Da Nal,
kalau bicara soal akurasi penulisan, saya baru saja mengalami beberapa
pekan lalu, ketika soft launching novel "Tadarus Cinta Buya Pujangga" di
Aie Angek. Usai acara, saya dikelilingi 11 media, dari TV sampai cetak.
Saya tak melihat hasil rekaman yang ditayangkan sore harinya. Tapi berita
cetak (versi online) bahkan dari sekelas KBN Antara (www.antaranews.com)
menulis novel saya itu terbit dalam rangka memperingati 110 tahun Buya
Hamka, padahal pada Halaman Takrif di dalam novel jelas-jelas tertulis Buya
Hamka lahir tahun 1908, dan novel TCBP ini mengisahkan 30 tahun pertama
Buya Hamka (1908-1938). Dan saat konperensi pers juga saya menyebutkan
novel ini terbit bertepatan dengan 105 tahun Buya Hamka. (Selain itu,
setiap wartawan mendapatkan satu novel).

Dampaknya gawat. Karena banyak koran daerah lain mengandalkan berita dari
Antara, ihwal "110 tahun Buya Hamka" itu terus menggelinding. Bahkan dalam
acara Dies Natalis UBH Padang, 4 April lalu, beberapa koran lokal yang
(kembali) menulis soal 110 tahun Buya Hamka ini.
Untuk masalah akurasi waktu seelementer ini, sebetulnya dengan kemampuan
berhitung dasar saja, sudah teratasi. Tetapi karena kata-kata yang
diketik sang wartawan, tampaknya mengalir terpisah dari kemampuan
logikanya, sehingga hal seperti ini masih saja terjadi.

Martin Aleida, mantan senior saya di Tempo yang juga sastrawan produktif,
satu ketika di PDS HB Jassin, Cikini pernah berujar kepada saya, "Mal, saya
kira banyaknya problem ketidakakuratan penulisan reporter sekarang karena
menulis dengan komputer sudah tidak semenarik saat dengan mesin ketik dulu,
di mana suara mesin ketik membuat kita lebih semangat," katanya berteori.
Yang dimaksud Martin adalah kerja wartawan kini sudah menjadi mekanis
sekali, sehingga tidak menjadi kerja penuh "passion" yang membuat seluruh
elemen pekerjaan digumuli dengan bersemangat.

Tapi saya kira ini bukan soal koran daerah saja. Di Tempo, tiap Selasa pagi
selalu ada kelas evaluasi dari majalah yang terbit pada hari Senin.
Pengevaluasi adalah Amarzan Lubis (paling tidak sampai saya resign Maret
2010). Isi evaluasi pun selalu menemukan bahwa dalam satu artikel, rubrik
apa saja, ada kesalahan-kesalahan sepele yang seharusnya sudah tidak ada
lagi di majalah seperti Tempo. Mulai dari kesalahan teknis gramatika sampai
penggunaan diksi yang miskin makna dan miskin emosi, tersebab para penulis
tidak terbiasa berselancar di samudera sastra yang memungkinkannya bisa
mempunyai kekayaan kosa kata, sebelum memutuskan mana yang akan digunakan.

Tadi kiriman buku Da Nal sudah saya terima, dan berdasarkan speed reading
saya pada beberapa contoh artikel yang dilampirkan di buku itu, masih ada
penggunaan kata "Pasalnya, ..." yang sebagai substitusi untuk "Masalahnya,
 ...". Gaya ungkap "Pasalnya, ..." yang kini over expose karena juga
berhamburan dari mulut pembawa acara infotainment di televisi, adalah hal
yang "diharamkan" untuk digunakan oleh wartawan Tempo.

Begitu juga untuk terjemahan atau transliterasi nama-nama asing seperti:

- Uncle Sam (US) yang diterjemahkan hampir semua media massa Indonesia
sebagai "Paman Sam" karena hanya menerjemahkan secara teknis, bukan
kontekstual. Padahal "Uncle Sam" merupakan personifikasi dari US = United
States (of America). Sehingga kalau dalam bahasa Indonesia, negeri ini
disebut Amerika Serikat (AS), maka personifikasi yang cocok, menurut Tempo,
adalah "Abang Sam" (AS). Sehingga alih-alih menyebut "negara Paman Sam",
Tempo akan selalu menulis "negeri Abang Sam".

- Transliterasi nama-(nama) Arab selalu lebih menarik. Sementara sebagian
besar media cetak Indonesia menggunakan "Osama bin Laden" yang sesungguhnya
merupakan transliterasi lidah Barat terhadap nama itu, Tempo selalu menulis
"Usamah bin Ladin" yang lebih sesuai dengan standar transliterasi di
Indonesia. (Ada banyak nama Usamah dalam pelbagai etnis di tanah air, dan
hampir tak ada yang bernama Osama).

Begitulah kira-kira tanggapan awal saya untuk tawaran diskusi Da Nal yang
menarik ini.

Wassalam,

ANB
Cibubur


Pada Jumat, 19 April 2013, nal naldi menulis:

> Salam untuan sanak di palanta.
> Apo nan dikecek an wannofri batua. kebetulan awak pernah jadi konsultan di
> koran daerah di Padang, Riau, dan Batam. Kualitas wartawan di daerah memang
> memprihatinkan. itu pulalah yang mendasari awak menulis buku "JURNALISME
> KOMPAS" yang kini sudah ada di gramed atau bisa pasan langsuang ka awak.
> Buku itu masukan bagi pengusaha pers, wartawan, calon wartawan, bagaimana
> mengelola koran seperti Kompas. Bagaimana syarat dan standar wartawan
> kompas, dan atau bagaimana menjadi wartawan sekaliber wartawan Kompas.
> Tahun 2004 lalu, awak sudah menerbitkan pula buku "MENJADI WARTAWAN HEBAT"
> yang juga setelah mengetahui kenyataan yang ada, di mana wartawan koran
> lokal yang melamar ke kompas tidak satu pun diterima, begitu juga
> pengalaman sebuah stasiun televisi yang mengetes sejumlah wartawan di
> padang, juga tak satu pun yang layak sesuai standar stasiun televisi ini.
> Buku itu mendorong bagaimana sumbar bisa kembali melahirkan
> wartawan-wartawan hebat, kalau tidak melebih atau menyamai senior seperti
> mochtar lubis, rosihan anwar, zulharmans, pk ojong, hamka, adinogeoro, dan
> banyak nama terkenal lain, minimal satu kelas di bawahnya.
> Fakta yang awak ditemui, ada wartawan yang belasan tahun jadi wartawan,
> tapi tak pernah mengikuti pelatihan/pendidikan jurnalistik. Banyak wartawan
> yang kurang membaca, jarang beli buku, apalagi untuk pengayaan keterampilan
> yang dia miliki.
> Kalau ada kesalahan, seharusnya dikasih peringatan wartawannya. Kompas
> saja bisa memberikan sanksi diberhentikan jadi wartawan jika melakukan
> kesalahan tulis sampai tiga kali peringatan. Bisakah koran di daerah
> seperti itu?
> Makanya, buku JURNALISME KOMPAS menjadi perlu dibaca. Seri berikutnya
> menyusul, yakni "JAWARA MENULIS ARTIKEL", "JURNALISME FEATURE KOMPAS", dan
> "JURNALISME SENI", dll
> Apakah perlu di Sumbar perguruan tinggi yang khusus mendidik calon
> wartawan hebat? Ini pernah kami diskusikan dengan Wannofri
> Samri.....bagaimana sanak di palanta?
>
> salam, yurnaldi
>
>
>
>
> --- On *Fri, 19/4/13, wannofri samry <wanno...@yahoo.com<javascript:_e({}, 
> 'cvml', 'wanno...@yahoo.com');>
> >* wrote:
>
>
> From: wannofri samry <wanno...@yahoo.com <javascript:_e({}, 'cvml',
> 'wanno...@yahoo.com');>>
> Subject: [R@ntau-Net] Itulah koran awak kondisinyo
> To: "rantaunet@googlegroups.com <javascript:_e({}, 'cvml',
> 'rantaunet@googlegroups.com');>" 
> <rantaunet@googlegroups.com<javascript:_e({}, 'cvml', 
> 'rantaunet@googlegroups.com');>
> >
> Received: Friday, 19 April, 2013, 6:03 PM
>
> Salam, Ambo lah acok mambaco tulisan sejarah di korankoran awak kacau
> balau. banyak wartawan kita tidak hati-hati. Tetapi mestinya redakturnya
> yang tahu, sayang redaktur ndak lo tahu, sahinggo lapeh sajo tulisanko.
> Itulah..saluang sajo manyampaikan.
> banyak watawan juo salah, ndak tahu beda sumber jo nara sumber, ndak tahu
> maa nan pengamat politik maa pulo nan pakar politik. Sahinggo acok ambo
> baco soisiolog bakomentar politik nyo sabuik pakar politi. Itulah..
> kondisi pengelola koran awak..saluang sajo nan manyampaikan lai..susah
> mencari Adinegoro, Mochtar Lubis, Rosihan Anwar dalam kondisi mode ko.
>
> Wassalam
> WNS
>
>
>
>
>   ------------------------------
>  *From:* "rn.amiroed...@gmail.com" <rn.amiroed...@gmail.com>
> *To:* "R@ntau-net Email Group Rantaunet" <rantaunet@googlegroups.com>
> *Sent:* Friday, April 19, 2013 6:37 PM
> *Subject:* Re: [R@ntau-Net] PENGUSULAN MR SUTAN MOH RASJID PAHLAWAN
> NASIONAL
>
> Apakah Badan Pemurnian Sejarah Sumbar juga sdh membaca buku Sejarah
> Peejuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945 sd 1950 yg ditulis oleh Mr.
> S.M. Rasjid, Dahlan Ibrahim, Abdulah Halim (Aleng), Ahmad Husein, Eni
> Karim, Syoeib, Mulkan, sbg refrensi, dibuku ini jelas peran masing2 tokoh
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> ------------------------------
> *From: * "sjamsir_sjarif" <hamboc...@yahoo.com>
> *Sender: * rantaunet@googlegroups.com
> *Date: *Fri, 19 Apr 2013 10:19:20 -0000
> *To: *<rantaunet@googlegroups.com>
> *ReplyTo: * rantaunet@googlegroups.com
> *Subject: *Re: [R@ntau-Net] PENGUSULAN MR SUTAN MOH RASJID PAHLAWAN
> NASIONAL
>
> Dari Haluan dalam posting sebelumnya terulis:
> "Setelah menemukan fakta seja­rah perjuangan, Ketua Harian Badan Pemurnian
> Sejarah Sumbar Buya M Letter mengatakan, Sumpur Kudus adalah salah satu
> basis perjuangan dari empat basis (Bukit­tinggi, Koto Tinggi, Muara
> Halaban, dan Sumpur Kudus ) Mr Sutan Moh Rasjid pada masa PDRI. Dimana,
> Sumpur Kudus pernah dijadikan sebagai tempat sidang kabinet PDRI, untuk
> menentukan komitmen PDRI konsisten menjaga kedau­latan NKRI dari penjajah
> Belanda."
>
> Sjamsir Sjarif: Pertanyaan Sejarah yang perlu diteliti hati-hati, baik
> rekoleksi maupun penulisan kembali:
> Apakah ini Kekeliruan Sejarah "Ketua Harian Badan Pemurnian Sejarah Sumbar
> Buya M Letter, ataukah ketidak cermatan mengenai nama tempat oleh Penulis
> Haluan.
>
> Dari empat basis (Bukit­tinggi, Koto Tinggi, Muara Halaban,
>
>  --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. E-mail besar dari 200KB;
> 2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari
> Grup Google.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+berhenti 
> berlangga...@googlegroups.com<javascript:_e({}, 'cvml', 
> 'berlangga...@googlegroups.com');>.
> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
>
>
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke