Bung Andiko,
 
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas info tentang pengalaman lapangan 
Bung yang demikian kaya, yang jelas tidak saya miliki.[Saya kan orang staf.]
Sudah barang tentu saran saya untuk mengadopsi lembaga 'panglima laot' bukan 
hendak menghidupkan kerajaan Pagaruyung atau feodalisme, tetapi untuk membela 
para nelayan, seperti yang berlaku di Aceh sampai kini. Memang kata ;'panglima' 
bisa mengingatkan kita pada artinya saat ini, yaitu terkait dengan militer. 
Padahal kan tidak perlu. Baru-baru ini ada berita tentang 'panglima suku 
Tanjung' di kabupaten Agam, yang membela tanah ulayatnya terhadap pemerintah 
kabupaten Agam.
Rasanya saya sudah baca buku pak Rusli Amran tentang sejarah 'perang' antar 
nagari di Ranah. Saya jadi teringat pada adat perang suku yang masih 
berlangsung di Papua sampai kini.
Secara pribadi saya memang tertarik untuk tahu lebih lanjut tentang masalah 
raja-raja di Minangkabau ini , khususnya dalam kaitan dengan pepatah 'luhak 
bapanghulu, rantau barajo'. Saya kenal dengan seorang rajo adat di Pasaman, 
Tuanku Bosa, yang terkait dengan Pagaruyung. Dalam hubungan keinginahuan saya 
ini saya telah meminta kepada pak Nopriyasman, yang sedang menyelesaikan 
pendidikan S3 di Universitas Udayana di Bali, untuk menulis makalah tentang 
raja-raja Minangkabau ini, yang rasanya tidak banyak kita ketahui.
Saya senang bung berminat untuk hadir dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau 
Pertama (KKMP) yang insya Allah akan diadakan bulan Juni 2010 mendatang. ToR 
sudah siap. Beberapa draft keputusan/mufakat tentang topik yang akan dibahas 
juga sudah dibuat sebagai contoh, yang pada saatnya -- setelah rapat final -- 
akan disosialisasikan.
KKMP ini diorientasikan ke masa depan, mengukuhkan ABS SBK sebagai identitas 
kultural dan jati diri Minangkabau dan menindaklanjutinya dalam berbagai bidang 
yang terasa relevan untuk masa datang, sebagai bagian dari bangsa Indonesia 
dalam wadah NKRI. Mungkin ciri yang terakhir ini yang akan membedakannya dengan 
kegiatan kita berminang-minang selama ini, yang lebih banyak berkisar pada 
masalah nagari saja, sesuai dengan pepatah 'adat salingka nagari'. Karena kita 
membahas kebudayaan dan masa depan, maka cakupannya bisa lebih luas. Tolong 
dengan doa.


Wassalam,
Saafroedin Bahar
(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 


--- On Sun, 1/3/10, andikoGmail <andi.ko...@gmail.com> wrote:


From: andikoGmail <andi.ko...@gmail.com>
Subject: Re: Bls: [...@ntau-net] 'Panglima Adat Laut Pesisir Minangkabau'
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sunday, January 3, 2010, 10:01 AM


Pak Syaf

Terima kasih atas pencerahan bapak. Soal militer tentulah bapak yang 
lebih ahli.

Mengenai perang batipuh ini, bisa juga di baca bukunya Pak Rusli Amran 
almarhum (2 buku mengenai palakat panjang). Kalau dibaca bukunya 
Cristine Dobbin, ritual akhir dari penyelesaian konflik antar nagari, 
tidak jarang terjadi perang adat di perbatasan nagari. Para dubalang 
kedua nagari bersengketa, saling basosoh disana. Tapi hubungan 
diplomatik anak nagari tetap berlangsung meskipun ada sengketa. Perang 
kemudian berhenti ketika Rajo Alam datang dan memancang bendera sebagai 
bentuk veto raja atas daerah perbatasan yang dipersengketakan. itulah 
salah satu asal mula lahirnya ulayat rajo. Ketika politik perkopian 
berlangsung di Sumatera, termasuk Minangkabau, rata-rata kebun kopi itu 
hanya bisa dibangun di tanah-tanah ulayat Rajo. Karena yang menundukkan 
diri ke Belanda hanya Rajo Alam Pagaruyung plus sekitar 14 nagari saja 
se alam Minangkabau.

Ketika saya pernah hidup dengan nelayan di Pesisir Selatan untuk sebuah 
penelitian adat berlaut, saya bertemu dengan seorang tua yang memegang 
jabatan sebagai Dukun Pasia. beliau menjalankan fungsi sebagai orang 
tempat bertanya ketika akan melaut.

Saya setuju kalau topik panglima laut ini di bahas di Konggres itu, tapi 
kalau boleh saran, saya berpikir tidak usah dulu berpikir untuk angkat 
mengangkat seseorang dalam jabatan itu, apalagi mengatasnamakan Panglima 
Laut untuk seluruh Minangkabau. Minangkabau itu terbangun oleh 
kesepakatan politik nagari-nagari, sementara yang namanya panglima ini 
berada pada sisitem hirarkis yang kemungkinan besar ada di bawah kendali 
Raja Pagaruyung. Apakah kita akan kembali menghidupkan mummi yang 
seperti model-model kebangkitan di daerah lainnya. saya pikir lebih baik 
konggres kebudayaan ini merupakan gong untuk mengkaji kehidupan Maritim 
Mianngkabau dari masa ke masa yang kemudian hasilnya akan di disampaikan 
pada konggres selanjutnya.

Kalau soal menghidupkan struktur kerajaan Pagaruyung yang lama, sejak 
beberapa tahun lalu struktur itu telah dibangun lagi oleh 
pewaris-pewaris jabatan tersebut dengan dikoordinasi oleh 
keluarga-keluarga raja Pagaruyung. Lebih baik membantu mereka untuk 
menyusun visi yang jelas dengan kebangkitan itu. Apa relefansinya untuk 
Minangkabau kontemporer saat ini.

Penglihatan saya ketika jalan-jalan di Minangkabau dan daerah adat 
lainnya, pembentukan lembaga-lembaga adat yang tidak mengakar ini, 
cendrung menjadi alat negosiasi untuk kepentingan sesaat, bukan untuk 
penguatan adat sesungguhnya. Organisasi politik adat ini cendrung 
menjadi alat baru bagi kekuatan politik kontemporer saat ini untuk 
memperoleh legitimasi semu. Hampir semua daerah menggeliat dan 
menggunakan basis adat untuk bernegosiasi meskipun sudah jauh dari 
substansi. Isu adat ini menguat ketika di penghujung tahun 1990an 
JAPHAMA berusaha mencari alat untuk menegosiasikan kepentingan 
masyarakat adat dengan pemerintah, terutama mengenai status 
ulayat-ulayat dan hak-hak lainnya. Tapi ketika isu ini sudah mulai 
menjadi arus besar, isu ini kemudian menjadi alat untuk hal-hal yang 
prakmatis yang harus kita luruskan lagi. kebangkitan feodalisme baru ini 
yang harus diwaspadai. Feodalisme yang saling mengisi dengan kekuasaan 
yang tidak berpihak kepada rakyat, semakin menyebabkan rakyat menjadi 
menderita.

Mungkin ini padandangan saya pak. Kalau ada rejeki, saya ingin hadir di 
konggres kebudayaan itu.

Salam

andiko



Dr.Saafroedin BAHAR wrote:
> Bung Andiko, saya start dengan Swiss dulu. Setahu saya, Swiss punya 
> angkatan perang yang kuat, dan setiap orang terkena wajib militer dan 
> harus ikut latihan militer reguler setiap tahun.Jadi Swiss sangat 
> mirip dengan Singapura sekarang, dan sangat beda dengan konsep 
> Minangkabau tentang negara..
> Minangkabau memang pernah disebut sbagai 'a kingdom of words'. 
> kerajaan kata-kata. Tanpa tentara, yang menurut saya agak aneh juga, 
> yang hanya tepat kalau seluruh dunia dalam keadaan damai seratus 
> persen. Dalam dunia utopian tersebut, memang cukup dengan dubalang 
> suku, semacam 'pecalang' di Bali.
> Dalam sejarah Minangkabau, rasanya kita juga mengenal adanya seorang 
> 'panglima perang adat' seperti pernah terjadi dalam perang Batipuh 
> melawan Belanda.
> Terima kasih atas info Bung Andiko tentang adanya semacam /panglima 
> laot' di daerah pesisir Sumbar, khususnya di Pasaman. Ini sudah suatu 
> permulaan yang baik. Tinggal kita tingkatkan, kita organisasikan, kita 
> latih untuk tugas-tugas kesejahteraan, dan kalau perlu untuk tugas 
> pertahanan. Sebagai orang  yang pernah bertugas dalam bidang 
> teritorial, saya melihat ada tempat bagi para 'panglima laot' a la 
> Minang ini, apalagi oleh karena garis pantai kita demikian panjang. 
> [Btw, bagaimana kalau masalah ini kita angkat dalam Kongres Kebudayaan 
> Minangkabau Pertama, bulan Juni mendatang ? Kalau perlu kita angkat 
> sekalian seorang 'panglima laot' Minang pertama, dari tokoh Pasaman ? ]
> Sambil lalu, saya semakin tertarik untuk mempelajari Minangkabau ini 
> bung Andiko, yang ternyata masih banyak yang belum saya ketahui. Saya 
> senang membaca demikian banyak pengalaman Bung, bersama bung Jepe dan 
> Sanak Suryadi. Saya kan lahir dan besar di kota kecil Padang Panjang, 
> walau sesekali waktu kecil saya dibawa nenek saya ke kampung halaman 
> [asli] kami di Lagan, Kampung Dalam, Pariaman. Jadi walau saya pada 
> dasarnya adalah 'orang urban pedalaman', dalam darah saya ada 'darah 
> pesisir' juga. Alhamdulillah.
> Wassalam,
> Saafroedin Bahar
> (Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta)
>
>

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe



      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke