Satuju jo usulan Sanak Bot
Mudah2an dengan ditagakkan baliak Rajo Tigo Selo ko bisa manyatukan urang Minangkabau di seluruh dunia baliak... Mgkn dek sabab adonyo keraton di Jawa mangko urang Jawa salalu satu sajak dulunyo, indak sarupo urang2 Malayu nan salalu pacah sajak dulunyo. CMIIW Wassalam mm From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantau...@googlegroups.com] On Behalf Of Bot S Piliang Sent: Tuesday, October 05, 2010 3:31 PM To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: Bls: [...@ntau-net] Feodalism jo Sapacokian di Minangkabau, Antah Bilo ka ba Akhia Uda Armen nan nyo denai... Email balasan saya sebenarnya bukan bentuk protes atau apapun, hanya berupaya meluruskan ide saja, takut nanti ada yang salah persepsi. Suku ambo iyo lah Piliang, tapi kok dicari pangka hulnyo,m yo agakjauah dari Pagaruyuang karano ambo lahia di Pariaman, keluarga ambo dari pihak Ibu berasal dari Pariaman yang konon katanya turun dari daerah Jao Padang Panjang baru pada abad ke 15. Jadi, saya sama sekali tidak ada kepentingan dari kelarasan koto piliang maupun body chaniago. Terima kasih atas pencerahan dari Uda Armen. Saya memang belum sampai sedalam itu memahami persoalannya. Hanya saja, usulan saya untuk membentuk kembali lembaga Rajo nan Tigo Selo (saya tidak tahu apakah rajo nan tigo selo itu hanya berlaku untuk kelarasan koto piliang saja atau seluruh Minangkabau, Luhak dan Rantau) sebenarnya hanya salah satu upaya untuk menegakkan kembali kewibawaan adat Minangkabau yang selama ini cenderung dipolitisasi oleh kepentingan penguasa. Artinya terlepas dari sekat-sekat provinsi karena Minangkabau tidak hanya Sumatera Barat. Lembaga pranata ada yang ada saat ini, yang merupakan bentukan penguasa Orde Baru, yaitu LKAAM ternyata tidak mampu menjadi payung panji adat Minang karena harus tunduk pada penguasa wilayah dalam hal ini Gurbernur (mohon di koreksi kalau statement saya salah). Tentu ini keliru, karena Gurbernur adalah perwakilan pemerintah pusat secara administratif di daerah tersebut, dan tidak serta merta menjadi penguasa adat dan budaya setempat, khususnya di Minangkabau. Kalau pemikiran bodoh saya mungkin seperti ini Da, raja alam, adat dan ibadat merujuk pada lembaga bukan perserorangan. OK Lah kalau Raja Alam diserahkan kembali kepada penghulu waris keluarga Pagaruyung, namun konteksnya lebih kepada simbol pemersatu adat saja. Namun Raja Adat dan Ibadat penunjukannya dilakukan dengan cara-cara musyawarah dan mufakat dari seluruh penghulu2 adat di tiap-tiap lihak dan rantau di Minangkabau. Jadi bisa saja Raja Adat dipegang oleh seorang datuk/penghulu dari Rantau Pasisie Banda Sapuluah. Maaf, mungkin agak tidaklazim, tapi kira-kria begitulah gambaran yang muncul di kepala saya. Banyak maaf -- . -- . -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.