dalam neraka pertama kali,
> itu semua gara-gara amalan mereka tidak ikhlas karena Alloh subhanahu wa
> ta'ala. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dikaruniai Alloh
> keikhlasan dalam setiap amalan. Amien.
> 
> Berhubung ibadah haji juga merupakan suatu amalan shalih yang sangat
> agung, bahkan merupakan rukun Islam yang kelima, maka kita pun dituntut
> untuk ikhlas dalam mengamalkannya, semata-mata mengharap ridho Alloh
> subhanahu wa ta'ala. Hal ini perlu untuk senantiasa ditekankan, karena
> diakui atau tidak, masih ada, atau bahkan mungkin masih banyak
> orang-orang yang berangkat haji dengan niat yang dicemari oleh
> kepentingan-kepentingan duniawi. Ada dari mereka yang berhaji supaya
> setelah pulang nanti dipanggil pak haji atau bu haji, hingga jika suatu
> saat ada tetangga yang lupa ketika memanggil dengan tidak menyebutkan
> pak haji, dia pun tidak mau menoleh. Ada yang berhaji dengan tujuan
> untuk memperlancar rencana dia untuk meraih kursi di pemerintahan. Ada
> yang berhaji dengan tujuan agar disegani oleh rekan bisnisnya, dan masih
> banyak tujuan-tujuan duniawi lain yang bisa mengotori niat ibadah haji
> seseorang. Kalau kotoran-kotoran tersebut tidak segera kita bersihkan
> dari diri kita maka niscaya usaha kita menabung puluhan tahun agar bisa
> berhaji akan sia-sia!. Kita hanya akan pulang dengan membawa rasa penat
> dan letih!. Kita hanya akan pulang dengan tangan hampa! Dan yang lebih
> menyedihkan dari itu semua, apa yang Alloh ceritakan di dalam ayat di
> bawah ini:
> 
> 
> "Dan Kami datang kepada amalan yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan
> amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan" (QS Al Furqan: 23)
> 
> Maka, jika ada di antara kita yang masih mengotori niatnya dalam berhaji
> dengan kotoran-kotoran duniawi, mari kita bersihkan kotoran-kotoran
> tersebut dari sekarang agar kelak kita tidak menyesal. Juga kita
> berusaha mempelajari nilai-nilai keimanan yang terkandung di dalam
> ibadah haji kita, agar ibadah yang agung ini tidak terasa hambar, dan
> agar ibadah haji yang kita kerjakan ini semakin memperkuat akidah kita.
> 
> Sepengetahuan kami, buku terbaik yang ditulis untuk mengungkap rahasia
> keterkaitan ibadah haji dengan fondasi agama Islam, yakni akidah, adalah
> buku yang berjudul "Pancaran Nilai-Nilai Keimanan dalam Ibadah Haji"
> (Judul aslinya dalam bahasa Arab, "Durus 'Aqadiyah Mustafadah Minal
> Hajj", yang kemudian diterjemahkan dan diringkas lalu kami beri judul
> dengan judul di atas), yang ditulis oleh Syaikh. Prof. Dr. Abdurrozaq
> bin Abdul Muhsin al-'Abbad al-Badr, salah seorang dosen pasca sarjana di
> Universitas Islam Madinah. Maka kami melihat bahwa seharusnya setiap
> jamaah haji berusaha untuk membaca buku ini sebelum berhaji, agar dia
> bisa berhaji dengan mantap.
> 
> Adapun syarat yang kedua agar amalan kita diterima adalah: Mengikuti
> tuntunan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Artinya: Amalan yang
> kita kerjakan untuk mendekatkan diri kita kepada Alloh subhanahu wa
> ta'ala harus sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Alloh dan oleh
> Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wa sallam. Sebab agama kita yang mulia ini
> telah disempurnakan oleh Alloh subhanahu wa ta'ala sebelum Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam memejamkan kedua matanya untuk
> selama-lamanya. Maka agama kita ini sama sekali tidak membutuhkan kepada
> seseorang untuk menambah sesuatu ke dalamnya, ataupun menguranginya.
> 
> Alloh subhanahu wa ta'ala telah berfirman:
> 
> 
> "Pada hari ini telah telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian,
> dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
> itu menjadi agama bagi kalian". (QS Al Maaidah: 3)
> 
> Banyak sekali ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Nabi shalallahu
> 'alaihi wa sallam yang memerintahkan kita untuk mengikuti Rasulullah
> shalallahu 'alaihi wa sallam, serta memperingatkan kita agar tidak
> membuat hal-hal yang baru dalam agama, yang tidak pernah dikerjakan oleh
> Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya adalah firman
> Alloh:
> 
> "Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian (benar-benar) mencintai Alloh
> hendaklah kalian mengikutiku, niscaya Alloh akan mencintai kalian dan
> mengampuni dosa-dosa kalian. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha
> Penyayang".(QS Ali Imran: 31)
> 
> Dan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam:
> 
> "Hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunnah para
> khalifah ar-rasyidin (yang diberi petunjuk) sesudahku, gigitlah dengan
> gigi geraham kalian, dan hati-hatilah dari setiap perkara yang baru
> (dalam agama), karena sesungguhnya perkara yang baru (dalam agama)
> adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan
> adalah di neraka" (HR. At-Tirmidzi IV:149 dan Ibnu Majah II:1025)
> 
> Dalam hadits lain Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan,
> 
> 
> "Barang siapa yang membuat hal-hal yang baru di dalam perkara (agama)
> ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka amalan itu akan tertolak"
> (HR Bukhari III:241 dan Muslim V:132)
> 
> Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut di atas telah menegaskan akan
> wajibnya mengikuti tuntunan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
> dalam beramal. Barang siapa yang beramal tidak sesuai dengan tuntunan
> Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam maka amalannya akan ditolak alias
> tidak diterima, meskipun amalannya besar, meskipun amalan itu telah
> membudaya di kalangan kaum muslimin ataupun amalan tersebut kelihatannya
> menurut kaca mata sebagian orang baik. Pendek kata yang harus dijadikan
> barometer untuk menilai baik tidaknya suatu amalan bukanlah akal
> manusia, akan tetapi setiap amalan harus di timbang dengan timbangan
> syariat; Al Quran dan Al Hadits. Apa yang sesuai dengan keduanya kita
> kerjakan, dan apa yang tidak sesuai kita tinggalkan. Inilah jalan
> seorang muslim yang sejati.
> 
> Di zaman kita ini telah menjamur di kalangan sebagian masyarakat
> amalan-amalan yang dianggap ibadah, padahal sama sekali tidak pernah
> dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam maupun para
> sahabatnya. Apakah mereka lebih paham tentang agama Islam daripada
> Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan sahabatnya? Ataukah mereka
> telah memiliki tuntunan yang berbeda dengan tuntunan yang diajarkan oleh
> Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya?
> 
> Maka marilah mulai detik ini kita kembali mengoreksi amalan-amalan yang
> selama ini kita kerjakan, sudahkah amalan kita sesuai dengan apa yang
> dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam? Sudahkah kita
> mempelajari bagaimana cara Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
> sholat? Sudahkah kita mempelajari bagaimana cara Rasulullah shalallahu
> 'alaihi wa sallam berhaji? Ketahuilah bahwa beliau shalallahu 'alaihi wa
> sallam telah mengingatkan,
> 
> (???? ??? ???????)
> 
> "Ambillah oleh kalian manasik haji dariku" (HR Muslim no: 1297)
> 
> Berkaitan dengan masalah sholat, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
> menjelaskan,
> 
> 
> "Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat" (HR Bukhari no:
> 631)
> 
> Dengan merealisasikan dua syarat ini yakni ikhlas dan mengikuti tuntunan
> Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam niscaya amalan kita akan
> diterima, dan kita akan termasuk golongan yang diceritakan oleh Alloh
> ta'ala dalam firman-Nya,
> 
> 
> "Banyak muka pada hari itu berseri-seri, mereka senang karena amalannya,
> dalam surga yang tinggi" (QS Al Ghasyiyah: 8-10)
> 
> Wallohu ta'ala a'lam, wa shallallohu 'ala nabiyyina muhammadin wa 'ala
> alihi wa shahbihi ajma'in. Selamat berhaji, semoga mabrur. Amien. 
> 
> Dipersembahkan oleh:
> Tim Mahasiswa Indonesia Universitas Islam Madinah, PO Box: 10234 Madinah
> KSA
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> ----Original Message-----
> From: keluarga-islam@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of dodindra
> Sent: Tuesday, July 25, 2006 11:31 AM
> To: keluarga-islam@yahoogroups.com
> Subject: [keluarga-islam] Re: Tahlilan adalah warisan nenek moyang maka
> tinggalkanlah
> 
> Ass.Wr.Wb.
> Mang, kopi tubruk satu...pisang goreng ayak ?
> Ini ikut urun sedikit :
> 
> QS Al Hujurat  ayat 13 :
>  Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
> laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
> dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
> yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
> bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
> Mengenal.
> 
> QS Asy Syuuraa, ayat : 15
> ....Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada
> pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
> kepada-Nyalah kembali (kita)"
> 
> QS Adz-Dzaariyyat ayat 8 :
>  Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat,
> 
> QS Al Lail ayat :
>  sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
> 
> Sambil nyruput kopi tubruk.....menikmati perbedaan, yang nikmat kan
> masih dalam Islam.....sruuuppput......
> 
> wassalam,
> dodi
> 
> --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Ramdan <ramdan.ramdan@> wrote:
> >
> > Mas Ananto,
> > 
> > jika semuanya bersumber dari Allah dan Rosulnya....
> > kenapa kok bisa berbeda-beda dan 'kelihatannya' bertentangan ya...?!
> > he-he-he...
> > 
> > ngopy dan ngudud bagi yang suka, jadi terasa nikmat... hm.. ah... :-)
> > tapi bagi yang ga suka, malah jadi batuk dan liuer... uhuk.. uhuk...
> > 
> > salan perbedaan.
> > :)
> > 
> > 
> > On 7/25/06, Ananto <pratikno.ananto@> wrote:
> > >
> > >    Mas Wandy,
> > >
> > > Sebenarnya ini maslah yang sangat sepele (menurut saya)... Saya
> sami' na
> > > wa atho'na dengan ulama A... sampeyan juga beitu, sami'na wa
> atho'na dengan
> > > ulama B... padahal pendapat antara ulama A dan ulama B sangat jauh
> berbeda
> > > (malah seakan akan bertentangan)
> > >
> > > Kemudian, kalau kita tanya lagi... Ulama A akan berbicara bahwa
> > > pendapatnya bersumber dari madzab Ulama Besar A... demikian juga,
> Ulama B
> > > akan berkata bahwa pendapatnya bersumber dari madzab Ulama Besar
> B...
> > > (walaupun juga pendapatnya bertentangan)
> > >
> > > Kemudian...
> > > Madzab Ulama Besar A berpendapat: Pendapat saya, referensi nya dari
> > > sahabat Rosul A
> > > Madzab Ulama Besar B berpendapat: Pendapat saya, referensi nya dari
> > > sahabat Rosul B
> > >
> > > Kemudian...
> > > Sahabat Rosul A (yang dijamin masuk surga) akan bicara bahwa ini
> referensi
> > > dari Rosul
> > > Sahabat Rosul B (yg jg dijamin masuk surga) juga berbicara yang
> sama...
> > >
> > > Kesimpulan???
> > > Insya Allah semuanya bersumber dari Allah dan Rosulnya.... Mari kita
> > > salaman bareng2...
> > > Ngopi... Ngemil Pisang goreng... sambil nyedot dji sam soe...
> mungkin
> > > lebih berguna....
> > >
> > > wallahu a'lam bi showab....
> > > orang awam ga bisa jawab....
> > >
> > >
> > >  On 7/21/06, wandysulastra <wandysulastra@> wrote:
> > >
> > > > Silakan Mas Ananto, itu semua adalah hak anda. Tugas saya hanyalah
> > > menyampaikan apa yang sudah saya ketahui dan pelajari.
> > >
> > > Kalau saya mau menyebutkan ulama2 yang tidak melakukan Tahlilan dan
> > > juga melarang acara seperti itu banyak sekali lho Mas. Baik Ulama
> > > sekarang maupun ulama2 terdahulu seperti yang sudah saya postingkan.
> > > Mereka semua bertaraf ulama besar yang diakui dunia. Kalau saya sih
> > > lebih suka sami'na wa atho'na kepada mereka yang saya sebutkan
> > > tersebut... :)
> > >
> > > Sekali lagi saya kutipkan lagi pendapat seorang ULAMA BESAR mengenai
> > > hal semcam ini, "hal2 yang tampak baik dalam ibadah yang tidak ada
> > > tuntunan syariatnya, tidaklah menjustifikasi bahwa amalan tersebut
> > > menjadi baik dan boleh dilakukan."
> > >
> > > Mudah2an ringkasan yang sudah saya buat mengenai sunnah dan bid'ah
> > > bermanfaat buat rekan2 milis lainnya yang benar2 mau mempelajari dan
> > > memahami Islam secara baik, sesuai dengan pemahaman ulama2
> > > terdahulu. Tidak hanya sekedar taqlid, dan ikut-ikutan tanpa
> > > didasari ilmu.
> > >
> > > Wassalam
> > >
> > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Ananto <pratikno.ananto@>
> > > wrote:
> > > >
> > > > sampai dengan saat ini, dengan kadar dan kapasitas ilmu yg sangat
> > > > terbatas... saya sami'na wa atho'na dengan para ulama... saya
> > > tetep ngikut
> > > > tahlilan karena pada saat saya berada di lingkungan seperti itu,
> > > hati saya
> > > > bener2 serrrr... terasa menyatu....
> > > >
> > > > gus mus, kiai ilyas, gus faqih, gus shollah dan lainnya masih
> > > tahlilan
> > > > koq... padahal tingkat keilmuan beliau jauh di atas kita2 yg
> sedang
> > > > berdiskusi di sini...
> > > >
> > > > di dalam bacaan tahlil, banyak terkandung nilai2 yg sangat
> > > positif...
> > > > malahan tidak ada yg negatif sama sekali... lah, yg perlu
> > > dikritisi sekarang
> > > > mungkin adalah masalah 'pembebanan pada tuan rumah' yg seakan
> > > memberatkan
> > > > dengan menyediakan hidangan segala macem...
> > > >
> > > > silahkan dilanjut...
> > > >
> > > > salam,
> > > >
> > > >
> > > > On 7/20/06, wandysulastra <wandysulastra@> wrote:
> > > > >
> > > > > Nuhun Kang Ramdan atas perhatosanana.. :)
> > > > >
> > > > > Hal utama yang melanggar syariah dalam acara tahlilan kematian
> > > > > adalah Berkumpul di rumah keluarga si mati dan memakan hidangan
> > > yang
> > > > > disediakan oleh keluarga si mati.
> > > > >
> > > > > Beberapa Dalilnya diantaranya adalah Hadits berikut,
> > > > >
> > > > > Berkata Abdullah bin Ja'far tatkala datang khabar bahwa Ja'far
> > > > > telah terbunuh, Rasulullah SAW bersabda: "Bikinkanlah makanan
> > > untuk
> > > > > keluarga Ja'far karena telah datang kepada mereka hal yang
> > > > > menyibukkan mereka" (HR Asy-Syafie dan Ahmad).
> > > > >
> > > > > Jadi justru seharusnya yang menyediakan makanan adalah tetangga
> > > > > untuk keluarga yang kena musibah kematian, bukan yang terkena
> > > > > musibah menyediakan makanan buat orang yang datang.
> > > > >
> > > > > Hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah Al
> > > > > Bajali dengan sanad yang shohih: "Adalah kami (para sahabat)
> > > > > menganggap bahwa berkumpul di rumah ahli mayyit dan mereka
> > > > > menyediakan makanan sesudah mayyit dimakamkan adalah
> > > > > termasuk perbuatan meratap".
> > > > >
> > > > > Hadits diatas menerangkan bahwa berkumpul dan menghidangkan
> > > makanan
> > > > > dalam upacara kematian di rumah ahli mayyit adalah termasuk
> > > meratap
> > > > > yang dilarang (diharamkan) oleh agama.
> > > > >
> > > > > Riwayat lain menerangkan: Bahwa Jarir datang kepada Umar ra,
> lalu
> > > > > Umar bertanya: "Adakah mayyit kalian diratapi? Dia menjawab:
> > > Tidak,
> > > > > lalu bertanya juga: Adakah orang-orang berkumpul di keluarga
> > > mayyit
> > > > > dan membuat makanan? Dia menjawab: ya, maka Umar berkata: "Yang
> > > > > demikian adalah ratapan". (Al Mugni Ibnu Qudamah zuz 2 hal 43).
> > > > >
> > > > > Berdasarkan dalil2 tersebut, maka jumhur ulama berpendapat bahwa
> > > > > berkumpul di rumah ahli mayyit dan makan-minum yang disediakan
> > > oleh
> > > > > keluarga mayyit adalah perbuatan bid'ah yang tidak sesuai dengan
> > > > > sunnah.
> > > > >
> > > > > ----
> > > > >
> > > > > Sedangkan fatwa2 dari ulama madzhab Syafie yang berkaitan dengan
> > > > > acara tersebut adalah sbb:
> > > > >
> > > > > 1. Di dalam kitab Fiqh I'anatut Talibin telah dinyatakan,
> > > > >
> > > > > "Ya, apa-apa yang dilakukan oleh orang yaitu berkumpul di rumah
> > > > > keluarga mayat dan dihidangkan makanan untuk perkumpulan itu, ia
> > > > > adalah termasuk bid'ah mungkarat (bid'ah yang diingkari agama).
> > > Bagi
> > > > > orang yang memberantasnya akan diberi pahala." (I'anatut
> Talibin,
> > > > > syarah Fathul Mu'in : juz 2, hal 145)
> > > > >
> > > > > 2. Imam Syafie sendiri tidak menyukai amalan berkumpul di rumah
> > > > > kematian sepertimana yang telah dikemukakan di dalam kitab
> al-Umm
> > > > > (Kitab Karangan Imam Syafi'I yang masyhur) :
> > > > >
> > > > > "Aku tidak suka akan mat'am yaitu berkumpul (di rumah keluarga
> > > > > mayat) meskipun di situ tiada tangisan kerana hal tersebut malah
> > > > > akan menimbulkan kesedihan." (As-Syafie al-Umm : juz 1; hal 24)
> > > > >
> > > > > 3. Selanjutnya di dalam kitab I'anatut Talibin juga disebutkan
> > > > > lagi, "Dan perkara yang sudah menjadi kebiasaan yaitu keluarga
> > > mayat
> > > > > menghidangkan makanan untuk para undangan yang berkumpul, adalah
> > > > > satu perkara bid'ah yang tidak disukai agama (Islam). Hal ini
> > > > > samalah seperti berkumpul di rumah keluarga kematian itu sendiri
> > > > > karena terdapat hadits sahih yang telah diriwayatkan oleh Jarir
> > > r.a
> > > > > yang berkata, "Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga
> > > > > kematian yang menghidangkan makanan untuk jamuan para hadirin
> > > adalah
> > > > > sama dengan hukum niyahah (meratapi mayat) yaitu haram."
> > > (I'anatut
> > > > > Talibin, juz 2, hal 146)
> > > > >
> > > > > 4. Pengarang kitab I'anatut Talibin juga mengambil keterangan
> > > sahih
> > > > > di dalam kitab Bazzaziyah yaitu,
> > > > > "Dan hal itu dibenci, menyelenggarakan makanan pada hari pertama
> > > > > (kematian), hari ketiga, sesudah seminggu dan juga memindahkan
> > > > > makanan ke tanah kubur secara bermusim-musim." (I'anatut
> Talibin,
> > > > > juz 2, hal 146)
> > > > >
> > > > > 5. Di dalam kitab Fiqh Mughnil Muhtaj disebutkan:
> > > > >
> > > > > "Adalah, keluarga kematian yang menyediakan makanan dan orang
> > > ramai
> > > > > berkumpul di rumahnya untuk menjamu, merupakan bid'ah yang tidak
> > > > > disunatkan, dan di dalam hal ini Imam Ahmad telah meriwayatkan
> > > > > hadits yang sahih daripada Jarir bin Abdullah, berkata, "Kami
> > > > > menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga kematian dan
> > > keluarga
> > > > > tersebut menghidangkan makanan untuk menjamu para hadirin,
> adalah
> > > > > sama hukumnya seperti niyahah (meratapi mayat) yaitu haram."
> > > > > (Mughnil Muhtaj, juz1, hal 26)
> > > > >
> > > > > 6. Di dalam kitab Fiqh Hasyiyatul Qalyubi dinyatakan, "Syeikh
> ar-
> > > > > Ramli berkata, "Di antara bid'ah yang mungkarat (yang tidak
> > > > > dibenarkan agama), yang dibenci apabila diamalkan sebagaimana
> > > yang
> > > > > telah diterangkan di dalam kitab ar-Raudhah, yaitu apa-apa yang
> > > > > telah dilakukan oleh orang yang dinamakan "kifarah" dan hidangan
> > > > > makanan yang disediakan oleh tuan rumah kematian untuk jamuan
> > > orang
> > > > > yang berkumpul di rumahnya sesudah kematian, serta penyembelihan
> > > di
> > > > > tanah kubur." (Hasyiyatul Qalyubi, juz 1, hal 353)
> > > > >
> > > > > 7. Di dalam kitab Fiqh karangan imam Nawawi yaitu kitab
> al-Majmu'
> > > > > syarah Muhazab, menyebutkan, "Penyedian makanan yang dilakukan
> > > oleh
> > > > > keluarga kematian dan berkumpulnya orang yang ramai di rumahnya,
> > > > > adalah tidak ada nasnya sama sekali, yang jelasnya semua itu
> > > adalah
> > > > > bid'ah yang tidak disunatkan." (an-Nawawi, al-Majmu' syarah
> > > Muhazab,
> > > > > juz 5, hal 286)
> > > > >
> > > > > 8. Pengarang kitab I'anatut Talibin juga turut mengambil
> > > keterangan
> > > > > di dalam kitab al-Jamal syarah al-Minhaj yang berbunyi seperti
> > > > > berikut, "Dan di antara bid'ah mungkarat yang tidak disukai
> ialah
> > > > > sesuatu perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu yaitu
> > > > > majlis menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul
> dan
> > > > > membuat jamuan majlis untuk kematian pada hari keempat puluh,
> > > bahkan
> > > > > semua itu adalah haram." (I'anatut Talibin, juz 2, hal 145-146)
> > > > >
> > > > > 9. Selanjutnya, pengarang kitab tersebut juga mengambil lagi
> > > > > keterangan daripada kitab Tuhfatul Muhtaj syarah al-Minhaj yang
> > > > > berbunyi, "Sesuatu yang sangat dibiasakan oleh seseorang dengan
> > > > > menghidangkan makanan untuk mengundang orang ramai ke rumah
> > > keluarga
> > > > > kematian merupakan bid'ah yang dibenci sebab ada hadits yang
> > > telah
> > > > > diriwayatkan oleh Jarir yang berkata, "Kami (para sahabat nabi
> > > > > Sallallahu `alaihi wasallam) menganggap bahwa berkumpul di rumah
> > > > > keluarga kematian dan keluarga tersebut menghidangkan makanan
> > > untuk
> > > > > majlis itu adalah sama dengan hukum niyahah yaitu haram."
> > > (I'anatut
> > > > > Talibin, juz 2, hal 145-146)
> > > > >
> > > > > 10. Pengarang kitab tersebut mengambil lagi fatwa dari mufti
> > > mazhab
> > > > > Syafie, Ahmad Zaini bin Dahlan,
> > > > >
> > > > > "Dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa mencegah umat daripada
> > > > > perkara bid'ah mungkarat ini sama seperti halnya menghidupkan
> > > sunnah
> > > > > nabi Sallallahu `alaihi wasallam. Mematikan bid'ah seolah-olah
> > > > > membuka pintu kebaikan seluas-luasnya dan menutup pintu
> keburukan
> > > > > serapat-rapatnya karena orang lebih suka memaksa-maksa diri
> > > mereka
> > > > > berbuat hal-hal yang akan membawa kepada sesuatu yang haram."
> > > > > (I'anatut Talibin, juz 2, hal 145-146)
> > > > >
> > > > > 11. Dan di dalam kitab Fiqh Ala Mazahibil Arba'ah
> > > menyatakan, "Dan
> > > > > di antara bid'ah yang dibenci agama ialah sesuatu yang dibuat
> > > oleh
> > > > > individu yaitu menyembelih hewan-hewan di tanah kubur tempat
> > > mayat
> > > > > di tanam dan menyediakan hidangan makanan yang diperuntukkan
> bagi
> > > > > mereka yang datang bertakziah." (Abdurrahman al-Jaza'iri, al-
> > > Fiqhu
> > > > > Ala Mazahibil Arba'ah, juz 1, hal 539)
> > > > >
> > > > > Demikianlah di antara pendapat-pendapat para ulama Syafi'iyah
> > > > > berkenaan selamatan atau kenduri arwah. Mereka telah
> > > > > bersepakatbahawa amalan tersebut adalah bid'ah mungkarat atau
> > > bid'ah
> > > > > yang dibenci.
> > > > >
> > > > > Sedangkan untuk kegiatan mengirim pahala bacaan kepada si mati,
> > > > > ulama Syafi'iyah telah bersepakat dan mempunyai satu pandangan
> > > yang
> > > > > teguh yaitu mengirimkan pahala bacaan al-Qur'an kepada si mati
> > > > > adalah tidak akan sampai kepada si mati atau roh yang
> dikirimkan.
> > > > >
> > > > > Di bawah ini adalah sebagian daripada pendapat ulama Safi'iyah
> > > yang
> > > > > berkaitan dengan amalan tersebut. Pendapat-pendapat ini telah
> > > > > diambil dari kitab-kitab tafsir, kitab-kitab fiqh dan
> kitab-kitab
> > > > > syarah hadits.
> > > > >
> > > > > 1. Pendapat Imam Syafie rahimahullah.
> > > > >
> > > > > Imam Nawawi menyebutkan di dalam kitabnya, Syarah Muslim:
> > > > >
> > > > > "Adalah, bacaan al-Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada
> > > mayat),
> > > > > maka pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafie ialah amalan
> > > tersebut
> > > > > tidak akan sampai kepada mayat. Sebagai dalilnya, imam Syafie
> dan
> > > > > para pengikutnya mengambil daripada firman Allah SWT (yang
> > > > > artinya), "Dan seseorang itu tidak akan memperoleh melainkan
> > > pahala
> > > > > daripada daya usahanya sendiri."
> > > > >
> > > > > Serta dalam sebuah sabda Nabi Sallallahu `alaihi wasallam yang
> > > > > bermaksud, "Apabila manusia telah meninggal dunia, maka
> > > terputuslah
> > > > > segala amal usahanya kecuali tiga daripada amalnya, sedekah
> > > jariah,
> > > > > ilmu yang dimanfaatkan dan anak (lelaki atau perempuan) soleh
> > > yang
> > > > > berdoa untuk simati" (an-Nawawi, Syarah Muslim : juz 1 hal; 9)
> > > > >
> > > > > Kemudian  imam Nawawi di dalam kitab Taklimatul Majmu', Syarah
> > > > > Muhazzab juga mengatakan:
> > > > >
> > > > > "Adalah membaca al-Qur'an dan mengirimkannya sebagai pahala
> untuk
> > > > > seseorang yang mati dan menggantikan sembahyang untuk seseorang
> > > yang
> > > > > mati atau sebagainya adalah tidak sampai kepada mayat yang
> > > > > dikirimkan menurut Jumhurul Ulama dan imam Syafie." Keterangan
> > > ini
> > > > > telah diulang beberapa kali oleh imam Nawawi di dalam kitabnya,
> > > > > Syarah Muslim. (as-Subuki, Taklimatul Majmu', Syarah Muhazzab:
> > > juz
> > > > > 10, hal; 426)
> > > > >
> > > > > Menggantikan sembahyang untuk si mati maksudnya adalah
> > > menggantikan
> > > > > sembahyang yang telah ditinggalkan oleh si mati semasa hidupnya.
> > > > >
> > > > > 2. Al-Haitami di dalam kitabnya, al-Fatawa al-Kubra
> al-Fiqhiyyah,
> > > > > berkata:
> > > > >
> > > > > "Bagi seseorang mayat, tidak boleh dibacakan kepadanya apa-apa
> > > pun
> > > > > berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama Mutaqaddimin
> > > > > (terdahulu) yaitu bacaan-bacaan yang disedekahkan kepada si mati
> > > > > adalah tidak akan sampai kepadanya karena pahala bacaan tersebut
> > > > > hanya pembacanya saja yang menerima. Pahala yang diperoleh dari
> > > > > hasil suatu amalan yang telah dibuat oleh amil (orang yang
> > > beramal)
> > > > > tidak boleh dipindahkan kepada orang lain berdasarkan sebuah
> > > firman
> > > > > Allah yang berbunyi, "Dan manusia tidak memperolehi kecuali
> > > pahala
> > > > > dari hasil usahanya sendiri."  (Al-Haitami, al-Fatawa al-Kubra
> > > al-
> > > > > Fiqhiyah : juz 2, hal; 9)
> > > > >
> > > > > 3. Imam Muzani (Murid Imam Syafi'i), di dalam Hamisy al-Umm,
> juga
> > > > > berkata:
> > > > >
> > > > > "Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam telah memberitahu
> > > > > sebagaimana yang telah diberitakan dari Allah bahawa dosa
> > > seseorang
> > > > > akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya sesuatu amal yang
> > > telah
> > > > > dikerjakan adalah hanya untuk  dirinya sendiri bukan untuk orang
> > > > > lain dan ia tidak dapat dikirimkan kepada orang lain." (Catatan
> > > kaki
> > > > > al-Umm as-Syafie : juz 7, hal ; 269)
> > > > >
> > > > > 4. Imam al-Khazin di dalam tafsirnya mengatakan,
> > > > >
> > > > > "Dan yang masyhur di dalam mazhab Syafie adalah bahwa bacaan al-
> > > > > Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayat) adalah tidak
> > > dapat
> > > > > sampai kepada mayat yang dikirimkan" (Al-Khazin, al-Jamal : Juz
> > > 4,
> > > > > hal ; 236)
> > > > >
> > > > > 5. Di dalam tafsir Jalalain telah disebutkan seperti berikut,
> > > > >
> > > > > "Maka seseorang tidak akan memperolehi pahala sedikit pun dari
> > > hasil
> > > > > usaha orang lain." (Tafsir Jalalain : juz 2, hal ; 197)
> > > > >
> > > > > 6. Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, Tafsirul Qur'anil Azim telah
> > > > > menafsirkan surah an-Najm ayat 39 sebagai berikut:
> > > > >
> > > > > "Yaitu sebagaimana dosa seseorang tidak boleh menimpa atas orang
> > > > > lain begitu juga halnya seseorang manusia juga tidak bisa
> > > memperoleh
> > > > > pahala melainkan dari hasil usaha amalannya sendiri. Dan
> daripada
> > > > > surah an-najm ayat 39 ini, Imam Syafie r.a dan para ulama yang
> > > > > mengikutnya telah mengambil kesimpulan bahwa, pahala bacaan yang
> > > > > dikirimkan kepada mayat adalah tidak akan sampai kepadanya
> karena
> > > > > amalan tersebut bukan daripada hasil usahanya sendiri. Oleh
> sebab
> > > > > itu, Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam tidak pernah
> > > > > menganjurkan umatnya agar mengamalkan pengiriman tahlil. Baginda
> > > > > juga tidak pernah memberikan bimbingan tersebut dalam nas atau
> > > > > berupa isyarat di dalam hal tersebut. Tidak juga di kalangan
> para
> > > > > sahabat ada yang melakukan amalan tersebut, dan sekiranya amalan
> > > > > tersebut memang satu amalan yang digalakkan, tentunya mereka
> > > telah
> > > > > mengamalkannya terlebih dahulu, karena amalan untuk mendekatkan
> > > diri
> > > > > kepada Allah ada batasan-batasan nas yang terdapat di dalam al-
> > > > > Qur'an dan sunnah Rasul Sallallahu `alaihi wasallam dan tidak
> > > boleh
> > > > > dipalingkan dengan qias-qias atau pendapat-pendapat ulama."
> > > > >
> > > > > Demikian yang saya ketahui Kang Ramdan, dan hal2 seperti diatas
> > > ini
> > > > > telah saya konfirmasikan kepada Ustadz dimana saya melakukan
> > > kajian
> > > > > agama, dan beliau pun mem-benarkannya.
> > > > >
> > > > > Wassalam
> > > > >
> > > > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Ramdan <ramdan.ramdan@>
> > > > > wrote:
> > > > > >
> > > > > > Kang Wandy,
> > > > > > Apa sebaiknya dijelaskan mana saja dari kegiatan Tahlilan ini
> > > yang
> > > > > menurut
> > > > > > Akang bertentangan bahkan dinilai haram oleh pemuka Madzhab
> > > > > Syafi'i,
> > > > > > termasuk Imam Syafi'i sendiri?
> > > > > > Agar para langganan di warung ini jadi lebih mengerti.
> > > > > >
> > > > > > Jadi tujuannya untuk berbagi ilmunya tidak tanggung, gitu...
> > > > > > he-he-he...
> > > > > > sok mangga atuh...
> > > > > >
> > > > > > salam
> > > > > > :)
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > > Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala
> > > kepada
> > > > > seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah
> > > satu
> > > > > pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang
> > > > > membutuhkan.
> > > > > Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah
> > > Subhanahu
> > > > > wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap,
> > > beritahulah orang
> > > > > yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk,
> > > amalkanlah ilmu itu
> > > > > sebatas yang engkau mampu.
> > > > > Yahoo! Groups Links
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada
> > > seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu
> > > pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang
> > > membutuhkan.
> > > Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah
> Subhanahu
> > > wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap,
> beritahulah orang
> > > yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah
> ilmu itu
> > > sebatas yang engkau mampu.
> > > Yahoo! Groups Links
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > 
> > >
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada
> seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu
> pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang
> membutuhkan. 
> Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu
> wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah
> orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah
> ilmu itu sebatas yang engkau mampu. 
> Yahoo! Groups Links
>







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/WktRrD/lOaOAA/yQLSAA/wDNolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh 
manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya 
adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. 
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu 
wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang 
tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas 
yang engkau mampu. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to