[assunnah] Re: Asuransi Syariah
Bismillah, memang tidak haram menjadi kaya, dan money oriented, tapi dalam lingkup bisnis dan dagang. kalau asuransi syariah tidak berdasarkan itu. tetapi berdasarkan prinsip tolong menolong. dan ini jangan pernah di jadikan bisnis yang money oriented. rasanya sudah cukup diskusi mengenai asuransi syar'i ini. karena kalau panjang lebar, takut jadi jidal. kita tinggal tunggu saja penjelasan Ulama/Ustadz. tentang asuransi syariah ini. - Original Message From: AKbar Fajar Amanu [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, July 23, 2008 1:43:32 PM Subject: Re: Asuransi Syariah Assalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ana mau coba menjawab pertanyaan akhi dari sudut pandang pihak asuransi. Oh ya sebelumnya ana sudah pernah mengadakan pencarian di kitab2 klasik tentang kemungkinan adanya praktek asuransi yang ada sekarang walaupun memang tidak sama persis. Seperti praktek perbankan yang sudah ada sejak jaman nabi walaupun bank saat itu belum dikenal di jaman nabi. Kitab klasik yang pernah ana baca ada disebutkan di kitab Bidaayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd. Pada bab mengenai tanggungan hutang dan bab pengalihan hutang. Salah satu praktek asuransi yang sekarang ada diantaranya seperti ini: Pihak nasabah meminjam uang ke bank dengan pihak asuransi sebagai penjamin jika satu saat nanti si nasabah meninggal dan belum melunasi hutangnya ke bank. Maka pihak asuransi akan membayarkan ke bank tersebut hutang si nasabah. Tentu dengan pembayaran premi sekian rupiah sesuai dengan perjanjian antara pihak nasabah, bank dan asuransi. Dalam kitab Bidaayatul Mujtahid memang hanya dibahas sekilas mengenai masalah tanggungan hutang tanpa ada masalah pembayaran premi. Tapi yang menarik ada disebutkan ketika Imam Malik ditanya tentang seseorang (sekarang bisa disebut pihak asuransi) yang menanggung hutang seseorang (dalam hal ini bisa disebut nasabah yang minjam uang ke bank) bagaimana hukumnya? Imam Malik hanya menjawab Yang menanggung hutang tersebut lebih tepat disebut tertipu daripada sebagai penipu. Wallahu 'alam Imam Malik menjawab seperti itu karena saat itu belum ada dikenal sistem premi tapi pasti hal lain yang menyebabkan seseorang mau menanggung hutang orang lain kalau bukan materi? Bukan ana su'uzhan tapi kalau masalahnya money oriented seperti yang akhi bilang, bukankah semua saudagar kaya sejak jaman nabi juga ada unsur money orientednya?? Contohnya khan ada sahabat Nabi yang datang ke Madinah tanpa harta dan hanya minta ditunjukan letak pasar? Dan dengan ijin Allah akhirnya sahabat tersebut menjadi orang terkaya di Madinah?? Memang segala sesuatu tergantung niat juga ya? tapi wallahu 'alam bukan suatu yang haram menjadi kaya dan tentu saja harus money oriented juga khan? Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios2/aturanmilis.php Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
[EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 8:36:21 PM Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamualaykum Warohmatulloh, Ana ingin menanggapi pernyataan akhi nugroho tentang asuransi syariah ini..berikut ana nukil dari fatwa MUI tentang asuransi syari'ah.. FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 21/DSN-MUI/X/ 2001 Tentang PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH Menimbang : Mengingat : Memperhatikan : MEMUTUSKAN : Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH Pertama : Ketentuan Umum Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan) , risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Kedua: Akad dalam Asuransi Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan / atau akad tabarru'. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan : hak kewajiban peserta dan perusahaan; cara dan waktu pembayaran premi; jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah Tabarru’ Dalam akad tijarah (mudharabah) , perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah Tabarru’ Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah. Keenam : Premi Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan. Ketujuh : Klaim Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad. Kedelapan : Investasi Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Kesembilan : Reasuransi Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari'ah. Kesepuluh : Pengelolaan Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah) . Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah). Kesebelas : Ketentuan Tambahan Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai asuransi syariah. Semoga membantu. Wallahu'alam bishawab Abu hanif Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik ? Jawaban Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah. Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim (orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent), Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak ? Jawaban Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya. Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak merugi. Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala. Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak jelas [manipulatif]. [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)] [Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani] [Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq] - Original Message - From: agung riksana [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah bismillah, Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada akhir periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70% kah? kalau menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan mengambil bagian begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan tersebut tidak sesuai syar'i, maka itu termasuk kategori mengkonsumsi harta orang lain, dan ini melanggar hukum islam. di Pakistan ada asuransi yakni al-Sharikah al-Wataniyyah al taawwuni setelah diteliti selama 5 tahun (berarti lebih lama dari keberadaan asuransi syar'i di indonesia) oleh: 1- Dr. Muhammad ibn Sa'ood al-'Usaymi, General Director of the Shar'i Council of the National Bank 2- Dr. Yoosuf 'Abd-Allaah al-Shubayli, Member of Faculty, Higher
[assunnah] Re: Asuransi Syariah
Assalamu'alaikum Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi. Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) peserta (tertanggung), ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin yang ditentukan di awal hanya nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, nasabah 40%. Dari apa ? dari hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank adalah 10 juta, maka 6 juta untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang kerja di bank konvensional, yang dianggap sama adalah margin = bunga. Ini biasanya terkait dengan pembiayaan (konvensional = kredit). Kalau di konvensional, ngambil kredit bunga sekian persen. Di syariah, kalau pembiayaan murabahah (misal beli rumah) dikenal adanya margin. Yaitu keuntungan yang diharapkan oleh Bank. Antara margin dan pokok pembiayaan ini akan jadi harga jual bank kepada nasabah.. Namanya juga jual beli. bank beli sekian dan jual sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini boleh2 saja kan? Kalau nanti mau dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi juga tetap harga jual, gak ada istilahnya pelunasan pokoknya saja. wallahu a'lam _ Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru. Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/ Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[assunnah] Re: Asuransi Syariah
assalamu'alaikum Mendengar dan membaca tentang asuransi syariah, kok ternyata masih menjadi perdebatan yah? kebetulan saya sudah ikut salah satu asuransi syariah. kalau saya ingin berhenti ikut asuransinya, bisa gak ya? wassalamu'alaikum - Original Message From: Wahjudi Irbarianto [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 11:52:00 AM Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai asuransi syariah. Semoga membantu. Wallahu'alam bishawab Abu hanif Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik ? Jawaban Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah. Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim (orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent), Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak ? Jawaban Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya. Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak merugi. Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala. Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak jelas [manipulatif]. [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)] [Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani] [Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq] - Original Message - From: agung riksana [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah bismillah, Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada akhir periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70% kah? kalau menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan mengambil bagian begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan tersebut tidak sesuai syar'i, maka itu
RE: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
Waalaykumussalam Akhi Nugroho Susanto, semoga Alloh menjaga antum, kalo antum mau ambil pendapat, ambilah pendapat dari para ulama yang diakui ke-ulamaan nya oleh para ulama juga, kemudian antum tulis bahwa fatwa Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat, tolong fatwa Imam Syafi'i dalam hal apa yang berubah (seperti yang antum maksud), tertera di kitab beliau yang mana? Jazakallohu khaira Abu 'Abbas From: assunnah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of nugroho susanto Sent: Monday, July 14, 2008 10:44 AM To: assunnah@yahoogroups.com Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamu'alaikum Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi. Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) peserta (tertanggung), ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin yang ditentukan di awal hanya nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, nasabah 40%. Dari apa ? dari hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank adalah 10 juta, maka 6 juta untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang kerja di bank konvensional, yang dianggap sama adalah margin = bunga. Ini biasanya terkait dengan pembiayaan (konvensional = kredit). Kalau di konvensional, ngambil kredit bunga sekian persen. Di syariah, kalau pembiayaan murabahah (misal beli rumah) dikenal adanya margin. Yaitu keuntungan yang diharapkan oleh Bank. Antara margin dan pokok pembiayaan ini akan jadi harga jual bank kepada nasabah.. Namanya juga jual beli. bank beli sekian dan jual sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini boleh2 saja kan? Kalau nanti mau dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi juga tetap harga jual, gak ada istilahnya pelunasan pokoknya saja. wallahu a'lam __ Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru. Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/ Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ~WRD000.jpgimage001.jpgimage002.jpg
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
bismillah, Bisa saja,...nah yang sesuai syar'i apabila berhenti maka dana seharusnya kembali coba saja, nanti akhi bisa bagi pengalaman berapa persen yang kembali - Original Message From: Abu Hasan [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 3:41:20 PM Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah assalamu'alaikum Mendengar dan membaca tentang asuransi syariah, kok ternyata masih menjadi perdebatan yah? kebetulan saya sudah ikut salah satu asuransi syariah. kalau saya ingin berhenti ikut asuransinya, bisa gak ya? wassalamu'alaikum - Original Message From: Wahjudi Irbarianto w_irbarianto@ yahoo.com. sg To: [EMAIL PROTECTED] s.com Sent: Monday, July 14, 2008 11:52:00 AM Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai asuransi syariah. Semoga membantu. Wallahu'alam bishawab Abu hanif Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik ? Jawaban Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah. Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim (orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent), Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak ? Jawaban Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya. Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak merugi. Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala. Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak jelas [manipulatif] . [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)] [Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani] [Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq] - Original Message - From: agung riksana a_prambanan11@ yahoo.com To: [EMAIL PROTECTED] s.com Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM Subject: Re: [assunnah] Re
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
Bismillah, Memang untuk orang awam berpegang pada MUI, inilah yang sedang jadi bahan perbincangan apabila ternyata terdapat kekeliruan, seperti contohnya pada masalah zakat profesi. maka ini perlu di beritahukan pada masyarakat supaya tidak keliru, begitu pula dengan asuransi syariah. Intinya begini saja supaya mudah, kita sudah lihat prinsip2 yang dilarang oleh syariat pada kasus di Pakistan, prinsip taawun itu wujudnya seperti apa? tolong menolong, dalam arti mengembangkan asuransi bukan dengan tujuan bisnis,..para agen dan operator tentunya juga sama, karena selama ini yang terlihat perusahaan asuransi ini kan berlabel taawun, tapi di situs2nya benar2 terlihat kentara, pengejaran target premi, tentunya ini memang konsekuensi logis dari sebuah perusahaan, maksimalisasi profit/keuntungan. ini prinsip pertama yang perlu kita kaji. prinsip kedua tentunya, pos untuk operator tidak bisa terlalu besar, (atas dasar menanggung resiko) mereka mengambil dana nasabah hampir 30-40% bahkan ada yang lebih besar lagi apabila tidak ada klaim, meskipun ada akad pada awal2nya, ini tidak dibenarkan secara syariat,.karena dana surplus harus kembali ke nasabah. kesimpulannya pada kasus di indonesia, kita tinggal tunggu saja dari Ulama2,..atau Ustadz yang kompeten untuk memberi keterangan. karena di pakistan telah jelas kasusnya (yakni tidak diperbolehkan) oleh para ulama yang sangat berilmu. - Original Message From: rivai rahman [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Monday, July 14, 2008 3:06:56 PM Subject: RE: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Waalaykumussalam Akhi Nugroho Susanto, semoga Alloh menjaga antum, kalo antum mau ambil pendapat, ambilah pendapat dari para ulama yang diakui ke-ulamaan nya oleh para ulama juga, kemudian antum tulis bahwa fatwa Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat, tolong fatwa Imam Syafi'i dalam hal apa yang berubah (seperti yang antum maksud), tertera di kitab beliau yang mana? Jazakallohu khaira Abu 'Abbas From: [EMAIL PROTECTED] s.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] s.com] On Behalf Of nugroho susanto Sent: Monday, July 14, 2008 10:44 AM To: [EMAIL PROTECTED] s.com Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamu'alaikum Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi. Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) peserta (tertanggung) , ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin yang ditentukan di awal hanya nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, nasabah 40%. Dari apa ? dari hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank adalah 10 juta, maka 6 juta untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang kerja di bank konvensional, yang dianggap sama adalah margin = bunga. Ini biasanya terkait dengan pembiayaan (konvensional = kredit). Kalau di konvensional, ngambil kredit bunga sekian persen. Di syariah, kalau pembiayaan murabahah (misal beli rumah) dikenal adanya margin. Yaitu keuntungan yang diharapkan oleh Bank. Antara margin dan pokok pembiayaan ini akan jadi harga jual bank kepada nasabah.. Namanya juga jual beli. bank beli sekian dan jual sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini boleh2 saja kan? Kalau nanti mau dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
Assalamualaykum Warohmatulloh, Ana ingin menanggapi pernyataan akhi nugroho tentang asuransi syariah ini..berikut ana nukil dari fatwa MUI tentang asuransi syari'ah.. FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH Menimbang : Mengingat : Memperhatikan : MEMUTUSKAN : Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH Pertama : Ketentuan Umum Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Kedua: Akad dalam Asuransi Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan / atau akad tabarru'. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan : hak kewajiban peserta dan perusahaan; cara dan waktu pembayaran premi; jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah Tabarru’ Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah Tabarru’ Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah. Keenam : Premi Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan. Ketujuh : Klaim Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad. Kedelapan : Investasi Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Kesembilan : Reasuransi Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari'ah. Kesepuluh : Pengelolaan Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah). Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah). Kesebelas : Ketentuan Tambahan Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 17 Oktober 2001
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Kalau menurut ana belum jaminan bahwa kalau sudah ada lampu hijau dari MUI terus otomatis sesuatu menjadi halal. Sebagai contoh zakat profesi yang tidak bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah dihalalkan oleh mereka. Dari apa yang ana tahu dari beberapa kajian mengenai produk-produk keuangan syariah semua ustadz menyebutnya sebagai ganti nama saja dari produk-produk keuangan konvensional. Teman ana yang pernah bekerja di sebuah bank konvensional pun berkata begitu. Setahu dia apa yang di sebut dengan bagi hasil sama saja dengan bunga di bank konvensional. Selain itu, tidak pernah ada jaminan bahwa uang kita yang mengumpul di bank tersebut memang benar2 digunakan untuk pengembangan usaha syariah. Demikian dari saya. On 7/10/08, n.susanto78 [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamu'alaikum Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah. Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi oleh DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah dong. Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi istilah di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional), akan dipisah menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana kebajikan). Dan hal ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil ujroh. Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator (asuransi). Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga) dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim. Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta. Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari pemegang saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran klaim. Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah. wallahua'lam Susanto Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah
bismillah, Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada akhir periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70% kah? kalau menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan mengambil bagian begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan tersebut tidak sesuai syar'i, maka itu termasuk kategori mengkonsumsi harta orang lain, dan ini melanggar hukum islam. di Pakistan ada asuransi yakni al-Sharikah al-Wataniyyah al taawwuni setelah diteliti selama 5 tahun (berarti lebih lama dari keberadaan asuransi syar'i di indonesia) oleh: 1- Dr. Muhammad ibn Sa'ood al-'Usaymi, General Director of the Shar'i Council of the National Bank 2- Dr. Yoosuf 'Abd-Allaah al-Shubayli, Member of Faculty, Higher Institute of Judicial Matters in Imam Muhammad ibn Sa'ood Islamic University 3- Prof. Dr. Sulaymaan ibn Fahd al-'Eesa, Professor of Graduate Studies in Imam Muhammad ibn Sa'ood Islamic University 4- Prof. Dr. Saalih ibn Muhammad al-Sattaan, Professor of Fiqh at the University of al-Qaseem 5- Dr. 'Abd al-'Azeez ibn Fawzaan al-Fawzaan, Assistant Professor at Imam Muhammad ibn Sa'ood Islamic University 6- Dr. 'Abd-Allaah ibn Moosa al-'Ammaar, Assistant Professor at Imam Muhammad ibn Sa'ood Islamic University asuransi tersebut dinyatakan NOT PERMISSIBLE dengan kata lain HARAM. ana ada artikel aslinya berbahasa Inggris,.. poin terpenting adalah: Surplus yang diberikan pada nasabah asuransi telah dipotong secara signifikan, pada asuransi syariah tersebut,...sedangkan prinsip syariah, menurut dewan fatwa islamic university tersebut di atas, hasil surplus harus DIKEMBALIKAN PADA NASABAH, apakah dibayarkan ataupun disimpan pada dana cadangan (contingency fund). berikutnya, asuransi yang bersifat syariah, menurut dewan fatwa tersebut haruslah bersifat Independen,...sehingga tidak ada penyaluran dana nasabah, atau reinsurance kepada perusahaan konvensional...(contoh: prudential syariah pada prudential konvensional). dan pertanyaan2 lainnya yang telah ana kemukakan, berkaitan dengan niat seorang agen yang sangat rentan untuk berbelok menjadi profesi dan berorientasi mengumpul sebanyak2 premi dengan tujuan komisi, yang aturannya pun untuk yang sesuai syar'i, belum jelas (ana pernah dialog dengan agen asuransi, dia tidak bisa menjawab berapa yang wajar didapat oleh seorang agen asuransi yang sesuai syari) jadi masalah MUI selaku dewan fatwa yang membolehkan, tentunya apabila ditemukan pada praktiknya di lapangan tidak sesuai syari tidak menutup kemungkinan bisa ditinjau kembali, (seperti asuransi syariah di paskistan yang telah berjalan 5 tahun ternyata akhirnya diharamkan). - Original Message From: n.susanto78 [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Thursday, July 10, 2008 5:22:24 PM Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah Assalamu'alaikum Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah. Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi oleh DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah dong. Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi istilah di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional) , akan dipisah menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana kebajikan). Dan hal ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil ujroh. Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator (asuransi). Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga) dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim. Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta. Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari pemegang saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran klaim. Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah. wallahua'lam Susanto Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[assunnah] Re: Asuransi Syariah
Assalamu'alaikum Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah. Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi oleh DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah dong. Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi istilah di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional), akan dipisah menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana kebajikan). Dan hal ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil ujroh. Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator (asuransi). Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga) dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim. Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta. Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari pemegang saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran klaim. Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah. wallahua'lam Susanto Website anda http://www.almanhaj.or.id Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/