Pak Darwin Chalidi, Donard, Syafruddin Syaiyar (SS), dan sanak dialanta n.a
.h



Menarik yang disampaikan pak Darwin Chalidi

1.    Saya mendapat cerita…

2.    Sebelum blusukan…



Nampaknya tanah yang dibeli,  blusukan sebagai penyelesaian akhirnya,  adalah
tanah harta pusaka/tanah ulayat.

Awal proses pembelian  mungkin  diam-diam, kalau berterus terang memang
tidak akan bisa karena harus persetujuan semua ahliwaris kecuali harta
punah (yang bertali darah habis semua).



Niat baik dari perantau  mengembangkan  usaha ke kampung adalah baik sekali.

Kebaikan ini hendaknya berujung  baik juga  kepada  orang kampung baik
jangka pendek maupun jangka panjang.



Tapi kalau dengan menghilangkan tanah orang kampung alias dibeli, ini hanya
akan memberikan kebaikan jangka pendek kepada orang kampung.

Orang dikampung belum terbiasa memutar /me-manage uang, mungkin juga banyak
kita yang dikota belum biasa memutar uang seperti layaknya orang jual beli
saham atau kasarnya jual beli uang di BE.

Apalagi tergiur kepada barang mewah, umur tanah itu seumur barang mewah
itulah.

Setelah itu kalau kebetulan tanah itu hanya satu-satunya dan habis,
ujungnya petani yang menjual itu akan miskin . contoh di Jawa paling
kongkrit

Kalau tanah itu masih bertahan, tanah itu bisa diolah anak cucu sampai hari
kiamat  dan bisa menjamin hidup.

.

Pilihan yang mungkin  baik ialah tidak dengan menghilangkan tanah harta
pusaka/ ulayat. Mungkin HGU tapi HGU antara pemilik tanah ulayat  dengan
pengusaha. Kalau perusahaan ini bankrut  yang habis hanya yang diatas
tanah, tanah kembali ke- asal.



Dari Donard

7. Kalau mnuruik…



Yang saya tangkap berbasis potensi ekonomi hulu-hilir, massive,    serentak,
terencana, mungkin seperti bulog serupa tapi tak sama.



Mengembangkan potensi ekonomi hulu-hilir ini, saya membayangkan (mungkin
saya salah)  salah satu contoh produksi lado merah.

Pada saat over produksi, produksi ini bisa ditampung perusahaan, digiling ,
diawetkan untuk selanjutnya kembali lagi ke pasar/konsumen.



Bisa juga perusahaan  punya kebun sendiri (ini hanya kalau memang rakyat
tak bisa melakukannya seperti teh dsb).

Begitu juga dengan produksi lainnya, jadi dari hulu ke hilir bisa dipegang
perusahaan yang sama. Pengusahanya benar-benar dengan niat baik  memajukan
rakyat Sumbar, tidak ada menimbun barang dsb.



Tapi kita yakin kedepan kalau pengusaha pribumi sumbar akan tulus untuk
memajukan Sumbar.

Selama ini yang dialami  petani kita,  waktu over produksi, mereka
tertekan, harga ditentukan cukong, tak ada pilihan , kalau tidak segera
dilepas produksi membusuk, terpaksa jual murah, rugi, ujungnya usaha mati.



Pemakaian tanah harus  tidak menghilangkan tanah harta pusaka/ulayat.

Usaha habis/bankrupt, tanah kembali ke pemilik asal.



Saya terbayang kalau yang digambarkan Donard  berjalan di Sumbar
dikelola  pengusaha
yang ingin memelihara harta pusaka/ulayat sangat-sangat memmbantu pribumi
Sumbar.

Kalau hanya melulu bisnis dengan penggunaan tanah lepas milik,  usaha itu
akhirnya berujung  jauh dari  mensejahterakan rakyar

 Sumbar.



Kalau pelepasan milik harta  pusaka/ulayat ini kita biarkan, Sumbar dalam
sekejap akan berubah menjadi gedung batu dan pemiliknya bukan pribumi
Sumbar, Rayat Sumbar hanya akan jadi kuli di gedung-gedung batu itu.



Satu-satunya pagar yang kuat hanya  keputusan adat yang sudah dari ratusan
tahun berlaku yaitu tanah harta pusaka/ulayat tak bisa diperjual belikan.
Mudah-mudahan ini bisa dpertahankan oleh Sumbar.



Beda dengan Yogya (DIY), *karena daerah istimewa*, gubenur bisa  mengeluarkan
peraturan untuk melindungi pribuminya dengan payung  hukum pasal 18 UUD 45.



DIY misalnya megeluarkan Instruksi 898/1975 mengatur pelayanan pertanahan
dimana WNI hanya bisa HGU



Sumbar harus juga bisa mengeluarkan peraturan daerah yang sama dengan
DIY,  dengan
dasar Pasal 18 B ayat 1, 2 dan  UU PPHMHA,

diatur WNI hanya sampai HGU.



Sesuai dengan harapan yang disampaikan SS mudah-mudaha pak IG mendorong
pengusaha Minang yang sudah punya modal itu mengembangkan usaha di Sumbar
tapi tidak menghilangka tanah rakyat



Kembali ke pengembangan usaha di Sumbar, jika pengembangan itu akan
berujung  memiskinkan rakyat Sumbar, jauh lebih baik, biarkan sajalah
mereka berkembang dan hidup nyaman sederhana dari pada miskin papa,  dengan
hasil pertaniannya yang sudah berlangsung ratusan tahun itu.



Untuk jadi renungan kita bersama



Wass,



Maturidi (L76) Talang, Solok,  Kutiantia, Duri Riau

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Reply via email to