BAgi yg tertarik silakan simak yg berikut ini.

Gabriella

 
Siswi-Siswi Kristen Pun Terpaksa Berjilbab
by daniel-ntl » Tue Nov 23, 2010 6:41 pm 
http://www.apakabar.ws/content/view/3429/88888889/

Mohamad Guntur Romli: Siswi-Siswi Kristen Pun Terpaksa Berjilbab: Kewajiban 
Busana Muslim Print           E-mail
User Rating: / 2
PoorBest 

Kewajiban
 berjilbab bagi seluruh siswi di semua sekolah negeri/ swasta—dari 
tingkat SD/MI, SLTP/MTS hingga SLTA/SMK/MA—di Padang berasal dari 
Instruksi Walikota Padang, Fauzi Bahar yang ditetapkan 7 Maret 2005. 
Sejak saat itu kontroversi pun meledak. Sebagaimana Perda-Perda atau 
aturan-aturan yang berbasis pada syariah di daerah-daerah lain, sasaran 
utama dari Instruksi Walikota Padang ini pada dua kelompok: perempuan 
dan non-muslim.


Jilbab yang merupakan pilihan pribadi dari 
perempuan yang ingin memakainya ataupun tidak, jilbab yang berhubungan 
erat dengan pemahaman pribadi seseorang terhadap agamanya, namun dengan 
Instruksi tersebut perempuan akan terpaksa memakai jilbab. Kelompok 
non-muslim pun di daerah-daerah yang menerapkan peraturan berbasis pada 
syariah, akan merasa terganggu, bahkan terancam kebebasannya, baik 
sebagai warga negara atau sebagai pemeluk agama yang berbeda dari Islam.

Alasan Walikota

Dalam
 acara Topik Minggu di SCTV, 9 Agustus 2006, Walikota Padang, Fauzi 
Bahar memberikan alasan-alasan yang konyol di balik penerapan kewajibab 
jilbab itu. Menurutnya, ada beberapa keuntungan yang didapat. Pertama, 
murid SD, SMP, hingga SMA terhindar dari gigitan nyamuk "Aedes aegypti" 
(jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam 
berdarah) dengan berbusana muslimah. Kedua, anak-anak gadis tidak gengsi
 masuk sekolah karena setelah mereka berjilbab tidak perlu malu karena 
tidak memakai perhiasan, baik kalung atau anting. Ketiga, sejak 
diterapkannya kewajiban jilbab, wilayah Padang telah aman dari 
penjambretan, karena perempuannya telah tertutup. Fauzi Bahar juga 
menambahkan dengan memberi contoh lain yaitu wilayah di Bukit Tinggi 
yang cuacanya dingin, maka perempuan yang naik motor tidak akan 
kedinginan atau masuk angin karena berjilbab!

Alasan Walikota ini
 jelas mengada-ada. Perlindungan dan pemberantasan terhadap nyamuk yang 
menyebabkan demam berdarah tidak ada hubungannya dengan busana muslim. 
Melalui program Departemen Kesehatan untuk memberantas nyamuk jenis ini 
dikenal langkah 3 M: Menguras, Menutup, dan Mengubur. Menguras bak 
mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di 
dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi. 
Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki 
akses ke tempat itu untuk bertelur. Mengubur barang bekas sehingga tidak
 dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Ternyata
 Walikota Padang ini menambahkan satu kata M: memakai busana muslimah! 
Alasan kedua juga jelas tidak pernah ada, siswi yang tidak masuk karena 
malu tidak memakai perhiasan. Jelas-jelas sekolah adalah tempat belajar,
 bukan pesta, atau mejeng sehingga tidak ada hubungannya dengan 
persoalan perhiasan dan busana. Sedangkan penjabretan adalah masalah 
kriminal, tidak ada hubungannya dengan busana perempuan. Kemiskinan dan 
pengangguran adalah sebab utama dari penjambretan, serta lemahnya 
penegakan hukum dari aparat pemerintah. Untuk menghindar dari 
penjambretan dengan mewajibkan perempuan harus berbusana tertutup sama 
saja dengan menyatakan penyebab pelecehan seksual terhadap perempuan 
karena perempuan berpakaian terbuka. Bukan pelaku pelecehan dan 
kejahatan yang dihukum, namun justeru perempuan yang terus disalahkan. 
Di sinilah perempuan menerima diskirimiasi dan kekerasan yang berlapis.

Dalam
 dialog Topik Minggu tersebut, Fauzi Bahar dengan penuh percaya diri, 
menyatakan tidak ada protes dari wali murid, karena aturan itu hanya 
diwajibkan untuk siswa muslim, sedangkan yang non-muslim tidak 
diwajibkan. Fauzi Bahar mengulang-ulang pernyataan ini hingga dalam 
wawancaranya yang terbaru dengan Tempo edisi 8, 14-20 April 2008. 
Menurutnya jika ada sekolah yang terbukti memaksakan pemakaian jilbab 
terhadap siswa nonmuslim, ia akan menindak tegas. ”Sebutkan dan akan 
kami copot kepala sekolahnya,” ucapnya.

Namun kenyataan di 
lapangan membuktikan yang berbeda dari pernyataan Fauzi Bahar. Melalui 
penelitian yang saya lakukan di Padang, Sumatera Barat selama seminggu, 
31 Maret hingga 4 April 2007 membuktikan banyaknya siswi-siswi non 
muslim yang terpaksa berjilbab, bila tidak memakai mereka tidak bisa 
mengikuti pelajaran di kelas. Fokus penelitian saya adalah, “Dampak 
Peraturan Busana Muslimah (Jilbab) terhadap Guru dan Siswi Non Muslim di
 Sekolah-sekolah Negeri Umum”.

Perda Syariah dalam Ranah Sumatra Barat

Penduduk
 Sumatera Barat adalah mayoritas muslim, mereka membanggakan diri dengan
 slogan, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (adat yang 
bertopang pada syariat [Islam], dan syariat [Islam] yang betopang pada 
al-Quran). Melalui slogan ini pula, persepsi keislaman sangat kuat di 
ranah Minang itu, dan menganggap suku Minang dengan Islam seperti dua 
mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Dalam konteks Sumatera 
Barat secara umum, menurut penelitian yang dilakukan oleh Sudarto, 
seorang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sumatera 
Barat, telah ada sekitar 23 Perda berbasis Syariah yang terbagi menjadi 
empat macam. Pertama Perda yang masuk dalam kategori anti-maksiat. 
Kedua, Perda wajib bisa baca al-Quran. Ketiga Perda yang mewajibkan 
busana muslim. Keempat Perda zakat. 

Dari jenis-jenis Perda 
tersebut yang sangat diskriminatif terhadap perempuan, selain Perda 
Busana Muslim adalah Perda anti-Maksiat, karena menganggap perempuan 
sebagai sumber maksiat, sehingga objek sasaran tangkapnya selalu 
perempuan. Sudarto mencontohkan dalam aksi-aksi sweping yang dilakukan 
baik oleh aparat keamanan atau Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), 
misalnya kalau terjadi penangkapan terhadap pasangan dari sebuah hotel 
yang selalu menjadi sasaran comooh dan korban adalah perempuan.

Islam
 sebagai simbol sangat kuat di Sumatera Barat, khususnya di Padang. 
Melalui survei sosial keagamaan yang dilakukan oleh Lembaga Survei 
Indonesia (LSI) Juli 2007 menunjukkan temuan-temuan yang mencengangkan 
dan mengkhawatirkan. 

Secara mayoritas, Padang yang berpenduduk 
787.740 jiwa (data tahun 2004) berafiliasi pada partai yang berdasarkan 
agama (Islam) 53.7%. Sedangkan partai nasionalis sekuler hanya mencapai 
31.7%. Sementara perolehan suara Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai
 Keadilan Sejahtera (PKS) rata-rata sama di Padang.

Dalam masalah
 pandangan masyarakat Padang terhadap bentuk negara dan isu 
aturan-aturan negara dengan berdasarkan pada syariah memperoleh jawaban 
yang ambigu. Ketika ditanya “apakah Indonesia negara Islam atau bukan” 
jawabannya: 97% bukan, negara Islam 2.4%, namun ketika ditanya “setuju 
atau tidak setuju aturan-aturan berdasarkan ajaran Islam”, jawabannya: 
setuju (58.5%), tidak setuju (36.6%). 

Dua isu berbasis syariah: 
wirid dan busana muslim juga memperlihatkan hasil yang mencengangkan. 
Ketika responden ditanya “perlukah Perda kewajiban wirid bagi siswa/i” 
jawabannya adalah: perlu (87.8%), tidak perlu (9.8%). Dan saat 
dilanjutkan dengan pertanyaan “tidakkan Perda ini diskriminatif terhadap
 warga lain yang tidak beragama Islam” jawabannya: tidak diskriminatif 
(87.8%), ya (7.3%). 

Sedangkan kewajiban busana muslim (jilbab 
dan baju yang menutupi seluruh tubuh perempuan: kecuali wajah dan dua 
telapak tangannga) hasilnya: perlu (92.7%), dan tidak perlu (4.9%). 
Ketika ditanya “apakah Perda tersebut tidak diskriminatif terhadap 
pemeluk agama lain” jawabannya: tidak diskriminatif (80.5%), 
diskriminatif (14.6%).

Meskipun sangat tinggi harapan dan 
dukungan masyarakat Padang terhadap Perda Syariah, namun ketika ditanya 
“siapa yang punya usul/inisiatif pertama kali Perda itu”, jawabannya 
adalah: pemerintah daerah (75.6%), sedangkan ormas/kelompok masyarakat 
(12.2%). Demikian juga ketika ditanya “draft Perda itu dibuat siapa”, 
jawabannya: Pemda (76.6%). Hal ini menunjukkan bahwa lembaga eksekutif 
(pemerintah daerah) memiliki peran yang sangat sentral dalam mengusulkan
 dan membuat peraturan yang berdasarkan syariat Islam.

Demikan 
dengan Peraturan busana muslim di Kota Padang yang berasal dari 
Instruksi Walikota Padang, Fauzi Bahar, nomor 451.422/Binsos-iii/2005. 
Instruksi tersebut ditujukan kepada: Kepada Dinas Pendidikan Kota Padan,
 kepada Kantor Departemen Agama Kota Padang, Ketua DMI Kota Padang, 
Camat se Kota Padang, Lurah se Kota Padang.

Instruksi Walikota 
itu berisi 12 poin. Aturan busana muslim termaktub dalam poin kesepuluh,
 “BAGI Murid/Siswa SD/MI,SLTP/MTS dan SLTA/SMK/MA se Kota Padang 
diwajibkan berpakaian Muslim/Muslimah yang beragama Islam dan bagi non 
Muslim dianjurkan menyesuaikan pakaian (memakai baju kurung bagi 
Perempuan dan memakai celana panjang bagi laki-laki)”. 

Dari 
Instruksi tersebut, Kepada Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Padang, Dr. 
H. Mardjohan, M.Pd menyebarkan Instruksi tersebut melalui “Surat 
Pengantar Instruksi Walikota Padang” bernomor 1565/420.DP/TU.2/2005 
tanggal 30 Maret 2005 yang ditujukan kepada Kepada SMP, SMA, SMK 
Negeri/Swasta dan Kacabdin Pendidikan berserta SD yang berada dalam 
jajarannya.


Sebagaimana yang termaktub dalam Instruksi 
tersebut, atau dalih Walikota melalui wawancara baik di media, atau pun 
komentar-komentar resminya, murid-murid non-muslim tidak diwajibkan 
berbusana muslim. 

Temuan saya selama melakukan penelitian di 
Padang, siswi-siswi non-muslim di sekolah umum negeri dan swasta: SMP, 
SMU, SMK, SMP-SMU PGRI, SMP-SMU Pertiwi, dan lain-lain (kecuali di 
sekolah-sekolah Katolik) terpaksa memakai jilbab. Saya melakukan 
wawancara dengan beberapa siswi Kristen dan orang tua murid mereka. 
Demikian wawancara dengan pendeta dan pastor gereja yang merupakan 
tempat pengaduan segala keluh-kesah dari anggota jemaat mereka.

Beberapa temuan:

1.
 Melalui pengamatan secara langsung terhadap beberapa sekolah negeri 
umum pemerintah dan swasta, dari SMP, SMU, dan SMK seluruh 
siswi-siswinya memakai jilbab. Jilbab bagi siswi disamakan dengan aturan
 baju seragam yang menjadi kewajiban siswi untuk masuk sekolah, seperti 
baju putih lengan panjang, dan rok warna abu-abu (untuk SMA), biru 
(untuk SMP) dan merah (untuk SD), sepatu hitam, kaos kaki putih, dan 
topi sekolah. 
2. Pandangan umum sekolah-sekolah negeri telah berubah
 menjadi sekolah agama (madrasah) melalui busana muslimah yang dikenakan
 oleh siswi—sedangkan siswa berkewajiban memakai baju “taqwa” (koko) 
pada hari Jumat—sekolah-sekolah umum negeri juga dipenuhi dengan papan, 
baleho, dan simbol-simbol keislaman lainnya. Selain itu setiap jumat ada
 kuliah tujuh menit (Kultum) yang berisi ceramah agama yang tujuannya 
menguatkan keimanan.
3. Secara umum kondisi umat Kristen di Padang 
merasa tertekan dengan adanya Perda-perda dan aturan yang berdasarkan 
syariat Islam. Kondisi tersebut disampaikan oleh anggota jemaat Gereja 
Kristen Protestan atau pun Katolik pada gereja. 
4. Instruksi tersebut yang telah berusia tiga tahun telah menyebabkan 
siswi-siwi non muslim terpaksa memakai jilbab.
5.
 Pengakuan tersebut bisa disimpulan sebagai kecenderungan umum di 
Padang, karena diperkuat juga oleh kesaksian para pendeta dan pastor 
yang menerima secara langsung keluhan anggota-anggota jemaatnya karena 
anak-anak mereka harus memakai jilbab ke sekolah
6. Alasan siswi dan 
orang tua murid yang tetap menyekolahkan putri-putri mereka di sekolah 
umum negeri: (a) sekolah umum negeri lebih murah (2) lulusan sekolah 
umum negeri lebih mudah diterima di Perguruan Tinggi terkenal di Jawa 
(3) ingin mengikuti lomba, olimpiade, dan kegiatan lainnya yang lebih 
diprioritaskan pada sekolah umum negeri (4) ingin mengenal kemajemukan 
suku dan agama.
7. Orang tua yang ingin menghindar dari aturan 
tersebut memindahkan anak-anak mereka secara langsung ke sekolah-sekolah
 Katolik/Kristen, atau menyekolahkan anak-anak mereka di luar daerah 
Sumantera Barat: Bengkulu, Riau, Medan, dan lain-lain. Sejak ditetapkan 
aturan tersebut, puluhan siswi Kristen pindah sekolah ke luar daerah 
Sumantera Barat. 
8. Aturan tersebut tidak hanya memaksa siswi non 
muslim untuk memakai jilbab, namun juga siswi-siswi muslimah yang 
terpaksa memakai jilbab sebagai peraturan sekolah. Dari survei yang 
dilakukan oleh Sumatera Barar Intellectual Society (SIS) yang 
dipublikasikan di Padang Ekspres, Minggu 30 Maret 2008, 69 persen 
siswi-siswi sekolah dari SMP hingga SMU dalam sehari-harinya di luar 
sekolah tidak memakai jilbab, dan hanya 31 persen siswi yang 
sehari-harinya memakai jilbab.


Kondisi Kelompok Non-Muslim

Kewajiban
 busana muslimah pada siswi-siswi sekolah di Padang menyebabkan 
kekerasan psikis dan teologis terhadap siswi-siswi non-muslim. Hal ini 
terbukti pada Fransiska Silalahi, Siswi kelas 3 SMU 1 Padang yang 
terpaksa memakai jilbab ke sekolah selama tiga tahun. Sejak 
Siska—demikian ia biasa disapa—duduk di kelas 1 di tahun 2005 sewaktu 
aturan busana muslimah ditetapkan. 

Awalnya Siska enggan memakai 
jilbab pada hari pertama ia masuk sekolah. Namun ia ditegur kakak 
kelasnya karena tidak memakai jilbab. Siska berkelit bahwa ia 
non-muslim. Siska tidak bisa lagi berkelit setelah ada pengumunan dari 
kepala sekolahnya siswi non muslim pun wajib memakai jilbab. 





________________________________
 From: Roman Proteus is back <anand...@yahoo.com>
To: Proletar <proletar@yahoogroups.com> 
Sent: Wednesday, 23 January 2013 3:33 PM
Subject: Gabriella penipu ulung, dasar lonte keparat Re: [proletar] Re: 
Catholic schools agree to provide Islamic lessons to avoid being shut down
 

  
Coba kasi bukti konkrit, di kota mana saja, sekolah mana saja, bulan tahun 
berapa ???? 

Di berbagai wilayah siswi non-Muslim disarankan pakai pakaian Islami kalau 
tidak akan tidak boleh ujian, dst. Mereka ini juga disesak untuk turut belajar 
'membaca' Al Qur'an (ga papa kalau ga ngerti). 

Ngomong kayak berak, mulutnya penuh kotoran 


-----Original Message----- 
From: Gabriella Rantau gkran...@yahoo.com> 
Sender: proletar@yahoogroups.com 
Date: Tue, 22 Jan 2013 23:21:35 
To: proletar@yahoogroups.comprole...@yahoogroups.com> 
Reply-To: proletar@yahoogroups.com 
Subject: Re: [proletar] Re: Catholic schools agree to provide Islamic lessons 
to avoid being shut down 

Karena idak pernah mengalami didholimi oleh umat mayoritas anda dengan 
entengnya anda dismiss soal pemaksaan seolah ini wajar. 

Bawa ke pengadilan?!  Ingat gereja Yasmin di Bogor dari Pengadilan Negeri 
sampai ke Mahkamah Agung tetep saja preman2 Islam bersikeukeuh (jelas melanggar 
institusi hukum tertinggi di Indonesia) untuk menggunakan massa menjegal umat 
Kristiani. 

Di berbagai wilayah siswi non-Muslim disarankan pakai pakaian Islami kalau 
tidak akan tidak boleh ujian, dst. Mereka ini juga disesak untuk turut belajar 
'membaca' Al Qur'an (ga papa kalau ga ngerti). 

Gabriella 




________________________________ 
From: ajeg ajegil...@yahoo.com> 
To: proletar@yahoogroups.com 
Sent: Wednesday, 23 January 2013 3:00 PM 
Subject: [proletar] Re: Catholic schools agree to provide Islamic lessons to 
avoid being shut down 


  

Coba tunjukin di mana pinternya perempuan yang 
ber"sincerely hope" tapi buntutnya "otherwise"? 
Madu di tangan kiri, racun di tangan kanan. 

Kalau tidak suka, keberatan memenuhi syarat 
yang diminta, ya tolak saja. Lawan. Gugat lewat 
pengadilan. 

Faktanya, sekolah-sekolah Katolik itu toh menerima 
syarat yang diminta. Tidak melawan, tidak juga 
menggugat ke pengadilan. Lagipula, kelas Islam itu 
bukan untuk menyunat si kepsek, guru, dan murid-murid 
non-muslim, tetapi hanya untuk murid beragama Islam 
yang bersekolah di sana. 

Situ boleh ngaku nggak bego kalau setelah tuntutanmu 
soal pelajaran Kristen di pesantren dipenuhi, lalu 
dengan gembira menyekolahkan anak-anakmu ke pesantren. 

--- Gabriella Rantau  wrote: 

> Anda menunjukkan prejudice anda thdp kaum perempuan. Instead of 
> menanggapi soal penting pemaksaan dari pihak sebagian umat Islam 
> thdp sekolah katolik, anda merasa bangga sekedar menghina 
> 'kebegokan' perempuan. Sunnah? 
> 
> Gabriella 
> 
> 
> 
> From: ajeg 
> 
> > Sincerely hope + otherwise = kepala isi puluhan kucing 
> > kawin massal. 
> > 
> > Berisik. 
> > 
> > Tapi sangat fair dengan ketidakpinteranmu yang aduhai bego. 
> > 
> > Serius nih boy, nggak ada yang lebih memalukan di alam semesta 
> > ini selain perempuan yang bego. 
> > 
> > --- Gabriella Rantau  wrote: 
> > 
> > > For fairness sake, I sincerely hope that Al Azhar Schools as 
> > > well as pesantren would agree to provide lessons in 
> > > Christianity. 
> > > 
> > > Otherwise it shows once again that some Muslims in Indonesia 
> > > are bullies who will impose their belief unto non-Muslim whilst 
> > > they continue to disparage other religions. 
> > > 
> > > Gabriella 
> > 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed] 
> 




[Non-text portions of this message have been removed] 



[Non-text portions of this message have been removed]


 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to