[budaya_tionghua] Perkumpulan Marga Kwee di Jakarta

2009-10-02 Terurut Topik perry.kwee
Nama saya, Perry Kwee. Mohon bantuannya untuk informasi alamat perkumpulan 
Marga Kwee di Jakarta. Terima kasih.



[budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik ChanCT
Neng Uli yb,

Udah lama nggak muncul, tenggelam dalam kesibukan bisnis yang makin repot? 
Lalu, begitu muncul bikin komentar yang menggelitik, ... sekalipun masalah udah 
lama diperbincangkan tetap saja tidak ada kesimpulan, tapi saya masih tertarik 
untuk kasih sedikit pendapat saja.

Masalah sebutan Cina, China dan Tiongkok mana baiknya? Kalian-kalian saja yang 
selalu merasa rikuh, canggung dan bingung sendiri gunakan sebutan mana baiknya, 
itu kan karena tidak berani melihat kenyataan yang ada. Bukankah sebutan pada 
satu bangsa dan negara lain, itu tidak bedanya dengan sebutan pada seseorang, 
sepenuhnya hak bangsa dan negara bersangkutan ingin disebut apa?! Sedang 
kita-kita sebagai bangsa dan negara bersahabat sudah seharusnya menuruti saja 
keinginan mereka, maunya dan senangnya gunakan sebutan yang mana. Sebaliknya, 
kalau bermusuhan tentu sengaja gunakan sebutan yang dia/mereka tidak ingini.

Jangan ikuti dan teruskan sikap arogan jenderal Soeharto yang saat itu memang 
sengaja gunakan sebutan CINA untuk melecehkan, menghina bahkan merusak 
hubungan persahabatan dua rakyat RI-RRT yang akrab bahkan dirasakan sangat 
mesrah semasa Presiden Soekarno. Itu lah yang terjadi, dan disitulah 
masalahnya!  

Sedang Presiden RI sejak Gus Dur, kemudian diikuti oleh Megawati dan juga SBY, 
yang memang ingin pulihkan hubungan persahabatan RI-RRT lebih baik lagi, dalam 
pertemuan resmi dengan pejabat Tiongkok, itu sudah gunakan sebutan 
Tiongkok/Tionghoa kembali, tidak lagi gunakan CHina apalagi CINA! Sikap itulah 
yang menunjukkan kedewasaan dan kebesaran bangsa, bisa menerima dan menghormati 
keinginan bangsa dan negara bersahabat. Gunakan sebutan sesuai dengan kehendak 
bangsa dan negara yang bersahabat itu. Begitu juga kalau kita perhatikan dengan 
Duta-Besar RI untuk RRT, sudah lama gunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa kembali, 
hanya sekali-kali saja gunakan sebutan China, mungkin kebiasaan selama lebih 35 
tahun belum hilang.

Salam,
ChanCT

  - Original Message - 
  From: ulysee_me2 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 02, 2009 9:12 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Cina dan C(h)ina


  Begitu baca judul artikel2 di Kompas kemarin, satu yang menarik perhatian gue 
adalah judul artikelnya Christine Susana Tjhin. Cara penulisannya itu lhoh. 
Yang bikin gue langsung nyengir.

  Pasalnya, pas malem takbiran minggu lalu, ipar gue debat seru sampe jam satu 
pagi sama bokap gue. Yang dibahas, nggak lain adalah masalah istilah CINA itu.

  Yayayaya, buat miliser, itu sih bahasan basi, udah sering di bahas dan udah 
bosen bahasnya. Cape dh. Gue juga nggak berminat mengulangi.

  Ipar gue bukan miliser, dia baru pulang dari RRC, ngajar bahasa mandarin. Dan 
kemaren sempet cerita. Di sebuah forum seminar, seorang pembicara membahas soal 
RRC, dia menyebutnya Republik Rakyat Cina. Dan segera dapat tembakan langsung 
kontan,
  seorang yang menegur, supaya menyebut Republik Rakyat Cina dengan betul. Lhah 
bikin bingung donk, apa nya yang tidak betul dengan Republik Rakyat Cina?

  Nyebutnya harus China (baca chai-na) pakai H seperti dalam bahasa 
inggris,bukan Ci-Na.

  Ipar gue bingung, dan bertanya-tanya, emangnya ada aturan begitu? Sejak 
kapan? 
  Bukannya dalam bahasa Indonesia yang betul malah Ci-Na dan bukannya Chai-Na?

  Ya begitulah, kalau ditengok dari segi bahasa, orang bakalan bingung. Sebab 
fenomena Cina dan C(h)ina, lebih banyak urusan sin li (perasaan) ketimbang 
logika.

  Dan bener banget tuh apa yang dikatakan Christine dalam artikelnya, betapa 
canggungnya kita, bingung sendiri (dan lebih lebih bikin bingung orang lain) 
antara Cina; China dan Tiongkok, mau nyebut aje refot banget sampe nggak pede 
harus minjem bahasa Inggris segala supaya jangan sampai ada yang tersinggung.

  Apa nggak bikin bingung, kalau pake bahasa Inggris kok tidak tersinggung, 
kalau pakai bahasa Indonesia kok tersinggung, padahal cuman beda ketambahan 
satu huruf (H) doank.

  Yep, fenomena menakjubkan... (kalau gue bilang menggelikan nanti ada yang 
tersungging lagi deh, hihihihi)
  Butuh satu sesi seminar barangkali untuk meluruskan kerancuan antara Cina, 
China, dan Tiongkok.

  Atau barangkali maksudnya begini, kalau nyebut Cina, itu menunjuk WNI 
keturunan,kalau nyebut China, itu berarti RRC, lha kalau Tiongkok itu apa donk, 
bedanya dengan China ? Auuw ah, Gelap.






  

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

  Yahoo! Groups Links





--



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 8.5.409 / Virus Database: 270.13.93/2365 - Release Date: 09/12/09 
06:37:00


[budaya_tionghua] Fw: China celebrates 60 years - 02

2009-10-02 Terurut Topik ChanCT

- Original Message - 
From: w...@netvigator.com 
To: wi...@yahoo.com 
Sent: Friday, October 02, 2009 5:24 PM
Subject: [HKSIS] China celebrates 60 years - 02




October 1, 2009 

China formally kicked off its mass celebrations of 60 years of communist rule 
with a 60-gun salute that rung out across Beijing's historic Tiananmen Square 
earlier today. Hundreds of thousands of participants marched past Tiananmen 
Square in costume or uniform, with floats and dancers mingling with soldiers 
and military hardware. Collected here are photographs of the once-in-a-decade 
National Day parade in Beijing, and of others commemorating the anniversary 
elsewhere. ( 39 photos total)
 
In this photo released by China's Xinhua News Agency, the phalanx of the 
national flag receives inspection in a parade in Beijing of the celebrations 
for the 60th anniversary of the founding of China on Thursday, Oct. 1, 2009. 
(AP Photo/Xinhua, Huang Jingwen) 

 
2
Participants take part during National Day celebrations in Beijing on October 
1, 2009. (FREDERIC J. BROWN/AFP/Getty Images) # 
 
3
In this aerial photo released by China's Xinhua News Agency, participants take 
part in a parade of the celebrations for the 60th anniversary of the founding 
of the People's Republic of China, on Chang'an Street in central Beijing, 
capital of China, Oct. 1, 2009. (AP Photo/Xinhua) # 
 
4
Helicopters from the Chinese People's Liberation Army (PLA) air force fly in 
formation during a massive parade to celebrate the 60th anniversary of the 
founding of the People's Republic of China, in Beijing October 1, 2009. 
(REUTERS/David Gray) # 
 
5
Army cadets march in the parade celebrating the 60th anniversary of the 
founding of the People's Republic of China, in central Beijing, on Thursday 
Oct. 1, 2009. (AP Photo/Xinhua, Xie Huanchi) # 
 
6
Chinese military aircraft fly over Tiananmen Square during the National Day 
parade in Beijing on October 1, 2009. (AFP/AFP/Getty Images) # 
 
7
An instructor aligns the formation of the Chinese People's Liberation Army 
(PLA) Airborne Corps during a training session at the 60th National Day Parade 
Village on the outskirts of Beijing, September 15, 2009. (REUTERS/Joe Chan). # 
 
8
Soldiers from the Chinese People's Liberation Army (PLA) ground force march in 
formation past Tiananmen Square during a massive parade to mark the 60th 
anniversary of the founding of the People's Republic of China in Beijing 
October 1, 2009. (REUTERS/Jason Lee) # 
 
9
Chinese President Hu Jintao reviews the military personnel during the National 
Day parade in Beijing on October 1, 2009. (AFP/AFP/Getty Images) # 
 
10
Chinese children dressed in costumes wait on Tiananmen Square for the National 
Day parade to start in Beijing on October 1, 2009. (GOH CHAI HIN/AFP/Getty 
Images) # 
 
11
Chinese President Hu Jintao reviews soldiers before a parade in front of 
Tiananmen Gate in Beijing to mark the 60th anniversary of the founding of the 
People's Republic of China October 1, 2009. (REUTERS/Joe Chan) # 
 
12
Dancers take part in a parade to celebrate China's 60th anniversary on October 
1, 2009 in Beijing, China. (Feng Li/Getty Images) # 
 
13
Armored vehicles roll down the street during a parade to mark the 60th 
anniversary of the founding of the People's Republic of China, in central 
Beijing October 1, 2009. (REUTERS/Xinhua/Xie Huanchi) # 
 
14
PLA soldiers stand on military vehicles during a military parade marking 
China's 60th anniversary near the Tiananmen Square in Beijing, China, Thursday, 
Oct. 1, 2009. (AP Photo/Vincent Thian) # 
 
15
PLA sailors in white uniforms march past Tiananmen Square during the 
celebration of China's 60th anniversary on October 1, 2009 in Beijing, China. 
(Feng Li/Getty Images) # 
 
16
PLA sailors march past Tiananmen Square during the celebration of China's 60th 
anniversary on October 1, 2009 in Beijing, China. (Feng Li/Getty Images) # 
 
17
A float with a model of Potala Palace is displayed during a parade to mark the 
60th anniversary of the founding of the People's Republic of China, in Beijing 
October 1, 2009. (REUTERS/Nir Elias) # 
 
18
Women in costume perform in a parade to celebrate China's 60th anniversary on 
October 1, 2009 in Beijing, China. (Feng Li/Getty Images) # 
 
19
China's President Hu Jintao (center) and other leaders review a parade to mark 
China's 60th anniversary on October 1, 2009 in Beijing, China. (Feng Li/Getty 
Images) # 
 
20
A migrant worker adjusts the antenna to get a better reception of the live 
television broadcast of the parade to mark China's 60th anniversary, at their 
dormitory in Hefei, Anhui province October 1, 2009. (REUTERS/Jianan Yu) # 
 
21
A float depicting China's space achievements participates in a parade to mark 
the 60th China anniversary in Beijing, China, Thursday, Oct. 1, 2009. (AP 
Photo/Ng Han Guan) # 
 
22
A man takes pictures of PLA aircraft performing a fly-over during the National 
Day parade in Beijing on October 1, 2009. 

Re: [budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik zhoufy
ketika pemerintah Burma minta dunia internasional mengubah penyebutan megara 
mereka menjadi Myanmar, tak ada yg nolak tuh!

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: ChanCT sa...@netvigator.com
Date: Fri, 2 Oct 2009 17:29:34 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Cc: Tionghoa-Nettionghoa-...@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

Neng Uli yb,

Udah lama nggak muncul, tenggelam dalam kesibukan bisnis yang makin repot? 
Lalu, begitu muncul bikin komentar yang menggelitik, ... sekalipun masalah udah 
lama diperbincangkan tetap saja tidak ada kesimpulan, tapi saya masih tertarik 
untuk kasih sedikit pendapat saja.

Masalah sebutan Cina, China dan Tiongkok mana baiknya? Kalian-kalian saja yang 
selalu merasa rikuh, canggung dan bingung sendiri gunakan sebutan mana baiknya, 
itu kan karena tidak berani melihat kenyataan yang ada. Bukankah sebutan pada 
satu bangsa dan negara lain, itu tidak bedanya dengan sebutan pada seseorang, 
sepenuhnya hak bangsa dan negara bersangkutan ingin disebut apa?! Sedang 
kita-kita sebagai bangsa dan negara bersahabat sudah seharusnya menuruti saja 
keinginan mereka, maunya dan senangnya gunakan sebutan yang mana. Sebaliknya, 
kalau bermusuhan tentu sengaja gunakan sebutan yang dia/mereka tidak ingini.

Jangan ikuti dan teruskan sikap arogan jenderal Soeharto yang saat itu memang 
sengaja gunakan sebutan CINA untuk melecehkan, menghina bahkan merusak 
hubungan persahabatan dua rakyat RI-RRT yang akrab bahkan dirasakan sangat 
mesrah semasa Presiden Soekarno. Itu lah yang terjadi, dan disitulah 
masalahnya!  

Sedang Presiden RI sejak Gus Dur, kemudian diikuti oleh Megawati dan juga SBY, 
yang memang ingin pulihkan hubungan persahabatan RI-RRT lebih baik lagi, dalam 
pertemuan resmi dengan pejabat Tiongkok, itu sudah gunakan sebutan 
Tiongkok/Tionghoa kembali, tidak lagi gunakan CHina apalagi CINA! Sikap itulah 
yang menunjukkan kedewasaan dan kebesaran bangsa, bisa menerima dan menghormati 
keinginan bangsa dan negara bersahabat. Gunakan sebutan sesuai dengan kehendak 
bangsa dan negara yang bersahabat itu. Begitu juga kalau kita perhatikan dengan 
Duta-Besar RI untuk RRT, sudah lama gunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa kembali, 
hanya sekali-kali saja gunakan sebutan China, mungkin kebiasaan selama lebih 35 
tahun belum hilang.

Salam,
ChanCT

  - Original Message - 
  From: ulysee_me2 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 02, 2009 9:12 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Cina dan C(h)ina


  Begitu baca judul artikel2 di Kompas kemarin, satu yang menarik perhatian gue 
adalah judul artikelnya Christine Susana Tjhin. Cara penulisannya itu lhoh. 
Yang bikin gue langsung nyengir.

  Pasalnya, pas malem takbiran minggu lalu, ipar gue debat seru sampe jam satu 
pagi sama bokap gue. Yang dibahas, nggak lain adalah masalah istilah CINA itu.

  Yayayaya, buat miliser, itu sih bahasan basi, udah sering di bahas dan udah 
bosen bahasnya. Cape dh. Gue juga nggak berminat mengulangi.

  Ipar gue bukan miliser, dia baru pulang dari RRC, ngajar bahasa mandarin. Dan 
kemaren sempet cerita. Di sebuah forum seminar, seorang pembicara membahas soal 
RRC, dia menyebutnya Republik Rakyat Cina. Dan segera dapat tembakan langsung 
kontan,
  seorang yang menegur, supaya menyebut Republik Rakyat Cina dengan betul. Lhah 
bikin bingung donk, apa nya yang tidak betul dengan Republik Rakyat Cina?

  Nyebutnya harus China (baca chai-na) pakai H seperti dalam bahasa 
inggris,bukan Ci-Na.

  Ipar gue bingung, dan bertanya-tanya, emangnya ada aturan begitu? Sejak 
kapan? 
  Bukannya dalam bahasa Indonesia yang betul malah Ci-Na dan bukannya Chai-Na?

  Ya begitulah, kalau ditengok dari segi bahasa, orang bakalan bingung. Sebab 
fenomena Cina dan C(h)ina, lebih banyak urusan sin li (perasaan) ketimbang 
logika.

  Dan bener banget tuh apa yang dikatakan Christine dalam artikelnya, betapa 
canggungnya kita, bingung sendiri (dan lebih lebih bikin bingung orang lain) 
antara Cina; China dan Tiongkok, mau nyebut aje refot banget sampe nggak pede 
harus minjem bahasa Inggris segala supaya jangan sampai ada yang tersinggung.

  Apa nggak bikin bingung, kalau pake bahasa Inggris kok tidak tersinggung, 
kalau pakai bahasa Indonesia kok tersinggung, padahal cuman beda ketambahan 
satu huruf (H) doank.

  Yep, fenomena menakjubkan... (kalau gue bilang menggelikan nanti ada yang 
tersungging lagi deh, hihihihi)
  Butuh satu sesi seminar barangkali untuk meluruskan kerancuan antara Cina, 
China, dan Tiongkok.

  Atau barangkali maksudnya begini, kalau nyebut Cina, itu menunjuk WNI 
keturunan,kalau nyebut China, itu berarti RRC, lha kalau Tiongkok itu apa donk, 
bedanya dengan China ? Auuw ah, Gelap.






  

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di 

[budaya_tionghua] Fw: Republik Rakyat Tiongkok: enam puluh tahun setelah pembebasan

2009-10-02 Terurut Topik ChanCT

- Original Message - 
From: H.S. Han 
To: C.T. Chan 
Sent: Friday, October 02, 2009 10:32 PM
Subject: Re: Republik Rakyat Tiongkok: enam puluh tahun setelah pembebasan


 
Republik Rakyat Tiongkok: enam puluh tahun setelah pembebasan 

Mao Ze-Dong adalah seorang negarawan besar, strategi militer, filsuf, sejarawan 
dan penyair, beliau telah mengabdikan hidupnya untuk negaranya. Di bawah 
kepemimpinannya, Republik Rakyat Tiongkok didirikan pada tahun 1949.
  Beliau mengajar rakyat Tiongkok percaya pada diri sendiri, kemandirian, 
keberanian untuk membebaskan dan membangun negaranya. Dalam rangka membebaskan 
Tiongkok beliau telah mengikuti jalan sendiri yang chusus untuk Tiongkok, 
berbeda dari Lenin dan Stalin. Mao berpendapat bahwa Dasar revolusi Tiongkok 
harus berbasis pada petani, sedangkan komunisme klasik revolusi berbasis pada 
kaum buruh. Ini adalah perbedaan dasar pendapat antara pemikiran Mao dan 
Marxisme-Leninisme.
  Untuk mensukseskan revolusi pemimpin harus tidak kaku, tidak terikat pada 
satu standar(tidak dogmatis). Textbook thinking atau dogmatisme adalh pikiran 
dan tindakan berbahaya untuk berrevolusi, jelas tidak cocok bagi kebudayaan 
Tiongkok, yang menganjurkan kebebasan(Confucianisme,terutama taoisme). Itu 
waktu Tiongkok adalah negara pertanian dengan industri yang lemah, jauh lebih 
kecil daripada Negara-negara Barat yang dianalisa oleh Marx dan Engels,Lenin. 
Pula norma-normakehidupan dan budaya rakyat Tiongkok tidak sama dengan rakyat 
di negara Barat, maka politik dan tindakan perlu perubahan dan disesuaikan 
dengan keadaan konkrit di Tiongkok! Perang Korea menunjukkan kebenaran bahwa 
sekutu militer yang kuat dan modern pada masa Perang Dunia Kedua, tidak dapat 
mengalahkan Tentara pembebasan Rakyat Tiongkok dengan peralatan militer yang 
masih terbelakang. 
 Pada tahun 1978, RRT dipimpin oleh Deng Xiao-Ping, pemimpin pembaruan yang 
besar, beliau menyarankan politik yang terbuka, yaitu untuk beradaptasi dengan 
situasi konkret di Tiongkok dan juga dengan dunia internasional dan hubungan 
internasional, terutama dengan Barat. Deng pernah berkata: Tidak penting 
apakah kucing putih atau kucing hitam, angsalkan kucing itu dapat menangkap 
tikus. Kata-kata ini selama Revolusi Besar Kebudayaan Proletar dikritik dengan 
keras.
  Tetapi kebijakan pembaruhan ini menciptakan pohon-pohon yang 
bergantungan buah buah manis dan bergizi. Ekonomi dan teknologi Tiongkok 
seperti sebuah roket naik keangkasa.  Rakyat Tiongkok telah membuat prestasi 
besar di semua bidang dan Negara ini akhirnya mensukseskan ide Ketua Mao: 
Great Leap Forward langkah maju yang besar dalam membangun bangsa yang makmur 
dan kuat atas dasar usaha mereka sendiri.  Kita harus mengakui bahwa 
Tiongkok telah menyelesaikan sebuah prestasi yang spektakuler dengan menghapus 
kemiskinan yang ekstrim lebih dari satu milyar orang. Hal ini terjadi terutama 
dalam 30 tahun terakhir setelah reformasi yang dipimpin oleh Deng Xiao-Ping, 
Tiongkok telah mengalami sebuah transformasi ekonomi yang mengagumkan dunia. 
 Perkembangan ekonomi Tiongkok dan kontribusinya pada ekonomi dunia, dapat 
disini saya katakan bahwa kekuatan ekonomi RRT mempunyai kesempatan yang besar 
untuk mengembangkan ekonomi selanjutnya baik didalam negeri maupun pertumbuhan 
ekonomi dunia dan khususnya untuk menjalankan lokomotif perekonomian dunia yang 
sekarang sedang mengalami krisis finaciël yang berat. 
 Dunia melihat Tiongkok sebagai satu Negara besar dalam bidang ekonomi dan 
politik, dan pertumbuhan yang kontinu dengan angka yang tinggi diantara 10% 
dalam tiga puluh tahun terakhir ini. Tiongkok telah meningkatkan Standar hidup 
rakyatnya dari kemelaratan yang hebat. 
 Kita bisa mengerti Tiongkok sebagai negara yang besar dengan jumlah 
penduduk 1,3 miliar orang, tidak mudah dalam periode tiga puluh tahun, pendek 
dalam ukuran sejarah manusia bisa menghapusan kemiskinan yang berat, ini 
memerlukan kebijaksanaan, dan pengalaman kepemimpinan,yang tidak memikirkan 
diri mereka sendiri. 
 Para pembaca mungkin akan setuju dengan saya kalau saya mengatakan bahwa: 
1. Kita harus mengakui pentingnya reformasi Deng Xiao-Ping, mengingat hasil 
yang spektakuler dengan beleidnya membuka negara selama tiga puluh tahun. 
2. Peningkatan ini disebabkan karena ditegakkanya sosialisme dengan 
karakteristik Tiongkok, berbeda dengan Marxisme-Leninisme klassik. 
  Sebagai keturunan dari nenek moyang, kami bangga bahwa negara leluhur 
sekarang menjadi kekuatan berpengaruh di dunia, dan bahwa mereka menyumbang dan 
menarik ekonomi dunia dan stabilitas dunia. Saya ingin menyebutnya sebagai 
social-democrasi
 Sebagai penutup silahkan saya mengutip kutipan Presiden Hu pada perayaan 1 
oktober sebagai berikut: Beliau berharap agar semua anggota Partai, angkatan 
bersenjata dan orang-orang dari semua kelompok etnis untuk bersatu dan 
memperkuat persatuan untuk tujuan indah membangun, kesejahteraan dan negara 
yang kuat, 

[budaya_tionghua] Dahlan Iskan : Shou Zhang Hao!

2009-10-02 Terurut Topik ChanCT
http://jawapos.com/index.php?act=cetakid=28
[ Jum'at, 02 Oktober 2009 ] 
Dahlan Iskan : Shou Zhang Hao! 

60 Tiongkok 

KETIKA bangun pagi kemarin, yang pertama saya perhatikan adalah langit. 
Benarkah cuaca bu?ruk yang sudah melanda Beijing lima hari ter?akhir bisa 
dibuat cerah untuk perayaan Hari Ke?merdekaan Ke-60 Tiongkok? Langit masih 
ge?lap. Baru pukul 4 pagi.

Selama di Beijing delegasi media dari lebih 100 ne??gara ini memang selalu 
kesulitan memotret. Ka??but membuat jarak pandang sangat pendek. Se?tiap 
mengambil foto, latar belakangnya selalu ha?nya kabut. Bangunan berjarak 200 
meter pun ti?dak tampak. Tak ayal bila kemarin pagi para war??tawan pun 
mempertanyakan keberhasilan renc?a?na pemerin?tah Tiongkok dalam membersihkan 
langit Beijing dengan cara mengerahkan pe?sawat pembersih cuaca.

Terjadi! Ketika fajar mulai menyingsing, terlihat?lah langit yang sudah lima 
hari raib. Kian siang kian cerah warna biru di angkasa. Dan, ketika upa?cara 
kenegaraan dimulai, langit begitu bersih?nya. 

Bahkan, terlalu bersih sehingga sinar matahari awal musim gugur itu terasa agak 
terlalu terik untuk acara yang dimulai pukul 10.00 tersebut. 

Saya memang selalu senang melihat acara kemiliteran. Mungkin karena saya tidak 
gagah sehingga ada sedikit mimpi alangkah bahagianya orang yang begitu gagah, 
tegap, disiplin, dan heroik itu. Maka, saya juga ingin memperhatikan tata cara 
upacara militer di Tiongkok, apakah ada yang berbeda. Terutama, saya ingin tahu 
bagaimana cara komandan upacara yang tempatnya berjarak sekitar 1 km dari 
inspektur upacara itu memberikan laporan. Apalagi, inspektur upacaranya 
(Presiden Hu Jintao) berada di ketinggian sekitar 15 meter. Yakni, berdiri di 
atas gerbang Istana Kota Terlarang, tepat di atas foto Mao Zedong yang terkenal 
itu. Sedang?kan komandan upa?caranya tidak terlihat dari situ karena berada di 
tengah jalan arah kiri jauh di depan Beijing Hotel sana.

Ternyata, ketika waktunya tiba, inspektur upacara turun dari atas gerbang 
Istana Kota Terlarang itu untuk naik mobil sedan panjang yang bagian te?ngah 
atapnya berlubang. Presiden Hu naik mobil itu dengan posisi bagian atas 
badannya terlihat menjulang tinggi. Di depannya, di atap sedan itu, terlihat 
ada empat mikrofon.

Bersamaan dengan itu komandan upacara juga naik mobil yang jenisnya sama dengan 
posisi yang sama meninggalkan kawasan Beijing Hotel menuju arah depan Istana 
Kota Terlarang. Ketika mobil inspektur upacara sudah membelok dari gerbang 
Istana Kota Terlarang menuju Jalan Chang An Jie di depan lapa?ngan Tian An Men, 
mobil komandan upacara juga sudah hampir tiba di tempat yang sama. 

Ketika jarak sudah tinggal 15 meter, kedua mobil itu pun berhenti. Posisi 
berhentinya mobil komandan upacara dan inspektur upacara itu ternyata tidak 
langsung berhadapan. Selisih satu jalur. Bukan karena takut bertabrakan, tapi 
ada maksud lain. Di situlah ternyata, sama-sama dalam posisi di atas mobil, 
laporan komandan upacara kepada inspektur upacara dilakukan. Lalu mobil 
presiden bergerak maju menuju arah pasukan yang ada di sekitar 1 km di arah 
timur sana. Itulah gunanya mengapa mobil komandan upacara tidak berhenti tepat 
di depan mobil inspektur upacara. Saat mobil presiden sudah melintas, barulah 
mobil komandan upacara memutar balik mengikuti mobil presiden dari belakang. 
Dimulailah inspeksi pasukan.

Pada upacara militer yang biasa saya lihat, acara meninjau pasukan seperti ini 
tidak disertai kata-kata apa pun. Pasukan membisu dan inspektur upacara juga 
hanya menyambut hormat dengan tangan hormat militer. Di Tiongkok agak khas. 
Setiap pasukan yang dilewati inspektur upacara selalu serentak berteriak 
memberi hormat. Sesaat kemudian, presiden menyambut dengan ucapan lantang: tong 
shi men hao! (Apa kabar, kawan-kawan!). Pasukan membalas dengan teriakan 
serempak: shou zhang hao! (baik, komandan!). 

Di depan pasukan yang lain, inspektur upacara berteriak lantang: tong shi men 
xin ku le! (kawan-kawan ini sudah bersusah payah, ya!). Lalu dijawab serentak 
oleh pasukan: wei ren min fu wu! (demi mengabdi kepada rakyat!). Begitulah, 
setiap melintasi suatu pasukan presiden mengucapkan kalimat tersebut secara 
bergantian dan disambut dengan jawaban yang standar itu.

Semua itu bisa diikuti oleh ratusan ribu hadirin di lapangan Tian An Men karena 
sistem suara yang serbanirkabel (wireless), rupanya, bekerja tanpa cacat. 
Demikian juga layar lebar videotron ada di mana-mana sehingga semua sudut acara 
bisa diikuti dari arah mana pun.

Berbeda dengan acara yang sama 30 tahun lalu (saat Tiongkok belum membuka 
diri), warna militer di perayaan sekarang ini sudah jauh berkurang. Warna 
militer hanya terlihat saat penaikan bende?ra (dilakukan oleh militer) dan 
ketika terjadi parade lu hai gong (AD, AL, AU) berikut persenjataannya yang 
mutakhir. Selebihnya sudah menunjukkan citra baru modernisasi Tiongkok. 

Manusia yang dihadirkan untuk memenuhi lapa?ngan Tian An Men, misalnya, sudah 
tidak kelihatan manusia 

[budaya_tionghua] Burma or Myanmar ... was... Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik prometheus_promise
Nambahin sedikit mengenai nama Burma / Myanmar

Tidak benar jika dikatakan tidak ada yang menolak ketika rejim militer di Burma 
mengubah nama negaranya menjadi Myanmar, di tahun 1989. 

Melihat sejarahnya, di dalam negeri Burma/Myanmar sendiri, ada penolakan 
terhadap perubahan nama tersebut, terutama dari kalangan yang beroposisi 
terhadap junta militer . 

Di dunia internasional pun sama. 

Walaupun PBB ketika itu secara procedural dan offical menerima perubahan nama 
Burma menjadi Myanmar berdasarkan permintaan negara yang bersangkutan, 
negara-negara seperti US dan UK masih menggunakan nama Burma 

Sampai sekarang pun, nama Burma dan Myanmar masih sama-sama digunakan di 
berbagai media massa (english-written) di beberapa negara. 

Prometheus



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

 ketika pemerintah Burma minta dunia internasional mengubah penyebutan megara 
 mereka menjadi Myanmar, tak ada yg nolak tuh!
 
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 




[budaya_tionghua] Re: sejarah perkembangan bahasa Tionghoa di Indonesia

2009-10-02 Terurut Topik ulysee_me2

Oh, lebih parah, mereka khan langsung dibilang, 
Hai Batak, Oi Sunda, Eh Jawa, 
nggak ada tuh yang mencak-mencak lha memang kenyataan.
Tapi begitu nyebut Hai Cina, 
wihi langsung deh ada yang sensi bin sewot. 

Oom, kata temen gue yang asli Jawa, disana kalau dapet sebutan keturunan itu 
konotasinya ningrat lhoh, berdarah biru. 
Jadi dia bingung ini Cina kok sewot nggak keruan kalo disebut keturunan, 

wehehehe, coba deh jelasin, ntar gue forward ke dia. 

Istilah warga keturunan Arab ada lhoh! Dan warga keturunan Belanda juga ada 
lhoh! Belon tau bukan berarti nggak ada lhoh! Krrrkkkekekeke.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

 Kok tidak ada istilah warga keturunan jawa, sunda atau batak ya? Ini 
 menunjukkan tetap ada penggolongan besar: asli dan tidak asli, pri dan nonpri!
 
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 
 -Original Message-
 From: a...@...
 Date: Fri, 2 Oct 2009 11:53:44 
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: sejarah perkembangan bahasa Tionghoa di 
  Indonesia
 
 
 ulysee_me2 ulysee_...@... wrote:
 
  Lagian, menurut engkong, istilah WNI keturunan (yang kemudian disingkat
  jadi 'keturunan' doank) itu  awal awalnya digunakan untuk memperhalus,
 
 Wo kurang se-7 dengan pendapat engkongnya ulysee_me2. Istilah
 keturunan menimbulkan konotasi rasis. Yang dimaksud keturunan di sini
 pasti mengacu pada keturunan orang Tionghoa; bukannya keturunan orang
 Arab, India, Pakistan, Bule, dsb. FYI, beberapa cewek di desa sekitar
 waduk Jatiluhur bermata biru dan berkulit putih karena mereka adalah
 keturunan bule-bule Perancis yang ngembat para emak mereka ketika
 sedang menggarap proyek waduk Jatiluhur dulu. Istilah keturunan produk
 para penguasa orde baru ini sama sekali tidak pernah merujuk ke mereka.
 :-) Ah, warga keturunan...tentu banyak duitnya...yuuk..kita (isi
 sendiri)..haahaaahaa.
 
 als





Re: [budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik pccen...@indosat
Nampaknya masih butuh usaha yang lebih  keras untuk bisa kembali  semua 
menggunakan istilah Tionghoa/Tiongkok, lihat saja kompas masih pakai 
China padalah Jawa Pos, suara pembarusan sudah pakai Tiongkok. 
Sedang President sebutnya  Tiongkok/RRT, tetapi di dokumen2 yang dibuat 
oleh bawahannya masih juga pakai China. Yang paling parah, UI hingga 
hari  ini masih pakai CINA untuk jurusan bahasa Mandarinnya!

salam
He sining

ChanCT wrote:

  

 Neng Uli yb,
  
 Udah lama nggak muncul, tenggelam dalam kesibukan bisnis yang makin 
 repot? Lalu, begitu muncul bikin komentar yang menggelitik, ... 
 sekalipun masalah udah lama diperbincangkan tetap saja tidak ada 
 kesimpulan, tapi saya masih tertarik untuk kasih sedikit pendapat saja.
  
 Masalah sebutan Cina, China dan Tiongkok mana baiknya? Kalian-kalian 
 saja yang selalu merasa rikuh, canggung dan bingung sendiri gunakan 
 sebutan mana baiknya, itu kan karena tidak berani melihat kenyataan 
 yang ada. Bukankah sebutan pada satu bangsa dan negara lain, itu tidak 
 bedanya dengan sebutan pada seseorang, sepenuhnya hak bangsa dan 
 negara bersangkutan ingin disebut apa?! Sedang kita-kita sebagai 
 bangsa dan negara bersahabat sudah seharusnya menuruti saja keinginan 
 mereka, maunya dan senangnya gunakan sebutan yang mana. Sebaliknya, 
 kalau bermusuhan tentu sengaja gunakan sebutan yang dia/mereka tidak 
 ingini.
  
 Jangan ikuti dan teruskan sikap arogan jenderal Soeharto yang saat itu 
 memang sengaja gunakan sebutan CINA untuk melecehkan, menghina 
 bahkan merusak hubungan persahabatan dua rakyat RI-RRT yang akrab 
 bahkan dirasakan sangat mesrah semasa Presiden Soekarno. Itu lah yang 
 terjadi, dan disitulah masalahnya! 
  
 Sedang Presiden RI sejak Gus Dur, kemudian diikuti oleh Megawati dan 
 juga SBY, yang memang ingin pulihkan hubungan persahabatan RI-RRT 
 lebih baik lagi, dalam pertemuan resmi dengan pejabat Tiongkok, itu 
 sudah gunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa kembali, tidak lagi gunakan 
 CHina apalagi CINA! Sikap itulah yang menunjukkan kedewasaan dan 
 kebesaran bangsa, bisa menerima dan menghormati keinginan bangsa dan 
 negara bersahabat. Gunakan sebutan sesuai dengan kehendak bangsa dan 
 negara yang bersahabat itu. Begitu juga kalau kita perhatikan dengan 
 Duta-Besar RI untuk RRT, sudah lama gunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa 
 kembali, hanya sekali-kali saja gunakan sebutan China, mungkin 
 kebiasaan selama lebih 35 tahun belum hilang.
  
 Salam,
 ChanCT
  


 



Internal Virus Database is out-of-date.
Checked by AVG. 
Version: 7.5.560 / Virus Database: 270.13.103/2325 - Release Date: 17/09/2009 
0:00
  




[budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik ulysee_me2
Halwww Broer Chan. Kangen sama Uli yah, wehehehehe. 
(wadaww Uly pe de banget yah) 

Ya deh Broer, mari kita praktekkan sebutan pada satu bangsa dan negara lain, 
itu tidak bedanya dengan sebutan pada seseorang, sepenuhnya hak bangsa dan 
negara bersangkutan ingin disebut apa. 

Contohnya Uly nih. Dari dulu disebut Uly. 
Tapi gue minta Broer Chan mulai besok panggil gue Angelina Jolie yah. (Biar 
gue bisa ngayal se keren Lara Croft di Tomb Rider) 

Muhahahahaha, apa kaga jadi bahan tertawaan tuh. Krrrkkkekekeke. 
   

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT sa...@... wrote:

 Neng Uli yb,
 
 Udah lama nggak muncul, tenggelam dalam kesibukan bisnis yang makin repot? 
 Lalu, begitu muncul bikin komentar yang menggelitik, ... sekalipun masalah 
 udah lama diperbincangkan tetap saja tidak ada kesimpulan, tapi saya masih 
 tertarik untuk kasih sedikit pendapat saja.
 
 Masalah sebutan Cina, China dan Tiongkok mana baiknya? Kalian-kalian saja 
 yang selalu merasa rikuh, canggung dan bingung sendiri gunakan sebutan mana 
 baiknya, itu kan karena tidak berani melihat kenyataan yang ada. Bukankah 
 sebutan pada satu bangsa dan negara lain, itu tidak bedanya dengan sebutan 
 pada seseorang, sepenuhnya hak bangsa dan negara bersangkutan ingin disebut 
 apa?! Sedang kita-kita sebagai bangsa dan negara bersahabat sudah seharusnya 
 menuruti saja keinginan mereka, maunya dan senangnya gunakan sebutan yang 
 mana. Sebaliknya, kalau bermusuhan tentu sengaja gunakan sebutan yang 
 dia/mereka tidak ingini.
 
 Jangan ikuti dan teruskan sikap arogan jenderal Soeharto yang saat itu memang 
 sengaja gunakan sebutan CINA untuk melecehkan, menghina bahkan merusak 
 hubungan persahabatan dua rakyat RI-RRT yang akrab bahkan dirasakan sangat 
 mesrah semasa Presiden Soekarno. Itu lah yang terjadi, dan disitulah 
 masalahnya!  
 
 Sedang Presiden RI sejak Gus Dur, kemudian diikuti oleh Megawati dan juga 
 SBY, yang memang ingin pulihkan hubungan persahabatan RI-RRT lebih baik lagi, 
 dalam pertemuan resmi dengan pejabat Tiongkok, itu sudah gunakan sebutan 
 Tiongkok/Tionghoa kembali, tidak lagi gunakan CHina apalagi CINA! Sikap 
 itulah yang menunjukkan kedewasaan dan kebesaran bangsa, bisa menerima dan 
 menghormati keinginan bangsa dan negara bersahabat. Gunakan sebutan sesuai 
 dengan kehendak bangsa dan negara yang bersahabat itu. Begitu juga kalau kita 
 perhatikan dengan Duta-Besar RI untuk RRT, sudah lama gunakan sebutan 
 Tiongkok/Tionghoa kembali, hanya sekali-kali saja gunakan sebutan China, 
 mungkin kebiasaan selama lebih 35 tahun belum hilang.
 
 Salam,
 ChanCT
 
   - Original Message - 
   From: ulysee_me2 
   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
   Sent: Friday, October 02, 2009 9:12 AM
   Subject: [budaya_tionghua] Cina dan C(h)ina
 
 
   Begitu baca judul artikel2 di Kompas kemarin, satu yang menarik perhatian 
 gue adalah judul artikelnya Christine Susana Tjhin. Cara penulisannya itu 
 lhoh. Yang bikin gue langsung nyengir.
 
   Pasalnya, pas malem takbiran minggu lalu, ipar gue debat seru sampe jam 
 satu pagi sama bokap gue. Yang dibahas, nggak lain adalah masalah istilah 
 CINA itu.
 
   Yayayaya, buat miliser, itu sih bahasan basi, udah sering di bahas dan udah 
 bosen bahasnya. Cape dh. Gue juga nggak berminat mengulangi.
 
   Ipar gue bukan miliser, dia baru pulang dari RRC, ngajar bahasa mandarin. 
 Dan kemaren sempet cerita. Di sebuah forum seminar, seorang pembicara 
 membahas soal RRC, dia menyebutnya Republik Rakyat Cina. Dan segera dapat 
 tembakan langsung kontan,
   seorang yang menegur, supaya menyebut Republik Rakyat Cina dengan betul. 
 Lhah bikin bingung donk, apa nya yang tidak betul dengan Republik Rakyat Cina?
 
   Nyebutnya harus China (baca chai-na) pakai H seperti dalam bahasa 
 inggris,bukan Ci-Na.
 
   Ipar gue bingung, dan bertanya-tanya, emangnya ada aturan begitu? Sejak 
 kapan? 
   Bukannya dalam bahasa Indonesia yang betul malah Ci-Na dan bukannya Chai-Na?
 
   Ya begitulah, kalau ditengok dari segi bahasa, orang bakalan bingung. Sebab 
 fenomena Cina dan C(h)ina, lebih banyak urusan sin li (perasaan) ketimbang 
 logika.
 
   Dan bener banget tuh apa yang dikatakan Christine dalam artikelnya, betapa 
 canggungnya kita, bingung sendiri (dan lebih lebih bikin bingung orang lain) 
 antara Cina; China dan Tiongkok, mau nyebut aje refot banget sampe nggak pede 
 harus minjem bahasa Inggris segala supaya jangan sampai ada yang tersinggung.
 
   Apa nggak bikin bingung, kalau pake bahasa Inggris kok tidak tersinggung, 
 kalau pakai bahasa Indonesia kok tersinggung, padahal cuman beda ketambahan 
 satu huruf (H) doank.
 
   Yep, fenomena menakjubkan... (kalau gue bilang menggelikan nanti ada yang 
 tersungging lagi deh, hihihihi)
   Butuh satu sesi seminar barangkali untuk meluruskan kerancuan antara Cina, 
 China, dan Tiongkok.
 
   Atau barangkali maksudnya begini, kalau nyebut Cina, itu menunjuk WNI 
 keturunan,kalau nyebut China, itu berarti RRC, lha kalau Tiongkok 

[budaya_tionghua] Happy Tong Cu Piah day

2009-10-02 Terurut Topik ulysee_me2

Jaman gue masih kecil, gue selalu nunggu-nunggu hari Tong Cu Piah. 
sebab gue suka banget sama kue istimewa berbentuk bulan purnama itu, yang 
dibeli Oma setiap perayaan Pwee Gwee Cap Go. Tanggal 15 bulan delapan kalender 
Imlek.  

Di rumah gue dulu piara  Kwan Im, jadi pada hari itu akan menyediakan sebuah 
kue bulan yang istimewa, kue pia isi durian, atau cempedak, atau thangkwee, 
yang luarnya legit, dalamnya manis luar biasa. 

Setelah sembayang, kue bulan boleh dipotong, biasanya kita makan kue bulan 
setelah makan malam, sambil duduk duduk di teras depan, nungguin bulan, lalu 
Oma gue akan bercerita tentang dewi Chang-Oh yang terbang ke bulan ditemani 
kelincinya. Tiap tahun kisahnya agak sedikit berubah, tapi garis besarnya 
kurang lebih sama, tentang putri cantik yang jadi dewi penunggu bulan. 
Sementara Papi akan bercerita tentang surat ajakan perang yang di umpetin di 
dalam kue bulan untuk ngibulin tentara mongol. 

Taon ini, selewat lebaran Engkong udah ribut mau sembayang Zhong-jiu jadi harus 
beli kue piah. Sebagai cucu yang baik, lagian tiap berangkt gawe bakalan lewat 
Glodok, gue menawarkan diri untuk beliin piah. Itung itung berbakti deh sama 
Engkong. Tapi yang dibeli apa ya Kong?

Engkong pun berpesan, beli satu susun tong cu piah yang 'halal' untuk sembayang 
Kwan Im, jangan salah ya, piah yang untuk dewi kwan im ini yang bulet kayak 
purnama, jangan yang persegi dicetak berukir ukir itu. Paling enak yang merknya 
Sin Hap Hoat.
 
Sedangkan untuk Kwan Kong, boleh lah sediakan piah yang berminyak dan pakai isi 
telur itu, itu juga beli dua biji. Kata Engkong yang enak tuh merk Wang Lai, 
tapi jangan yang buatan Malaysia, enakan yang buatan Medan. 

Jadilah gue keliling Glodok belanja buat Engkong sembayangan. Sambil tidak lupa 
beli buat diri sendiri juga donk. Nggak sabar kalau nungguin Engkong selesai 
sembayang mah. 

So, Happy Tong Cu Piah Day everyone. 
(sebab buat gue tanggal ini adalah untuk menikmati kue yang yummy, bukan 
merayakan pertengahan musim panas apa segala, lha di negeri gue sepanjang tahun 
panas kok, hehehehe) 








Re: [budaya_tionghua] Burma or Myanmar ... was... Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik zhoufy
Inilah yg ajaib, penggantian nama kok dikaitkan  dng rejim militer segala. 
Tahukah, sebenarnya mereka tidak ganti nama, sudah dari asalnya namanya 
myanmar, rakyat mereka dlm bhs mereka sendiri menyebut negeri mereka myanmar 
(dlm bhs mandarin Mian dian, mian berasal dari myan, dian artinya wilayah). 
hanya saja orang barat salah denger dan salah eja menjadi burma. Sekarang 
mereka hanya ingin mengembalikan ejaannya sesuai dng bunyi aslinya! Kok 
keberatan?

Demikian juga, jika suatu saat nanti Rrt ingin mengganti ejaan resmi dlm bhs 
inggris menjadi Zhongguo(sdh banyak orang sana yg membahas dan menggodok hal 
ini), itu bukanlah ganti nama, tapi hanya mengkoreksi salah kaprah selama ini.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: prometheus_promise prometheus_prom...@yahoo.com.sg
Date: Fri, 02 Oct 2009 16:25:07 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Burma or Myanmar ... was... Re: Cina dan C(h)ina == 
Uli

Nambahin sedikit mengenai nama Burma / Myanmar

Tidak benar jika dikatakan tidak ada yang menolak ketika rejim militer di Burma 
mengubah nama negaranya menjadi Myanmar, di tahun 1989. 

Melihat sejarahnya, di dalam negeri Burma/Myanmar sendiri, ada penolakan 
terhadap perubahan nama tersebut, terutama dari kalangan yang beroposisi 
terhadap junta militer . 

Di dunia internasional pun sama. 

Walaupun PBB ketika itu secara procedural dan offical menerima perubahan nama 
Burma menjadi Myanmar berdasarkan permintaan negara yang bersangkutan, 
negara-negara seperti US dan UK masih menggunakan nama Burma 

Sampai sekarang pun, nama Burma dan Myanmar masih sama-sama digunakan di 
berbagai media massa (english-written) di beberapa negara. 

Prometheus



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

 ketika pemerintah Burma minta dunia internasional mengubah penyebutan megara 
 mereka menjadi Myanmar, tak ada yg nolak tuh!
 
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 





Re: [budaya_tionghua] Re: sejarah perkembangan bahasa Tionghoa di Indonesia

2009-10-02 Terurut Topik zhoufy
Logikanya tdk jalan:
Yg dimasalahkan adalah istilah keturunan! Tak usah nyimpang ke yg lain dulu!
Mengapa tdk ada yg nyebut  warga indo keturunan jawa? Tak usah melebar ke yg 
lain. Keturunan ningrat jelas sudah bukan ningrat lagi. Itu istilah yg secara 
bhs korek.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: ulysee_me2 ulysee_...@yahoo.com.sg
Date: Fri, 02 Oct 2009 15:30:34 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: sejarah perkembangan bahasa Tionghoa di 
Indonesia


Oh, lebih parah, mereka khan langsung dibilang, 
Hai Batak, Oi Sunda, Eh Jawa, 
nggak ada tuh yang mencak-mencak lha memang kenyataan.
Tapi begitu nyebut Hai Cina, 
wihi langsung deh ada yang sensi bin sewot. 

Oom, kata temen gue yang asli Jawa, disana kalau dapet sebutan keturunan itu 
konotasinya ningrat lhoh, berdarah biru. 
Jadi dia bingung ini Cina kok sewot nggak keruan kalo disebut keturunan, 

wehehehe, coba deh jelasin, ntar gue forward ke dia. 

Istilah warga keturunan Arab ada lhoh! Dan warga keturunan Belanda juga ada 
lhoh! Belon tau bukan berarti nggak ada lhoh! Krrrkkkekekeke.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

 Kok tidak ada istilah warga keturunan jawa, sunda atau batak ya? Ini 
 menunjukkan tetap ada penggolongan besar: asli dan tidak asli, pri dan nonpri!
 
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 
 -Original Message-
 From: a...@...
 Date: Fri, 2 Oct 2009 11:53:44 
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: sejarah perkembangan bahasa Tionghoa di 
  Indonesia
 
 
 ulysee_me2 ulysee_...@... wrote:
 
  Lagian, menurut engkong, istilah WNI keturunan (yang kemudian disingkat
  jadi 'keturunan' doank) itu  awal awalnya digunakan untuk memperhalus,
 
 Wo kurang se-7 dengan pendapat engkongnya ulysee_me2. Istilah
 keturunan menimbulkan konotasi rasis. Yang dimaksud keturunan di sini
 pasti mengacu pada keturunan orang Tionghoa; bukannya keturunan orang
 Arab, India, Pakistan, Bule, dsb. FYI, beberapa cewek di desa sekitar
 waduk Jatiluhur bermata biru dan berkulit putih karena mereka adalah
 keturunan bule-bule Perancis yang ngembat para emak mereka ketika
 sedang menggarap proyek waduk Jatiluhur dulu. Istilah keturunan produk
 para penguasa orde baru ini sama sekali tidak pernah merujuk ke mereka.
 :-) Ah, warga keturunan...tentu banyak duitnya...yuuk..kita (isi
 sendiri)..haahaaahaa.
 
 als






Re: [budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

2009-10-02 Terurut Topik zhoufy
Jika kamu mau dipanggil nama artis itu sepenuhnya hak kamu, mau diketawain atau 
tdk itu kamu yg tanggung. Itu kamu yg timbang2 sendiri.
Dan jika saya ingin dipanggil huaren atau tionghua, saya merasa itu pantas, 
perkara kamu mau ketawa cekikikan itu urusan kamu, saya tak ambil pusing!
Demikian juga, bila Rrt ingin dipanggil tiongkok atau zhongguo, dia tak perlu 
mempertimbangkan cemooh2 orang2 seperti anda.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: ulysee_me2 ulysee_...@yahoo.com.sg
Date: Fri, 02 Oct 2009 15:52:33 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: Cina dan C(h)ina == Uli

Halwww Broer Chan. Kangen sama Uli yah, wehehehehe. 
(wadaww Uly pe de banget yah) 

Ya deh Broer, mari kita praktekkan sebutan pada satu bangsa dan negara lain, 
itu tidak bedanya dengan sebutan pada seseorang, sepenuhnya hak bangsa dan 
negara bersangkutan ingin disebut apa. 

Contohnya Uly nih. Dari dulu disebut Uly. 
Tapi gue minta Broer Chan mulai besok panggil gue Angelina Jolie yah. (Biar 
gue bisa ngayal se keren Lara Croft di Tomb Rider) 

Muhahahahaha, apa kaga jadi bahan tertawaan tuh. Krrrkkkekekeke. 
   

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT sa...@... wrote:

 Neng Uli yb,
 
 Udah lama nggak muncul, tenggelam dalam kesibukan bisnis yang makin repot? 
 Lalu, begitu muncul bikin komentar yang menggelitik, ... sekalipun masalah 
 udah lama diperbincangkan tetap saja tidak ada kesimpulan, tapi saya masih 
 tertarik untuk kasih sedikit pendapat saja.
 
 Masalah sebutan Cina, China dan Tiongkok mana baiknya? Kalian-kalian saja 
 yang selalu merasa rikuh, canggung dan bingung sendiri gunakan sebutan mana 
 baiknya, itu kan karena tidak berani melihat kenyataan yang ada. Bukankah 
 sebutan pada satu bangsa dan negara lain, itu tidak bedanya dengan sebutan 
 pada seseorang, sepenuhnya hak bangsa dan negara bersangkutan ingin disebut 
 apa?! Sedang kita-kita sebagai bangsa dan negara bersahabat sudah seharusnya 
 menuruti saja keinginan mereka, maunya dan senangnya gunakan sebutan yang 
 mana. Sebaliknya, kalau bermusuhan tentu sengaja gunakan sebutan yang 
 dia/mereka tidak ingini.
 
 Jangan ikuti dan teruskan sikap arogan jenderal Soeharto yang saat itu memang 
 sengaja gunakan sebutan CINA untuk melecehkan, menghina bahkan merusak 
 hubungan persahabatan dua rakyat RI-RRT yang akrab bahkan dirasakan sangat 
 mesrah semasa Presiden Soekarno. Itu lah yang terjadi, dan disitulah 
 masalahnya!  
 
 Sedang Presiden RI sejak Gus Dur, kemudian diikuti oleh Megawati dan juga 
 SBY, yang memang ingin pulihkan hubungan persahabatan RI-RRT lebih baik lagi, 
 dalam pertemuan resmi dengan pejabat Tiongkok, itu sudah gunakan sebutan 
 Tiongkok/Tionghoa kembali, tidak lagi gunakan CHina apalagi CINA! Sikap 
 itulah yang menunjukkan kedewasaan dan kebesaran bangsa, bisa menerima dan 
 menghormati keinginan bangsa dan negara bersahabat. Gunakan sebutan sesuai 
 dengan kehendak bangsa dan negara yang bersahabat itu. Begitu juga kalau kita 
 perhatikan dengan Duta-Besar RI untuk RRT, sudah lama gunakan sebutan 
 Tiongkok/Tionghoa kembali, hanya sekali-kali saja gunakan sebutan China, 
 mungkin kebiasaan selama lebih 35 tahun belum hilang.
 
 Salam,
 ChanCT
 
   - Original Message - 
   From: ulysee_me2 
   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
   Sent: Friday, October 02, 2009 9:12 AM
   Subject: [budaya_tionghua] Cina dan C(h)ina
 
 
   Begitu baca judul artikel2 di Kompas kemarin, satu yang menarik perhatian 
 gue adalah judul artikelnya Christine Susana Tjhin. Cara penulisannya itu 
 lhoh. Yang bikin gue langsung nyengir.
 
   Pasalnya, pas malem takbiran minggu lalu, ipar gue debat seru sampe jam 
 satu pagi sama bokap gue. Yang dibahas, nggak lain adalah masalah istilah 
 CINA itu.
 
   Yayayaya, buat miliser, itu sih bahasan basi, udah sering di bahas dan udah 
 bosen bahasnya. Cape dh. Gue juga nggak berminat mengulangi.
 
   Ipar gue bukan miliser, dia baru pulang dari RRC, ngajar bahasa mandarin. 
 Dan kemaren sempet cerita. Di sebuah forum seminar, seorang pembicara 
 membahas soal RRC, dia menyebutnya Republik Rakyat Cina. Dan segera dapat 
 tembakan langsung kontan,
   seorang yang menegur, supaya menyebut Republik Rakyat Cina dengan betul. 
 Lhah bikin bingung donk, apa nya yang tidak betul dengan Republik Rakyat Cina?
 
   Nyebutnya harus China (baca chai-na) pakai H seperti dalam bahasa 
 inggris,bukan Ci-Na.
 
   Ipar gue bingung, dan bertanya-tanya, emangnya ada aturan begitu? Sejak 
 kapan? 
   Bukannya dalam bahasa Indonesia yang betul malah Ci-Na dan bukannya Chai-Na?
 
   Ya begitulah, kalau ditengok dari segi bahasa, orang bakalan bingung. Sebab 
 fenomena Cina dan C(h)ina, lebih banyak urusan sin li (perasaan) ketimbang 
 logika.
 
   Dan bener banget tuh apa yang dikatakan Christine dalam artikelnya, betapa 
 canggungnya kita, bingung sendiri (dan lebih lebih bikin bingung orang lain) 
 antara Cina; China dan Tiongkok,