Assalamu'alaykum wr.wb

Selain  faktor biaya promosi ,yang membuat mahal adalah kemasan, biaya
kemasan  kadang sama dengan bahan baku obat. Biasanya obat generik itu
kemasannya lebih sederhana, namaun isinya tetap sama.

Ini ada artikel yang mungkin membantu,

---
Mutu Obat Generik
===


Pertanyaan:
Pengasuh yang terhormat,
Sekarang ini semua barang bertambah mahal, termasuk obat. Saya sudah 
lama menderita hipertensi dan diabetes, sudah sejak 15 tahun yang 
lalu, dan harus rutin minum obat setiap hari untuk menjaga agar 
penyakit saya tidak kambuh. Makin lama saya merasakan makin berat 
untuk membeli obat. Tapi, untuk tidak minum obat pun saya takut 
penyakit saya kambuh dan akibatnya bisa fatal. 

Seorang teman menganjurkan untuk beralih ke obat generik. Setelah 
saya cek di apotek memang ada obat hipertensi dan obat diabetes 
generik dan harganya sangat sangat jauh lebih murah, bisa sampai 
sepersepuluh dari harga obat yang biasa saya konsumsi. Tetapi, 
perbedaan harga ini justru membuat saya ragu-ragu. 

Saya khawatir mutunya kurang bagus. Terus terang saya heran mengapa 
perbedaan harga obat untuk penyakit yang sama bisa sedemikian besar. 
Mohon penjelasan dari Ibu mengenai obat generik ini, apakah mutunya 
juga terjamin dan siapa yang menjamin? 

Apakah khasiat atau kemanjuran obat generik sama atau berbeda 
dibandingkan dengan obat paten? Mohon maaf saya mempertanyakan hal 
ini sebab obat menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa seseorang. 
Kalau boleh juga mohon penjelasan, apa yang menyebabkan perbedaan 
harga obat generik dengan obat paten bisa sedemikian jauh? Apakah 
bahan-bahan yang dipakai untuk meramu obat generik ini memang mutunya 
kelas dua atau lebih rendah? Sekali lagi mohon maaf, jawaban Ibu 
sangat kami nantikan. Terima kasih.

Waluyo, Jakarta Pusat 

Jawaban:
Pak Waluyo yang terhormat,
Saya mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang Bapak ajukan. Saya 
kira, apa yang Bapak tanyakan juga menjadi pertanyaan banyak orang 
saat ini. Memang saat ini kita merasakan harga obat semakin mahal. 
Namun demikian, sebenarnya tidak semua obat harganya mahal. Banyak 
obat yang cukup murah dan terjangkau harganya. Saya menduga Bapak 
mengonsumsi obat diabetes yang ribuan rupiah harga per butirnya, 
sehingga sangat berat membiayainya. 

Memang ada obat yang mahal, bahkan sangat mahal harganya, tetapi 
banyak juga obat yang murah. Bapak sudah membuktikan sendiri bukan, 
berapa harga obat diabetes generik. Bapak katakan sepersepuluh dari 
harga obat diabetes bermerek yang biasa Bapak konsumsi. Sebenarnya 
bahkan ada obat generik yang harganya tidak sampai seperduapuluh dari 
harga obat bermereknya. 

Sekedar ilustrasi, obat diabetes merek A (maaf saya tidak dapat 
menyebutkan namanya dalam rubrik ini) harganya sekitar Rp 3.700 (tiga 
ribu tujuh ratus rupiah) per butir. Bandingkan dengan 

glibenclamide generik (salah satu obat diabetes generik) yang 
harganya hanya Rp 150 (seratus lima puluh rupiah) per butir. Sangat 
jauh berbeda, lebih dari 20 kali lipat! Demikian pula obat 
hipertensi. 

Obat hipertensi bermerek C harganya sekitar Rp 3.400 (tiga ribu empat 
ratus rupiah) per butir, sedangkan salah satu obat hipertensi 
generik, yaitu captopril harganya hanya Rp 250 (dua ratus lima puluh 
rupiah) per butir. Hampir 15 kali lipat! Berbagai jenis obat lainnya 
juga demikian, sangat berbeda harga obat generik dengan obat bermerek 
atau obat patennya.

Jadi jelas bahwa sebenarnya harga obat sangat besar variasinya. 
Bahkan obat yang mengandung zat aktif yang sama bisa berbeda harganya 
sampai 20 kali lipat. Itu sebabnya pemerintah dan lembaga-lembaga 
pemberdayaan konsumen lainnya sangat gencar menganjurkan kita untuk 
menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama apabila kita 
membutuhkan obat. 

Bagaimana dengan mutunya? Harga obat generik yang sangat jauh berbeda 
dengan obat paten atau obat bermerek dengan kandungan sejenis memang 
dapat menimbulkan keragu-raguan, apakah sama mutunya dengan obat 
bermerek? 

Untuk diketahui Pak, dua dari beberapa faktor yang menyebabkan 
mahalnya harga obat adalah promosi dan kemasan obat. Obat generik 
tidak dipromosikan, oleh sebab itu bebas biaya promosi. Demikian 
pula, obat generik tidak dikemas mewah, kemasannya hanya seperlunya 
yang hanya dimaksudkan untuk melindungi obat agar tidak turun mutunya 
selama penyimpanan dan pengangkutan. 

Sebaliknya obat bermerek selalu dipromosikan, mungkin tidak dalam 
bentuk iklan di televisi dan surat kabar, tetapi dengan cara lain 
yang justru membutuhkan biaya lebih besar. Disamping itu hampir semua 
obat bermerek dikemas dengan kemasan yang cukup mewah. Ada satu 
faktor lagi yang menyebabkan obat paten mahal harganya, yaitu biaya 
paten yang harus dibayar oleh produsen. Ini semua pasti dibebankan 
kepada konsumen. 

Untuk obat-obat yang banyak dibutuhkan masyarakat, yaitu obat untuk 
penyakit-penyakit yang umum, seperti antibiotika, obat demam, 
penghilang rasa sakit (analgesika), obat hipertensi, obat diabetes 
dan lain sebagainya, pemerintah kita sebagaimana juga pemerintah di 
negara-negara lain telah mengambil kebijakan untuk memproduksi obat 
generik. 

Memang bukan pemerintah langsung yang memproduksinya, tetapi melalui 
perusahaan-perusahaan milik negara atau milik swasta yang bersedia 
memproduksinya. Biaya produksi ditekan seminimal mungkin, namun tetap 
harus memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). 
Disamping produsennya, pemerintah (dalam hal ini Badan Pengawas Obat 
dan Makanan atau BPOM) juga ikut bertanggung jawab menjamin mutu 
setiap obat generik yang beredar, agar selalu terjamin mutunya sesuai 
persyaratan yang berlaku sebagaimana yang juga diberlakukan bagi obat 
bermerek. 

Kualitas dan kuantitas zat berkhasiat di dalam obat generik harus 
persis sama dengan obat patennya. Bahan bakunya pun harus memenuhi 
persyaratan yang ketat. Kalau tidak pemerintah tentu tidak akan 
mengizinkan obat generik tersebut beredar. Semua persyaratan yang 
menyangkut khasiat dan keamanan obat yang diberlakukan pada obat 
bermerek, juga diberlakukan bagi obat generik. 

Obat generik harus identik atau bioekivalen dengan obat patennya 
dalam hal dosage form, khasiat dan keamanannya. Dengan demikian Bapak 
dan masyarakat lainnya tidak perlu meragukan kualitas atau mutu obat 
generik. Bahkan para ahli kesehatan mengatakan, obat bermerek dan 
obat generik sama sekali tidak berbeda, kecuali pada nama, kemasan, 
dan harganya!

Jadi pilihan bagi kita adalah, apakah mau obat generik yang relatif 
murah harganya, atau membuang-buang uang belanja kita untuk membiayai 
kemasan dan iklan/promosi obat? Di Indonesia pemakaian obat generik 
memang masih sangat rendah, yaitu sekitar 10 persen, sedangkan di 
negara maju seperti Amerika Serikat yang penduduknya relatif lebih 
maju dan berpendidikan serta mempunyai pendapatan yang lebih tinggi 
dari Indonesia, obat generik malah lebih populer. Anggapan obat 
generik sebagai "obat yang kurang berkualitas" justru tidak berlaku. 
Pemakaian obat generik di Amerika Serikat mencapai 40 persen dari 
total konsumsi obat mereka. 

Jadi, jangan ragu untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan 
pertama jika Anda memerlukan obat. Konsultasikan dan mintalah kepada 
dokter Anda untuk memilihkan obat generik yang sesuai dengan kondisi 
kesehatan Anda. 

Memang tidak semua jenis obat ada pilihan generiknya, namun sebagian 
besar, terutama untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang umum di 
masyarakat ada pilihan obat generiknya. Obat generik sama bermutunya 
dengan obat bermerek. Harganya yang jauh lebih murah bukan karena 
mutunya yang rendah, atau dibuat dari bahan baku yang bermutu rendah, 
tetapi karena banyak faktor-faktor biaya yang dapat dipangkas dalam 
produksi dan pemasarannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga 
bermanfaat. Salam.  
Dr Ernawati Sinaga MS Apt

       
       

Tuesday, May 8, 2007, 8:00:38 PM, you wrote:

RMC> Saya bukan dokter, apoteker, ataupun pengusaha yang berkaitan dengan 
obat2an.
RMC>   Cuma, rasanya terlalu sumir kalau ada simpulan bahwa "obat murah tidak 
manjur", sebaliknya "obat mahal pasti top"
   
RMC>   Saya pernah ngaudit 2-3 perusahaan yang ada kaitannya dengan produksi 
dan penyaluran obat. Saya dapat gambaran bahwa harga obat yang dibayar oleh 
konsumen bisa dikelompokkan menjadi 3 bagian
RMC> (dalam bahasa saya aja yah) yang menyangkut langkah: (1) Bagaimana suatu 
formula dianggap sebagai obat" (ini mencakup biaya penelitian, paten, dsb); (2) 
bagaimana formula itu diwujudkan menjadi
RMC> bentuk fisik (harga bahan baku, biaya produksi, overhead pabrik obat); dan 
(3) Bagaimana obat sampai ke tangan konsumen (biaya promosi, biaya transport, 
penyimpanan, biaya penjualan, biaya
RMC> apotik/ toko obat dsb). Sebagai catatan, di ketiga langkah itu tentunya 
juga diperhitungkan keuntungan masing2 pihak; dan proporsi langkah (1) dan (3) 
itu cukup signifikan.
   
RMC>   Nah, kalau biaya no (1) dan (3) itu bisa diabaikan, atau ditekan 
ketingkat minimal, di langkah (2) dipakai bahan baku yang benar2 mutlak perlu, 
dan produksi dalam jumlah yang besar; tentunya
RMC> harga yang harus dibayar konsumen jadi jauh lebih murah. Apalagi kalau ada 
subsidi, entah dari pemerintah dan/ atau subsidi silang di pabrik obat.
   
RMC>   Saya rasa ini langkah maju dari Pemerintah. Dulu saya lihat di Australia 
juga ada obat serba AUD 2.5, tapi ini karena subsidi pemerintah.
   
RMC>   Jadi 




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Tapi harus mendaftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount dengan 
email yang terdaftar di mailing list ini.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke