RE: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-31 Terurut Topik arianro
Pak Oka,

 

NJOP di beberapa tempat sudah terlalu mahal dari harga wajarnya. Banyak
asset yang susah dieksekusi karena berpatokan pada sekian % dari harga NJOP.

 

Rgds,

Arianro

=

 

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Oka Widana
Dik Ryan,

Terima kasih atas sharing SEnya, masih terlalu umum cuma. Tadinya saya kira,
perhitungan PBB khususnya NJOP ada ditangan Pemda, membaca SE dibawah, kalo
saya ngak salah tangkap, artinya perhitungan tersebut ada ditangan Ditjen
Pajak.

Masalahnya, NJOP adalah salah satu acuan perbankan untuk menilai harga wajar
dari suatu aktiva yang dijadikan jaminan. Memang ada pembanding lain,
misalnya harga actual dari transaksi jual beli yang pernah terjadi dalam
kurun waktu yang sama dengan waktu penilaian. Tetapi tetap saja NJOP adalah
acuan pertama kali yang dipakai. Selama ini, untuk menialai harga wajar dari
suatu aktiva, dipakai acuan 120%-150% dari NJOP (CMIIW, bila ada rekan
banker yang punya pengalaman berbeda), padahal dalam praktek, harga pasar
(atau paling harga tidak penawaran) disuatu wilayah bisa 200-300% diatas
NJOP. 

NJOP juga akan berguna kalo ada penggusuran lahan karena kepentingan umum,
misalnya. Didalam UU terkait, soalnya diatur bahwa ganti rugi mengacu kepada
NJOP. Jadi masalah NJOP ini bukan hal yang sepele. Kita nggak mau NJOP
terlalu rendah, karena nanti harga pasar aktiva rendah juga. Tapi nggak mau
terlalu tinggi, at least pajaknya akan mahal.

Jika kita paham bagaimana NJOP ditetapkan, tentu akan membantu.





[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-31 Terurut Topik Ryan
Yup, setuju, hal ini terjadi juga dalam hal penentuan tarif pajak, koreksi
fiskal 50% dan lain-lain yang kita juga gak tau darimana asal muasalnya.

Salam

ryan

2009/8/31 Oka Widana 

>
>
> Dik Ryan,
>
> Terima kasih atas sharing SEnya, masih terlalu umum cuma. Tadinya saya
> kira,
> perhitungan PBB khususnya NJOP ada ditangan Pemda, membaca SE dibawah, kalo
> saya ngak salah tangkap, artinya perhitungan tersebut ada ditangan Ditjen
> Pajak.
>
> Masalahnya, NJOP adalah salah satu acuan perbankan untuk menilai harga
> wajar
> dari suatu aktiva yang dijadikan jaminan. Memang ada pembanding lain,
> misalnya harga actual dari transaksi jual beli yang pernah terjadi dalam
> kurun waktu yang sama dengan waktu penilaian. Tetapi tetap saja NJOP adalah
> acuan pertama kali yang dipakai. Selama ini, untuk menialai harga wajar
> dari
> suatu aktiva, dipakai acuan 120%-150% dari NJOP (CMIIW, bila ada rekan
> banker yang punya pengalaman berbeda), padahal dalam praktek, harga pasar
> (atau paling harga tidak penawaran) disuatu wilayah bisa 200-300% diatas
> NJOP.
>
> NJOP juga akan berguna kalo ada penggusuran lahan karena kepentingan umum,
> misalnya. Didalam UU terkait, soalnya diatur bahwa ganti rugi mengacu
> kepada
> NJOP. Jadi masalah NJOP ini bukan hal yang sepele. Kita nggak mau NJOP
> terlalu rendah, karena nanti harga pasar aktiva rendah juga. Tapi nggak mau
> terlalu tinggi, at least pajaknya akan mahal.
>
> Jika kita paham bagaimana NJOP ditetapkan, tentu akan membantu.
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



RE: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-31 Terurut Topik Oka Widana
Dik Ryan,

Terima kasih atas sharing SEnya, masih terlalu umum cuma. Tadinya saya kira,
perhitungan PBB khususnya NJOP ada ditangan Pemda, membaca SE dibawah, kalo
saya ngak salah tangkap, artinya perhitungan tersebut ada ditangan Ditjen
Pajak.

 

Masalahnya, NJOP adalah salah satu acuan perbankan untuk menilai harga wajar
dari suatu aktiva yang dijadikan jaminan. Memang ada pembanding lain,
misalnya harga actual dari transaksi jual beli yang pernah terjadi dalam
kurun waktu yang sama dengan waktu penilaian. Tetapi tetap saja NJOP adalah
acuan pertama kali yang dipakai. Selama ini, untuk menialai harga wajar dari
suatu aktiva, dipakai acuan 120%-150% dari NJOP (CMIIW, bila ada rekan
banker yang punya pengalaman berbeda), padahal dalam praktek, harga pasar
(atau paling harga tidak penawaran) disuatu wilayah bisa 200-300% diatas
NJOP. 

 

NJOP juga akan berguna kalo ada penggusuran lahan karena kepentingan umum,
misalnya. Didalam UU terkait, soalnya diatur bahwa ganti rugi mengacu kepada
NJOP. Jadi masalah NJOP ini bukan hal yang sepele. Kita nggak mau NJOP
terlalu rendah, karena nanti harga pasar aktiva rendah juga. Tapi nggak mau
terlalu tinggi, at least pajaknya akan mahal.

 

Jika kita paham bagaimana NJOP ditetapkan, tentu akan membantu.

 

 

 

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Ryan
Sent: Monday, August 31, 2009 12:35 PM
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

 

  

Mas okeu, walaupun saya tidak bekerja di ditjen pajak atau Pemda, mungkin
referensi di bawah ini bisa jadi bahan renungan menunggu waktu buka puasa ;p
soale kalo dipikirin bener2 ya gak bakalan ketemu juga, soale ini
perhitungan pastinya kan ada di dalam internalnya DJP.

Salam

ryan

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-26/PJ./2006 TANGGAL 27 NOVEMBER 2006
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN/PENYEMPURNAAN ZNT/NIR ATAS BUMI YANG MEMILIKI CIRI
SPESIFIK

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) khususnya NJOP Bumi, dan sebagai tindak lanjut Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-25/PJ.6/2006 tanggal 20 Juli 2006 tentang Tata Cara
Pembentukan/Penyempurnaan ZNT/NIR, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Secara umum NJOP khususnya NJOP Bumi yang memiliki ciri spesifik, baik
bumi/tanah kosong maupun yang dikembangkan/dibangun, dapat memiliki
kelemahan dan keunggulan dari berbagai aspek antara lain legal, fisik dan
ekonomi, sehingga dalam pembentukan/penyempurnaan ZNT dan NIRnya (terutama
dalam tahap teknis analisis penyesuaiannya) perlu diatur lebih lanjut.
2. Bumi yang memiliki ciri spesifik sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran ini adalah objek pajak berupa bumi/tanah kosong dan/atau bumi yang
dikembangkan/dibangun yang memiliki satu atau beberapa ciri spesifik
ditinjau dari berbagai faktor sebagai berikut
a. Kawasan
Ditinjau dari faktor kawasan dapat berupa:
i. Bumi/tanah yang terletak di kawasan belum berkembang yang sarana dan
prasarananya belum tersedia dengan baik, sedangkan kawasan di sekitarnya
sudah berkembang serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Contoh
gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 3a
ii. Bumi/tanah yang terletak di kawasan sudah berkembang dan memiliki
sarana dan prasarana yang memadai, sedangkan kawasan di sekitarnya belum
berkembang serta belum/kurang memiliki sarana dan prasarananya yang memadai.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 3b.
Pada umumnya dapat memiliki keunggulan dan kelemahan dari segi:
- Ketersediaan infrastruktur dan sarana/prasarana
- kondisi lingkungan
b. Kedudukan
Ditinjau dari faktor kedudukan dapat berupa kondisi antara lain:
i. Sebagian besar sisi bidangnya berbatasan langsung dengan lebih dari
satu jalan/jaringan lalu lintas atau transportasi umum. Dalam kondisi
kedudukan seperti ini pada umumnya memiliki keunggulan diantaranya dari segi
kemudahan pintu keluar masuk, view, kemudahan aksessibilitas/kedekatan
dengan jaringan lalu lintas atau transportasi umum, dan kemudahan untuk
optimalitas pengembangan/pembangunannya. Contoh gambar dan analisis
penyesuaian sebagaimana lampiran 4a, 4b, dan 4c.
ii. Tidak berbatasan langsung dengan jalan/jaringan lalu lintas atau
transportasi umum namun mempunyai aksesbilitas langsung dari dan ke
jalan/jaringan lalu lintas atau transportasi umum. Pada umumnya dapat
memiliki kelemahan dan keunggulan dari segi kemudahan pintu keluar masuk,
view, kedekatan dengan jaringan lalu lintas dan optimalitas pengembangan.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 4d.
c. Jenis Tanah dan Jenis Penggunaan Bangunan
Sesuai dengan Lampiran 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000, Jenis Tanah (JT) digolongkan
menjadi 4 (empat) sebagai berikut:
i. Tanah+bangunan
ii. Kaveling siap bangun
iii. Tanah kosong
iv. Fasilitas umum
Untuk jenis tanah golongan tanah+bangunan selanjutnya dibedakan

Re: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-30 Terurut Topik Ryan
Mas okeu, walaupun saya tidak bekerja di ditjen pajak atau Pemda, mungkin
referensi di bawah ini bisa jadi bahan renungan menunggu waktu buka puasa ;p
soale kalo dipikirin bener2 ya gak bakalan ketemu juga, soale ini
perhitungan pastinya kan ada di dalam internalnya DJP.

Salam

ryan

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-26/PJ./2006 TANGGAL 27 NOVEMBER 2006
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN/PENYEMPURNAAN ZNT/NIR ATAS BUMI YANG MEMILIKI CIRI
SPESIFIK


Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) khususnya NJOP Bumi, dan sebagai tindak lanjut Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-25/PJ.6/2006 tanggal 20 Juli 2006 tentang Tata Cara
Pembentukan/Penyempurnaan ZNT/NIR, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1.Secara umum NJOP khususnya NJOP Bumi yang memiliki ciri spesifik, baik
bumi/tanah kosong maupun yang dikembangkan/dibangun, dapat memiliki
kelemahan dan keunggulan dari berbagai aspek antara lain legal, fisik dan
ekonomi, sehingga dalam pembentukan/penyempurnaan ZNT dan NIRnya (terutama
dalam tahap teknis analisis penyesuaiannya) perlu diatur lebih lanjut.
2.Bumi yang memiliki ciri spesifik sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran ini adalah objek pajak berupa bumi/tanah kosong dan/atau bumi yang
dikembangkan/dibangun yang memiliki satu atau beberapa ciri spesifik
ditinjau dari berbagai faktor sebagai berikut
a.Kawasan
Ditinjau dari faktor kawasan dapat berupa:
i.Bumi/tanah yang terletak di kawasan belum berkembang yang sarana dan
prasarananya belum tersedia dengan baik, sedangkan kawasan di sekitarnya
sudah berkembang serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Contoh
gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 3a
ii.Bumi/tanah yang terletak di kawasan sudah berkembang dan memiliki
sarana dan prasarana yang memadai, sedangkan kawasan di sekitarnya belum
berkembang serta belum/kurang memiliki sarana dan prasarananya yang memadai.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 3b.
Pada umumnya dapat memiliki keunggulan dan kelemahan dari segi:
-Ketersediaan infrastruktur dan sarana/prasarana
-kondisi lingkungan
b.Kedudukan
Ditinjau dari faktor kedudukan dapat berupa kondisi antara lain:
i.Sebagian besar sisi bidangnya berbatasan langsung dengan lebih dari
satu jalan/jaringan lalu lintas atau transportasi umum. Dalam kondisi
kedudukan seperti ini pada umumnya memiliki keunggulan diantaranya dari segi
kemudahan pintu keluar masuk, view, kemudahan aksessibilitas/kedekatan
dengan jaringan lalu lintas atau transportasi umum, dan kemudahan untuk
optimalitas pengembangan/pembangunannya. Contoh gambar dan analisis
penyesuaian sebagaimana lampiran 4a, 4b, dan 4c.
ii.Tidak berbatasan langsung dengan jalan/jaringan lalu lintas atau
transportasi umum namun mempunyai aksesbilitas langsung dari dan ke
jalan/jaringan lalu lintas atau transportasi umum. Pada umumnya dapat
memiliki kelemahan dan keunggulan dari segi kemudahan pintu keluar masuk,
view, kedekatan dengan jaringan lalu lintas dan optimalitas pengembangan.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 4d.
c.Jenis Tanah dan Jenis Penggunaan Bangunan
Sesuai dengan Lampiran 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000, Jenis Tanah (JT) digolongkan
menjadi 4 (empat) sebagai berikut:
i.Tanah+bangunan
ii.Kaveling siap bangun
iii.Tanah kosong
iv.Fasilitas umum
Untuk jenis tanah golongan tanah+bangunan selanjutnya dibedakan berdasarkan
Jenis Penggunaan Bangunan (JPB) menjadi 16 JPB.
Ditinjau dari jenis tanah dan jenis penggunaan bangunan dapat berupa
kondisi:
i.Bumi/tanah yang mempunyai jenis tanah (JT) yang berbeda dengan
sekitarnya.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 5a
ii.Bumi/tanah yang mempunyai jenis tanah+bangunan (JT 1 dan mempunyai
jenis penggunaan bangunan (JPB) yang berbeda dengan sekitarnya. Contoh
gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 5b.
Pada umumnya dapat memiliki kelemahan dan keunggulan dari segi:
-Optimalitas pengembangan
-Kesesuaian dengan jenis penggunaan sekitar
d.Bentuk Bidang
Ditinjau dari bentuk bidang, dapat berupa kondisi antara lain:
i.Memiliki bentuk beraturan dengan ukuran panjang jauh lebih besar
daripada ukuran lebarnya atau ukuran panjang bidang jauh lebih panjang
dibandingkan rata-rata panjang bidang lain di sekitarnya. Contoh gambar dan
analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 6a.
ii.Memiliki bentuk tidak beraturan dibandingkan rata-rata bentuk bidang
yang beraturan pada umumnya. Contoh gambar dan analisis penyesuaian
sebagaimana lampiran 6b.
Pada umumnya dapat memiliki keunggulan dan kelemahan dari segi
kemudahan untuk optimalitas pengembangan/pembangunannya, view,
aksesbilitas/kedekatan dengan jalan, dan lain-lain.
e.Keluasan
i.Memiliki luas jauh lebih besar dari rata-rata luas bumi di sekitarnya.
Contoh gambar dan analisis penyesuaian sebagaimana lampiran 7a. Untuk objek
paj

RE: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-30 Terurut Topik Oka Widana
Mungkin ada diantara rekan yg bekerja di Ditjen pajak atau mungkin Pemda
bisa menjelaskan bagaimna car amereka menentukan NJOP ini. Kenapa disuatu
daerah harga tanha dan bngunan bisa berbeda di daerah lain. Saya mengerti
bahwa jawabannya terletak pada nilai ekonomis tanah/bangunan dikaitkan
dengan perkembangan ekonomi setempat. Tapi ini karena ukurannya tak jelas,
maka penjelasan semacam diatas tak sepenuhnya dapat diterima.

 

Misalnya di daerah Bintaro Jaya.

 

Setiap kawasan atau Sektor memiliki harga PBB yang bervariasi. Katakanlah
terkait dengan harga jual pengembang ketika pertama kali dibangun, tapi
mengingat kawasan perumahan ini mengunakan fasilitas yg sama, jalan yang
sama, mestinya kalo ada perbedaan dalam kurun waktu tertentu satu dengan
yang lain akan tak berbeda jauh. Misalnya natara River Park (Sektor7) dan
Sektor 6, saya kira berbeda harga NJOP diantara keduanya. Contoh yg lebih
nyata perbedaan anatara Pondok jaya, yg ada di antara Sektor 3A dan Sektor
5, NJOPnya niscaya terpaut jauh dengan Sektor 5 maupun Sektor 3A (CMIIW)

Apatah lagi, kalo NJOP Bintaro Jaya dibandingkan dengan perumahan yg
developernya non PT. Pembangunan Jaya, yang merupakan kompleks2 satelit
disekitar Bintaro jaya, NJOPnya bisa Cuma ΒΌ daripada yg di Bintaro Jaya.

 

Disatu sisi PBB yg kita bayarkan akan lebih murah, karena NJOP kecil. Namun
harga pasaran (market value) aktiva itu juga dengan sendirinya juga lebih
rendah.

 

Salam,

 

 

 

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Ryan
Sent: Monday, August 31, 2009 10:26 AM
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

 

  

Kalau memang benar2 bersebelahan, mungkin aja ada kesalahan di pihak Kantor
Pajaknya. WP dapat mengajukan permohonan pembetulan sebagaimana diatur di
dalam PER-37/PJ/2008 yang diatur lebih lanjut seperti terlampir di bawah
ini.

Salam

ryan

-

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-79/PJ/2008 TANGGAL 22 DESEMBER 2008
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2008
TENTANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN/ATAU
KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Dalam rangka melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-37/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan
Hitung, dan/atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan
Perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, bersama ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:
I. Pengertian
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP
Pratama adatah KPP Pratama tempat objek pajak terdaftar atau KPP Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tanah dan/atau bangunan yang diperoleh
haknya.
2. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut
dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
membawahkan KPP Pratama.
3. Pejabat adalah Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan
surat keputusan atau surat ketetapan PBB/BPHTB.
4. Permohonan Pembetulan adalah Permohonan Pembetulan yang diajukan oleh
Wajib Pajak atas surat keputusan atau surat ketetapan PBB/BPHTB.
II. Ruang Lingkup
1. Pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dapat dilakukan terhadap surat keputusan atau surat ketetapan sebagai
berikut:
a. untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meliputi:
1) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);
2) Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB);
3) Surat Tagihan Pajak PBB (STP PBB);
4) Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 UU PBB;
5) Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi PBB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 UU PBB;
6) Surat Keputusan Pembetulan;
7) Surat Keputusan Keberatan;
8) Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
9) Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP;
b. untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
meliputi:
1) Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB);
2) Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT);
3) Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar (SKBLB);
4) Surat Ketetapan BPHTB Nihil (SKBN);
5) Surat Tagihan BPHTB (STB);
6) Surat Keputusan Pemberian Pengurangan BPHTB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 UU BPHTB;
7) Surat Keputusan Pembetulan;
8) Surat Keputusan Keberatan;
9) Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
10) Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat

Re: [Keuangan] Dasar Penentuan Nilai Jual Objek Pajak?

2009-08-30 Terurut Topik Ryan
Kalau memang benar2 bersebelahan, mungkin aja ada kesalahan di pihak Kantor
Pajaknya. WP dapat mengajukan permohonan pembetulan sebagaimana diatur di
dalam PER-37/PJ/2008 yang diatur lebih lanjut seperti terlampir di bawah
ini.

Salam

ryan

-

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-79/PJ/2008 TANGGAL 22 DESEMBER 2008
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2008
TENTANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN/ATAU
KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN




Dalam rangka melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-37/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan
Hitung, dan/atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan
Perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, bersama ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:
I.Pengertian
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1.Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP
Pratama adatah KPP Pratama tempat objek pajak terdaftar atau KPP Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tanah dan/atau bangunan yang diperoleh
haknya.
2.Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut
dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
membawahkan KPP Pratama.
3.Pejabat adalah Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan
surat keputusan atau surat ketetapan PBB/BPHTB.
4.Permohonan Pembetulan adalah Permohonan Pembetulan yang diajukan oleh
Wajib Pajak atas surat keputusan atau surat ketetapan PBB/BPHTB.
II.Ruang Lingkup
1.Pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dapat dilakukan terhadap surat keputusan atau surat ketetapan sebagai
berikut:
a.untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meliputi:
1)Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);
2)Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB);
3)Surat Tagihan Pajak PBB (STP PBB);
4)Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 UU PBB;
5)Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi PBB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 UU PBB;
6)Surat Keputusan Pembetulan;
7)Surat Keputusan Keberatan;
8)Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
9)Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP;
b.untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
meliputi:
1)Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB);
2)Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT);
3)Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar (SKBLB);
4)Surat Ketetapan BPHTB Nihil (SKBN);
5)Surat Tagihan BPHTB (STB);
6)Surat Keputusan Pemberian Pengurangan BPHTB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 UU BPHTB;
7)Surat Keputusan Pembetulan;
8)Surat Keputusan Keberatan;
9)Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
10)Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.
2.Ruang lingkup pembetulan meliputi pembetulan atas kesalahan atau
kekeliruan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan
antara fiskus dan Wajib Pajak, yaitu:
a.kesalahan tulis, antara lain kesalahan penulisan Nomor Objek Pajak,
nama Wajib Pajak, alamat Wajib Pajak, alamat objek pajak PBB, nomor surat
keputusan atau surat ketetapan, luas tanah, luas bangunan, Tahun Pajak,
dan/atau tanggal jatuh tempo pembayaran;
b.kesalahan hitung, antara lain kesalahan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; dan/atau
c.kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan PBB atau BPHTB, antara lain kekeliruan dalam penerapan
tarif, kekeliruan penerapan persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP),
kekeliruan penerapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP),
kekeliruan penerapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP),
kekeliruan pengenaan BPHTB, dan kekeliruan penerapan sanksi administrasi.
III.Penerimaan Permohonan Pembetulan dan Penelitian Persyaratan
1.Permohonan Pembetulan diajukan kepada Pejabat dan disampaikan ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan surat keputusan atau surat
ketetapan, atau disampaikan melalui KPP Pratama, atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajak