Di Belanda kebebasan menjalankan ibadah dijamin 100% oleh UUD 
karenanya umat Ahmadiyah di Belanda tenang-tenang saja beribadah, 
ngga kayak di Indonesia mesjid Ahmadiyah dirusak dan umatnya 
diancam/digebuki dll. (eh orang Indonesia mau ngajarin "demokrasi" 
ke orang Belanda? Piye toh?). Pelarangan burka di Belanda karenanya 
disatukan dengan pelarangan kostum ninja dan helm yang menutup 
seluruh wajah. Itu sangat erat hubungannya dengan upaya menangkal 
terorisme. Baca artikel De Telegraaf tentang pelarangan burka, niqab 
dan ninja yang tempo hari saya kirim ke Media Care, lengkap dengan 
fotonya.

Namun kabinet Belanda yang menyusun RUU itu, termasuk parlemen yang 
akan mensahkan RUU itu, masih was was terhadap sikap pengadilan 
Belanda (yudikatif). Anda tentu tahu Trias Politica dijalankan 100% 
di Belanda alias yudikatif mana mau ditekan oleh legislatif atau 
eksekutif? Di UUD Belanda jelas tertulis "Kebebasan Beragama" jadi 
apakah para hakim akan setuju dengan pelarangan burka? Itu masih 
terus menjadi tanda tanya kabinet dan parlemen Belanda. Karenanya 
sebagai cadangan, kabinet me-link UU Pelarangan Burka itu dengan UU 
Identiteitsbewijs (kewajiban setiap penduduk Belanda memperlihatkan 
Kartu Identitas) ke polisi apabila polisi menduga ybs. tersangkut 
kriminalitas. Itu berarti pemakai burka harus bersedia membuka 
burkanya barang semenit di mana saja, untuk memperlihatkan wajahnya 
ke pada polisi yang merazianya, supaya wajahnya bisa dicocokkan oleh 
agen polisi dengan foto di Kartu Identitasnya.

Dengan perkataan lain, bila tidak mungkin melarang burka sama sekali 
karena hakim akan berpegangan ke pada pasal di UUD tentang Kebebasan 
Beragama itu, maka anggota polisi akan membuat kehidupan para wanita 
berburka itu di Belanda menjadi amat pahiiiiit dan asaaam, alias 
setiap ke supermarket sang pengena burka bisa akan diperiksa 10 kali 
di perjalanan dan setiap kalinya wajib membuka burkanya di tempat 
razia itu. Menulis sampai di sini aku jadi tersenyum sendiri, kayak 
apa hidup si pemakai burka kalau setiap hari mesti membuka burkanya 
di jalanan ya? He he he .........

Aku bersyukur bisa menyesuaikan diri dengan tradisi Belanda meski 
pun aku lahir di Indonesia. Di mana bumi dipijak, di situ langit 
dijunjung, pepatah Indonesia itu aku pegang teguh sampai sekarang. 
Syukur alhamdulilah sampai sekarang aku tidak ada konflik 
tradisi/budaya dengan negeri Belanda, negeri baru tercintaku ini. 
Puji Tuhan.

Salam hangat, Danny Lim, Nederland

--- In mediacare@yahoogroups.com, "loekyh" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> --- In mediacare@yahoogroups.com, manneke <manneke@> wrote:
> 
> > Pak Loeky yang baik,
>  
> > Anda satu-satunya pendukung aturan burqa 
> > ini yang masih sanggup mempertahankan akal
> > sehat dan tidak secara defensif membabi buta
> > membela peraturan itu. Saya respek. Dan saya
> > akan tanggapi lebih lanjut di bawah ini, setelah setiap point 
Anda.
> 
> L: Pak Manneke, jangan puji2 saya dong. Siapa
> tahu pujian pak Manneke hanya 'akal bulus' pak
> Manneke supaya saya tak mendebat pak Manneke 
> lagi? Ha, ha, ha, cuma gurauan lho.
> 
> L:
> > > Pak Manneke, yg sangat dikuatirkan/ditakuti oleh
> > > pembuat aturan seandainya orang dibolehkan memakai
> > > burqa itu bukan si pemakai burqa yg rutin 
> > > memakainya sebagai kewajiban agama, ttp ORANG2 LAIN
> > > yg berniat jahat menyalahgunakan pakaian burqa 
> > > (seandainya tak dilarang) untuk mencuri, memperkosa,
> > > atau melakukan teror. Jadi sasaran peraturan ini
> > > BUKAN PARA MUSLIMAH PEMAKAI BURQA, ttp ORANG2 YG 
> > > BERPOTENSI MENYALAHGUNAKAN PEMAKAIAN BURQA untuk 
> > > tujuan2 jahat. Lagi pula saya pastikan peraturannya
> > > tidak akan berbunyi "Para 'muslimah' dilarang memakai
> > > burqa" ttp kira2 berbunyi semacam berikut "SIAPA PUN
> > > dilarang mengenakan pakaian atau penutup kepala yg
> > > menutup seluruh wajah" (bunyi yg tak ada kaitannya
> > > dg unsur agama).
>  
> > JAWAB: Alasan yang masuk akal, tapi menjadi tak 
> > masuk akal ketika muslimah berburqah yang bukan
> > teroris justru yang kena getahnya, sementara
> > terorisnya bisa cari 1001 cara lain untuk
> > mengebom. Bisa pakai HP, pakai baterei, pakai
> ? jam waker. Nanti, jangan-jangan semua ini juga
> > akan dilarang karena dikhawatirkan akan bisa 
> > dipakai teroris. Si teroris tak terlalu kena 
> > dampak pelarangan itu, sementara perempuan 
> > muslim berburqa jelas langsung terkena dampaknya.
> 
> L: Pak Manneke, saya pastikan kemungkinan/ potensi
> muslimah berburqa (cuma 50-100 orang) di seluruh
> Belanda yg menderita akibat peraturan ini RELATIF 
> JAUH lebih kecil dibanding kemungkinan/ potensi 
> kerugian orang2 Belanda lain sbg akibat peraturan 
> ini. Apalagi mengingat umumnya para pemakai burqa
> tsb (kalau info Danny Lim benar) tak bekerja, jadi
> peluang berada di tempat2 publik sangat kecil. 
> 
> Sesuai isi postingan topik lain dari saya yg membahas
> potensi pengantar pizza sebagai korban RUU ini (walau-
> pun dalam topik tsb saya memperluas ruang lingkup 
> larangan bukan sekedar larangan umum thd 'kostum', ttp
> ke larangan thd semua alat dan perlengkapan yg menutup
> wajah) fakta bahwa ISI peraturan ini sama sekali tidak
> akan menempatkan posisi satu kelompok pemeluk AGAMA,
> etnis, ras, dsb, sebagai sasaran pelengkap penderita 
> merupakan SALAH SATU KUNCI disetujuinya usulan 
> peraturan ini secara aklamasi oleh anggota2 kabinet
> (koalisi berbagai parpol2) pemerintahan Belanda.
> 
> Yang mem-'blow-up' RUU ini menjadi headline yg fokus
> ke satu agama (pemakaian burqa oleh wanita muslimah)
> adalah berita2 di MEDIA dan komentar2 oleh tokoh2 yg 
> anti maupun yg pro/fanatik ISLAM yg begitu sangat 
> reaktif, sampai2 pejabat tinggi Malaysia yg jauhnya 
> belasan ribu km dari Belanda pun ikut2-an bereaksi.
> 
> Jelas tujuan pelarangan pemakaian segala bentuk 
> kostum, pakaian (termasuk burqa tentunya) atau 
> (mungkin saja di legislatif akan diperluas ke)
> alat2/perlengkapan lain yg menutup wajah TIDAK 
> DIARTIKAN pakaian, burqa atau alat2/ perlengkapan
> lain tsb dikuatirkan sebagai ALAT teror/ 
> kejahatan, ttp sebagai KENDALA PROSES IDENTIFIKASI
> oleh saksi2, oleh kamera2 tersembunyi, dsb, 
> seandainya ada kejadian kriminal (bukan cuma 
> teror, walaupun teror semacam bom bunuh diri 
> adalah salah satu tindakan kriminal yg paling ditakuti saat ini). 
> 
> Siapa tahu saat ini ada rencana perbuatan jahat dg
> menyalahgunakan kebebasan menggunakan penutup wajah,
> baik tutup muka pemain ski atau 'burqa'. Mis. rencana
> pencurian uang secara canggih di ATM2. Tentunya 
> rencana ini akan lebih berhasil mengelabui kamera2 
> yg terpasang di ATM apabila pelaku2-nya memakai 
> burqa atau penutup wajah yg lain. Jadi segala kendala
> yg mempersulit PROSES IDENTIFIKASI pelaku (yg mungkin
> menggunakan HP, baterei, jam waker) harus ditiadakan. 
> 
> Tentu saja setiap pengambil kebijakan menerapkan
> bentuk2 larangan yg 'feasible', praktis dan bisa
> diimplementasikan di lapangan. Jadi tak mungkin 
> dan tak  akan 'feasible', bahkan mustahil 
> mengimplementasikan larangan2 aneh2 yg diandaikan
> pak Manneke: larangan pemakaian HP, weker (jangan2
> jam tangan juga), dst, dst. Mungkin juga  pembuat
> UU di Belanda tak akan menerapkan larangan pakai
> helm menutup wajah bagi para pengantar pizza 
> karena identifikasi motor, merk pizza yg tertulis di
> kotak dan baju pengantar pizza sudah cukup menjamin
> identitas pengantar pizza tsb, belum lagi dari sisi
> kesehatan perlunya wajah ditutup ketika mengendarai
> motor di tengah hujan es batu yg menyakitkan kulit muka.
> 
> L:
> > > Yang penting, ajaran agama apa pun harus 
> > > berada di bawah hukum negara. Walaupun pemerintah
> > > sekuler wajib menghormati keberadaan semua agama
> > > (baik yg sudah lama ada, yg baru saja ada ataupun
> > > agama yg akan ada, termasuk sekte2 baru), ttp 
> > > setiap pemeluk agama harus patuh pada aturan2 
> > > negara yg dibuat pemerintah. 
> 
> > JAWAB: Sejak kapan kita setuju pemerintah mengatur
> > hak individu untuk menentukan pakaian yang sesuai
> > untuk dirinya, apalagi ketika jenis pakaian itu 
> > sama sekali tak mengarah pada ketelanjangan?
> 
> L: Seperti sudah saya tulis sebelumnya, inti 
> masalahnya sebenarnya bukan pada peraturan tata-
> cara berpakaian (yang merupakan hak individu), 
> pak Manneke, tetapi pada peraturan sekuriti 
> terkait dg identifikasi mereka2 yg berpotensi
> menyalah gunakan pakaian, alat2 dan perlengkapan
> yg berpotensi untuk menyembunyikan niat jahatnya
> atau untuk menyembunyikan dirinya dari tindakan
> hukum sebagai sanksi atas perbuatan kriminalnya.
> 
> Selain peraturan di Belanda, di Inggris, Amerika,
> Kanada baru2 ini diberlakukan peraturan larangan
> membawa cairan (termasuk air putih, cairan alat 
> make up, dsb) ke dalam kabin pesawat shg dua 
> sepupu saya yg berniat bawa oleh2 kosmetik 
> (termasuk make up) terpaksa membuang semua oleh2-
> nya di bandara Kanada karena tak bisa di bawa 
> masuk ke kabin. 
> 
> Jelas peraturan ini mengandung konflik antara 
> hak2 pribadi setiap penumpang untuk membawa 
> oleh2 dg kepentingan umum. Untung sekarang 
> larangan tsb sudah diperlonggar dg penyediaan
> plastik2 transparan khusus untuk cairan.
> 
> Contoh2 aturan semacam (di mana kepentingan dan
> hak2 pribadi diletakkan di bawah kepentingan
> umum) bukan baru2 saja ada, ttp sudah banyak dan
> sudah lama diterapkan. 
> 
> 
> > > kalau ini disetujui, kita juga akan harus
> > > setuju pada pemerintah Bung Karno yang 
> > > memenjara Koes Plus gara-gara potongan 
> > > rambutnya meniru The Beatles. Kalau pemerintah
> > > diber hak mengatur busana, buat apa kita repot-
> > > repot protes soal RUU APP?
> 
> L: Kalau satu peraturan dibuat oleh seorang INDIVIDUAL
> yg berprilaku diktator dan diterapkan ke banyak orang,
> boleh lah peraturan tsb disebut peraturan se-wenang2,
> otoriter, dsb. Tetapi kalau peraturan tsb dibuat oleh
> wakil2 rakyat yg terpilih (bukan ditunjuk) lewat 
> mekanisme demokrasi yg valid (termasuk proses 
> voting), tanpa perduli apakah isi peraturan itu sangat
> buruk atau sangat baik, penerapan peraturan ini tak bisa 
> dikatakan sebagai tindakan ysg se-wenang2, otoriter, dsb.
> 
> Memang harus diakui bahwa banyak mekanisme terbitnya
> peraturan, UU, dsb, yg diputuskan secara demokratis
> lewat voting atau lewat pemilihan umum (referendum) hanya
> memfasilitasi kelompok mayoritas. Untuk ini, saya sudah
> beberapa kali menulis bahwa proses pemilihan umum dan 
> proses voting lainnya adalah BAGIAN TERLEMAH dari sistem
> demokrasi, ttp merupakan BAGIAN TERPOPULER dari proses
> demokrasi. Bagaimana mungkin tidak populer apabila hasil
> proses selalu memenuhi keinginan /populer di antara mayoritas.
> 
> Karena itu untuk menghindari munculnya kebijakan 
> berbasis suara mayoritas, dibahas berbagai jalan
> keluarnya, termasuk pembahasan konsep 'tirani mayoritas',
> menyelekse isu3 yg bisa divoting dan yg tak bisa divoting, 
> dsb.
> 
> > > Seandainya setiap orang diberi hak untuk
> > > beribadah dan/atau mengenakan pakaian sesuai
> > > ajaran agamanya, siapa tahu kelak 10 atau 20
> > > tahun lagi ada agama baru atau sekte baru yg
> > > memerintahkan umatnya untuk berpakaian hampir
> > > telanjang pada saat beribadah. Celaka dong kalau ada
> > > yg beribadah di dalam pesawat dg pakaian hampir telanjang :-) 
>  
> > JAWAB: Jika itu terjadi, maka bairlah 10 atau 20 tahun lagi kita
> lihat situasinya dan pelajari betul apa yang sedang terjadi. Jangan
> dispekulasikan sekarang. 
> 
> L: Ini bukan spekulasi, ttp wacana berbasis prediksi 'the worst 
case
> scenario' dan 'the best case scenario'. Istilah 'spekulasi' itu
> biasanya dikenakan thd langkah2 nyata ttp 'berani' karena hasil
> langkah2 tsb tak bisa diprediksi/ diramalkan sedangkan saya hanya
> membuat wacana perumpamaan atau analogi thd hak2 mengekspresikan
> kewajiban agamanya di depan umum yg bisa saja sudah pernah terjadi,
> bukan sekedar diramalkan akan terjadi 10-20 tahun lagi (contohnya
> kasus aliran Ahmadiah)
> 
> > > Ini soal hukum, bukan saham. Yang sudah jelas 
> > > adalah bahwa pemakai burqa itu tidak telanjang,
> > > seperti sekte yang Anda imajinasikan itu. Tak 
> > > bisa kasusnya ditumpang tindihkan. Yang jelas 
> > > juga, sikap Belanda terhadap ketelanjangan jauh
> > > lebih toleran daripada terhadap burqa. 
> > > Demokratiskah? Konsistenkah? Terlebih lagi, adilkah?
> 
> L: Sekali lagi masalah intinya bukan pada larangan thd cara 
berpakaian
> atau bertelanjang, ttp masalah mengutamakan KEPENTINGAN orang 
banyak
> tanpa menindas minoritas. Mengapa rancangan UU di Belanda ini tidak
> menindas minoritas? Sebab (sekali lagi saya ulangi), isi rancangan 
UU/
> peraturan ini tidak menyebutkan thd model berpakaian khusus untuk 
satu
> KELOMPOK MINORITAS, karena 'burqa' bukan satu2-nya kostum yg akan
> dilarang. Justru (sesuai postingan dari Radio Netherlands) ttp 
lebih
> menekankan larangan SECARA UMUM thd semua jenis kostum yg menutup 
wajah. 
> 
> Analoginya, saya percaya kelak akan ada larangan umum bagi 
penumpang
> pesawat di seluruh dunia untuk membawa cairan masuk ke dalam kabin
> pesawat, kecuali menggunakan kantong2 khusus untuk cairan. Jika
> larangan ini diberlakukan, janganlah kita artikan bahwa larangan 
ini
> merupakan diskriminasi thd SEDIKIT penumpang dari Saudi Arabia yg 
di
> musim haji berusaha membawa air xam-zam ke dalam pesawat, penumpang
> dari Perancis yg mau membawa oleh2 kosmetik cair, dsb. 
> 
> Penumpang2 ini mrp  minoritas, karena mayoritas penumpang pesawat 
tak
> akan membawa air zam-zam, tak akan membawa oleh2 kosmetik ttp 
larangan
> ini tidak bisa dikatakan otoriter atau menindas minoritas. Saya
> tekankan, saya menggunakan pengertian minoritas/mayoritas dalam
> konteks umum, bukan konteks yg mengatas-namakan agama,
> mengatas-namakan satu etnis, mengatas-namakan satu bangsa, dsb.
> 
> Komentar2 anda selanjutnya terwakili dalam jawaban2 di atas.
> 
> Salam
>


Kirim email ke