Terorisme Tetap Agenda Prioritas 

Jakarta, Kompas - Masalah terorisme di Indonesia sepatutnya tetap 
menjadi agenda prioritas bagi pemerintah, termasuk Kepolisian Negara 
Republik Indonesia atau Polri, sebab negara berkewajiban menjamin 
rasa aman warganya. Meskipun demikian, penanganan terorisme tetap 
harus berpegang pada koridor hukum dan prinsip hak asasi manusia. 

Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengemukakan itu, Selasa 
(26/6), menanggapi maraknya protes dari sejumlah pihak terhadap upaya 
Polri menangkap para tersangka teroris. "Jangan sampai isu 
pemberantasan terorisme justru bergeser ke hal-hal yang tidak perlu, 
apalagi dipolitisasi. Kami di DPR juga akan selalu mengingatkan, 
pemerintah atau Polri tetap harus mematuhi prinsip HAM," kata 
Trimedya. 

Sementara itu, Forum Umat Islam (FUI) mendesak Detasemen Khusus 
(Densus) 88 Antiteror Polri dibubarkan karena melanggar HAM dan hanya 
mengejar kelompok teror dari pihak tertentu. "Densus 88 hanya 
dibentuk untuk memerangi Islam dan jihad dengan dukungan biaya dari 
Amerika," kata Munarman dari tim advokasi FUI. 

Rencananya, tim advokasi FUI akan mendaftarkan gugatan kelompok 
(class action) dari para korban Densus 88 ke Pengadilan Negeri 
Jakarta Selatan, Rabu ini. Munarman menyebut salah satu korban adalah 
pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba'asyir. 

Ba'asyir mengatakan, di Indonesia tidak ada teroris. Menurut dia, 
peledakan bom selama ini adalah tindakan kontrateroris untuk membela 
umat Islam yang disakiti oleh AS di luar negeri. "Saya kurang setuju 
dengan cara yang mereka lakukan karena mengebom di daerah aman, bukan 
daerah konflik," kata Ba'asyir. 

Dujana mengaku melawan 

Sebelumnya, Senin lalu, istri tersangka teroris Abu Dujana (37), Sri 
Mardiyati, mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Polri di 
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terkait proses penangkapan Dujana. 
Pengacara Mardiyati, Akhmad Kholid, mengatakan, gugatan itu karena 
berdasarkan keterangan anak Dujana, Sidiq Abdullah (8), Dujana 
ditembak dalam keadaan menyerah tanpa perlawanan. 

Keterangan itu berbeda dengan pengakuan Dujana dalam wawancara dengan 
Kompas, pekan lalu. Ia mengaku spontan melawan saat ditangkap. "Saya 
disekap, didekap, saya pun melawan dengan spontan. Harga diri dan 
kehormatan," kata Dujana. 

Pengacara Dujana, Asluddin Hajani, juga membenarkan, Dujana ditembak 
saat melawan dan bergumul dengan polisi. "Waktu ditembak yang pertama 
ia tetap melawan karena ngaku belum terasa. Setelah itu ditembak lagi 
baru menyerah," kata Asluddin. 

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto 
mengatakan, setiap warga negara berhak mengajukan gugatan hukum apa 
pun. Polri akan menghormati hal itu. 

Trimedya menegaskan, Polri harus tetap konsisten jika yakin 
penembakan yang mereka lakukan sudah benar. Maraknya protes jangan 
membuat pemberantasan terorisme terhambat. (MZW/SF) 



Kirim email ke