[assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-08-06 Terurut Topik agung riksana
Bismillah,

memang tidak haram menjadi kaya, dan money oriented, tapi dalam lingkup bisnis 
dan dagang. kalau asuransi syariah tidak berdasarkan itu. tetapi berdasarkan 
prinsip tolong menolong. dan ini jangan pernah di jadikan bisnis yang money 
oriented.

rasanya sudah cukup diskusi mengenai asuransi syar'i ini. karena kalau panjang 
lebar, takut jadi jidal.
kita tinggal tunggu saja penjelasan Ulama/Ustadz. tentang asuransi syariah ini.



- Original Message 
From: AKbar Fajar Amanu [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, July 23, 2008 1:43:32 PM
Subject: Re: Asuransi Syariah

Assalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ana mau coba menjawab pertanyaan akhi dari sudut pandang
pihak
asuransi. Oh ya sebelumnya ana sudah pernah mengadakan
pencarian
di kitab2 klasik tentang kemungkinan adanya praktek
asuransi yang
ada sekarang walaupun memang tidak sama persis.

Seperti praktek perbankan yang sudah ada sejak jaman nabi
walaupun
bank saat itu belum dikenal di jaman nabi.

Kitab klasik yang pernah ana baca ada disebutkan di kitab
Bidaayatul
Mujtahid karya Ibnu Rusyd. Pada bab mengenai tanggungan
hutang
dan bab pengalihan hutang.

Salah satu praktek asuransi yang sekarang ada diantaranya
seperti ini:

Pihak nasabah meminjam uang ke bank dengan pihak asuransi
sebagai
penjamin jika satu saat nanti si nasabah meninggal dan
belum
melunasi hutangnya ke bank. Maka pihak asuransi akan
membayarkan
ke bank tersebut hutang si nasabah. Tentu dengan
pembayaran premi
sekian rupiah sesuai dengan perjanjian antara pihak
nasabah, bank
dan asuransi.

Dalam kitab Bidaayatul Mujtahid memang hanya dibahas
sekilas mengenai
masalah tanggungan hutang tanpa ada masalah pembayaran
premi.

Tapi yang menarik ada disebutkan ketika Imam Malik ditanya
tentang
seseorang (sekarang bisa disebut pihak asuransi) yang
menanggung
hutang seseorang (dalam hal ini bisa disebut nasabah yang
minjam
uang ke bank) bagaimana hukumnya? Imam Malik hanya
menjawab
Yang menanggung hutang tersebut lebih tepat disebut
tertipu daripada
sebagai penipu.

Wallahu 'alam Imam Malik menjawab seperti itu karena saat
itu belum
ada dikenal sistem premi tapi pasti hal lain yang
menyebabkan seseorang
mau menanggung hutang orang lain kalau bukan materi?

Bukan ana su'uzhan tapi kalau masalahnya money oriented
seperti yang
akhi bilang, bukankah semua saudagar kaya sejak jaman nabi
juga
ada unsur money orientednya??

Contohnya khan ada sahabat Nabi yang datang ke Madinah
tanpa
harta dan hanya minta ditunjukan letak pasar? Dan dengan
ijin Allah
akhirnya sahabat tersebut menjadi orang terkaya di
Madinah??

Memang segala sesuatu tergantung niat juga ya? tapi
wallahu 'alam
bukan suatu yang haram menjadi kaya dan tentu saja harus
money
oriented juga khan?



Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios2/aturanmilis.php
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-20 Terurut Topik agung riksana
 [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 8:36:21 PM
Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamualaykum Warohmatulloh,

Ana ingin menanggapi pernyataan akhi nugroho tentang asuransi syariah 
ini..berikut ana nukil dari fatwa MUI tentang asuransi syari'ah..



FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 21/DSN-MUI/X/ 2001
Tentang
PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH

Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH

Pertama : Ketentuan Umum

Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi 
dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam 
bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk 
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak 
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan) , 
risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan 
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada 
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi 
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Kedua: Akad dalam Asuransi

Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah 
dan / atau akad tabarru'.
Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad 
tabarru’ adalah hibah.
Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :

hak  kewajiban peserta dan perusahaan;

cara dan waktu pembayaran premi;

jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang 
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah  Tabarru’

Dalam akad tijarah (mudharabah) , perusahaan bertindak sebagai mudharib 
(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis);
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk 
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak 
sebagai pengelola dana hibah.

Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah  Tabarru’

Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang 
tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban 
pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.

Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya

Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan 
asuransi jiwa.

Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.

Keenam : Premi

Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'.

Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan 
rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk 
asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam 
penghitungannya.

Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil 
investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.

Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan.

Ketujuh : Klaim

Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.

Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan 
kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.

Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban 
perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

Kedelapan : Investasi

Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang 
terkumpul..

Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.

Kesembilan : Reasuransi

Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi 
yang berlandaskan prinsip syari'ah.

Kesepuluh : Pengelolaan

Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang 
berfungsi sebagai pemegang amanah.

Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang 
terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah) .

Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad 
tabarru’ (hibah).

Kesebelas : Ketentuan Tambahan

Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi 
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan 
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian 
hari ternyata terdapat

Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik Wahjudi Irbarianto
Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai 
asuransi syariah. Semoga membantu.

Wallahu'alam bishawab

Abu hanif


Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik
Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB

HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan
jiwa dan harta milik ?

Jawaban
Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang
menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat
mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan,
kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada
selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika
mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi
ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah.

Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia
adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini
dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di
dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa
jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim
(orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka
justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent),
Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan
keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari
sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan
bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut,
perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang
mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh
mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut
yang dibolehkan dan yang tidak ?

Jawaban
Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui
kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari
perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang
diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar
asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya.

Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa
pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar
(parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si
pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila
kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang
telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi
kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si
pengasuransi menjadi pihak merugi.

Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan
seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan
Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan
penyembahan berhala.

Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan
saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar
(manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak
jelas [manipulatif]. [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)]

[Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]


- Original Message -
From: agung riksana [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM
Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

 bismillah,

 Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada
 akhir periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70%
 kah? kalau menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan
 mengambil bagian begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan
 tersebut tidak sesuai syar'i, maka itu termasuk kategori mengkonsumsi
 harta orang lain, dan ini melanggar hukum islam.

 di Pakistan ada asuransi yakni al-Sharikah al-Wataniyyah al taawwuni
 setelah diteliti selama 5 tahun (berarti lebih lama dari keberadaan
 asuransi syar'i di indonesia) oleh:

 1- Dr. Muhammad ibn Sa'ood al-'Usaymi, General Director of the Shar'i
 Council of the National Bank
 2- Dr. Yoosuf 'Abd-Allaah al-Shubayli, Member of Faculty, Higher

[assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik nugroho susanto
Assalamu'alaikum
Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil 
pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. 
Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di 
kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam 
mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin 
mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi.
Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, 
mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. 
Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa 
Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu 
asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan 
kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan 
dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan
syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil 
di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan 
kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, 
ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya 
tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti 
Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh 
yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) 
peserta (tertanggung), ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 
55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke 
pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, 
mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. 
Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 
'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin yang ditentukan di awal hanya 
nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, nasabah 40%. Dari apa ? dari 
hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank adalah 10 juta, maka 6 juta 
untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang kerja di bank konvensional, yang 
dianggap sama adalah margin = bunga. Ini biasanya terkait dengan pembiayaan 
(konvensional = kredit). Kalau di konvensional, ngambil kredit bunga sekian 
persen. Di syariah, kalau pembiayaan murabahah (misal beli rumah) dikenal 
adanya margin. Yaitu keuntungan yang diharapkan oleh Bank. Antara margin dan 
pokok pembiayaan ini akan jadi harga jual bank kepada nasabah.. Namanya juga 
jual beli. bank beli sekian dan jual sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini 
boleh2 saja kan? Kalau nanti mau dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi juga 
tetap harga jual, gak ada istilahnya pelunasan pokoknya saja. wallahu a'lam


_
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/



Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! 
Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik Abu Hasan
assalamu'alaikum

Mendengar dan membaca tentang asuransi syariah, kok ternyata masih menjadi 
perdebatan yah?
kebetulan saya sudah ikut salah satu asuransi syariah.
kalau saya ingin berhenti ikut asuransinya, bisa gak ya?

wassalamu'alaikum


- Original Message 
From: Wahjudi Irbarianto [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 11:52:00 AM
Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai 
asuransi syariah. Semoga membantu.

Wallahu'alam bishawab

Abu hanif


Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik
Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB

HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan
jiwa dan harta milik ?

Jawaban
Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang
menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat
mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan,
kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada
selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika
mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi
ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah.

Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia
adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini
dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di
dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa
jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim
(orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka
justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent),
Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan
keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari
sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan
bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut,
perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang
mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh
mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut
yang dibolehkan dan yang tidak ?

Jawaban
Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui
kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari
perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang
diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar
asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya.

Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa
pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar
(parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si
pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila
kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang
telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi
kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si
pengasuransi menjadi pihak merugi.

Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan
seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan
Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan
penyembahan berhala.

Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan
saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar
(manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak
jelas [manipulatif]. [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)]

[Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]


- Original Message -
From: agung riksana [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM
Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

 bismillah,

 Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada
 akhir periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70%
 kah? kalau menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan
 mengambil bagian begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan
 tersebut tidak sesuai syar'i, maka itu

RE: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik rivai rahman
Waalaykumussalam

Akhi Nugroho Susanto, semoga Alloh menjaga antum, kalo antum mau ambil 
pendapat, ambilah pendapat dari para ulama yang diakui ke-ulamaan nya oleh 
para ulama juga, kemudian antum tulis bahwa fatwa Imam Syafi'i yang juga 
berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat, tolong fatwa Imam Syafi'i 
dalam hal apa yang berubah (seperti yang antum maksud), tertera di kitab beliau 
yang mana? Jazakallohu khaira

Abu 'Abbas



From: assunnah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of nugroho 
susanto
Sent: Monday, July 14, 2008 10:44 AM
To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamu'alaikum
Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil 
pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. 
Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di 
kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam 
mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin 
mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi.
Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, 
mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. 
Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa 
Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu 
asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan 
kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan 
dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan
syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil 
di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan 
kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, 
ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya 
tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti 
Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh 
yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) 
peserta (tertanggung), ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 
55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke 
pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, 
mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. 
Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 
'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin yang ditentukan di awal hanya 
nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, nasabah 40%. Dari apa ? dari 
hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank adalah 10 juta, maka 6 juta 
untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang kerja di bank konvensional, yang 
dianggap sama adalah margin = bunga. Ini biasanya terkait dengan pembiayaan 
(konvensional = kredit). Kalau di konvensional, ngambil kredit bunga sekian 
persen. Di syariah, kalau pembiayaan murabahah (misal beli rumah) dikenal 
adanya margin. Yaitu keuntungan yang diharapkan oleh Bank. Antara margin dan 
pokok pembiayaan ini akan jadi harga jual bank kepada nasabah.. Namanya juga 
jual beli. bank beli sekian dan jual sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini 
boleh2 saja kan? Kalau nanti mau dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi juga 
tetap harga jual, gak ada istilahnya pelunasan pokoknya saja. wallahu a'lam


__
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/


Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! 
Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

~WRD000.jpgimage001.jpgimage002.jpg

Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik agung riksana
bismillah,
Bisa saja,...nah yang sesuai syar'i apabila berhenti maka dana seharusnya 
kembali
coba saja, nanti akhi bisa bagi pengalaman berapa persen yang kembali


- Original Message 
From: Abu Hasan [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 3:41:20 PM
Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

assalamu'alaikum

Mendengar dan membaca tentang asuransi syariah, kok ternyata masih menjadi 
perdebatan yah?
kebetulan saya sudah ikut salah satu asuransi syariah.
kalau saya ingin berhenti ikut asuransinya, bisa gak ya?

wassalamu'alaikum


- Original Message 
From: Wahjudi Irbarianto w_irbarianto@ yahoo.com. sg
To: [EMAIL PROTECTED] s.com
Sent: Monday, July 14, 2008 11:52:00 AM
Subject: Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamu'alaikum, berikut ana kutip kembali dari email2 terdahulu mengenai 
asuransi syariah. Semoga membantu.

Wallahu'alam bishawab

Abu hanif

Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik
Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIB

HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan
jiwa dan harta milik ?

Jawaban
Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang
menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat
mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan,
kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada
selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika
mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi
ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah.

Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia
adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini
dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di
dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa
jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim
(orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu-waktu yang dekat, maka
justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent),
Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan
keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mendengar dari
sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan
bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut,
perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang
mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh
mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut
yang dibolehkan dan yang tidak ?

Jawaban
Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui
kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari
perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang
diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar
asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya.

Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa
pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar
(parah) dan biayanya lebih banya dari apa yang telah dibayar oleh si
pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila
kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil disbanding apa yang
telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi
kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si
pengasuransi menjadi pihak merugi.

Transaksi-transaksi seperti jenis inilah -yakni akad yang menjadikan
seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan
Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan
penyembahan berhala.

Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan
saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar
(manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak
jelas [manipulatif] . [Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)]

[Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]


- Original Message -
From: agung riksana a_prambanan11@ yahoo.com
To: [EMAIL PROTECTED] s.com
Sent: Monday, July 14, 2008 9:02 AM
Subject: Re: [assunnah] Re

Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik agung riksana
Bismillah,

Memang untuk orang awam berpegang pada MUI, inilah yang sedang jadi bahan 
perbincangan apabila ternyata terdapat kekeliruan, seperti contohnya pada 
masalah zakat profesi. maka ini perlu di beritahukan pada masyarakat supaya 
tidak keliru, begitu pula dengan asuransi syariah.

Intinya begini saja supaya mudah, kita sudah lihat prinsip2 yang dilarang oleh 
syariat pada kasus di Pakistan, prinsip taawun itu wujudnya seperti apa? tolong 
menolong, dalam arti mengembangkan asuransi bukan dengan tujuan bisnis,..para 
agen dan operator tentunya juga sama, karena selama ini yang terlihat 
perusahaan asuransi ini kan berlabel taawun, tapi di situs2nya benar2 terlihat 
kentara, pengejaran target premi, tentunya ini memang konsekuensi logis dari 
sebuah perusahaan, maksimalisasi profit/keuntungan. ini prinsip pertama yang 
perlu kita kaji.

prinsip kedua tentunya, pos untuk operator tidak bisa terlalu besar, (atas 
dasar menanggung resiko) mereka mengambil dana nasabah hampir 30-40% bahkan ada 
yang lebih besar lagi apabila tidak ada klaim, meskipun ada akad pada awal2nya, 
ini tidak dibenarkan secara syariat,.karena dana surplus harus kembali ke 
nasabah.

kesimpulannya pada kasus di indonesia, kita tinggal tunggu saja dari 
Ulama2,..atau Ustadz yang kompeten untuk memberi keterangan. karena di pakistan 
telah jelas kasusnya (yakni tidak diperbolehkan) oleh para ulama yang sangat 
berilmu.


- Original Message 
From: rivai rahman [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 14, 2008 3:06:56 PM
Subject: RE: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Waalaykumussalam

Akhi Nugroho Susanto, semoga Alloh menjaga antum, kalo antum mau ambil 
pendapat, ambilah pendapat dari para ulama yang diakui ke-ulamaan nya oleh 
para ulama juga, kemudian antum tulis bahwa fatwa Imam Syafi'i yang juga 
berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat, tolong fatwa Imam Syafi'i 
dalam hal apa yang berubah (seperti yang antum maksud), tertera di kitab beliau 
yang mana? Jazakallohu khaira

Abu 'Abbas


From: [EMAIL PROTECTED] s.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] s.com] On Behalf Of 
nugroho susanto
Sent: Monday, July 14, 2008 10:44 AM
To: [EMAIL PROTECTED] s.com
Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamu'alaikum
Mohon maaf sebelumnya. Ana masih awam pengetahuan agamanya. Jadi ana mengambil 
pendapat, kalo sudah diperbolehkan oleh MUI, ya berarti bisa dilaksanakan. 
Mengenai dasar pengambilan keputusan tersebut, mungkin dapat dilihat di 
kumpulan fatwa DSN MUI. Dan tentu ditengah perbedaan pandangan umat islam 
mengenai status hukum sesuatu yang menyangkut orang banyak, MUI tidak mungkin 
mengakomodir semua pendapat. Termasuk tentang asuransi.
Dalam kondisi sistem perekonomian yang masih belum sistem ekonomi islam, 
mungkin memang agak sulit menerapkan sistem yang seratus persen sesuai syariat. 
Jadi bisa jadi fatwa MUI ini bisa berubah suatu ketika, seperti halnya fatwa 
Imam Syafi'i yang juga berubah karena adanya perbedaan kondisi masyarakat. Dulu 
asuransi syariah dibolehkan dengan akad mudharabah, sekarang lebih diarahkan 
kepada akad wakalah bil ujroh. Dan kedepannya sangat mungkin terjadi perubahan 
dan perbaikan terhadap asuransi dan perbankan
syariah. Mengenai ujroh bagi operator (asuransi) di awal dan nisbah bagi hasil 
di akhir, hal tersebut disampaikan di awal sebelum akad, dan merupakan 
kesepakatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kalau nasabah gak setuju, 
ya tidak usah ikut program asuransinya. (kalau ada yang komentar prakteknya 
tidak seperti itu, maka itu adalah tergantung agen/oknum. Sama halnya seperti 
Islam melarang mencuri, tapi banyak pencuri beragama islam). sebagai contoh 
yang berlaku di salah satu perusahaan asuransi syariah, dari kontribusi (premi) 
peserta (tertanggung) , ujroh untuk perusahaan asuransi 45% dan untuk Tabarru' 
55%. Lalu nisbah bagi hasil : operator 25%, peserta 50%, dan dikembalikan ke 
pool tabarru' 25% Bank Syariah Agak melenceng sedikit dari topik asuransi, 
mengenai bagi hasil dan bunga di perbankan. Ini sebenarnya hal yang berbeda. 
Bunga, ditentukan besarannya di awal. Artinya sudah dijanjikan mendapat 
'sekian' di awal. Sedangkan bagi hasil / margin
yang ditentukan di awal hanya nisbahnya, bukan besarannya. Misal: Bank 60%, 
nasabah 40%. Dari apa ? dari hasil investasi bank. Kalau hasil investasi bank 
adalah 10 juta, maka 6 juta untuk Bank dan 4 juta untuk nasabah. Buat yang 
kerja di bank konvensional, yang dianggap sama adalah margin = bunga. Ini 
biasanya terkait dengan pembiayaan (konvensional = kredit). Kalau di 
konvensional, ngambil kredit bunga sekian persen. Di syariah, kalau pembiayaan 
murabahah (misal beli rumah) dikenal adanya margin. Yaitu keuntungan yang 
diharapkan oleh Bank. Antara margin dan pokok pembiayaan ini akan jadi harga 
jual bank kepada nasabah.. Namanya juga jual beli. bank beli sekian dan jual 
sekian dengan keuntungan sekian. Dan ini boleh2 saja kan? Kalau nanti mau 
dilunasi di tengah jalan, yang dilunasi

Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-14 Terurut Topik divo ariyuda
Assalamualaykum Warohmatulloh,
 
Ana ingin menanggapi pernyataan akhi nugroho tentang asuransi syariah 
ini..berikut ana nukil dari fatwa MUI tentang asuransi syari'ah..



FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 21/DSN-MUI/X/2001
Tentang
PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH
 
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH
 
Pertama : Ketentuan Umum
 
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi 
dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam 
bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk 
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak 
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), 
risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. 
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan 
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada 
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi 
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
 
Kedua: Akad dalam Asuransi 
 
Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah 
dan / atau akad tabarru'. 
Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad 
tabarru’ adalah hibah. 
Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :
 
hak  kewajiban peserta dan perusahaan;
 
cara dan waktu pembayaran premi;
 
jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang 
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
 
Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah  Tabarru’ 
 
Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib 
(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); 
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk 
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak 
sebagai pengelola dana hibah. 
 
Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah  Tabarru’ 
 
Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang 
tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban 
pihak yang belum menunaikan kewajibannya. 
Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. 
 
Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya
 
Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan 
asuransi jiwa.
 
Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah. 
 
Keenam : Premi
 
Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'.
 
Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan 
rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk 
asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam 
penghitungannya.
 
Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil 
investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.
 
Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan. 
 
Ketujuh : Klaim
 
Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
 
Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
 
Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan 
kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
 
Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban 
perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
 
Kedelapan : Investasi
 
Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang 
terkumpul.
 
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
 
Kesembilan : Reasuransi
 
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi 
yang berlandaskan prinsip syari'ah.
 
Kesepuluh : Pengelolaan
 
Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang 
berfungsi sebagai pemegang amanah.
 
Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang 
terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
 
Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad 
tabarru’ (hibah).
 
Kesebelas : Ketentuan Tambahan
 
Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
 
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi 
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan 
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
 
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian 
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana 
mestinya.
 
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 17 Oktober 2001





Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-13 Terurut Topik Donny Aliredja
Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau menurut ana belum jaminan bahwa kalau sudah ada lampu hijau dari MUI 
terus otomatis sesuatu menjadi halal.

Sebagai contoh zakat profesi yang tidak bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah 
dihalalkan oleh mereka.

Dari apa yang ana tahu dari beberapa kajian mengenai produk-produk keuangan 
syariah semua ustadz menyebutnya sebagai ganti nama saja dari produk-produk 
keuangan konvensional.

Teman ana yang pernah bekerja di sebuah bank konvensional pun berkata begitu. 
Setahu dia apa yang di sebut dengan bagi hasil sama saja dengan bunga di 
bank konvensional.

Selain itu, tidak pernah ada jaminan bahwa uang kita yang mengumpul di bank 
tersebut memang benar2 digunakan untuk pengembangan usaha syariah.

Demikian dari saya.


On 7/10/08, n.susanto78 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Assalamu'alaikum

 Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah.

 Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi
 oleh DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah
 dong.

 Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi
 istilah di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional),
 akan dipisah menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana
 kebajikan). Dan hal ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil
 ujroh.

 Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator
 (asuransi).
 Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga)
 dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim.
 Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta.
 Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari
 pemegang saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran
 klaim.

 Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah.

 wallahua'lam

 Susanto



Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! 
Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-13 Terurut Topik agung riksana
bismillah,

Pertama, ana mau tanya pada akh susanto, apabila tidak ada klaim pada akhir 
periode, berapa dana diperoleh kembali oleh nasabah? 60% kah? 70% kah? kalau 
menurut prinsip taawun, tolong menolong, apakah diperkenankan mengambil bagian 
begitu besar? dasarnya apa? bahayanya apabila potongan tersebut tidak sesuai 
syar'i, maka itu termasuk kategori mengkonsumsi harta orang lain, dan ini 
melanggar hukum islam.

di Pakistan ada asuransi yakni al-Sharikah al-Wataniyyah al taawwuni setelah 
diteliti selama 5 tahun (berarti lebih lama dari keberadaan asuransi syar'i di 
indonesia) oleh:

1- Dr. Muhammad ibn Sa'ood al-'Usaymi, General Director of the Shar'i Council 
of the National Bank
2- Dr. Yoosuf 'Abd-Allaah al-Shubayli, Member of Faculty, Higher Institute of 
Judicial Matters in Imam Muhammad ibn Sa'ood Islamic University
3- Prof. Dr. Sulaymaan ibn Fahd al-'Eesa, Professor of Graduate Studies in Imam 
Muhammad ibn Sa'ood Islamic University
4- Prof. Dr. Saalih ibn Muhammad al-Sattaan, Professor of Fiqh at the 
University of al-Qaseem
5- Dr. 'Abd al-'Azeez ibn Fawzaan al-Fawzaan, Assistant Professor at Imam 
Muhammad ibn Sa'ood Islamic University
6- Dr. 'Abd-Allaah ibn Moosa al-'Ammaar, Assistant Professor at Imam Muhammad 
ibn Sa'ood Islamic University

asuransi tersebut dinyatakan NOT PERMISSIBLE dengan kata lain HARAM.
ana ada artikel aslinya berbahasa Inggris,.. poin terpenting adalah:
Surplus yang diberikan pada nasabah asuransi telah dipotong secara signifikan, 
pada asuransi syariah tersebut,...sedangkan prinsip syariah, menurut dewan 
fatwa islamic university tersebut di atas, hasil surplus harus DIKEMBALIKAN 
PADA NASABAH, apakah dibayarkan ataupun disimpan pada dana cadangan 
(contingency fund).

berikutnya, asuransi yang bersifat syariah, menurut dewan fatwa tersebut 
haruslah bersifat Independen,...sehingga tidak ada penyaluran dana nasabah, 
atau reinsurance kepada perusahaan konvensional...(contoh: prudential syariah 
pada prudential konvensional).

dan pertanyaan2 lainnya yang telah ana kemukakan, berkaitan dengan niat seorang 
agen yang sangat rentan untuk berbelok menjadi profesi dan berorientasi 
mengumpul sebanyak2 premi dengan tujuan komisi, yang aturannya pun untuk yang 
sesuai syar'i, belum jelas (ana pernah dialog dengan agen asuransi, dia tidak 
bisa menjawab berapa yang wajar didapat oleh seorang agen asuransi yang sesuai 
syari)

jadi masalah MUI selaku dewan fatwa yang membolehkan, tentunya apabila 
ditemukan pada praktiknya di lapangan tidak sesuai syari tidak menutup 
kemungkinan bisa ditinjau kembali, (seperti asuransi syariah di paskistan yang 
telah berjalan 5 tahun ternyata akhirnya diharamkan).


- Original Message 
From: n.susanto78 [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Thursday, July 10, 2008 5:22:24 PM
Subject: [assunnah] Re: Asuransi Syariah

Assalamu'alaikum

Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah.

Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi oleh 
DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah dong.

Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi istilah 
di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional) , akan 
dipisah menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana kebajikan). 
Dan hal ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil ujroh.

Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator 
(asuransi).
Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga) 
dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim.
Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta.
Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari pemegang 
saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran klaim.

Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah.

wallahua'lam

Susanto



Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! 
Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[assunnah] Re: Asuransi Syariah

2008-07-11 Terurut Topik n.susanto78
Assalamu'alaikum

Mau ikut urun rembug soal asuransi syariah.

Untuk konteks Indonesia, Asuransi Syariah sudah diperbolehkan beroperasi oleh 
DSN MUI selaku otoritas fatwa di Indonesia. Jadi sudah gak ada masalah dong.

Dalam konsep asuransi syariah yang saya pahami, dana kontribusi (premi istilah 
di konvensional) dari peserta (tertanggung kalau di konvensional), akan dipisah 
menjadi ujroh untuk operator (asuransi) dan tabarru' (dana kebajikan). Dan hal 
ini disampaikan dalam polis, dengan akad wakalah bil ujroh.

Tabarru' adalah dana milik nasabah yang tidak boleh di otak atik operator 
(asuransi).
Sebagian dana tabarru' ini akan diinvestasikan di sektor halal (tanpa bunga) 
dan sebagian lagi dicadangkan untuk pembayaran klaim.
Hasil investasi nantinya akan jadi bagi hasil antara operator dan peserta.
Bila ternyata dana tabarru' tidak mencukupi membayar klaim, maka dari pemegang 
saham akan memberikan qordhul hasan (pinjaman) untuk pembayaran klaim.

Jadi insyaaLlah tidak ada lagi unsur riba dalam asuransi syariah.

wallahua'lam

Susanto



Website anda http://www.almanhaj.or.id
Download MP3 -Free kajian Islam- http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/Yahoo! 
Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/