Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-04-01 Terurut Topik Wing Wahyu Winarno
Pak Hardi,

Itulah mulianya hati guru. Asal semua terima beneran yg Rp1,8juta, yang sdh mau 
pensiunpun tidak marah atau iri (mungkin ya ada, tapi hanya jadi obrolan 
santai, gak keras2 ngomongnya). Yg penting, pada bisa nyicil motor dulu, biar 
bisa kasih les kesana kemari.

Di kota saya Yogyakarta, tidak boleh ada pungutan apapun Pak. Saya pengurus 
Komite Sekolah. Sdh lama sekolah saya melakukan seperti yg dilakukan di tempat 
Pak Hardi. Kami bahkan bisa bikin masjid di sekolah, bisa bikin lab komputer, 
dsb...dsb. Sering dpt penghargaan adiwiyata (sekolah hijau, banyak tanaman 
rindang dan asri). Tapi, semua itu berhenti mulai 2009 ini.

Mari kita berbuat sebisa kita untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri 
kita (lho, padahal milisnya Ahli Keuangan ya? Hehehe). Para pembuat keputusan 
banyak yg menyekolahkan anaknya ke luar negeri...tapi mereka bilang bahwa mutu 
pendidikan kita selalu membaik... (100% caleg yg bicara ttg pendidikan, hanya 
omong SPP gratis, tanpa membaca email2 kita ini ya Pak?)

Siapa yang berani bilang keberhasilan pendidikan di Indonesia adalah 
karena...saya (saya itu org yg kampanye lho...)

Salam,
WWW

Sent from my BlackBerry® device.



=
Join Facebook AKI dimana Anda bisa ber social interactive sambil bermain games 
atau just have fun together. Compulsory bagi new members start 1 Jan 2008. 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
=
Perhatian: Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. 
Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas.
=
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
-
Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting 
sebelumnyaYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-03-31 Terurut Topik Hardi Darjoto
Pak Wahyu,

Sekali lagi terima kasih telah diberi pencerahan soal guru-guru kita ini.
Berikut tanggapan saya..

Pada 1 April 2009 12:30, Wing Wahyu Winarno  menulis:

>
> Mengenai kinerja, mengapa Pak Hardi tega sih, orang gaji di bawah UMR,
> masih harus dinilai prestasinya lagi..hehehe Kalau wakil rakyat yg
> gajinya belasan juta, diukur prestasinya dari apa Pak? Mereka datang rapat
> pada tidur, pada sms, bahkan ada yg gak datang rapat tapi tetep terima
> amplop, Pak Hardi pernah dengar gak? Lalu, bgmn mengukur kinerja hakim,
> bupati, menteri, dsb...dsb...? Jangan ah Pak, kita jangan nuntut mereka
> berprestasi kalau kita blm bisa melayakkan kehidupan guru.


Bukan begitu pak. Saya kan hanya bertanya, bila kita harus mereformasi
renumerasi guru (= menaikkan gaji guru), bagaimana sistemnya? Semua guru
rame2 naik gaji sampai minimal 2 juta per bulan untuk guru baru lulus dan
masih lajang? Bagaimana dengan guru2 yang  berprestasi? Apakah gajinya harus
lebih rendah dari yang seharusnya, karena alokasinya digunakan untuk
menaikkan gaji guru2 yang sebaiknya tidak usah jadi guru saja (karena
buruk)? Atau apakah yang diinginkan memang renumerasi macam wakil rakyat
yang (maaf) sontoloyo itu?

>
>
> Ada contoh seru lagi Pak. Th 2009 ini banyak daerah melarang pungutan dlm
> bentuk apapun. Sekolah anak saya juga sdh tdk lagi memungut apapun. Sebagai
> gantinya, Pem memberi dana BOS total Rp450rb per anak per tahun. Padahal, di
> SD anak saya (negeri, termasuk favorit), biaya per anak tahun lalu adalah
> Rp750rb. Bagaimana menutup kekurangannya? Kegiatan pramuka, kesenian, olah
> raga, outbound, pelajaran tambahan, semua distop. Jadi, sekolah
> gratis=penurunan mutu? Lihat dulu info berikut. Bagaimana dgn SD yg selama
> ini tidak favorit, muridnya sedikit, spp seret? Mereka akan senang sekali,
> karena kekurangan dana selama ini ditutup oleh Pemerintah? Kesimpulannya?
> Kualitas pendidikan akan semakin merata. Tapi lupakan kualitas yang selama
> ini sudah di atas rata2.


Anak saya di SMP Negeri juga sama pak. Sekolah tidak boleh memungut apa pun.
Tapi kalo orang tua ngasih kan boleh pak? Itu yang terjadi. Komite Sekolah
presentasi di depan ortu, bahwa ada program2 sekolah bla-bla-bla yang tidak
terbiayai oleh BOS. Gimana nih? Akhirnya ortu rame2 ngasih sesuai kemampuan
sehingga program2 (sebagian besar) bisa berjalan. Laporan APBS nya juga ada
di website (kontribusi ortu dimasukkan dalam pos sumbangan masyarakat). Apa
ada ortu yang tidak setuju ngasih? Banyak, tapi ya sudahlah, terpulang pada
masing2 orang. Ada orang merasa urusan sekolah adalah kewajiban pemerintah
saja, jadi dia tidak mau nyumbang. Padahal itu sekolah anaknya sendiri.
Sementara dia tiap minggu mau belanjain bensin dan parkir ke mall yang kalau
dikumpulkan setahun cukup untuk beli netbook buat dipake anaknya di sekolah.

>
> Kenapa Pemerintah dan DPR menetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN?
> Karena negara2 tetangga anggaran pendidikannya antara 25-33%. Jadi kita
> hanya ikut2an saja, hingga akhirnya sampai bertahun2 tidak pernah bisa
> tercapai angka 20% itu. Tahun lalu akhirnya tercapai, tapi Pemerintah juga
> tidak tahu hrs berbuat apa. Kalau begini, siapa yang kinerjanya tidak baik?


Saya rasa sih kita harus lebih fokus kepada APBD, bukan APBN. APBN terlalu
rigid. APBD kalo mau bisa lebih fleksibel untuk memenuhi anggaran
pendidikan. Ada sejumlah (kecil) kabupaten berhasil melakukannya (ada di
edisi khusus Tempo beberapa waktu lalu).

>
>
> Salam

Hardi


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-03-31 Terurut Topik Wing Wahyu Winarno
Pak Hardi,

Saya ikut senang kalau ada teman yang mau tahu sedikit saja seluk-beluk 
keguruan. Saya yakin tidak ada guru yang ikut di milis ini, karena terlalu 
mahal bagi mereka utk bisa berinternet dan berdiskusi maslah keuangan di sini. 
Kalaupun ada, pasti guru yang sangat beruntung.

Mengenai kinerja, mengapa Pak Hardi tega sih, orang gaji di bawah UMR, masih 
harus dinilai prestasinya lagi..hehehe Kalau wakil rakyat yg gajinya 
belasan juta, diukur prestasinya dari apa Pak? Mereka datang rapat pada tidur, 
pada sms, bahkan ada yg gak datang rapat tapi tetep terima amplop, Pak Hardi 
pernah dengar gak? Lalu, bgmn mengukur kinerja hakim, bupati, menteri, 
dsb...dsb...? Jangan ah Pak, kita jangan nuntut mereka berprestasi kalau kita 
blm bisa melayakkan kehidupan guru.

Ada contoh seru lagi Pak. Th 2009 ini banyak daerah melarang pungutan dlm 
bentuk apapun. Sekolah anak saya juga sdh tdk lagi memungut apapun. Sebagai 
gantinya, Pem memberi dana BOS total Rp450rb per anak per tahun. Padahal, di SD 
anak saya (negeri, termasuk favorit), biaya per anak tahun lalu adalah Rp750rb. 
Bagaimana menutup kekurangannya? Kegiatan pramuka, kesenian, olah raga, 
outbound, pelajaran tambahan, semua distop. Jadi, sekolah gratis=penurunan 
mutu? Lihat dulu info berikut. Bagaimana dgn SD yg selama ini tidak favorit, 
muridnya sedikit, spp seret? Mereka akan senang sekali, karena kekurangan dana 
selama ini ditutup oleh Pemerintah? Kesimpulannya? Kualitas pendidikan akan 
semakin merata. Tapi lupakan kualitas yang selama ini sudah di atas rata2.

Saya sangat setuju mestinya gaji guru dibuat layak. Tidak usah dulu syarat 
macam2, toh mereka kuliahnya di program guru (IKIP). Namun sayang pemerintah 
sendiri akhirnya menutup IKIP dan menggantinya dengan Universitas, karena IKIP 
tidak laku. Mengapa tidak laku? Saya kira kita tidak ada yang rela kalau anak 
kita kuliah di IKIP, karena lulusannya pasti sengsara.

Kenapa Pemerintah dan DPR menetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN? Karena 
negara2 tetangga anggaran pendidikannya antara 25-33%. Jadi kita hanya ikut2an 
saja, hingga akhirnya sampai bertahun2 tidak pernah bisa tercapai angka 20% 
itu. Tahun lalu akhirnya tercapai, tapi Pemerintah juga tidak tahu hrs berbuat 
apa. Kalau begini, siapa yang kinerjanya tidak baik?

Terima kasih Pak Hardi dan teman2 lain yang berminat, saya sedikit lega bisa 
menyampaikan ini.

Salam,
Wing Wahyu Winarno

Sent from my BlackBerry® device.

-Original Message-
From: Hardi Darjoto 

Date: Wed, 1 Apr 2009 11:56:28 
To: 
Subject: Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu 
kejam binti Zalim)


Pak Wahyu,

Terima kasih banyak atas uraiannya, sehingga membuka mata saya yang tidak
tau bagaimana menjadi guru. Pertanyaan saya pun terjawab, bahwa jam kerja
guru = jam mengajar + jam persiapan untuk mengajar + jam evaluasi
pengajaran. Dengan demikian, barangkali jam kerja nya bisa lebih dari 40 jam
seminggu. Dari standar kerja industri, ini berarti guru harus hadir di
sekolah tiap hari Senin - Jumat jam 07.00 - 16.00. Namun karena ini
pekerjaan jasa, apalagi jasa mandiri (pekerjaan bisa dibawa pulang,
misalnya),maka jam kerja menjadi kurang mengikat lagi. Kalau begitu, kinerja
guru jangan dilihat dari jam kerja, tetapi dari hasil output. Tapi bagaimana
menilai output pengajaran bagi kinerja guru?

Mengenai gaji guru, saya kira guru lajang baru lulus dari Fak Pendidikan
seharusnya bergaji minimal 1.5 - 2 juta per bulan, plus skema renumerasi
lainnya. Supaya profesi guru bisa menarik minat orang2 terbaik, ya tentunya
harus ada insentif, seperti di negara tetangga kita. Saya kira juga perlu
dibentuk semacam "pressure group" di tiap kabupaten / kota supaya dalam
APBDnya lebih memperhatikan guru dan pendidikan. Semestinya menekan
pemerintah lokal lebih bisa dilaksanakan daripada menekan pemerintah pusat.
Mungkin ada baiknya ada kompetisi antar pemkab/pemkot dalam satu provinsi
dalam hal membuat skema renumerasi yang bisa menarik guru2 terbaik. Semacam
klub bola profesional begitu..

Namun guru juga manusia, ada guru baik, ada guru tidak baik. Sistem
renumerasi guru sebaiknya bisa membedakan, mana guru berprestasi, mana guru
biasa-biasa saja, mana guru yang sebaiknya tidak usah menjadi guru.



Salam hormat untuk para guru.

hardi

Pada 31 Maret 2009 18:06, Wing Wahyu Winarno  menulis:

>Kembali ke guru, bagaimana mereka mengupdate pengetahuan mereka?
> Apakah dari buku2 yang dibagikan gratis oleh pemerintah? Tidak Pak.
> Apakah materi2 yang mereka ajarkan ada updatenya di Internet? Ada pak,
> tapi jangankan komputer, televisi pun mereka hanya bisa beli merek2
> cina dan ukurannya kecil-kecil. Jadi jangan harap guru mau berlama2 di
> depan komputer dan internet seperti kita yang lebih beruntung ini.
> Memang tidak semua guru seperti yang saya gambarkan. Ada juga beberapa
> sekolah yang kelasnya banyak, muridnya banyak, orang tuanya mampu
> membayar mahal SPP, dan

Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-03-31 Terurut Topik Hardi Darjoto
Pak Wahyu,

Terima kasih banyak atas uraiannya, sehingga membuka mata saya yang tidak
tau bagaimana menjadi guru. Pertanyaan saya pun terjawab, bahwa jam kerja
guru = jam mengajar + jam persiapan untuk mengajar + jam evaluasi
pengajaran. Dengan demikian, barangkali jam kerja nya bisa lebih dari 40 jam
seminggu. Dari standar kerja industri, ini berarti guru harus hadir di
sekolah tiap hari Senin - Jumat jam 07.00 - 16.00. Namun karena ini
pekerjaan jasa, apalagi jasa mandiri (pekerjaan bisa dibawa pulang,
misalnya),maka jam kerja menjadi kurang mengikat lagi. Kalau begitu, kinerja
guru jangan dilihat dari jam kerja, tetapi dari hasil output. Tapi bagaimana
menilai output pengajaran bagi kinerja guru?

Mengenai gaji guru, saya kira guru lajang baru lulus dari Fak Pendidikan
seharusnya bergaji minimal 1.5 - 2 juta per bulan, plus skema renumerasi
lainnya. Supaya profesi guru bisa menarik minat orang2 terbaik, ya tentunya
harus ada insentif, seperti di negara tetangga kita. Saya kira juga perlu
dibentuk semacam "pressure group" di tiap kabupaten / kota supaya dalam
APBDnya lebih memperhatikan guru dan pendidikan. Semestinya menekan
pemerintah lokal lebih bisa dilaksanakan daripada menekan pemerintah pusat.
Mungkin ada baiknya ada kompetisi antar pemkab/pemkot dalam satu provinsi
dalam hal membuat skema renumerasi yang bisa menarik guru2 terbaik. Semacam
klub bola profesional begitu..

Namun guru juga manusia, ada guru baik, ada guru tidak baik. Sistem
renumerasi guru sebaiknya bisa membedakan, mana guru berprestasi, mana guru
biasa-biasa saja, mana guru yang sebaiknya tidak usah menjadi guru.



Salam hormat untuk para guru.

hardi

Pada 31 Maret 2009 18:06, Wing Wahyu Winarno  menulis:

>Kembali ke guru, bagaimana mereka mengupdate pengetahuan mereka?
> Apakah dari buku2 yang dibagikan gratis oleh pemerintah? Tidak Pak.
> Apakah materi2 yang mereka ajarkan ada updatenya di Internet? Ada pak,
> tapi jangankan komputer, televisi pun mereka hanya bisa beli merek2
> cina dan ukurannya kecil-kecil. Jadi jangan harap guru mau berlama2 di
> depan komputer dan internet seperti kita yang lebih beruntung ini.
> Memang tidak semua guru seperti yang saya gambarkan. Ada juga beberapa
> sekolah yang kelasnya banyak, muridnya banyak, orang tuanya mampu
> membayar mahal SPP, dan... les-les tambahan.
>
> Masih ingat ketika Pemerintah tidak bisa memenuhi anggaran pendidikan
> 20%? Lalu akhirnya MK memutuskan bahwa biaya2 gaji juga harus
> dimasukkan agar angka 20% masuk? Sebenarnya mudah sekali kan menambah
> anggaran pendidikan? Misalnya saja setiap sekolah diberi
> sarana-prasarana minimal. Komputer ada sekian, internet ada sekian
> MBPS, proyektor ada sekian buah, buku2 baru setiap tahun ada sekian,
> seminar2 setiap semester diselenggarakan secara bergantian di setiap
> kabupaten/kota, dst--dst. Banyak cara menaikkan kesejahteraan guru
> (dan yang lebih penting lagi: mutu pendidikan).
>
>
> Yang ikut prihatin,
>
> Wing Wahyu Winarno
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-03-31 Terurut Topik Wing Wahyu Winarno
Pak Hardi dan kawan-kawan di milis AKI,

Bila seorang guru mengajar di kelas 3 kali @ 2 jam pelajaran, dia
tidak hanya bekerja pas mengajar itu. Sebelumnya dia harus menyiapkan
silabus dan rencana pembelajaran. Hari pertama diisi apa, kedua diisi
apa, hingga akhir semester. Bahkan 10 menit hari pertama diisi apa, 15
menit kemudian menjelaskan apa, 5 menit kemudian mau bertanya apa,
semua harus sudah disiapkan. Hebatnya lagi, rencana pembelajaran ini
harus dibuat setiap semester dan tidak boleh sama persis (bandingkan
dengan para dosen perguruan tinggi yang di silabusnya cuma ditulis
"Bab 1" utk hari pertama, Penjelasan teori di hari kedua, dst). Belum
lagi dengan ujian dan membimbing siswa di jam2 tertentu.

Itulah sebabnya Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan) lalu mengeluarkan pedoman yang membolehkan adanya
konversi. Pembuatan silabus dihitung 2 jam, menjadi guru BP3 2 jam,
menjadi koordinator pelaksanaan ulangan berapa lagi, demikian juga utk
jabatan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, ada
bobotnya. Para guru lumayan terbantu dengan kebijakan ini. Namun belum
juga itu dilaksanakan (bukunya sih sudah beredar di seluruh
Indonesia), terbitlah PP 74/2008 yang MELARANG  adanya konversi.
Pokoknya mengajar is mengajar.

Benar kata Pak Hardi, bahwa guru agama "tidaklah material" di sebuah
sekolah (kecuali di sekolah keagamaan). Dan masih ada lagi Pak guru2
yg materinya tidak banyak diajarkan, misalnya guru bahasa Indonesia,
guru olah raga, guru keterampilan, bahkan hampir semua guru! Semua
sekolah yang kelasnya sedikit, gurunya pasti di bawah UMR
penghasilannya.

Pertanyaannya adalah: Mengapa pemerintah menjanjikan sendiri akan
memberi tunjangan sebesar Rp1,8 juta kepada semua guru per bulan? (Dan
apakah di antara Anda di milis ini ada yang keberatan bila guru
menerima gaji segitu?) Mengapa Pemerintah tidak menjanjikan saja tarip
variabel, misalnya per jam pengajaran mendapat Rp200ribu. Bagi guru,
itu sudah merupakan suatu yang menyejukkan. Bahkan seharusnya tidak
perlu dengan berbagai syarat tambahan yang bertele2 (dan akhirnya toh
tidak ada gunanya). Di berbagai kota muncul program S1 siluman atau
ilegal, muncul seminar2 fiktif (karena sertifikatnya dihitung utk
syarat sertifikasi), bahkan saat ini muncul dugaan berkas kenaikan
pangkat palsu yang otaknya (orang Ciamis) masuk ke DPO (Daftar
Pencarian Orang), karena telah memalsu ratusan PAK.

Kalau Pak Hardi mengatakan bahwa guru hanya perlu dibayar sesuai
dengan jumlah jam mengajarnya, mari kita analogikan Pak. Apa sih tugas
wakil rakyat di DPR? Kan hanya rapat Pak? Nah, bagaimana kalau mereka
hanya dibayar ketika rapat itu saja? Mengapa menjumpai konstituen
harus dibayar? Mengapa mereka  belajar ke daerah lain atau negara
lain, harus dibayari juga? Kalau mereka masih bego, jangan jadi wakil
rakyat dong. Sekarang banyak informasi yang bisa dipelajari di
Internet, atau telpon, atau surat-suratan. Atau bisa juga memanggil
orang2 yang sudah pernah berkunjung ke negara yang dituju.

Kembali ke guru, bagaimana mereka mengupdate pengetahuan mereka?
Apakah dari buku2 yang dibagikan gratis oleh pemerintah? Tidak Pak.
Apakah materi2 yang mereka ajarkan ada updatenya di Internet? Ada pak,
tapi jangankan komputer, televisi pun mereka hanya bisa beli merek2
cina dan ukurannya kecil-kecil. Jadi jangan harap guru mau berlama2 di
depan komputer dan internet seperti kita yang lebih beruntung ini.
Memang tidak semua guru seperti yang saya gambarkan. Ada juga beberapa
sekolah yang kelasnya banyak, muridnya banyak, orang tuanya mampu
membayar mahal SPP, dan... les-les tambahan.

Masih ingat ketika Pemerintah tidak bisa memenuhi anggaran pendidikan
20%? Lalu akhirnya MK memutuskan bahwa biaya2 gaji juga harus
dimasukkan agar angka 20% masuk? Sebenarnya mudah sekali kan menambah
anggaran pendidikan? Misalnya saja setiap sekolah diberi
sarana-prasarana minimal. Komputer ada sekian, internet ada sekian
MBPS, proyektor ada sekian buah, buku2 baru setiap tahun ada sekian,
seminar2 setiap semester diselenggarakan secara bergantian di setiap
kabupaten/kota, dst--dst. Banyak cara menaikkan kesejahteraan guru
(dan yang lebih penting lagi: mutu pendidikan).

Maaf Pak Hardi dan kawan2 semua di sini, saya sudah terlalu panjang
menulis, meskipun masih banyak fakta lain yang menyesakkan dada.
Tolong sampaikan kepada para wakil rakyat kita, tidak usah studi
banding ke luar negeri untuk mengatasi masalah pendidikan kita. Cukup
panggil orang2 yang tahu masalah pendidikan, suruh mereka bicara, lalu
dirangkum, lalu dicari benang merahnya, lalu diputuskan. Jangan
seperti sekarang: punya ide menyejahterakan guru, tapi akhirnya
membuat repot semua pihak, dan uang tidak jadi diterima. Kawan-kawan
bisa bayangkan bagaimana wajah-wajah para guru kita mengetahui hal
ini?

Yang ikut prihatin,

Wing Wahyu Winarno




2009/3/31 Hardi Darjoto :
> pak Wahyu,
>
> Bila seorang guru agama mungkin hanya mengajar 6 jam seminggu, apakah dapat
> dikatakan dia bekerja hany

Re: [Keuangan] Guru Bekerja Kurang dari 40 jam seminggu? (was: Menkeu kejam binti Zalim)

2009-03-31 Terurut Topik Hardi Darjoto
pak Wahyu,

Bila seorang guru agama mungkin hanya mengajar 6 jam seminggu, apakah  dapat
dikatakan dia bekerja hanya 6 jam seminggu?

Bila iya, bukankah ini ironis? Sementara profesi lain normalnya bekerja 40
jam seminggu? Seandainya saya punya sekolah sendiri, apa saya mau bayar guru
yang kerja cuma 6 jam seminggu? Mending di-outsource saja kan?

Bila tidak, kegiatan apa lagi selain mengajar yang bisa dimasukkan sebagai
kegiatan "bekerja" seorang guru (misalnya guru agama dalam contoh Bapak ini)
? Admnistrasi? Penyuluhan siswa? Ikut training? Jika kebanyakan ngurusin
admin, ya saya mending rekrut pekerja admin, terus untuk ngajar agama, lagi2
di outsorce.

Mohon maaf saya bertanya, saya betul2 tidak tau dunia guru..

Hardi

Pada 31 Maret 2009 00:58, Wing Wahyu Winarno  menulis:

>
>
> Setelah lulus dan dapat sertifikat, apakah guru bisa terima tunjangan yg
> konon Rp1,8juta per bulan? Hohoho, tidak juga!!! Apa pasal? Karena Depdiknas
> mensyaratkan bahwa guru penerima sertifikasi harus mengajar minimal...24 jam
> pelajaran dalam seminggu! Apakah jumlah ini mudah dicapai? Tentu tidaaak!
> Contoh, guru agama di sebuah SMA dgn kelas 1-2-3 masing2 satu kelas, ada
> pelajaran agama masing2 2 jam, maka guru tadi mengajar 6 jam seminggu. Kalau
> sekolahan tadi punya masing2 4 kelas, barulah guru agama ini tadi bisa
> mengajar 24 jam. Tapi, hanya sekolah2 yang besaaar saja yg punya kelas
> banyak, dan biasanya mereka sdh bisa menggaji gurunya dgn layak.
>
> Lalu bgmn dgn sekolah2 kecil, seperti yang ada di film laskar pelangi?
> Jumlahnya banyak di negeri kita.
>
>
>
> Salam,
> Wing Wahyu Winarno
> Komite Sekolah SD Negeri Ungaran I Yogya
> Aktivis Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]