Senin, 05 April 2010
Lupakan Sajalah Minangkabau Ini

*wisran hadi*
Tujuh hari lalu, seorang pemuda kota besar datang ke rumah saya. Bahwa dia
dari kota besar saya tandai dengan dandanannya (celana jean, kaos oblong,
parfum, subang dan sisiran rambut seperti macang bacucuik), peralatan yang
dibawanya (handphone tiga macam, ransel kecil berisi laptop, kamera, i-pod
dan handsfree menyumbat kedua lubang telinganya). Tapi dari caranya masuk
rumah, duduk di kursi dengan tertib, dan bicara dengan sopan sekali, saya
mendapat kesan, pemuda ini adalah anak terdidik baik oleh masyarakat, guru
dan orang tuanya.

Dalam pembicaraan dengan orang muda ini barulah saya tahu,  dia adalah
kemenakan saya benar, benar-benar kemenakan saya. Dia sengaja datang menemui
saya, mamaknya. Bicara dengan bahasa dan dialek campuran; bahasa Inggris,
dialek Betawi, logat Jawa, idiom-idiom Prancis. Sekali-sekali dengan body
language.
Inilah secuil kutipan dialog yang telah saya Indonesiakan dengan betul dan
benar dengan kemenakan yang berbahasa blang-bonteng itu.
“Sudah lima generasi kaum kita tidak punya penghulu. Bagaimana seandainya
diangkat lagi seorang penghulu, untuk memimpin kita, untuk kebanggaan kaum
kita, sekaligus membangkitkan kembali adat dan budaya kita. Dari hari ke
hari masyarakat kita semakin ganas dan liar,” katanya dengan jelas dan
terang benderang.
Terpurangah saya mendengar permintaannya. Selepas terpurangah, lalu saya
bertanya. “Kenapa kamu ngotot se kali hendak jadi penghulu? Apa karena lagi
musim orang berebutan jadi penghulu dalam menghadapi pilkada besok ini, atau
supaya kau dianggap bangsawan dari ranah Minang? Ehm...jangan-jangan ada
kaitannya pula dengan kongres kebudayaan Minangkabau,” tambah saya.

Setelah membungkukkan badan sedemikian rupa, lalu dia berkata; “Maaf mamak.
Kepenghuluan yang kita inginkan tidak ada kaitannya dengan trend, pilkada,
kebangsawanan, tua atau muda, diskusi, seminar, kongres-kongres kebudayaan
atau keriaan-keriaan lainnya.”
“Lalu kenapa kamu mau jadi penghulu? Alasannya apa? Dari mana kamu tahu,
kita sudah lima generasi tidak punya penghulu? Apa benar dengan kepenghuluan
itu adat dan budaya Minang ini akan bangkit? Alasanmu alasan emosional,
akademis atau politis? Ah, kamu terlalu muda untuk berkubang dalam budaya
Minang yang telah belepotan ini.” kata saya mengketutus.

Setelah berdiskusi ke hilir ke mudik dari restoran ke restoran, dari kafe ke
kafe, selama tiga hari tiga malam, baru saya dapat menyimpulkan apa
sesungguhnya keinginan kemenakan saya ini. Kenapa seorang anak muda seperti
kemenakan saya ini, yang hidupnya sudah ultra modern dan berasal dari kota
metropolitan mau menjadi penghulu dan bersedia untuk bertungkus lumus dengan
masyarakat kampung dan kaumnya.
Inilah beberapa alasannya;

1. Kemenakan saya itu merasa berkewajiban memimpin kaumnya guna memajukan
tingkat dan taraf hidup saudara-saudaranya sekaum dan senagari. Bencana
gempa, banjir, longsor, kemiskinan tidak bisa hanya diatasi dengan janji,
dan pidato-pidato.
2. Kemenakan saya itu merasa berkewajiban untuk menjelaskan identitas
dirinya, sebagai orang berasal muasal, orang berbangsa dan berbudaya.
3. Kemenakan saya itu harus melatih dirinya menjadi seorang pemimpin yang
punya orientasi budaya dan agama yang jelas, dan itu hanya ada dalam tugas
dan fungsi seorang penghulu di Minangkabau.
4. Kemenakan saya itu mau jadi penghulu karena dia secara sadar sedang
mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang tinggi dan luas lagi
jangkauannya.
5. Kemenakan saya itu dengan sejumlah uang hasil jerih payah kerjanya yang
selama ini ditabungnya, akan dipergunakan untuk menjemput kembali (manabuih
baliak) sawah dan ladang yang tergadai selama ini oleh mamak-mamak
terdahulu, termasuk saya.
Berlinang air mata saya mendengar pengakuannya yang tulus itu. Akan tetapi,
semakin jatuh ke dalam air mata saya mendengar kesediaannya menebus sawah
ladang yang telah tergadai. Itulah hal yang paling penting dari segala
alasan yang dikemukakannya. Tapi sebagai mamak, tentu saya tidak boleh
tampak emosional di depan seorang kemenakan.

Dengan penuh wibawa saya jawab apa telah disampaikannya itu. “Wahai
kemenakan, ketahuilah,” kata saya dengan suara serak. “Sedangkan aku,
mamakmu, sudah jenuh dengan Minangkabau-minangkabau ini, sudah muak dengan
adat-adat ini, sudah bosan dengan kehebatan-kehebatan sejarah dan budaya
Minang ini.”
Lalu saya tukuk tambahi lagi; “Wahai kemenakan. Ketahuilah. Minangkabau ini
kini seperti lereng bukit-bukit terjal sepanjang jalan Padang-Bukittinggi.
Hujan sedikit, longsor. Kini Minangkabau ini tinggal menunggu longsornya
yang lebih besar. Kehancuran Minangkabau itu sudah di depan mata. Jadi,
sebelum kau tertimbun batu-batu dan pohon-pohon besar yang tumbang atau
jalan yang terban, segeralah kembali ke kota metropolitanmu. Soal gelar
penghulu, perkauman, adat basandi syarak, mambangkik batang tarandam, sako
jo pusako dan tetek bengek budaya Minangkabau lainnya itu lupakan saja. Kita
sekarang harus lebih rasional. Apalagi kita sudah terlatih sebagai
masyarakat Minangkabau modern yang egois, individualis dari manusia modern
manapun di dunia ini.”

Beberapa waktu kemudian, saya baca di surat kabar, kemenakan saya itu
menjadi penghulu dalam kaum yang lain, di nagari yang lain. “Masih mau juga
jadi penghulu! Indak jaran-jarannyo,” kata saya manggarutok. *



http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=6005

-- 
Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang,
lahir 17 Agustus 1947.
Nagari Gasan Gadang, Kab. Pariaman. rantau: Deli, Jakarta, USA.
sekarang Sterling, Virginia-USA
------------------------------------------------------------
"Jauhilah buruk sangka, mematai matai, suka membicarakan/mendengar kejelekan
orang, dengki dan membenci. Jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara (HR
Bukhari-Muslim)

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.

Kirim email ke