Assalaamu'alaikum Kanda Darwin,

Ulasan yang mencerahkan. Mohon ijin untuk saya teruskan ke milis lain
ya.....




2010/5/4 Darwin <dba...@indo.net.id>

>
>
> --- In rantau...@yahoogroups.com, Abraham Ilyas <abrahamil...@...> wrote:
> >
> > Dunsanak di palanta nan ambo hormati.
> >
> > Dari judul baiyo batido dengan topik "Bahaya Mengafirkan Sesama Muslim"
> ado
> > istilah agamo nan sehari hari acok dipakai. Ambo kutipkan dari judul iko
> > sbb:
> >
> > *"Syariat tanpa hakekat hampa, hakekat tanpa syareat batal".
> >
>
> Walaupun tidak spesifik ditujukan kepada saya, namun karena salah satu kata
> yang ditandai dan dipertanykan  oleh Angku Abraham, yaitu "hakekat" berasal
> dari saya, saya merasa berkewajiban untuk menjelaskannya, walaupun hal ini
> bagi saya bukan pekerjaan yang mudah. Masalahnya, yang ditanyakan Angku
> Abraham tentu saja bukan arti harafiyah dari "hakekat" yang dengan mudah
> dapat dilihat dalam kamus. Dan hal itu tampak sekali dari penjelasan beliau,
> kata-kata tersebut hendaknya diuraikan "diuraikan berdasarkan fi'ilnya atau
> masdar".  Nah, pemahaman saya tentang kedua kata tersebut, terutama "masdar"
> tidak lebih daripada yang terdapat dalam kamus. Jadi kalau penjelasan saya
> di bawah ini jauh dari memuaskan, sebelumnya saya mohon dimaafakan
>
> Menurut KBBI Edisi Dua,   `hakikat', bukan `hakekat' seperti yang saya
> tulis, berarti `intisari' atau `dasar' sebenarnya sudah dapat digunakan
> secara umum untuk memaknai ungkapan "syariat tanpa hakekat hampa, hakekat
> tanpa syareat batal". Tetapi karena ungkapan tersebut  berasal dari ucapan
> seorang ketua perguruan tasawwuf yang dulu pernah saya ikuti, saya mencoba
> memberikan jawaban dalam konteks tasawwuf, yaitu tasawwuf dalam pemahaman
> awam berdasarkan pengalaman, dan bukan sebagai "ahli", apalagi sebagai
> "guru".
>
> Seperti halnya bagi kebanyakan orang, usia 20 tahunan adalah saat-saat
> pencarian diri. Dan saat seusia itu saya membaca sebuah buku karangan Buya
> Hamka "Tasawwuf Modern" yang sangat menarik hati saya. Hal itulah yang
> menyebabkan saya senang sekali ketika diajak Pak Ahmad tetangga
> berseberangan gang di Kampung Bahari Tanjung Priok---yang Alhamdulillah
> kemudian menjadi mertua saya :)---untuk ikut ke pengajian tasawwuf di
> Bandung.
>
> Tidak ada hambatan yang berarti untuk mengikuti pengajian tersebut,
> dimandikan, dibaiat dan kalau punya jimat, keris dan sebagainya harus
> dilepaskan dan diserahkan kepada "paguron". Pengajian memang diawali dengan
> pembersihan tauhid, selebihnya hampir tidak berbeda dengan pengajian
> lainnya: riyâdhah, yaitu  latihan penyempurnaan diri secara terus menerus
> untuk meningkatkan kualitas keruhanian dari pribadi yang lebih dikuasai
> `nafs al-ammarah' dan `nafs al-lawwamah' kepada pribadi yang dituntun oleh
> `nafs al-qana'ah' dan `nafs ul-mut'mainah' (sesuatu  yang pada dasarnya
> tidak spesifik  `tasawwuf `)
>
> Latihan shalat, shalat yang khusuk, merupakan salah satu menu utama. Tidak
> ada yang aneh tentu saja, karena yang disanjung Allah SWT adalah orang
> beriman yang khusuk dalam shalatnya (Al Mu'minun: 1). Tetapi di sinilah
> contoh sederhana ungkapan "Syariat tanpa hakekat hampa, hakekat tanpa
> syareat batal". Shalat kalau hanya sekedar berhenti pada ketentuan syariat
> saja yang umumnya menetapkan sahnya shalat berdasarkan ketentuan-ketentuan
> yang bersifat "zahir", tidak akan banyak manfaat (hampa). Malahan bisa-bisa
> dilaknat (Al Maa'uun; 4). Khusuk, yang dimaknai kurang lebih "hadirnya Allah
> SWT di hati ketika shalat", tidak lagi berada di ranah syariat (fikih)
> karena bersifat "esoterik", dengan kata lain, hanya yang bersangkutan yang
> dapat mengetahui atau merasakannya. Pada sisi lain, sejumlah Sufi karena
> merasa setiap saat dapat  "menghadirkan Sang Khalik di hatinya" menganggap
> tidak perlu shalat cukup zikrullah saja . Ini tentu saja tidak dapat
> dibenarkan (batal), karena kita tahu, Baginda Rasulullah pribadi yang paling
> mulia di antara yang mulia sekalipun, selalu shalat sampai akhir hayatnya,
> tidak saja shalat wajib lima waktu, tetapi juga sejumlah-shalat sunah,
> utamanya shalat Tahajjuad.
>
> Lalu terjadi suatu peristiwa, yang tidak terlupakan dan memengaruhi
> pemahahaman keagamaan saya sampai hari ini.  yaitu terjadi perbedaan
> pendapat yang tajam antara guru (mursyid) dengan murid-murid senior yang
> berujung pada pemakzulan Sang Guru; para murid menolak poligami yang
> dilakukan Sang Guru (walaupun beberapa tahun kemudian terjadi rekonsiliasi
> antara Sang Guru dengan para murid). Alasan para murid, "Berpoligami halal,
> tetapi menyakiti hati (isteru tua beliau)---sesuai dengan ajaran dari sang
> Guru sendiri---haram.
>
> Alasan para murid tersebut di atas jelas tampak ganjil dari kacamata fikih
> (syariat), bahkan dapat dianggap "bid'ah", yang ganjarannya adalah neraka
> (sic). Hal itu tidak mengherankan karena  `syariat' lebih  melihat kesahan
> pernikahan, termasuk poligami,  apabila telah terpenuhinya
> persyaratan-persyaratan yang bersifat zahir (adanya mempelai, wali, saksi,
> mahar dan lain-lain) serta "dihalalkannya" perbuatan yang sebelumnya
> "diharamkan", sedangkan hakikat pernikahanan adalah membangun sebuah
> keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rakhmah sebagaimana yang dijelaskan pada
> Ar Ruum: 21. Bahkan poligami kalau hanya mengacu kepada "syariat" per se,
> izin isteri tua pun tidak diperlukan.
>
> Akibatnya, terjadinya KDRT,  perceraian, kurang terlindunginya hak-hak
> perempuan dan anak-anak dalam pernikahan di negara-negara berpenduduk
> mayoritas muslim tidak lebih baik daripada negara-negara non-muslim.
> Sedangkan praktik poligami di Indonesia, menurut Depag justru menjadi salah
> satu penyebab utama perceraian dan juga menyebabkan terlantarnya perempuan
> dan anak-anak. Dengan kata lain anggapan bahwa poligami "mencegah
> perceraian" tidak terbukti di lapangan  [1]
>
> Dengan demikian dalam penerapan hukum Islam ke dalam hukum
> positif---sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam negara-negara
> berpenduduk mayoritas muslim---hendaknya tidak hanya  melihat yang tersurat
> (syariat) tetapi juga yang tersirat (hakikat). Dalam perspektif ini
> pembatasan poligami hendaknya tidak dilihat sebagai "pengurangan terhadap
>  hak kebebasan setiap warga negara untuk beribadah (karena poligami dianggap
> sunah Nabi)", tetapi juga terhadap yang tersirat, yaitu hakikat dari
> (tujuan) pernikahn itu sendiri. Lagi pula bukankah penjelasan Allah SWT
> mengenai poligami dalam Al-Quran lebih bersifat pembatasan ketimbang
> anjuran?
>
> Sebelum tambah ngelantur ke mana-mana, saya akhiri penjelasan saya yang
> mungkin tidak membuat jelas makan "hakekat" dalam  pernyataan   "syariat
> tanpa hakekat hampa, hakekat tanpa syareat batal", karena semakin panjang
> akan semakin banyak bolong dan bohongnya.
>
> Dan lebih kurangnya mohon dimaafkan.
>
>
> Wassalam, HDB-SBK (67-)
> Asal Padangpanjang, tinggal di Depok, Jawa Barat
>
> [1] sebagaimana dikemukakan oleh  Dirjen BIMAS Islam Departemen Agama,
> Nasyaruddin Umar dalam sidang uji materiil UU No 1 Tahun 1974 tentang
> Perkawinan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta ("Poligami Justru
> Jadi Penyebab Perceraian", ROL,
> Kamis, 23 Agustus 2007 14:24:00).
>
>
> > fiqh tanpa tasauf, fasiq...tasauf tanpa fiqih zindiq...
> >
> > Bolehlah saya bertanya juga ke Pak Darwin, apakah contoh golongan konkret
> > yang ada yang dapat dikafirkan?
> > *
> > Dek karono pemgetahuan ambo satantangan ilmu agamo iko sengenek bonarg,
> mako
> > ambo minta ka sanak nan tahu tantangan makna kato/kalimah nan sangajo
> ambo
> > tandoi yang ado dalam kutipan kutipan untuak diuraikan berdasarkan
> fi'ilnya
> > atau masdar !
> >
> > Salam
> >
> > AI
> >
> > --
>
>
> --
> .
> Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat
> lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>  1. Email besar dari 200KB;
>  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
>  3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan
> keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
>



-- 
Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang,
lahir 17 Agustus 1947.
Nagari Gasan Gadang, Kab. Pariaman. rantau: Deli, Jakarta, sekarang
Sterling, Virginia-USA
------------------------------------------------------------
"menjadi bagian dari sapu lidi, akan lebih bermanfaat dari pada menjadi
sebatang lidi"

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke