2011/9/5 Harman <harman_ira...@yahoo.com>:

> kebetulan saya menyaksikan tayangan sidang isbat yg disiarkan langsung
itu.
> Beberapa hal yang perlu dikritisi adalah :
> 1. Adanya PENOLAKAN bagi siapa saja yang mengaku melihat hilal pada hari
tersebut dengan alasan " Tidak sesuai dengan kaidah KEILMUAN dan
> KEILMIAHAN" sehingga kesaksian Cakung dan Jepara DITOLAK mentah - mentah
bandingkan dengan peristiwa pada jaman Rasulullah yang mau
> menerima persaksian dari orang gunung suku Badui, Rasulullah pun langsung
membatalkan puasanya. Pertanyaannya, kalau setiap kesaksian
> pasti akan ditolak, lantas
>

Pak Harman, sebenarnya penolakan tersebut adalah karena penggunaan hisab
juga. Saya pribadi memilih pendapat rukyat murni, seperti yang diterapkan di
Arab Saudi. Jadi kesimpulan yang sama, tidak melazimkan pendapat yang sama,
sehingga di sini yang saya soroti adalah metode yang digunakan, bukan
masalah hari raya 30 atau 31 Agustus 2011M. Di tahun-tahun lain, Arab Saudi
diserang oleh pendukung hisab, karena dianggap menerima kesaksian rukyat
yang dianggap tidak mungkin.

Oleh karena itu, agar konsisten, marilah kita kembali kepada rukyat. Namun,
*dalam perkara ini yang lebih penting adalah persatuan umat*, sehingga saya
akan mengikuti penetapan pemerintah terlepas dari cocoknya dengan pendapat
Muhammadiyah, NU, atau ormas lainnya.

Memang disayangkan jika sampai muncul argumentasi dusta atau keangkuhan
ormas (hizbiyyah) dalam sidang itsbat. Semoga semua pihak dapat mengambil
pelajaran dan menjadi lebih baik di masa depan.

> 4. Pendukung Rukyat memenggal hadits tentang Rukyat, kenapa mereka tidak
menyebutkan secara utuh hadits tentang Rukyat
> yang berbunyi :
> "Berpuasalah kalian karena melihatnya dan akhiri puasa karena melihatnya.
Sesungguhnya kami ini masyarakat buta huruf, tidak dapat menulis dan
> menghitung (ilmu perbintangan), jumlah hari- hari dalam sebulan adalah
begini dan begini (sambil memberi isyarat dengan kedua tangannya), yakni
> kadang 29 dan kadang 30 hari. (HR. Bukhari III/25 dan Muslim III/124).
> Hadits tersebut di atas, menunjukan bhw rukyat itu adalah satu-satunya
cara yg bisa dilakukan pada jaman Rasulullah, artinya jika sudah tidak buta
> huruf, dapat membaca dan menghitung rukyat bisa saja ditinggalkan sama
halnya dengan naik haji pakai onta. Yang menjadi ibadahnya itu adalah
> NAIK HAJI bukan NAIK ONTA-nya.
>

Pak Harman, tidak tepat menganalogikan rukyat dengan naik unta, karena *naik
unta tidak pernah diperintahkan *oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa
Sallam, *dan bukanlah bagian dari ibadah haji*.

Mengenai hadits rukyat tersebut, sepertinya kok Bapak menuduh para ulama
yang memilih pendapat rukyat telah mengelabui umat. Mungkinkah mereka tidak
memahami penggunaan bagian tersebut sebagai illat?

Mari kita lihat sejarah. Apakah memang tidak ada orang yang mampu baca tulis
di masa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam? Faktanya adalah ada yang
menuliskan surat bagi beliau untuk dikirimkan ke Kaisar Romawi dan Kisra
Persia. Juga kita ketahui berhitung bukan hal yang ajaib di masa itu dengan
bukti adanya penerapan hitungan zakat (coba lihat hukum zakat binatang
ternak yang cukup kompleks) dan warisan.

Pak Harman, justru dari bagian hadits tersebut kita ketahui bahwa *pada masa
itu sudah diketahui keberadaan ilmu hisab*. *Namun, beliau Shallallahu
'alayhi wa Sallam tidaklah memerintahkan orang mempelajarinya, tidak pula
memerintahkan untuk bertanya ke ahli hisab ketika hilal tidak terlihat*.
Setahu saya, Rasulullah tidak meluputkan perkara yang penting dalam
beragama, misalnya beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu
untuk belajar bahasa Ibrani, karena beliau tidak percaya yang dituliskan
orang-orang Yahudi.

Mari kita lihat di masa kini. Apakah semua orang yang bisa baca tulis mampu
melakukan hisab? Malah mungkin banyak orang yang mampu baca tulis pun tidak
mampu melakukan rukyat.

Sedikit bacaan:

http://almanhaj.or.id/content/2832/slash/0

Oleh karena itu, bagi saya, pendapat bahwa rukyat hanya untuk kaum yang
tidak bisa baca tulis merupakan pendapat yang tidak etis.

> tentang orang yang sanak Ridha tuliskan, liau tu adalah Thomas Jamaludin,
blio itu memang penganut rukyat sejati, yg saat ini memegan posisi di
> LAPAN dan Kementrian Agama. Komentarnya yang mengatakan konsep wujudulul
hilal yg digunakan oleh Muhammadiyah sudah usang rasanya
> kurang etis dan pantas diucapkan oleh seorang profesor.
>

Saya tidak tahu apakah beliau penganut rukyat sejati (yang sejujurnya tidak
saya tangkap, karena beliau sepertinya cenderung menggabungkan hisab dan
rukyat). Pernyataan tersebut mungkin dapat lebih jelas dalam tulisan beliau
di:

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/27/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/

Demikian, Pak. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Allahu Ta'ala
a'laam.

Wassalaamu'alaykum,
-- 
Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke