MAK AGUS

Mak Agus menoleh kanan kiri sebelum akhirnya bergegas masuk ruang wudhu’.
Sebuah sikat pembersih lantai di tangan kanan. “*capeklah, beko katahuan
awak !*” suaranya agak meninggi memanggil Randy anaknya. Yang dipanggil,
seorang pemuda lagi asyik menyikat lantai keramik toilet yang berwarna biru
muda, bergegas masuk pula ke ruang wudhu’. Ia sempatkan menyambar satu
ember kecil hitam, cairan pembersih lantai dan sikat. Berdua mereka
kemudian membersihkan ruang wudhu’. Dari cara mereka membersihkan, terlihat
sekali kalau mereka terburu-buru dan ketakutan. Ini Jum’at keenam, dan kali
ini mereka telat !

Masjid Al-Falah Jambu Aia berada di pinggir jalan Sudirman Bukittinggi.
Jika hendak ke pasar atas, Mak Agus dan anaknya Randy selalu melewati
masjid ini. Setiap hari. pergi dan pulang. Terkadang, mereka harus singgah
sebentar ke masjid untuk buang air kecil. Sesekali buang air besar. Hanya
untuk keperluan itu, tak lebih.

Tak ada yang tak kenal Mak Agus di pasar atas. Pemilik “Toko Jaya Makmur”
yang menjual kopiah dan sajadah ini sudah puluhan tahun berdagang disana.
Sejak ia masih kecil ikut orang tuanya. Kini umurnya sudah enam puluh tujuh
tahun, perawakannya tinggi, kulit hitam, hidung mancung dan sebagian rambut
sudah memutih. Mak Agus, terkenal bukan karena kebaikannya atau toko usang
yang berpintu besi itu, tapi karena statusnya sebagai “*urang bagak*” di
pasar atas.

“*Dia punya ilmu hitam*”, begitu bisik-bisik yang ada di pasar. Semua orang
tahu siapa Mak Agus. Jago berkelahi dan gampang naik darah. Tidak ada yang
berani cari perkara sama dia. Hutangnya disana-sini dan tak ada yang berani
menagih. Biasanya si pemberi hutang hanya bisa pasrah pada nasib apakah
akan dibayar atau tidak. Jangan coba-coba menagih hutang pada Mak Agus
ketika ia lagi tongpes, bisa bisa runyam urusannya. Sudah banyak terkena
makan tangan dan kakinya. Tak tua, tak pula muda.

Pernah dia dicegat dua pemuda bertato di tangga yang menghubungkan pasar
atas dan pasar bawah. Terjadi perkelahian tidak seimbang yang disaksikan
orang banyak. Hasilnya ? Seperti sudah diduga banyak orang, dua pemuda tadi
merangkak-rangkak minta diampuni dengan wajah babak belur. Menurut cerita,
dua pemuda ini disuruh orang untuk menagih piutangnya pada Mak Agus, dan
Mak Agus marah.

“*Dia kebal senjata tajam*”, kata pembisik yang lain.

*“Nggak pernah sholat dan puasa, padahal sudah bau tanah*”, Kali ini mereka
berbisik dengan suara sangat sangat pelan, takut kedengaran sama orangnya.

Beberapa waktu lalu ketika hendak ke pasar, Mak Agus terpaksa singgah di
masjid karena tak tahan ingin buang air besar. Dia jadi mengomel sendiri
diatas motor bebeknya. Karena waktu di rumah belum terasa, kok pas mau
lewat masjid, mendadak isi perutnya mau berebutan keluar. Ia terpaksa
singgah dengan perasaan was-was. Bukan apa-apa, ini hari Jum’at dan
menjelang waktu sholat. Ia segan ketahuan orang-orang banyak kalau ia tak
sholat Jum’at. Bagaimanapun juga, abangnya almarhum dulu adalah gharin di
masjid ini. Buru-buru Mak Agus menuju toilet sementara anaknya Randy
menunggu di parkiran motor. Sepuluh menit kemudian Mak Agus terlihat keluar
toilet dengan tergopoh-gopoh menuju tempat parkiran motor dan dengan gas
pol mereka keluar area masjid menuju pasar atas.

Azan Jum’at berkumandang ketika Mak Agus dan anaknya sampai di toko.
Seperti biasa, mereka tetap di dalam toko sementara orang-orang beranjak
menuju masjid untuk Jum’atan.

*“Kumuah bana !”*

*“Apo pak ?”*

*“Toilet jo tampek wudhuaknyo, kumuah bana”* Terlihat wajah kesal Mak Agus.

*“Ambo iyo alun parnah sholat di situ, tapi kalau kumuah co itu, malu awak”
*Mak Agus bergumam sendiri dengan mata menatap jauh menembus
dinding-dinding pasar.

*“Jadi, baa pak ?”*

Sesaat Mak Agus terdiam, tapi sejurus kemudian terlihat ada binar di dua
matanya.

Satu minggu setelah kejadian itu, Jum’at enam minggu yang lalu, Mak Agus
dan anaknya Randy tampak memasuki areal parkir motor yang berada di sebelah
kiri masjid. Di tangan mereka terlihat beberapa peralatan kebersihan
seperti ember kecil hitam, sikat lantai, dan sabun pembersih lantai.
Ternyata mereka memutuskan untuk membersihkan toilet dan tempat wudhu’
sebelum orang-orang berdatangan untuk sholat jum’at. Begitu selesai, mereka
langsung cabut pergi agar tak kelihatan oleh orang banyak. Mereka malu
ketahuan tak sholat Jum’at. Begitu azan Jum’at berkumandang, mereka telah
sampai di toko.

Begitu terus yang mereka lakukan setiap Jum'at. Datang kira-kira jam
sepuluh pagi, membersihkan toilet dan tempat wudhu’ kemudian bergegas
pergi. Pak Mardin, gharin masjid, bukannya tidak tahu, tapi pura-pura tidak
tahu. Ia hanya senyum-senyum melihat tingkah dua lelaki ini. Ia biarkan
saja tanpa ada komentar sedikitpun.

Semula semuanya sesuai dengan jadwal dan rencana, sampai kemudian
terjadilah apa yang mereka khawatirkan itu, pada Jum’at minggu keenam,
mereka telat datang ke masjid. Entah kenapa mereka salah memperhitungkan
waktu. Sehingga ketika mereka masih membersihkan ruang wudhu’ orang-orang
sudah mulai berdatangan ! Tak sempat kabur, akhirnya mereka putuskan untuk
pura-pura ikut ambil wudhu’ dan pura-pura ikut sholat Jum’at !

Selama khatib memberikan ceramah, mereka berdua hanya tertunduk di sudut
masjid, takut dan malu kalau-kalau ada yang mengenali wajah mereka. Satu
saja yang mereka harapkan waktu itu, khatibnya tidak lama-lama berceramah
dan sholatnya cepat selesai.



Jum’at minggu ketujuh. Menjelang waktu sholat.

Seperti biasa, orang-orang sudah terlihat ramai memasuki masjid. Sebagian
masih berwudhu’, sebagian sholat sunnah, sebagian lagi asik melantunkan
zikir. Di sudut depan kiri masjid, baris kedua dari podium, Randy tak tahan
melihat guncangan badan apaknya. Diapun akhirnya ikut menangis. Di
depannya, Mak Agus tertunduk luruh menangis berurai airmata. Dadanya
bergemuruh hebat. Ia menangis sejadi-jadinya menatap sajadah masjid.

Sholat jama’ah pura-pura yang dia lakoni minggu lalu itu, terus menghantui
dirinya dan terbawa kedalam mimpi. Di dalam mimpi, ia berdiri dalam barisan
saf-saf sholat jama’ah yang ribuan banyaknya sejauh mata memandang tak
bertepi. Semua berpakaian putih. Semuanya berdiri khusyu’ mendengarkan
lantunan Al-Fatihah. Suara lantunan itu, begitu merdu menyentuh kalbunya
dan menguraikan air matanya. Pada akhir bacaan Al-Fatihah, ucapan Aamiin
dari ribuan saf-saf itu lagi-lagi bagaikan lantunan melodi syahdu yang
mengguncang sendi-sendinya dengan sangat hebat. Di mimpi itu, akhir ayat
itu ia sambut dengan tangis hebat. Di mimpi itu pula ia terjatuh bersujud
sambil berucap istighfar.

*Mak Aguih,* *urang bagak pasa ateh*, “kembali” kepada Allah dengan cara
yang unik, membersihkan toilet dan ruang wudhu’ masjid.


~~~~~~~~

Jakarta, 19 Juni 2013

ronaldpputra

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke