Sdr Hendra, himbauan yang mulia ini harusnya di tanggapi serius oleh RN. 
Tan Ameh Yth.
Bueklah Kacio Tuneh Minang, awak isi 50 ribu surang sabulan.
Kok ado agak 100 orang nan mulia RN maisi kacio ko, satahun mungkin kito bisa 
bantu 10 tuneh mudo Minang tumbuah jadi kalapo.
Himbauan sanak kito rasonyo bisa tajawek
Baa gak ati Tan?
Wass
Dasriel
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: Sutan Palimo <hen.agoe...@gmail.com>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sat, 24 Jul 2010 02:22:51 
To: RantauNet<rantaunet@googlegroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [...@ntau-net] Re: Derai Air MATA Ibu-ibu Miskin di Singgalang

Setiap tahun hal seperti kembali terulang, bukannya berkkurang
bartambah malah. Banyak yang tidak terdeteksi media sehingga
kepintaran mereka menjadi sia-sia. Sebaliknya, tak sedikit juga
individu-individu yang mampu telah berbuat tanpa publikasi sana-sini.

Mestinya tak sulit untuk melihat bagaimana kondisi riil anak kemenakan
kita. Misalnya melalui organisasi kampung, mulai dari Jorong, Nagari,
Kecamatan, Kabupaten, hingga organisasi etnis atau propinsi. Belum
lagi melalui organisasi alumni sekolah; SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan
PT.

Masalah yang sama juga dialami alumni SMAN 1 Tilatang Kamang, Agam,
almamater sekolah saya. Idris Mukni, nama siswa tersebut, diterima di
Unbraw, Malang jurusan Teknik Informatika. Malangnya, anak ketujuh
dari sembilan bersaudara ini adalah yatim tak mampu. Di kampungnya, di
jorong Koto Malintang, Nagari Kototangah, Kec Tilatang Kamang, dia
hidup menumpang setelah neneknya meninggal. Sementara ibunya tinggal
di Pekanbaru bersama saudaranya yang juga tergolong kurang mampu untuk
membiayainya ke jenjang perguruan tinggi.

Informasi keadaan Idris kami ketahui setelah salah seorang guru di
SMAN 1 Tilatang Kamang menghubungi kami, untuk dicarikan jalan keluar.
Berhubung di nagari awak manganut 'Babiliak Gadang, Babiliak Kaciak'
tentu yang pertama-tama kami lakukan adalah menghubungi kerabatnya
yang ada di Jakarta, mulai dari kerabat dekat hingga orang se Jorong
dan se Nagari. Sementara sebagai alumni SMA dan organisasi alumni, tak
banyak yang dapat kami lakukan karena keterbatasan di sana-sini. Baik
keterbatasan pribadi maupun organisasi alumni itu sendiri. Sampai
kini, yo alun ado alumni nan bakuku lai. Kalau pun ado nan baru
batuneh, masih sebatas membantu keluarga terdekat saja.

Di SMAN 1 Tilkam, kasus seperti ini hampir tiap tahun terjadi.
Informasi ini selalu disampaikan guru-guru kepada alumni, lalu kami
para alumni yang cukup peduli mencoba mencarikan jalan keluar. Tahun
2004 salah satu lulusan terbaik di Sumbar dengan nilai Matematika
sempurna diterima di UI, jurusan Matematika. Ayahnya hanya seorang
kusir bendi smeentara ibunya buruh tani yang menerima upah menanam
padi. Konon untuk biaya ke Jakarta, dia dibantu oleh Bupati Agam kala
itu, sementara untuk biaya mondok dan biaya lainnya untuk beberapa
semester, kami carikan donatur di Jakarta. Alhamdulillah, saat kuliah,
ybs sudah bisa memncari biaya tambahan dengan memberi bimbingan
belajar matematika bagi siswa-siswi di sekitar kost-an nya di Depok.
Itu terus menerus dia lakukan hingga akhirnya berhasil menamatkan
pendidikan 4 tahun kemudian.

Pada tahun 2006 dan 2008 hal yang sama terulang lagi. Pada 2006
seorang siswa yatim piatu dari keluarga tak mampu kembali diterima di
UI, kali jurusan Geografi. Sementara pada 2008 salah satu alumninya
diterima di Unpad. Berhubung UI memberikan keringanan biaya bagi
mahasiswa tak mampu, dia diterima di UI setelah membayar uang masuk
hanya Rp600.000,-. Sebagai alumni kami kembali bergerilya untuk
mencari donatur untuk meringankan biaya pendidikannya. Pihak sekolah
pun mengupayakan mencari beasiswa hingga ke kantor Gubernur dan
alhamdulillah dapat. Hanya saja, gerilya yang kami lakukan lebih
kepada individu-individu karena organisasi nagari belum sampai pada
tindakan nyata dan konkrit  dalam menjalankan programnya membantu
mahasiswa yang sedang membutuhkan. Soalnya, di rantau sendiri tidak
sedikit pula anak kemenakan yang terancam putus sekolah atau gagal
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Yang ingin saya kemukakan di sini, kenapa persoalan seperti ini terus
berulang tanpa ada solusi yang jitu untuk menyelesaikan masalah ini?
Kalau kita bertanya kepada Pemerintah, untuk apa ada Sensus penduduk,
kalau akhirnya siswa pintar tidak mampu melanjutkan pendidikan tinggi?
KAlau kita bertanya kepada organisasi kekerabatan, alumni sekolah,
hingga Gebu Minang misalnya, apakah kita tidak ingin anak kemenakan
kita itu pintar dan akhirnya jadi orang? sekolah menurut hemat saya
sudah banyak berbuat, apalagi guru-gurunya tidak 100% berasal dari
kecamatan di mana sekolah itu berdiri.

Mari kita diskusikan.

Salam
Suhendra (41)
Rang Tilatang Kamang (Tilkam), Agam
Alumni Angkatan Ke-3 (87) SMAN Tilkam


On Jul 20, 10:39 am, "Nofend Marola" <nof...@gmail.com> wrote:
> Selasa, 20 Juli 2010
> Derai Air MATA Ibu-ibu Miskin di Singgalang : Nasib Anak Kami di Tangan
> Dermawan
>
> PADANG - Tiga orang ibu, satu di antaranya, sudah nenek-nenek, kemarin
> menangis di Harian Singgalang. Nenek datang dari Pariaman. Seorang dari
> Pesisir Selatan dan satu lagi dari Padang. Ketiganya datang dengan anak
> tercinta yang diterima di perguruan tinggi. Anak-anak mereka pintar bukan
> buatan.
>
> Anak yang dari Pesisir Selatan misalnya, dipanggil ke Universitas Leiden di
> Belanda, tapi gagal berangkat karena tak ada uang. Dipanggil Universitas
> Indonesia (UI), juga gagal karena hal yang sama. Lalu sekarang dipanggil
> oleh Universitas Brawijaya.
> Seorang anak tukang cuci, nyaris kehilangan masa depan, karena kemiskinan.
> Lantas, seperti biasa, suratkabar tercinta ini, mengetuk Anda, sudilah
> kiranya membagi rezeki untuk tunas-tunas bangsa, titipan Tuhan, demi masa
> depan mereka.
>
> Afdal
> Kabar lulusnya Afdal Tanjung, putra kesebelas dari seorang ibu bernama
> Anuar, membuat hatinya campur aduk. Di satu pihak, ia merasa bangga karena
> anaknya berhasil merebut bangku kuliah di Unand, dari sekian banyak pesaing.
> Tapi di sisi lain ia gundah gulana, mengingat tidak ada satupun yang bisa
> dijualnya untuk biaya kuliah. Apalagi tubuh tuanya baru saja sembuh dari
> sakit-sakitan yang beberapa waktu lalu terkena stroke.
>
> "Amak alah jando nak... apak anak-anak alah lamo maningga. Tapi anakko kareh
> juo hatinyo ndak kuliah. Hanyo iko dayo amak, mintak bantuan dermawan Harian
> Singgalang (Ibu sudah janda nak... Ayah anak-anak sudah lama meninggal. Tapi
> anak saya ini keras juga hatinya ingin kuliah. Hanya ini yang bisa ibu
> lakukan, meminta bantuan dermawan Harian Singgalang-red)," kata Anuar dengan
> berlinang air mata kepada Singgalang, sewaktu mengutarakan maksudnya datang
> ke Harian Singgalang, Senin (19/7).
>
> Anuar mengusap air matanya yang sedari tadi ia coba menahan supaya tidak
> jatuh. Afdal sendiri hanya bisa menunduk, karena memang inilah yang bisa ia
> lakukan saat ini.
>
> Sebenarnya, Afdal sudah menganggur dua tahun. Ia lulus SMA I Nagari Nan
> Sabaris Kab. Padang Pariaman 2008 lalu. Melihat kondisi keluarganya yang
> miskin, ia memutuskan untuk bekerja di Pekanbaru dan diterima di bagian
> suntik ayam.
> "Sebenarnya saya ingin menabung untuk biaya kuliah. Tapi itu tidak terwujud,
> karena ibu sakit-sakitan, sementara keluarga saya butuh makan. Uang gaji
> akhirnya saya kirim ke kampung untuk biaya hidup ibu dan keluarga lainnya,"
> imbuh Afdal.
> Hasrat ingin kuliah kembali memenuhi hatinya di tahun 2010. Ia pun
> memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan dan balik ke Jorong Muaro,
> Kanagarian Kurai Taji Pariaman. Sejak saat itu, ia mulai tekun membolak
> balik buku pelajaran.
>
> Hasilnya, ia pun lulus SNMPTN di Agro Eko Teknologi Fakultas Pertanian
> Unand. Hatinya sangat gembira karena bisa lulus, di tengah keterbatasan yang
> ada. Rasa khawatir datang, ketika membaca biaya pendaftaran yang mencapai
> Rp5 juta lebih.
> "Tanggal 20 besok, terakhir saya harus mendaftar. Kalau uangnya tidak ada,
> punah sudah harapan saya untuk kuliah. Swasta jelas tidak akan sanggup saya
> menjalaninya. Saya sangat berharap, agara para dermawan mau membantu saya,"
> kata Afdal menghiba.
> Jika nantinya bisa kuliah, Afdal sudah berencana kuliah sambil kerja. Ia
> akan banting tulang mengumpulkan uang, untuk biaya hidup dan uang kuliah
> semester berikutnya.
>
> Nova
> Bersamaan dengan Afdal, datang pula Nova. Ia lulus SNMPTN. Diantara ribuan
> orang yang ikut SNMPTN, namanya tertera menjadi satu dari sedikit yang
> diterima. Namun itu hanya sejurus. Tak sampai sepeminuman teh, perasaan
> cemas menghampiri. Tatkala melihat sejumlah uang yang harus disediakan demi
> mengecap bangku kuliah itu.
>
> Adalah Nova Susilawatiwitri (18), anak seorang tukang cuci di kawasan Lapai,
> Padang, diterima di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
> Padang. Namun untuk bisa berkuliah di perguruan tinggi terkemuka di Sumbar
> itu, Nova harus menyediakan biaya mencapai Rp4,5 juta yang dibayar dalam dua
> tahap. Tahap pertama harus dilunasi Rp2,75 juta paling lambat 24 Juli 2010.
> Sedangkan tahap selanjutnya Rp1,75 juta lagi yang harus dilunasi pada
> Desember nanti.
>
> Pusing kepala Nova memikirkannya. Mau mengadu, kepada siapa akan mengadu.
> Bapaknya Amin Moron sudah lama tiada. Sedang ibunya Lindawati (43) hanya
> seorang tukang cuci.
> Berderai airmata Nova memikirkannya. Di matanya terbayang masa depan yang
> akan dirajutnya. Namun banyangan itu kembali terhenti saat jumlah uang yang
> harus dibayar melintas lagi dibenaknya.
> Sehabis akal ia memberanikan diri datang ke Redaksi Singgalang. Dengan penuh
> haru ia bercerita tentang cita-citanya. Namun uang pangkal penebus bangku
> kuliah itu serasa sangat berat.
> "Tak tahu kemana kami akan mengadu pak. Kalaulah saya bisa kuliah, saya
> satu-satunya dari empat bersaudara yang bisa mengecap pendidikan di
> perguruan tinggi," ungkapnya.
> Entah rezeki yang sedang baik, saat bersamaan ada seorang dermawan yang akan
> menyumbang. Saat itu juga bantuan untuk Nova mengalir. Uang sejumlah Rp3
> juta pembayar uang tahap pertama pun sudah di tangan.
> "Alhamdulillah, ada dermawan yang membantu. Mudah-mudahan rezeki bapak itu
> dilipatgandakan Allah," ujarnya.
>
> Ikhsan
> Otaknya benar-benar pintar dan cerdas. Apalagi, wajahnya begitu tampan. Dia
> bernama M Ikhsan Putra, 19. Berkat kecerdasannya itu putra kembar asal
> Pesisir Selatan itu berhasil lulus sebagai mahasiswa Bisnis International di
> Universitas Brawijaya setelah mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan
> Tinggi Negeri (SNMPTN). Pernyataan kelulusan tersebut dibacanya di koran
> Sabtu lalu dan disana tertera nomor ujian 310-17-150407005 dinyatakan lulus
> pada pilihan ke tiga di Universitas Brawijaya.
>
> Sayangnya, keinginannya terpaksa ditunda karena orang tuanya tidak memiliki
> biaya untuk menyekolahkannya. Orang tua laki-laki lumpuh di rumah, sementara
> sang ibu Nurmayantini hanya seorang guru ngaji di kampungnya. Untuk biaya
> uang masuk di Universitas Brawijaya membutuhkan biaya Rp9.260.000. "Dengan
> penghasilan uang orang tuanya pas-pasan tersebut mana mungkin bisa membiayai
> saya sekolah," ungkap M Ikhsan Putra.
>
> Sebelumnya anak tampan yang pintar berbicara dengan Bahasa Inggris secara
> otodidak ini telah melewatkan tawaran kesempatan beasiswa baik dari dalam
> negeri maupun dari luar negeri. Dalam negeri seperti Sampoerna dan CIMB
> Niaga. Sedangkan dari luar negeripun, dia dianggurkan begitu saja. Dua di
> antaranya dari Universitas Leiden dan dari Rotterdam Belanda.
> "Semuanya, waktu pendaftaran ulangan untuk penerima beasiswa sudah lewat.
> Karena saya tidak punya biaya tiket untuk pergi ke sana melakukan
> pendaftaran ulang," ucapnnya dengan nada sedih.
>
> Tapi, tahun ini dia memiliki kebulatan tekad untuk melanjutkan pendidikan.
> Korbaran api semangat di jiwanya masih ada, walaupun selama enam bulan ini
> telah bekerja pada sebuah rumah makan di Pasar Raya Padang. "Tapi uang dari
> hasil kerja itu belum cukup untuk biaya kuliah," ungkap lelaki pekerja kerja
> keras dan pintar itu.
>
> Hanya dengan kepintarannya itu siswa SMA 1 Tarusan Pesisir Selatan ini
> berhasil mendapatakan tawaran beasiswa dari beberapa universitas ternama di
> Indonesia maupun di luar negeri. Dia sangat mengharapkan bantuan supaya bisa
> berkuliah kembali, mengembangkan potensi dirinya, demi mambangkik batang
> tarandam. Dia agak deg-degkan sebab waktu pembayaran masuk di Universitas
> Brawijaya dilakukan dimulai tanggal 19-30 Juli ini.
>
> Ibunya, Nurmayantini, yang guru mengaji itu, matanya sabak. Sulit bisa
> mendapatkan anak sepintar anaknya. Tapi, kepintaran anaknya sekaligus bagai
> sembilu, mengiris hatinya. Ia meneteskan air mata dan menyapunya
> cepat-cepat, seolah ia tak ingin anaknya melihat ia menangis.
>
> Andakah yang ditunjuk Allah SWT sebagai dermawan yang akan membantu Afdal,
> Ikhsan dan Nova? Silahkan salurkan donasi anda lewat Harian Singgalang,
> nomor telepon 0751-36923.
>
> (Hendri Nova/Bambang/Lenggo)
>
> http://berita.hariansinggalang.co.id/media.php?module=detailberita&id=39

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke