Salam semua.... Tidak terbayang seperti apa Pak Yus 20 tahun yang lalu di Indramayu....kata pemburu sana sih Pak Yus dulu kurus dan kuning (yang lain tinggi, besar dan putih alias bule). Memang pengalaman adalah guru yang berharga Bung Gigi, semakin kita 'menekan' mereka, padahal kita baru kenal, mereka akan selalu menolak dan melawan. Beda halnya kalau kita pelan-pelan dan bersosialisasi terlebih dulu, pasti ada hasil yang lebih memuaskan. Untuk masalah sustainable harvesting, memang secara praktis belum ada kajiannya, dan kemarin dengar-dengar Pak Ige baru mengidentifikasi si Anis merah di Bali. Entah gosipnya benar apa tidak...Tapi untuk saat ini, saya berkeyakinan bahwa ini adalah salah satu metode terbaik dan solusi tertepat dibandingkan yang lainnya. Saya juga setuju kalau kita menghukum para pemburu hewan-hewan yang dilindungi, tetapi kita juga harus menjaga hak dan keamanan 'tersangka', sebab para pemburu biasanya 'dipesan' oleh orang-orang berduit. Celakanya, justru yang berduit inilah yang tidak terendus oleh hukum. Sebab pemburu sudah mendapat 'tekanan' dari para pendana ini agar tutup mulut (tentunya dengan imbalan). Mungkin untuk hal ini, Bang Dwi lebih paham sebab ini merupakan areal petualangan beliau. Omong-omong, kalau harga Gajahan dan Trinil di Medan memang segitu, pantas saja pemburu Pantura 'hijrah' ke Sumatra, sebab harga Trinil di Pantura hanya 2000 per 4 ekor, sedangkan di Demak 1000 per ekor.....Entahlah kalau harga pas Pak Yus ke sana dulu...
Salam, Uya