{Disarmed} Re: [budaya_tionghua] Traditional chinese medicine and pharmacy in Indonesia, C Salmon, M. Sidharta JUGA

2008-07-12 Terurut Topik KIDYOTI
Bung Sugiri yang aktif, rologn saya dikirimi juga,
thanks,kidyoti
=
  - Original Message - 
  From: emma 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: 11 Juli 2008 14:19
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Traditional chinese medicine and pharmacy in 
Indonesia, C Salmon, M. Sidharta


   

  Pak Sugiri, saya juga mau dong

  Tolong di kirimi yach.

  Terimakasih sebelumnya


- Original Message - 
From: soham kriya 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Thursday, July 10, 2008 7:47 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Traditional chinese medicine and pharmacy in 
Indonesia, C Salmon, M. Sidharta


  Saya juga mau dong, terima kasih sebelumnya.



  Irwandy

  --- On Wed, 9/7/08, ibcindon [EMAIL PROTECTED] wrote:


From: ibcindon [EMAIL PROTECTED]
Subject: [budaya_tionghua] Traditional chinese medicine and 
pharmacy in Indonesia, C Salmon, M. Sidharta
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 9 July, 2008, 10:45 PM


Rekan milis,

Apakah ada yang minat artikel : Traditional chinese medicine and 
pharmacy in
Indonesia, C Salmon, Myra Sidharta ??

Sekiranya minat, tolong berkabar di milis ini. Nanti setelahnya 
mohon
dikomentari di milis... ..

Salam,

Sugiri.

 

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 


   



[budaya_tionghua] OOT: Undangan Sarasehan

2008-04-14 Terurut Topik KIDYOTI
METAFISIKA STUDY CLUB (MSC) akan menyelenggarakan sarasehan dengan Topik:
Rahasia mencapai kesuksesan dan kebahagiaan :

1.Melalui terapan Kekuatan Pikiran ( MInd Power)
  pembicara : Ir. Herman Willianto , MSP, PhD

2. Melalui metode visualisasi kreatif
   Pembicara Sumarsono Wuryadi
Moderator Sabdono Surohadikusumo

Hari/tgl: Minggu 20 April 2008
Tempat :BALAI KRIDA, Jl Iskandarsyah 35, Kebayoran Baru (seberang Pasar Raya
Grande, Blok M, Jaksl.

Jam 09.30-selesai

Beaya pendaftaran Rp 50.000,-/per orang



Re: [budaya_tionghua] OOT: PENYAKIT KANKER SUDAH TIDAK BERBAHAYA LAGI

2008-01-19 Terurut Topik KIDYOTI
Itu bukan hoax.
Benar, saya alami sendiri


Kd 
http://www.freewebs.com/kidyoti

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [budaya_tionghua] Re: Agama dan dunia Mistik

2008-01-19 Terurut Topik KIDYOTI
Ada artikel ttg mistik maupun agama di http://www.freewebs.com/kidyoti  
terdapat dalam artikel ttg Agama sbg sumber pembangunan, ceramah di UNIKA Atma 
Jaya



Selamat membaca dan berkomentar di guestbooknya


KD

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] David Goldsworthy - Bule

2007-12-04 Terurut Topik KIDYOTI
The Indonesian Chinese are victims of such labelling. When these
people are referred to as cina (cino in Java), or cokin, there are
certain negative preconceptions that often go with it.


- Original Message - 
From: John MacDougall 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: 05 Desember 2007 5:35
Subject: [i-s] David Goldsworthy - Bule


http://ausdag.blogspot.com/2007/12/bule.html

Tuesday, December 4, 2007
Bule

I am starting to take issue to the term bule. At first I was like many
other westerners who took no real notice of the term. But now that
I've been living and working in a context where I am labelled bule
day-in-day-out, it has struck me recently just how fundamentally
racist the term is.

It's not that those who use it necessarily mean anything racist by it.
90% of the time in my particular context it is used quite innocently
or naively (in the positive sense of the word). Fellow teachers and
students use it in my presence. It's not their fault that they have
been conditioned by society to use such a term. Nor am I necessarily
offended when they use it. But that doesn't excuse the fact that when
one examines it and similar labels closely, it is a label based on the
colour of my skin and used to identify me or my child in situations
where our race does not need identifying.

Bule itu lagi tersesat kayaknya... (That white guy looks lost)

Why the label? What's wrong with 'Orang itu... (That person)?

Wah..ada bayi bule...ada bayi bule!!! (There's a whitey baby...a
whitey baby...)

Indonesia, like many countries, has a serious race-relations problem.
One major factor, I believe, is the labelling that is so common. When
we label someone, we lump them into a group and we then apply all
sorts of preconceptions to them, often false preconceptions.

So when I am labelled a bule a whole lot of baggage is implied with
it; baggage that often is no more than mud which sticks.

The Indonesian Chinese are victims of such labelling. When these
people are referred to as cina (cino in Java), or cokin, there are
certain negative preconceptions that often go with it.

When non-Chinese (even this is an example of labelling) are labelled
things such as pribumi, jowo, tiko or whatever, again, certain
negative preconceptions often go with it.

Add a third factor into the equation (westerners) and there is no
innocent party.

Those who actively label, may or may not actively apply the
preconceptions. But the important issue is how the label is received.
We may mean no offence, but offence may be taken.

It's a difficult subject because it then raises the question as to
what we can and cannot refer to people as. Some may ask, well if we
can't use bule what can we use? Orang Barat? (Westerner)?

Well, that would be preferable. But it certainly doesn't automatically
erase the preconceptions.

I think in 90% of general everyday situations, race simply does not
need identifying. Just as in the writing of an academic essay there
are ways to avoid using the 1st person 'I' even though personal
reference is implied, I think there are ways to avoid labelling on the
basis of race if we think about it. Orang (person) should be quite
sufficient in most cases.

Of course, preconceptions will always be applied, regardless of
labels. But at least taking issue with something which has come to be
accepted so widely may help people to think more about the
consequences of such actions.

Posted by David at 4:55 PM 



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Q

2007-09-06 Terurut Topik KIDYOTI
Today's Inspirational Quote:

You can't control the contour of your face, but you can
control its expression.

-- Source Unknown



[budaya_tionghua] Fw: [aktivis_bicara] Militer China Jebol Komputer Pentagon

2007-09-05 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: M. Mashuri Alif 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, September 04, 2007 12:53 PM
Subject: [aktivis_bicara] Militer China Jebol Komputer Pentagon


Selasa, 04/09/2007 12:11 WIB 
Militer China Jebol Komputer Pentagon 
Nurfajri Budi Nugroho - Okezone

BEIJING - Pihak militer China berhasil menjebol jaringan komputer 
Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Pentagon. Aksi ini membuat 
khawatir sistem pertahanan kementerian itu.

Diberitakan The Financial Times, Selasa (4/9/2007), serangan cyber 
dari militer negeri tirai bambu itu dilakukan pada Juni lalu, 
setelah usaha yang dilakukan berbulan-bulan, kata surat kabar yang 
berbasis di London itu, mengutip pejabat Amerika Serikat yang 
dirahasiakan identitasnya.

Meski Pentagon menolak menyebut siapa di balik penjebolan itu, namun 
terungkap pelaku adalah Tentara Pemebebasan Rakyat China (PLA). 
Akibatnya, kantor Menteri Pertahanan Robert Gates itu sempat mati.

Pihak PLA telah mempraktikkan kemampuan untuk membangun serangan 
hingga mematikan sistem kami, sebut surat kabar itu.

Salah seorang pejabat senior di negeri Paman Sam menyatakan, 
Pentagon telah mengetahui asal serangan itu.

Pejabat lainnya yang mengetahui peristiwa ini menyatakan PLA 
bertanggung jawab.

The Financial Times juga menyebut, Amerika Serikat dan militer China 
memang saling melakukan spionase melalui dunia cyber satu sama lain.

Sementara, juru bicara kementerian pertahanan China menolak untuk 
berkomentar. Begitu juga dengan kementerian luar negerinya.

Selain menyerang Amerika, aktivitas hacking China ke sistem milik 
pemerintah Jerman juga meningkat pekan lalu, seiring kunjungan 
Kanselir Angela Merkel.

Tabloid Jerman Der Spiegel juga melaporkan, program spionase juga 
terlacak dilakukan PLA terhadap sistem komputer di kantor Merkel, 
kantor kementerian luar negeri, dan kantor pemerintahan lainnya di 
Berlin. (jri) 



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [iscab] 13 Yayasan Tionghoa Bertemu Aziz-Mubyl

2007-09-05 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Sunny 
To: Undisclosed-Recipient:; 
Sent: Tuesday, September 04, 2007 4:07 PM
Subject: [iscab] 13 Yayasan Tionghoa Bertemu Aziz-Mubyl



  http://www.tribun-timur.com/view.php?id=48580jenis=Politik
  Selasa, 04-09-2007 
 
  13 Yayasan Tionghoa Bertemu Aziz-Mubyl 
  Tanyakan Syariat Islam; Minta Jaminan Keamanan

  Makassar, Tribun - Sebanyak 13 perwakilan warga keturunan Tionghoa 
se-Sulsel menanyakan makna Syariat Islam kepada kandidat Gubernur dan Wakil 
Gubernur Abdul Azis Qahhar Mudzakkar-Mubyl Handaling di Ruang Tanete Room Hotel 
Singgasana, Makassar, Senin (3/9). 

  Ke-13 perwakilan keturunan Tionghoa tersebut merupakan pengurus-pengurus 
yayasan sosial dan keagamaan yang diundang secara khusus mendengarkan visi dan 
misi pasangan yang diusung Koalisi Keummatan dan Kebangsaan (KKK) itu. 

  Pertemuan diprakarsai Koordinator Tim Pejuang Kerabat Keluarga, 
Bachrianto Bachtiar. 
  Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya, anggota DPRD Makassar Arwan 
Tjahjadi, Hery Kumala, Hendra, Yonggris, dan Ketua Persatuan Islam Tionghioa 
Indonesia (PITI) Sulsel Sulaeman Gossalam. Sejumlah pengusaha kondang juga 
tampak.

  Dalam pertemuan tersebut, beberapa warga keturunan mempertanyakan misi 
penegakan Syariat Islam di Sulsel jika kelak terpilih sebagai gubernur dan 
wakil gubernur. Hery secara khusus menanyakan tentang syariat Islam dan 
mengeluhkan susahnya mendirikan rumah ibadah di Sulsel bagi warga non-Muslim. 

  Menurut Hendra, membangun rumah bordir, bar, message, dan tempat-tempat 
hiburan lainnya lebih mudah ketimbang jika ingin membangun rumah ibadah bagi 
warga non Muslim. Karena itu, jangan heran jika banyak di antara teman-teman 
yang menjadikan rumah toko sebagai tempat ibadah sementara, katanya. 

  Penanya lain, Hendra, meminta penjelasan lebih rinci kepada Azis mengenai 
penegakan Syariat Islam jika kelak terpilih sebagai gubernur. Upaya 
pemberantasan korupsi yang selalu didengung-dengungkan Aziz-Mubyl juga menjadi 
perhatian. 
  Kami hanya ingin mengantar kepada masyarakat yang taat beragama. Syariat 
Islam adalah persoalan besar dan tidak terkait dengan pilkada, jawab Aziz. 
Mengenai pembangunan rumah ibadah, Aziz menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh 
menghalanginya. 

  Saat membacakan simpulan dialog, Mubyl mengatakan syariat Islam tidak 
mungkin otomatis berjalan jika Aziz-Mubyl terpilih. Dia juga memberi jaminan 
tidak akan melakukan korupsi. (rex/cr1/opi/bie)



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [iscab] Bayi Bule

2007-09-05 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Sunny 
To: Undisclosed-Recipient:; 
Sent: Tuesday, September 04, 2007 2:54 PM
Subject: [iscab] Bayi Bule



http://www.fajar.co.id/kolom/news.php?newsid=630

Bayi Bule
(03 Sep 2007) 

ADA masalah dalam urusan administrasi kependudukan kita. Padahal UU soal ini 
termasuk PP-nya sudah keluar sejak beberapa bulan lalu. Urusan ini sesungguhnya 
ditangani oleh satu direktorat-jenderal yang Dirjen-nya kebetulan juga orang 
Sulsel Dr Rasyid Saleh, MA. 




Dia menjadi motor keluarnya aturan soal kependudukan ini dan bekerja keras agar 
beberapa tahun mendatang, setiap orang hanya punya satu nomor kependudukan 
termasuk kartu penduduk. Maka urusan yang selalu geger dalam pilkada maupun 
pemilu, daftar pemilih tidak ada lagi. Selama ini KPUD selalu jadi
kambing hitam. Ketika berada di Surabaya bersama Dr Rasyid pekan lalu, saya 
menyaksikan bagaimana ia marah-marah karena masih ada dinas kependudukan yang 
seenaknya bicara urusan ini dan bekerja tidak sesuai aturan undang-undang. 
''Saya harap ini terakhir Anda bicara seperti itu,'' katanya tegas.

Saya kebetulan -- punya satu kerja yang sama dengan Dr Rasyid Saleh -- untuk 
menyelesaikan pemukim warga yang kebetulan punya darah Tionghoa, India dan 
Arab. Mereka bukan WN-asing tetapi juga tak diberi status WNI. Jumlahnya 
mencapai puluhan ribu. Mereka sudah hidup bertahun-tahun tanpa status WNI. Di 
Tangerang mereka termasuk bukan kelompok berada dan popular dengan nama Cina 
Benteng.

Atas perintah Mendagri dan Menteri Hukum dan HAM, kami bertekad menyelesaikan 
masalah itu dalam dua-tiga bulan ke depan. Bagaimana mungkin, orang yang sudah 
hidup bertahun-tahun di Indonesia tidak jelas status
ke-WNI-annya. Padahal menurut Undang-Undang No 12/2006
tentang Kewarhanegaraan Indonesia, jika ada anak asing yang tidak jelas orang 
tuanya dan diyakini lahir di Indonesia, maka dia adalah orang Indonesia asli. 
Jadi kalau di suatu subuh, kita melihat sebuah keranjang di bawah pohon dan di 
dalamnya ada seorang bayi yang baru lahir, bermata 'biru' dan berambut pirang 
dan kita amat yakini sebagai anak orang bule, jika tak
diketahui orang tuanya, maka ia menurut Undang-undang adalah anak Indonesia 
asli. 

Maka logika bahwa anak bayi saja (yang jelas-jelas bule) diakui sebagai anak 
Indonesia, lalu mengapa pula kelompok pemukim yang sudah hidup turun-temurun, 
masih sulit atau dipersulit status kewarganegaraannya?

Inilah yang harus diselesaikan. Masih terlalu banyak persoalan yang harus 
diselesaikan dan mengapa pula urusan ini belum-belum juga beres selama 
berpuluh-puluh tahun. 

Perjalanan bangsa setelah 62 tahun menikmati kemerdekaan ini harus kita 
direnungi. Di samping berbagai kemajuan pembangunan yang telah tercapai
masih kita lihat di depan mata beratnya tugas kita menyejahterakan rakyat. 
Masih tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari ketimpangan ekonomi dan sosial 
dalam masyarakat. Selain faktor klasik mental manusia yang menyebabkan banyak 
permasalahan sosial ini, salah satu faktor penyebab yang cenderung diabaikan 
adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang terlalu cepat dan kurang terkendali. 

Masyarakat yang tidak beruntung dan tak memiliki ekonomi yang cukup kuat, 
menjadi lebih merana lagi karena tak punya status kewarganegaraan. Mereka tak
bias memperoleh KTI-sebagai WNI. Mereka dalam situasi ekonomi yang begini sulit 
juga tak bias mendapatkan atau menikmati subsidi apapun yang diberikan 
pemerintah.



Maka sudah selayaknya, program dua departemen untuk mengakhiri masalah kelompok 
pemukim harus direspons dengan baik oleh para aparat RT/RW hingga tingkat Camat 
di setiap daerah. Kerumitan kerja gaya birokrasi harus diakhiri. Dalam beberapa 
pertemuan dengan aparat pemda baik di Jakarta, Tangerang maupun Jawa Timur, ada 
kesan kalau masalah bisa susah lalu kenapa harus dimudahkan. Saatnya aparat 
pemerintah di semua lini mengambil langkah pregresif menyelesaikan urusan ini.

Mengubah pola pikir: kalau bisa mudah kenapa harus disulit-sulitkan. Apalagi, 
jalan menuju ke Surga memang tidak hanya satu. **


 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] Gugatan Saat Kemerdekaan Emas

2007-08-31 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: ariel_heryanto 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, August 31, 2007 5:07 AM
Subject: [i-s] Gugatan Saat Kemerdekaan Emas


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/31/ln/3800209.htm

  Kompas, Jumat, 31 Agustus 2007  
 
 
 

  Gugatan Saat Kemerdekaan Emas 
  Membenahi Kebijakan Berbau Diskriminasi demi 50 Tahun Kedua



  Merayakan kemerdekaan emas dapat dipahami sebagai bagian dari ucapan 
syukur atas apa yang sudah diraih. Namun, bagi sebuah negara seperti Malaysia, 
usia 50 tahun merdeka harus juga menjadi bagian dari refleksi dan introspeksi 
apakah masih ada yang harus diperbaiki untuk bisa meraih 50 tahun kedua yang 
lebih baik? 

  Tak bisa disangkal, Malaysia mencatat sebuah pertumbuhan ekonomi dan 
kemakmuran yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi yang rata-rata 5,62 persen 
dalam lima tahun terakhir dan diperkirakan 6 persen pada tahun 2007 membuat 
pendapatan per kapita Malaysia kini 12.000 dollar AS (sekitar Rp 114 juta) per 
tahun. 

  Pendapatan yang jauh dari 4.000 dollar AS pendapatan per kapita Indonesia 
itu yang membuat 1,5 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) resmi menggantungkan 
hidup mereka di Malaysia. Angka ini bisa beberapa kali lebih besar karena lebih 
banyak TKI yang ilegal. 

  Sembari berterima kasih atas peluang kerja ini, gugatan pantas 
diketengahkan berkaitan dengan tidak sedikitnya cerita buruk datang dari 
Malaysia yang memperlakukan para TKI sebagai manusia kelas dua. Disiksa, 
diperkosa, dibunuh, menjadi kisah yang menggambarkan TKI bukan lagi manusia di 
mata sebagian warga Malaysia. 

  Hal itu diiyakan 27 juta penduduk Malaysia, setidaknya terlihat dari tak 
ada kecaman atas perlakuan kasar pada para TKI. Juga terlihat dari sebutan 
indon bagi TKI yang berkonotasi negatif dan kini menjadi bagian dari laporan 
media massa serta dalam percakapan sehari-hari. 

  Tak peduli adanya keberatan tertulis KBRI ke media massa Malaysia yang 
menggunakan indon. Sekalipun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan 
keberatan langsung ke PM Abdullah Ahmad Badawi di Kuala Lumpur, Mei 2007. 

  Diskriminasi 

  Gugatan soal nasib buruk sejumlah TKI bakal menjadi cerita buruk pada 50 
tahun kedua jika tak segera dibenahi. Sedikitnya setiap pelaku kekerasan atas 
TKI harus dihukum. TKI harus dilihat sebagai bagian dari kesuksesan ekonomi 
Malaysia. Suatu yang dihargai bukan sekadar memberi upah, tetapi juga dalam 
perlakuan manusiawi. 

  Soal nasib buruk TKI menjadi bagian dari isu rasial yang kian kental 
karena adanya praktik diskriminasi. Sebuah gugatan lain di pesta emas 
kemerdekaan Malaysia. Etnis Melayu mendominasi 60 persen dari 27 juta penduduk, 
tetapi 40 persen etnis China dan India juga bagian yang tak bisa terpisahkan 
begitu saja. Diskriminasi jelas bukan langkah yang bijak. 

  Diskriminasi dalam praktik ekonomi, sosial, dan budaya (agama) merupakan 
gugatan lain yang harus dibenahi Malaysia untuk bisa memapak 50 tahun kedua 
dengan lebih gemilang. Apabila ini menjadi indikator pada 50 tahun merdeka, 
saya tak ingin melihat era 50 tahun kedua karena situasi bisa lebih buruk, 
ujar P Ramasamy, ahli politik dan mantan pengajar di Nasional University of 
Malaysia, kepada AFP. 

  Kebijakan pro-Melayu sejak tahun 1971 antara lain berupa New Economic 
Policy (NEP/Kebijakan Ekonomi Baru), sekalipun sudah direvisi, tetap saja 
sebuah pro dan kontra. Bahkan, kini perlakuan diskriminasi ini mengkristal 
hingga hubungan antarmanusia, Melayu dengan China dan India. 

  Persinggungan antarmanusia yang tak mungkin terelakkan karena mereka 
bagian dari 40 persen populasi. Mereka dengan segala atribut agama, warna 
kulit, dan karakter berinteraksi setiap hari. Tidak sedikit akan tercipta 
kecocokan, di mana yang satu memilih melebur kepada yang lainnya. 

  Persoalan pun muncul saat Melayu ingin melebur ke etnis China dan India. 
Namun, sebaliknya, semuanya mulus saat China dan India melebur ke Melayu. Suatu 
yang tak setimpal. Malaysia tidak mengembangkan integrasi rasial, tetapi 
sebuah pertarungan rasial, ujar Ooi Kee Beng, analis dari Institute of 
Southeast Asian Studies di Singapura. 

  Perlakuan diskriminasi ini sebuah gugatan besar jika Malaysia ingin 
melangkah gemilang untuk 50 tahun kedua. Diskriminasi pada dasarnya awal sebuah 
pertikaian, bahkan dalam kehidupan yang paling kecil seperti dalam keluarga. 
(ppg) 
 



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [Singkawang] [Pos Kota] RH HK Hadir di Acara Tatap Muka Gubernur DKI

2007-08-31 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Hendy Lie 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, August 30, 2007 6:26 PM
Subject: [Singkawang] [Pos Kota] RH  HK Hadir di Acara Tatap Muka Gubernur DKI



Ronny Hermawan Didukung Prijanto  
Rabu 29 Agustus 2007, Jam: 18:33:00 

BEKASI (Pos Kota) - Wakil Gubenur DKI Jakarta terpilih, Prijanto, secara moral 
memberikan dukungan terkait majunya Ronny Hermawan yang berasal dari etnis 
minoritas dalam Pilkada Kota Bekasi nanti. Majulah, semata-semata hanya untuk 
mengabdi, ujarnya Prijanto seperti disampaikan Ronny.

Hal itu disampaikan saat acara tatap muka gubenur dan wakil gubenur DKI 
terpilih dengan warga etnis minoritas Tionghoa se-Jabotabek, LSM dan Parpol di 
Jakarta, belum lama ini. Prijanto, katanya, berpesan agar maju dengan perasaan 
dan pikiran yang tulus dan ikhlas.

Bahkan, sebelumnya Bakal calon wakil walikota Bekasi, Ronny Hermawan dan 
bersama calon walikota Singkawang, yang sama-sama dari etnis minoritas, Hasan 
Karman, oleh panitia sempat di daulat naik panggung untuk menyampaikan pesan 
dan kesannya.

Saya maj! u dalam Pilkada Kota Bekasi semata-mata karena dorongan masyarakat 
Bekasi yang sangat terbuka. Dengan niatan tulus juga, saya sebagai anak bangsa 
dengan ihlas saya akan mengemban amanah tersebut, guna melakukan pembangunan di 
Kota Bekasi, kata Ronny




 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: #sastra-pembebasan# Sejarawan Ong Hok Ham Tutup Usia

2007-08-31 Terurut Topik KIDYOTI


Sumber: www.myrmnews.com

Sejarawan Ong Hok Ham Tutup Usia
Jumat, 31 Agustus 2007, 07:56:18 WIB

Jakarta, myRMnews. Ong Hok Ham, sejarawan terkemuka Indonesia, meninggal dunia 
kemarin petang. Pak Ong -panggilan akrab Ong Hok Ham- tutup usia pada umur 74 
tahun setelah berjuang melawan penyakit stroke yang dideritanya sejak 2001. 

Bambang, keponakan mendiang, menuturkan bahwa Pak Ong meninggal pada pukul 
18.00 di kediamannya, kawasan Cipinang Muara, Jakarta Timur. Oleh keluarga, 
jasad doktor sejarah lulusan Yale University, Amerika Serikat, itu dibawa ke RS 
Mitra Keluarga untuk divisum. Sampai berita ini diturunkan pada pukul 24.00, 
jasad Pak Ong masih disemayamkan di ruang jenazah RS Dharmais. Direncanakan, 
jenazah mendiang akan dibawa ke rumah persemayaman Dharmais No E dan F, Jalan 
S. Parman, Slipi, sekitar pukul 11.00. 

Saat wartawan koran ini mendatangi rumah Pak Ong di kawasan Cipinang Muara, 
Jakarta Timur, tadi malam, keadaan sepi. Hanya ada beberapa tetangga dan 
keluarga dekatnya. 

Penyakit stroke memang memaksa Pak Ong beraktivitas di atas kursi roda sebelum 
meninggal. Saat wartawan koran ini, Ridlwan Habib, berkunjung ke rumahnya akhir 
tahun lalu, Ong Hok Ham tak terlihat patah semangat. Meskipun tubuhnya terlihat 
kurus, ilmuwan kelahiran Surabaya itu masih aktif menulis dan menjadi jujukan 
para peneliti dan sejarawan muda. Saya masih menulis, baca buku, baca koran, 
dan melayani wawancara, kata Pak Ong saat ditanya tentang aktifitasnya saat 
itu. 

Dosen ilmu sejarah Universitas Indonesia yang pensiun pada 1989 itu masih aktif 
melayani peneliti dan mahasiswa yang berkunjung ke rumahnya. Setiap hari ada 
saja bekas mahasiswa mulai angkatan 1978 hingga 1990 yang menjenguk. 

Selain itu, penulis buku Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa itu juga masih 
antusias mengikuti perkembangan berita aktual di masyarakat. Salah satu yang 
menjadi perhatiannya adalah Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru saja 
disahkan tahun lalu. Itu bukan sebuah terobosan baru, seharusnya sejak dulu. 
Prinsipnya ius soli, berdasar tempat lahir. Bukan darah, bukan keturunan, 
katanya. Pak Ong memang paham benar soal diskriminasi. Panjang jalan sudah 
dilalui anak pertama Ny Tan Siang Tjia itu sebelum akhirnya tumbuh menjadi 
sejarawan dengan spesialisasi sejarah Jawa sekitar abad ke-19. 

Menyelesaikan pendidikan di HBS Surabaya, Ong melanjutkan ke SMA di Bandung. 
Singgah sebentar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Ong muda pindah 
ke Fakultas Sastra, masuk Jurusan Sejarah dan selesai pada 1968. Gelar doktor 
diraihnya pada 1975 dengan disertasi berjudul The Residency of Madiun; Priyayi 
and Peasant in the Nineteenth Century. 

Sifat ulet dan bersemangat Pak Ong diakui murid dan koleganya. Salah satunya 
adalah Andi Achdian. Kandidat doktor di Universitas Nottingham itu mengaku 
salut dengan komitmen mendiang gurunya dalam menjelaskan sejarah. Bapak selalu 
memulai dengan bertanya apa amarahmu terhadap masalah ini, katanya. Ong, kata 
Andi, juga kurang suka unggah-ungguh yang formal dan birokratis. Kami tidak 
pernah dianggap murid, tapi teman, tambahnya. 

Menurut Andi, yang paling unik adalah keahlian Ong mengenal karakter orang. 
Bapak bisa mengenal watak orang dengan hanya melihat matanya. Tiba-tiba, dia 
sudah bilang orang ini pemberani atau pengecut, orang ini jujur atau tidak. Ini 
bagi saya luar biasa, katanya. 

Untuk mengenang ketokohan Ong Hok Ham, Andi dan beberapa kawannya berencana 
mendirikan Ong Hok Ham Institute. Lembaga ini diharapkan menjadi learning 
centre (pusat pembelajaran) yang terbuka bagi siapa saja. jpnn 

-
Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect. Join Yahoo!'s user panel and 
lay it on us.

[Non-text portions of this message have been removed]



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] Malaysia: Overcoming ethnic fears

2007-08-28 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: ariel_heryanto 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 8:37 AM
Subject: [i-s] Malaysia: Overcoming ethnic fears


http://www.asiaviews.org/?content=45tyg70tukmh098infocus=20070823043241

  Malaysia: Overcoming ethnic fears 
  AsiaViews, Edition: 30/IV/August/2007 

  If ethnic controversies have become more pronounced in Malaysia, it is 
partly because ethnic consciousness has been increasing among all communities 
since the early seventies. Within the Malay community, the New Economic Policy 
(NEP) was partly responsible for this. So was Islamic resurgence which in a 
sense was linked to the NEP since rapid Malay urbanization in those decades 
reinforced the community's attachment to certain religious forms, symbols and 
practices that set it apart from the non-Muslim communities in the country. By 
and large, they tend to be exclusive and ethnic-centered in their outlook and 
approach, now strengthened by the global environment. The subjugation and 
oppression of Muslims in various parts of the world, often accompanied by their 
stigmatization and demonization, are much starker today than ever before, 
creating a situation where Muslims are convinced that they are under siege.

  Among the non-Malays and non-Muslims, negative reactions to both the NEP 
and Islamic resurgence have resulted in an upsurge of commitment to their own 
ethnic identities and interests. There are quite a few non-Malays in various 
sectors of society who partly because of their own experiences with the NEP in 
particular bear deep communal grudges which are not conducive towards social 
harmony. It is resentment whose significance cannot be underestimated since a 
huge portion of the Chinese and Indian populace is already third or fourth 
generation Malaysian and therefore more conscious of the promise of equality 
embodied in the nation's Constitution.

  These attitudes have been further aggravated by the situation in the 
school system. With the switch from English to Malay as the main medium of 
instruction in national schools in the early seventies, the vast majority of 
Chinese in the 7 to 12 age group now attend state run Chinese primary schools, 
thus depriving themselves of the opportunity to mix with Malay and Indian 
Malaysians at a critical stage of their lives.

  As with the Malays, there are also global forces impacting upon the 
non-Malay mind. Islamic and Muslim demonization is often accepted as the truth 
by many non-Muslims and non-Malays in the country. They refuse to see 
demonization as a tool, employed by the powerful to not only denigrate their 
adversaries but also to camouflage their own hegemonic designs over the land 
and resources of the demonized.

  It is important to emphasize that there are also some perennial forces at 
work which tend to keep the ethnic temperature high. The political manipulation 
of ethnic sentiments is one such force. It has been shown that in most 
multi-ethnic societies politicians on both sides of the government-opposition 
divide just cannot resist the temptation of exploiting ethnic issues in order 
to enhance their electoral standing, sometimes to conceal and camouflage 
widening income disparities and social iniquities within a particular 
community. 

  The fears 

  The fundamental fears of the Malays are linked, directly or indirectly, 
to their position in what was historically a Malay polity. They are afraid that 
in spite of all the constitutional provisions and public policies, they could 
one day lose control over their own land because of their perceived inability 
to compete with the economically more robust Chinese. If that happens, not only 
will the Malays cease to be politically preeminent but some of the principal 
Malay characteristics of the Malaysian nation would also be jeopardized. This 
fear has acquired an added dimension in recent times due to the rapid economic 
globalization and Malaysia's own position as an open economy in this 
increasingly borderless world. The pressures upon the Malay community to 
compete in both the domestic and international arenas have multiplied.

  Sections of the non-Malay communities also have their own particular 
fears. They have for a long while complained about discrimination against them 
and they regard the NEP and the constitutional provisions that underlie the 
policy as inimical to the interests of the non-Malays. They are equally 
concerned about what they perceive as their lack of political clout. UMNO, they 
feel, dominates the ruling Barisan Nasional. Some non-Malays are also of the 
view that their languages, cultures and religions are not accorded the 
prominence they deserve.

  A significant segment of the non-Malay populace has concluded from all 
this that Chinese, Indians and other non-indigenous Malaysians are 
'second-class citizens'. 

  Assuaging the fears

  To assuage these fears within 

[budaya_tionghua] Fw: #sastra-pembebasan# Beri Kesempatan Etnis Tionghoa Masuk Birokrasi

2007-08-28 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: HKSIS 
To: HKSIS-Group 
Sent: Monday, August 27, 2007 8:33 PM
Subject: #sastra-pembebasan# Beri Kesempatan Etnis Tionghoa Masuk Birokrasi


SUARA PEMBARUAN DAILY
--

Beri Kesempatan Etnis Tionghoa Masuk Birokrasi
[JAKARTA] Pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua 
lapisan masyarakat Indonesia, termasuk etnis Tionghoa, untuk bekerja di 
semua bidang dan profesi, seperti birokrasi, lembaga penegak hukum, bidang 
politik, sosial dan ekonomi.

Secara hukum, etnis Tionghoa sudah tidak dianaktirilkan lagi. Tapi, dalam 
praktik di lapangan, sampai sekarang ini, etnis Tionghoa dianaktirikan, 
seperti dalam pelayanan birokrasi, termasuk untuk masuk dalam birokrasi, 
kata anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta SH, dalam 
seminar yang diselenggarakan Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) DKI 
Jakarta bekerja sama dengan Harian Umum Suara Pembaruan, International Daily 
News dan Megaglodok Kemayoran di Jakarta, Sabtu (25/8).

Hadir juga pembicara lain seperti Commitee Against Racism in Indonesia Dr 
Siauw Tiong Djin; sosiolog senior Mely G Tan; ekonom dan kolumnis 
Christianto Wibisono; ekonom Faisal Basri; dan Komisioner Komnas HAM, 
Stanley Yosep Adi Prasetyo. Tampil sebagai pembicara kunci adalah mantan 
Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Dikatakan, persamaan di depan hukum harus diintepretasikan secara dinamis 
dan bukan statis sehingga perlakuan sama di depan hukum juga diakui.

Menurut Frans, selama masa Orde Baru etnis Tionghoa diperlakukan 
diskriminatif dengan hukum sebagai alat untuk membatasi, menekan dan 
menghancurkan hak-hak politik etnis Tionghoa. Ini membuat etnis Tionghoa 
terkucil dan menjadi apolitis sehingga tidak ada lagi representasi efektif 
etnis Tionghoa di pemerintahan maupun badan legislatif pada waktu itu, kata 
Frans.

Hal seperti ini, kata Frans, didukung ABRI, terutama Angkatan Darat (AD) 
yang dalam kampanye antikomunis, telah menyamakan etnis Tionghoa sebagai 
kelompok yang bersimpati terhadap komunisme. Selama 32 tahun pemerintahan 
Orde Baru, etnis Tinghoa diisolasi dari kegiatan politik.

Dia menjelaskan, Undang-undang (UU) No 12/2006 tentang Kewarganegaraan RI, 
semakin memperjelas status etnis Tionghoa dalam kebangsaan Indonesia. Lewat 
UU tersebut, etnis Tionghoa diakui sebagai pribadi yang berkebangsaan 
Indonesia tanpa memandang suku maupun etnis. Melalui UU itu kemajemukan 
bangsa Indonesia dihargai bahkan diakui pemerintah sebagai ciri yang utama, 
kata dia.

Namun, katanya, UU Kewarganegaraan RI itu tidak serta merta menyelesaikan 
permasalahan kewarganegaraan di Indonesia. Sebab, masalah kewarganegaraan 
adalah masalah yang sangat kompleks, sehingga penyelesaiannya pun 
membutuhkan waktu yang panjang. Masih perlu dibentuk peraturan pelaksana 
dari UU Kewarganegaraan RI itu. Selain itu, perlu sosialisasi ke masyarakat 
dan tingkat birokrasi karena birokrasi cenderung korup dan masyarakat 
cenderung apatis.

Politik

Frans mengatakan, agar masyarakat etnis Tinghoa tidak diperlakukan 
diskriminatif dan mempunyai daya tawar maka disarankan bergabung dalam 
organisasi, terutama partai politik. Sudah saatnya kita berjuang dalam 
politik. Tanpa itu, kita diremehkan bahkan terus ditindas, kata Frans.

Frans meminta masyarakat Tionghoa, agar globalisasi tidak boleh kebablasan 
dalam mengartikan kebebasan untuk menerapkan budaya serta bahasa Tionghoa. 
Sebagai warga negara Indonesia, etnis Tionghoa harus menjunjung tinggi 
nilai-nilai di Indonesia, seperti menggunakan bahasa Indonesia. Masyarakat 
dan organisasi Tionghoa harus menunjukan sikap loyal kepada Indonesia, 
mentaati hukum dan peraturan di Indonesia.

Ketua PD Perhimpunan INTI DKI, Benny G Setiono juga mengutarakan hal yang 
sama bahwa organisasi-organisasi Tionghoa harus berorientasi ke bumi 
Indonesia. Organisasi Tionghoa harus membawa seluruh anggotanya masuk ke 
dalam arus utama bangsa Indonesia tanpa menanggalkan identitas 
ke-Tionghoaannya dan bergandeng tangan dengan seluruh kompenen bangsa 
lainnya membangun bangsa dan negara.

Sedangkan Dr Siauw Tiong Djin mengatakan, komunitas Tionghoa harus tetap 
menyadari, Indonesia adalah tanah airnya. 'Kita lahir, hidup dan dikubur di 
Indonesia. Aspirasi rakyat Indonesia hendaknya dijadikan aspirasi komunitas 
Tionghoa, kata dia.

Siauw juga meminta, agar komunitas Tionghoa mengintegrasikan diri ke dalam 
tubuh bangsa Indonesia dan secara aktif turut memperjuangkan kemakmuran 
rakyat secara keseluruhan. Anggapan dan harapan bahwa komunitas Tionghoa 
bisa dilindungi hanya dengan bangkitnya RRT sebagai kekuatan ekonomi raksasa 
tidak tepat, kata dia. [E-8]

--
Last modified: 27/8/07 

[Non-text portions of this message have been removed]



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] Chinese language proficiency and the politics of identity

2007-08-28 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: ariel_heryanto 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 8:40 AM
Subject: [i-s] Chinese language proficiency and the politics of identity


The Jakarta Post, 29 July 2007

Chinese language proficiency and the politics of identity 


Aimee Dawis, Jakarta

The mastery of Chinese has always eluded me, even though learning the language 
has always been part of my life. When I was six, my parents made me take 
Chinese lessons with a private tutor at home.

I dreaded those sessions because I could never remember the right way to 
pronounce and write the complex Chinese characters. Moreover, there was never 
an opportunity for me to use the language after the lessons ended. We spoke 
only Indonesian at home and in society, which forbade the formal teaching and 
learning of Chinese in school and suppressed all forms of Chinese cultural 
expressions due to the policy of assimilation that lasted from 1966 until 1998. 

Under the assimilation policy, the Indonesian government closed all 
Chinese-language schools and ruled that children of Chinese descent must enroll 
in Indonesian-language schools. In these schools, Chinese children were to 
learn Indonesian history, politics, and social practices alongside their 
Indonesian peers. 

Besides closing the schools, the use of Chinese characters in public places, 
the importation of Chinese-language publications, and the public celebration of 
the Lunar New Year, were prohibited. 

These restrictions affected the lives of a whole generation of 
Indonesian-Chinese people. Some members of this generation, including myself, 
refer to themselves as the generasi kejepit (the suppressed generation) 
because, unlike their parents, the vast majority of them cannot read or write 
in Chinese. 

It was not until I was 10 and living in Singapore that I picked up the language 
simply by living in that country. I watched countless Mandarin serials on TV 
and spoke Mandarin at home with my grandmother, who has an excellent command of 
Mandarin, along with three other Chinese dialects such as Hakka, Cantonese and 
Hokkien. I could even carry on simple conversations with hawkers and 
shopkeepers in Chinatown. 

Although I became conversationally fluent, I was still not literate in the 
language. Upon my arrival in Singapore, I continued having Chinese lessons at 
home. However, I did not learn the language at school because my parents were 
concerned about my inability to speak both English and Mandarin. The 
educational curriculum in Singapore mandates all students to learn English as 
their first language and a choice of Chinese, Malay or Tamil as their second 
language. 

Taking this requirement into consideration, my parents decided that I would 
make an easier transition into the Singapore educational system by focusing on 
English and Malay (a language that is very similar in structure and 
pronunciation to Bahasa Indonesia) as my second language. 

Mandarin lessons, they reasoned, could still be taken at home. Without the 
urgency and need to learn the language seriously, my parents agreed that I 
should direct my attention to real school work instead. I soon abandoned the 
lessons. 

There were times when I felt deep pangs of regret for not knowing how to read 
Chinese characters. Once, when I was in grade five, someone handed out free 
Chinese newspapers. He automatically gave me a copy because I looked Chinese 
and presumably knew how to read Chinese characters. As my classmates excitedly 
flipped through the pages and read the stories, I slumped in my seat and stared 
at the jumble of characters that meant nothing to me. 

On another occasion, one of my classmates showed me a copy of a Chinese comic 
book and asked me what I thought about a story depicted on one of the pages. 
When I told her I could not read the characters, she looked at me pityingly and 
shook her head. 

Deep inside, I felt angry and ashamed for not knowing how to read Chinese but 
being 12, I could not tell my friend what I truly felt and kept quiet instead. 
My sharp pangs of regret and shame were joined with profound longing when I 
went to Hong Kong and could not read the street signs and billboards of that 
vibrant city. 

Thankfully, this generation of Indonesian Chinese does not have to bear the 
deep sense of cultural loss that members of my generation endured during the 
Soeharto era. When Abdurrahman Wahid was in power as the President of Indonesia 
from November 1999 to August 2001, he spearheaded efforts to end discrimination 
against the Indonesian Chinese population. 

The first step that he took was to revoke Presidential Instruction Number 14 of 
1967, which restricted the practice of Chinese customs and religions to the 
private domain. He formalized this by signing Presidential Instruction Number 6 
of 2000, which allows the public celebration of the Chinese New Year. Under 
Megawati, the Chinese New Year was made a national holiday from 

[budaya_tionghua] Fw: Erabaru News Minggu 26 agustus 2007

2007-08-28 Terurut Topik KIDYOTI
Asal Usul Tradisi Bacang (Hari Peh Cun) 


- Original Message - 
From: Jesse Jopie Rotinsulu Jr 
To: Jesse Jopie Rotinsulu Jr 
Cc: Akmal_Hasan ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
[EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
[EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 9:22 AM
Subject: Erabaru News Minggu 26 agustus 2007 






   
  Erabaru News  Minggu 26 agustus 2007 


--



   
  Kini Erabaru (Epochtimes) Bekerjasama dengan NTDTV, stasiun TV 
Internasional, menyajikan Berita+Video yang dapat ditonton Pembaca di Internet 
(dalam Bahasa Indonesia) Lihat di halaman depan website erabaru pada bagian 
kanan (Kolom Berita+Video), atau langsung dapat didownload pada link di 
newsletter ini.
  File Size Video hanya kurang lebih 1 MB, Waktu Download kurang lebih 1-2 
menit saja 

--

  Sejarah Budaya Tiongkok:
  Asal Usul Tradisi Bacang (Hari Peh Cun) 


  (Erabaru.or.id) - Menurut penanggalan Imlek, tanggal 19 Juni adalah hari 
Duan Wu, mungkin kalau di Indonesia lebih dikenal sebagai hari Peh Cun yang 
terkenal akan Bacang-nya. Menurut tradisi orang Tionghoa, Peh Cun termasuk 
salah satu dari tiga hari besar orang Tionghoa selain hari raya Imlek dan hari 
raya Tiong Jiu (kue bulan). 

  Walaupun perayaan ini sudah berlangsung, tidak ada salahnya kita mengenal 
lebih dekat tentang makna dan latar belakang hari besar budaya Tiongkok ini. 

  Duan 「端」adalah singkatan dari Kai Duan「開端」 yang bermakna 
awal Chu「初」, orang zaman dulu menyebut tanggal 1 sebagai Chu Yi 
「初一」, maka tanggal 5 sebagai sinonimnya: Duan Wu 「端五」. Orang 
kuno juga biasa menyebut 5 / Wu seba gai siang hari Wu Ri 「午日」, maka 
dari itu bulan 5 tanggal 5 juga dinamakan Duan Wu 「端午」. 

  Mengenang Qu Yuan
  Kebiasaan adat istiadat yang berkaitan dengan hari Duan Wu tidak sedikit, 
mengenai asal usulnya terdapat tidak hanya 1 dongeng saja, umumnya diperkirakan 
hari Duan Wu berawal dari peringatan Qu Yuan (baca: chu yuen) hingga tersebar 
luas. Konon pada masa Zhan Guo (Negara Saling Berperang, tahun 403 – 221 SM), 
Raja Chu Huai menolak prakarsa Qu Yuan untuk berkoalisi dengan Negara Qi dan 
berperang melawan Qin, namun diperdayai oleh Zhang Yi ke Negara Qin, ia dipaksa 
merelakan wilayah berikut kota-kotanya. Raja Qu Huai selain merasa dipermalukan 
juga terhina, menjadi risau hatinya dan tak lama terserang penyakit dan mangkat 
di Negara Qin. 


  Qu Yuan 

  Qu Yuan yang setia lagi-lagi mengusulkan secara tertulis kepada sang 
pengganti: Raja Qing Xiang, dengan harapan beliau bisa menjauhi para pejabat 
pengkhianat, akan tetapi Raja Qing Xiang selain tidak bisa menampung aspirasi 
tulus Qu Yuan, malah membuangnya. Negara Qin melihat peluang sudah matang dan 
dengan segara mengirimkan bala tentara, dalam waktu singkat  maka Negara Qu  
telah kehilangan sebagian besar teritorialnya, rakyatnya dibantai. Qu Yuan yang 
masih setia, menyaksikan semuanya ini, hatinya bagaikan teriris, dalam 
kesedihan yang amat sangat maka pada tahun 278 SM, kalender Imlek tanggal 5 
bulan 5, dia bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke Sungai Mi Luo. Para 
nelayan mendengar berita tersebut menggunakan perahu berusaha meng entas 
jenazah Qu Yuan namun gagal, maka akhirnya mereka berbondong-bondong 
menceburkan makanan ke dalam sungai, dengan harapan agar para ikan, udang dan 
kepiting sesudah makan kenyang tidak sampai mengganggu jenazah Qu Yuan. Dongeng 
tersebut secara cerdik dan pas dikaitkan dengan tradisi makan kue Bacang, lomba 
perahu naga dan lain sebagainya dengan meloncatnya Qu Yuan ke dalam sungai. 

  Hari Raya Naga
  Cendekiawan patriot terkenal, Tuan Wen Yiduo di dalam tesisnya “Kajian 
Duan Wu” berpendapat: Suku bangsa kuno Yue menjadikan naga sebagai totem 
mereka, kala itu karena orang-orang merasa terancam kekuatan alam, beranggapan 
suatu makhluk memiliki kekuatan alami supranatural, oleh karena itu menganggap 
makhluk-makhluk tersebut adalah leluhur dan dewa pelindung seluruh suku mereka, 
yang di zaman kini disebut se bagai “Totem Naga”. 

  Maka mereka menato makhluk berupa naga pada tubuhnya dan di atas 
peralatan sehari-harinya, agar memperoleh perlindungan dari Totem Naga, demi 
menunjukkan bahwasanya mereka berstatus “anak naga”, mengokohkan hak 
dilindungi bagi dirinya sendiri. Mereka tidak saja bertradisi memotong rambut 
dan menato tubuh, bahkan pada setiap tanggal 5 bulan 5 kalender Imlek, 
mengadakan sebuah persembahan besar Totem Naga. Di antaranya terdapat 
permainanyang mirip dengan perlombaan pada dewasa ini, itulah asal usul tradisi 
lomba naga ketika dimulai.   

  Namun lomba perahu naga bukan hanya 

[budaya_tionghua] Fw: [WongBanten] Fw: [HKSIS] Fw: UNDANGAN SEMINAR

2007-08-27 Terurut Topik KIDYOTI
yang ringan ringan..
- Original Message - 
From: dian agusdiana 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 1:17 PM
Subject: Re: [WongBanten] Fw: [HKSIS] Fw: UNDANGAN SEMINAR


bentul kang!
percampuran antara sunda dan tionghoa sudah dimulai
sejak jaman dahulu. Pangeran Koneng juga seorang
tionghoa yang kemudian menjadi cikal bakal daerah
kuningan jawabarat. makanya orang2nya keliatan
saripit, garanteng (saperti saya) dan cantik-cantik
hihihi

--- Risyaf Ristiawan [EMAIL PROTECTED]
wrote:

 Jangan sampe deh ada orang Indonesia bicara
 rasialis, sebab terus terang saja, isteri saya
 adalah etnis tionghoa, kuning kulitnya, cantik
 rupanya, lemah lembut tutur bahasanya dan ramah
 perangainya, tambah aku CINTA BANGET, dan seorang
 muslimah yang Insya Allah isteri solehah serta sudah
 dikaruniai tiga orang anak. Mo nambah lagi, tapi
 cukup tiga saja. (Bukan mo ikutan program KB coy).
 
 
 - Original Message 
 From: KIDYOTI [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, August 23, 2007 7:06:42 AM
 Subject: [WongBanten] Fw: [HKSIS] Fw: UNDANGAN
 SEMINAR
 
 
 - Original Message - 
 From: Benny Setiono 
 To: HKSIS-Group 
 Sent: Wednesday, August 22, 2007 12:48 PM
 Subject: [HKSIS] Fw: UNDANGAN SEMINAR
 
 
 
 - Original Message - 
 From: Benny Setiono 
 To: Yap Hong Gie 
 Sent: Wednesday, August 22, 2007 12:18 PM
 Subject: UNDANGAN SEMINAR
 
 
 UNDANGAN SEMINAR.
 - Presiden Abdurrahman Wahid telah mencabut
 peraturan-peraturan yang mendiskriminasi etnis
 Tionghoa, Presiden Megawati telah menjadikan Imlek
 hari libur nasional dan Presiden Susilo Bambang
 Yudhoyono telah mengembalikan agama Khonghucu
 menjadi agama resmi di Indonesia. Sementara itu
 Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia
 N0.12/2006 dengan tegas menyatakan yang ada di
 Indonesia hanya WNI dan WNA dan tidak ada lagi
 istilah pribumi dan non pribumi dan
 Undang-undang N0.23/2006 telah membatalkan seluruh
 UU dan Staatblad diskriminatif peninggalan Belanda
 yang yang telah membagi-bagi kedudukan hukum dan
 sosial bangsa Indonesia. Dengan demikian hampir
 seluruh peraturan-peraturan yang selama ini
 mendiskriminasi etnis Tionghoa telah dihapus.
 - 
 - Selaras dengan hal-hal tersebut di atas,
 berkembangnya globalisasi dan berkembangnya RRT
 menjadi sebuah kekuatan ekonomi, politik dan militer
 dunia menuju Super Power dan semakin eratnya
 hubungan persahabatan pemerintah RI dan RRT telah
 menjadi batu ujian bagi loyalitas seluruh etnis
 Tionghoa di Indonesia.Bagaimana seluruh etnis
 Tionghoa di Indonesia melalui organisasi-organisa
 sinya harus bersikap ?
 Untuk menjawabnya Pengurus Daerah Perhimpunan
 Indonesia Tionghoa (INTI) DKI Jakarta mengundang
 Tuan/Nyonya/Saudara/ Saudari untuk menghadiri
 Seminar sehari penuh dengan thema 
 MENGHADAPI GLOBALISASI, ORGANISASI TIONGHOA
 INDONESIA MAU KEMANA ? 
 Pada Sabtu 25 Agustus 2007 am 09.00 - 16.30.
 Bertempat di Function Hall Mega Glodok Kemayoran
 (MGK) lantai 3
 Jl.Angkasa Kav.B6. Kota Baru Bandar Kemayoran,
 Jakarta 10610.
 ACARA :
 08.30 - 9.00 Registrasi/Welcome Coffee
 09.00 - 9.05 Indonesia Raya.
 09.05 - 09.15 Sambutan Rachman Hakim (Ketua Umum
 INTI)
 09.15 - 09.30 Keynote Speech Prof.Dr.Gumelar
 Rusliwa Somantri (Rektor UI) *
 
 
 SESI I.
 Moderator : Lisa Suroso (Pemred majalah
 Suara Baru).
 09.30 - 09.55 DR.Siauw Tiong Djin (Comitee
 Against Racism in Indonesia ), 
 Melbourne , Australia . 
 Dari Perspektif Sejarah.
 09.55 - 10.20 DR.Mely G.Tan (Sosiolog Senior).
 Dari Perspektif Sosial.
 10.20 - 10.45 Drs.Christianto Wibisono (The
 Global Nexus Network).
 Dari Perspektif Global.
 10.45 - 11.10 Ir.Budi S.Tanuwibowo (Ketua Umum
 Matakin,Sekjen Perhimpunan 
 
 INTI).
 Dari Perspektif
 Kebangsaan.
 11.10 - 12.00 Tanya Jawab.
 12.00 - 13.00 Makan Siang.
 13.00 - 13.30 Sambutan K.H.Abdurachman Wahid.*
 
 SESI II
 Moderator : DR.Sukardi Rinakit (Direktur
 Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate). 
 13.30 - 13.55 Frans Hendra Winarta SH. (Komisi
 Hukum Nasional)
 Dari Perspektif Hukum.
 13.55 - 14.20 Drs.Faisal Basri (Ketua Umum
 Pergerakan Indonesia ).
 Dari Perspektif
 Ekonomi.
 14.20 -14.45 Ir.Stanley Yosep Adi Prasetyo
 (Komisioner Komnas HAM)
 Dari Perspektif
 Keamanan dan HAM.
 14.45 - 15.20 Sudhamek AWS (CEO Garuda Food)
 Dari Perspektif 
 Pengusaha.
 15.20 - 15.45 Benny G.Setiono (Ketua PD
 Perhimpunan INTI DKI Jakarta ).
 Dari Perspektif Visi
 dan Misi Perhimpunan INTI.
 15.45 - 16.30 Tanya Jawab.
 * Dalam konfirmasi. 
 
 
 
 
 

__
 Shape Yahoo! in your own image. Join our Network
 Research Panel today! 

http://surveylink.yahoo.com/gmrs/yahoo_panel_invite.asp?a=7
 
 
 

__
Luggage? GPS? Comic books? 
Check out fitting gifts for grads at Yahoo! Search
http://search.yahoo.com/search?fr=oni_on_mailp=graduation+giftscs=bz


 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [iscab] Press Release: Diskusi dan Pameran Dwitunggal dan Pemuda Revolusioner

2007-08-27 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Bintang Yasser SOEPOETRO 
To: [EMAIL PROTECTED] ; HeMan UI ; Iscabus Groups ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL 
PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 3:35 PM
Subject: [iscab] Press Release: Diskusi dan Pameran Dwitunggal dan Pemuda 
Revolusioner



PRESS RELEASE

DISKUSI DAN PAMERAN  PHOTO ESSAY 
DWI TUNGGAL DAN PERAN PEMUDA REVOLUSIONER DI SEKITAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 
AGUSTUS 1945
  
Belakangan ini kita sering mendengar pemberitaan dan upaya-upaya untuk 
menggugah simbol-simbol kenegaraan Republik Indonesia, seperti amandemen UUD 45 
(haruskah ada gerakan kembali ke UUD 45 untuk kedua kalinya?), masalah 
Pancasila sebagai dasar negara, dan terakhir mengenai lagu kebangsaan Indonesia 
Raya.
Kemerdekaan yang kita peroleh, bukan hasil dari membalikan telapak tangan, 
melainkan perjuangan tanpa henti yang tidak hanya dilakukan oleh Soekarno dan 
Hatta yang dikenal sebagai Dwi Tunggal Proklamator, tetapi juga upaya keras 
dari anak bangsa, pemuda dan pemudi yang peduli akan nasib bangsa ini dan mau 
berjuang mengupayakan terbentuknya negara sendiri.
Perjuangan itu adalah sebuah proses, dan seringkali orang hanya melihat dan 
menilai dari hasil akhirnya saja, bukan hanya pada pengkultusan tokoh 
(Dwi-Tunggal misalnya) tetapi juga pada situs-situs perjuangan dimana 
(misalnya) Rengas Dengklok dianggap menjadi situs terpenting dari perjuangan 
kemerdekaan.
Pada kenyataannya, dibalik munculnya pengkultusan tokoh dan penentuan tempat 
bersejarah dalam memperjuangkan kemerdekaan, banyak terdapat peran pemuda dan 
beberapa situs perjuangan yang penting. Tokoh-tokoh yang dimaksud tentu saja 
para pemuda yang dengan sadar dan pertimbangan matang, memilih Soekarno dan 
Hatta sebagai penandatangan naskah proklamasi kemerdekaan. Para pemuda ini lah 
yang mendorong juga Soekarno untuk hadir di lapangan IKADA, dibawah moncong 
senjata Belanda dan Jepang.
Sementara itu, rapat-rapat pemuda dan upaya mencapai kemerdekaan, bukan 
dilakukan di Rengas Dengklok, melainkan di seputaran kawasan Menteng dan 
Cikini, antara lain Menteng 31, Cikini 71 dan Pegangsaan, serta terakhir adalah 
lapangan IKADA (Monas). Inilah situs-situs perjuangan yang terpenting dalam 
usaha mencapai kemerdekaan, namun seakan-akan tidak mendapatkan tempat yang 
layak dalam peta sejarah kemerdekaan Indonesia.
Sebagai generasi muda, kami ingin mengetahui bagaimana peranan para pemuda 
tersebut,  yang tidak mendasarkan pada bahan-bahan sejarah semata, tetapi juga 
dari kisah nyata dalam bentuk oral history. Oral history ini bisa diperoleh 
dari para tokoh pejuang yang mewakili perspektifnya masing-masing, baik yang 
masih hidup maupun dari keturunannya atau saksi sejarah lainnya.
Besar harapan kami dari diskusi ini mengungkapkan peristiwa-peristiwa dan 
tokoh-tokoh, dan tempat-tempat penting dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan, 
yang nantinya akan dibukukan menjadi catatan sejarah tersendiri tentang proses 
perjuangan kemerdekaan RI.
Sudah sepatutnya para pemuda dan tempat-tempat penting yang menjadi tulang 
punggung kemerdekaan RI mendapatkan tempat yang layak dalam sejarah kemerdekaan 
Indonesia, bukan hanya Dwi Tunggal dan Rengasdengklok.
  ---

Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI),  bekerjasama dengan Museum Joang 45, 
mengundang surat kabar/majalah/televisi/radio yang Bapak/Ibu  pimpin untuk 
hadir dan meliput acara diskusi bertema Dwi Tunggal dan Peran  Pemuda 
Revolusioner di Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 1945. 

Hari/ Tanggal: Kamis, 30 Agustus 2007
Waktu  : 15.00 - 17.30  WIB
Tempat : Gedung Joang 45
! ;   nb sp; Jl. Menteng Raya No.31 
Jakarta
Keynote Speech   : Ibu Meutia F. Swasono. 
Pembicara I  : Rushdy Hoesein (Sejarawan UI)
Pembicara II   : Ermil Thabrani (Putra  pejoang Angkatan '45)
Pembicara III: Prf. Dr. Susanto Zuhdi (Sejarawan UI)

Pameran Photo Essay akan menampilkan 50 Frame photo essay mengenai perjalanan 
Dwitunggal Soekarno-Hatta dan Perjalanan para Pemuda Revolusioner dan hubungan 
Dwitunggal dan para Pemuda.

Jika diperlukan, informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui  Wieke Dwiharti 
(Sekretaris FKAI), yang dapat dihubungi melalui telepon:  (021) 70243304, HP: 
081 183 1437, atau email: [EMAIL PROTECTED]

Panitia Pelaksana




Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge to see what's on, 
when. 

 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] Racism within Asia

2007-08-27 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: ariel_heryanto 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 27, 2007 8:33 AM
Subject: [i-s] Racism within Asia


http://www.asiaviews.org/?content=45tyg70tukmh098infocus=20070823043719

  Racism within Asia  
  AsiaViews, Edition: 30/IV/August/2007 

  In recent months, there has been much discussion in the media here about 
how Singapore could cope with a large migrant population from other parts of 
Asia if the country is going to aim for a population of 6.5 million within the 
next decade.

  Though the question of race relations has not overtly being discussed, 
yet, it is what we are referring to when we talk about integration, etc. Asians 
seem to be very reluctant to talk about race relations or racism within their 
societies, but are quick to point fingers at the West. A couple of months ago, 
there was ample coverage given, especially in Singapore, to an episode of `Big 
Brother' TV program in Britain in which Indian Bollywood actress Shilpa Shetty 
was the butt of racist comments.

  Reading these reports, particularly in the Singaporean press, I could not 
resist the thought, what's the big deal, is it not present here? This is 
particularly after some experience I've had here around the same time when I 
was looking to rent a condo apartment and was told not once but five times by 
housing agents that the owner did not want to rent to Indians. Some letters 
to the editor written by Indian expatriates published in `Today' newspaper 
about 2 months later indicated that this is a widespread practice here.

  I have raised this issue with Singaporeans recently and the usual 
response with the shrug of the shoulders is well, racism exists everywhere so 
what can we do about it?

  In one of the popular expat forums on the Internet here, when I raised 
this point there was a heated debate which developed that reflected this 
attitude. One typical comment by a Singaporean professional woman in her 30s 
was: No, housing agents are not racists, but local house owners may have 
pre-stated their preference to the agents representing them of not renting to 
Indians on account of Indian cooking involving very pungent spices that makes 
the house smell.

  When I responded: This is what I said, it is a racist attitude to think 
that anyone of color cooks spicy food at home and smells. Her reply was: It 
is not my intention to make excuses, I'm merely stating the facts.

  Singapore has often boasted about the harmonious multicultural society 
they have created where Chinese, Indians, Malays, Eurasians, Filipinos, etc, 
live in harmony. But, what has transpired in the `blogsphere' in recent years 
indicates that not everything is rosy under the surface.

  Coming back to my experience, when I questioned the housing agents for 
the reasons for refusing to rent to Indians I was told that because they cook 
with such aroma, it leaves a bad smell in the house long after they have 
left. I pointed out that (a) I'm not an Indian, but a Sri Lankan-born 
Australian (b) I don't usually cook at home because I live on my own. One agent 
told me that doesn't matter, you look Indian, all the same.

  This is exactly what is called stereo-typing a process which is 
described in any cross-cultural communication textbooks as those 
overgeneralized and over simplified beliefs we use to categorize a group of 
people (which) have a tendency to make a claim that often goes beyond the 
facts, with no valid basis.

  At a time when Singapore is looking towards India-an emerging world 
power-to develop closer economic ties, and with increasing number of Indian 
professionals coming here to work and many even taking up PR here, it is an 
opportune time for Singaporean educational authorities to take a closer look at 
how the educational system could be utilized to address this problem of 
stereo-typing and racism. It does not apply only to Indians, I have noted that 
Filipinos, Indonesians and Thais to name a few, are also effected by such 
racial stereotyping.

  I must also add that racist attitudes towards other Asians are not 
peculiar to Singaporeans. Even Malaysia's recent treatment of its migrant 
laborers from Indonesia and Bangladesh in particular has been described by some 
observers as racist. A few years ago, when I arrived in Hong Kong for the first 
time I noticed that their customs checked the bags of all the people of color 
arriving there and not the Chinese nor the Caucasians. This was before the 9/11 
event. After that I have observed that they do the same at Bangkok airport.

  Over the past 25 years I have been to Bangkok over 30 times. Since the 
9/11 event I have been there about 6 times and each time they have called me up 
and checked my bags, even though I was passing through the green line and 
I've noticed that they only check the bags of colored people, especially with 
South Asian appearance. Obviously they 

Fw: [budaya_tionghua] Fw: [tourismindonesia] China Trip: Makanan .... Sulitnya mencari makanan china di china ....

2007-08-27 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Sunny 
To: Undisclosed-Recipient:; 
Sent: Saturday, August 25, 2007 3:25 AM
Subject: [budaya_tionghua] Fw: [tourismindonesia] China Trip: Makanan  
Sulitnya mencari makanan china di china 



- Original Message - 
From: Dandossi Matram 
Sent: Friday, August 24, 2007 6:08 PM
Subject: [tourismindonesia] China Trip: Makanan  Sulitnya mencari makanan 
china di china 

Believe it or not , kita sempat kesusahan mencari restaurant makanan china di 
china  !!! Masak sih? Iya beneran, nggak bohong .!!! 

--

Perjalanan kami lebih dominan ke pelosok china ketimbang ke kota besar, selain 
itu pelosok yg kami pergi adalah daerah yang mayoritas didiami oleh etnis 
minoritas seperti suku uighur (muslim) di Xinjiang (silk road) juga suku Tibet 
dan Mui (muslim yg berasal dari pakistan/india tapi wajah china) di Propinsi 
Gansu. Karena di pelosok, jangan bayangkan keberadaan mall atau shoping center, 
yg ada hanya super market model jadul (jaman dulu) di Indonesia atau model 
pasar tanah abang 25 tahun yg lalu . tapi rapih lho  

Masakan suku2 minoritas itu umumnya berunsur kambing atau sapi dan roti. Apapun 
yg kita makan pasti ada unsur kambing. Sate kambing, mie kambing, instant 
noodle rasa kambing . pokoknya semuanya kambing sampai bau lingkungannya 
juga kambing !!! 

Hari pertama sih masih senang menjadi pecinta makanan lokal (gastronomic???), 
tapi setelah itu, rasanya mulai kebal dan akhirnya malah jadi trauma dgn segala 
unsur yg berbau kambing . Di saat itu, ajaibnya suka langsung timbul 
halusinasi makanan indonesia seperti soto ayam Sadi, nasi padang, sayur lodeh, 
rendang daging ... yg uenaaak itu  

Di Xinjiang maupun Gansu, yg namanya (pemilik) restaurant, mayoritas adalah 
milik suku2 minoritas tersebut. Padahal kita habiskan waktu kita sekitar 14 
hari di daerah itu. Makanan ini menjadi masalah besar krn di daerah itu, kita 
sangat kesulitan mencari makanan alternatif, karena jarangnya restaurant china, 
western, apalagi warteg .. Kalaupun mungkin ada, kita suka kesulitan 
membedakan apakah restaurant itu milik suku minoritas ataukah milik suku Han 
(china), krn tulisan restaurannya semua dlm huruf china. 

Kalau di Propinsi Gansu, membedakannya masih agak lebih mudah antara muslim 
sama tidak, yaitu kalau milik muslim selalu ada lambang gambar mesjidnya. 
Selain itu juga bisa dilihat dari ada tidak topi putih? Kalau pengelola pakai 
topi putih pasti restaurantya muslim. Tapi ini tdk menyelesaikan masalah, 
karena beberapa kali kita masuk yg nggak ada gambar mesjidnya dan nggak pakai 
topi putih, ternyata milik orang tibet, wharadahkadah  yg jadinya malah 
makan berbau kambing lagi ...hik5x  ampun deh  ketipu melulu ... 

Kalaupun ketemu resturant china Han, belum tentu makanannya juga enak  yg 
ada dimakan hanya sekedar mengisi perut supaya kenyang saja .. 

Makanan alternatif biasanya adalah makanan western yg biasanya restaurannya ada 
di rekomendasikan oleh lonely planet - china. Tapi, untuk rasa,di tempat 
tertentu yg agak terpencil rasa lokal-nya lebih dominan. Waktu di restaurant 
Lisa's, di Langmusi, Gansu, yg sgt di rekomendasikan Lonely Planet - china, 
saking sdh nggak tahan saya pesan spagheti carbonara. Yang keluar dari 
bentuknya saja saya sdh nggak selera. Spaghetinya pakai mie lokal, dagingnya 
nggak dicacah kayak di kita (dagingnya juga bukan sapi tapi yak, sejenis sapi), 
saos tomatnya merah muda dan caiir sekali. Rasanya? Wah jah sekali dari 
rasa spagheti, ini mah spagheti ala tibetan ha5x . Tapi kalau aple 
pie-nya, memang nggak salah kalau dibilang di tempat itu aple pienya yg terbaik 
di dunia  uenaaak sekali . 

Makanya, kalau pas masuk kota besar seperti urumqi atau lanzhou untuk ke 
airport, adalah saat yg menyenangkan krn kita bisa mencari makanan yg lebih 
proper. Airport Urumi yg jadi tempat kita bolak balik, jadi tempat favorite 
buat memanjakan diri untuk makan. Di lantai 3 ada tempat makan china yg 
asli uenk sekali. Tapi mahalnya, kayaknya termasuk mahal juga itu 
tempat. Sayur saja 34 yuan, ayam sekitar 40-an yuan, makan berdua bisa habis 
sekitar 80-90 yuan-an  (mahal kalau buat budget kita, ehh saya maksudnya, 
kalau istri sih nggak perduli he5x). Di daerah stasiun KA Urumqi, yg saya 
pesan ayam pakai ngepak2in tangan sambil berkokok juga uenak sekali. Makan 
sayur dan ayam plus teh botol hanya habis sekitar 25 yuan ( 1 yuan = Rp 
1.250,-). 

Makanan lain yg saya bilang enak juga adalah makanan khas Yangshou, yaitu Beer 
Fish, ikan dr sungai mereka yg dimasak dgn bir. Walau harganya agak mahal 
sekitar 40 yuan, kita sangat tidak menyesal mencobanya, uenaaak sekali. Kita 
juga sempat penasaran sama makanan ikan sungai lainnya di Yangshuo yg ternyata 
2x lipat harga beer fish, yaitu Maguo Fish (80 yuan) kita coba juga , wah 
memang uenaak tenan . Bumbu masaknya 

Re: [budaya_tionghua] Fw: Kebangkitan Organisasi Tionghoa di Indonesia Jangan sampai Kebablasan.KPMENTAR

2007-08-26 Terurut Topik KIDYOTI
Masalah utama yang dihadapi organisasi-organisasi tersebut adalah masalah 
klasik, tidak adanya visi dan misi serta program yang jelas, semangat yang 
mengendur, kurangnya kader muda dan terjadi perpecahan di kalangan pemimpinnya 
seperti apa yang terjadi dengan PBI.
Masalah yang dihadapi media cetak adalah masalah finansial dan SDM
Pendapat tsb di atas adalah BENAR.

Jika ditelaah lebih mendalam, maka prioritas sebaiknya diletakkan kepada 
pembentukan kader dari kaalngan generasi muda.
Pembentukan kader tsb mencakup masalah menciptakan leader yg memiliki 
leadership dengan visi masa depan yang jelas dan terarah sehingga terwujud misi 
untuk beberapa tahun sekali dievaluasi guna menghasilkan misi yang lebih baik 
ditahun seterusnya.
Untuk itu perlu ada lembaga khusus (namun bukan monopoli, jadi bisa berbagi 
lembaga oleh siapapun yang bersedia) mengadakan pendidikan kader dengan 
kurikulum seperti cara berorganisasi yang baik, visi masa depan Indonesia yang 
bagaimana berdasarkan Pancasila, peran apa yang bisa dilaksanakan (perorangan 
dan kelembagaan), bentuk organisasi apa yang paling cocok ditingkat nasional 
dan daerahnya masing masing, dll dll dll 
Untuk itu sebaiknya dikumpulkan orang orang yang memiliki dedikasi dan setuju 
pemikiran saya tsb. di atas. Usahakan para pakar ikutserta seperti pakar pakar 
sosiologi, ilmu polirik, ekonomi/keuangan, psikologi,mereka yang berpengalaman 
di bidang politik, ekonomi, kemasyarakatan, dll dll dll. Dudukkan dalam satu 
wadah (non formal atau sejenis federasi atau dua duanya) dan temukan visi dan 
misi untuk katakanlah minimal 25 atau 50 tahun ke depan, sambil mendidik kader 
calon pemimpin. Yang tua-tua harus rela memberikankan pengalamannya kepada yang 
muda-muda.
Berdasarkan kenyataan di lapangan dewasa ini, BISA diadakan pertemuan 
awal/pedahuluan dari semua yang mau berpikir (jika setuju pendapat saya tsb di 
atas) dari unsur unsur lembaga partai (yang gagal sekalipun), media massa cetak 
dan elektronik, perguruan tinggi (a.l. parap ilmuwan politik, sosiologi, ilmu 
jiwa, ilmu hukum, dll), lsm/lsm. Agenda pemicaraan hanya satu: pendidikan kader 
dengan segala aspek yang berkaitan dengan pengkaderan tsb.
Mungkin hal itu sudah dilakukan, namun saya tidak mengetahuinya  karena 
keterbatasan menerima informasi. Kalau sudah ada, tolong saya diinfokan, terima 
kasih.

Sementara, demikian dulu

salam persaudaraan,
Ki Dyoti
http://www.freewebs.com/kidyoti  artikel artikelnya pasti bermanfaat
=




  - Original Message - 
  From: Akhmad Bukhari Saleh 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, August 25, 2007 11:51 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Fw: Kebangkitan Organisasi Tionghoa di Indonesia 
Jangan sampai Kebablasan.


  KEBANGKITAN ORGANISASI TIONGHOA DI INDONESIA JANGAN SAMPAI KEBABLASAN.

  Oleh : Benny G.Setiono

  Setelah rezim Orde Baru jatuh dan berlangsung reformasi, tumbuh kesadaran di 
  sementara kalangan etnis Tionghoa bahwa kedudukan mereka, terutama di bidang 
  sosial dan politik, sangat lemah dan menyedihkan.
  Kesadaran ini pada ujungnya membangkitan keberanian untuk menolak 
  kesewenang-wenangan yang menimpa diri mereka dan menuntut keadilan sebagai 
  warganegara Republik Indonesia.

  Dengan segera berbagai organisasi, baik partai politik, ormas maupun LSM, 
  dideklarasikan, antara lain Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI), 
  Partai Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Formasi, 
  Simpatik, Gandi, PSMTI, Perhimpunan INTI. dll.nya.
  Demikian juga berbagai penerbitan seperti harian, tabloid dan majalah, 
  antara lain Naga Pos, Glodok Standard, Suar, Nurani, Sinergi, Suara Baru, 
  dll.nya bermunculan.

  Namun dengan berjalannya waktu ternyata beberapa organisasi tersebut 
  berguguran dan beberapa media cetak telah hilang dari peredaran.
  Masalah utama yang dihadapi organisasi-organisasi tersebut adalah masalah 
  klasik, tidak adanya visi dan misi serta program yang jelas, semangat yang 
  mengendur, kurangnya kader muda dan terjadi perpecahan di kalangan 
  pemimpinnya seperti apa yang terjadi dengan PBI.
  Masalah yang dihadapi media cetak adalah masalah finansial dan SDM. Hampir 
  tidak ada dukungan dari masyarakat Tionghoa akan kelangsungan hidup 
  media-media cetak tersebut.

  Berbeda dengan organisasi-organisasi peranakan, organisasi-organisasi di 
  kalangan totok malahan tumbuh dengan subur.
  Lebih dari lima ratus organisasi di kalangan totok berdiri di berbagai kota 
  di Indonesia.
  Organisasi-organisasi tersebut didirikan berdasarkan asal provinsi, 
  kabupaten, distrik dan kampung halaman di Tiongkok, suku (clan), marga, 
  alumni sekolah, kesenian, kesusasteraan, dsbnya.
  Program mereka tidak jelas dan pada umumnya berorientasi ke daratan 
  Tiongkok.
  Bahasa yang digunakan bahasa Tionghoa, baik Mandarin maupun dialek, karena 
  pada umumnya para pemimpin organisasi tersebut kesulitan dalam berbahasa 
  Indonesia

[budaya_tionghua] Fw: [taoisme_indonesia] Happy Birthday (Thousand Years) to Yellow Emperor

2007-08-26 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: john wu 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Cc: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Saturday, August 25, 2007 6:07 AM
Subject: [taoisme_indonesia] Happy Birthday (Thousand Years) to Yellow Emperor



Dear All,

Today, the 13th day of 7th Month is consider as the Birthday of Yellow Emperor 
(Ancestor of the Chinese).

If you cant see the banner, can perform a download from the attachment. :P

Here's a banner dedicated to him :P



 



With Best Regards
Jave Wu

Taoism Singapore Forum (TSF)
http://z14.invisionfree.com/taoism_singapore/index.php?

Jave's Religious Place
http://javewu.multiply.com/

Jave's Religious Home 2
http://jave2007.multiply.com/

Singapore Pioneers Blog
http://singaporepioneers.blogspot.com/







Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.

 








[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [HKSIS] Fw: UNDANGAN SEMINAR

2007-08-23 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: Benny Setiono 
To: HKSIS-Group 
Sent: Wednesday, August 22, 2007 12:48 PM
Subject: [HKSIS] Fw: UNDANGAN SEMINAR




- Original Message - 
From: Benny Setiono 
To: Yap Hong Gie 
Sent: Wednesday, August 22, 2007 12:18 PM
Subject: UNDANGAN SEMINAR






UNDANGAN  SEMINAR.







- Presiden Abdurrahman Wahid telah mencabut peraturan-peraturan yang 
mendiskriminasi etnis Tionghoa, Presiden Megawati telah menjadikan Imlek hari 
libur nasional dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengembalikan agama 
Khonghucu menjadi agama resmi di Indonesia. Sementara itu Undang-undang 
Kewarganegaraan Republik Indonesia N0.12/2006 dengan tegas menyatakan yang ada 
di Indonesia hanya WNI dan WNA dan tidak ada lagi istilah pribumi dan  non 
pribumi dan Undang-undang N0.23/2006 telah membatalkan seluruh UU dan 
Staatblad diskriminatif peninggalan Belanda yang yang telah membagi-bagi 
kedudukan hukum dan sosial bangsa Indonesia. Dengan demikian hampir seluruh 
peraturan-peraturan yang selama ini mendiskriminasi etnis Tionghoa telah 
dihapus.

-  

- Selaras dengan hal-hal tersebut di atas, berkembangnya globalisasi 
dan berkembangnya RRT menjadi sebuah kekuatan ekonomi, politik dan militer  
dunia menuju Super Power dan semakin eratnya hubungan persahabatan pemerintah 
RI dan RRT telah menjadi batu ujian bagi loyalitas seluruh etnis Tionghoa di 
Indonesia.Bagaimana seluruh etnis Tionghoa di Indonesia melalui 
organisasi-organisasinya harus bersikap ?



Untuk menjawabnya Pengurus Daerah  Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) DKI 
Jakarta mengundang Tuan/Nyonya/Saudara/Saudari untuk menghadiri Seminar sehari 
penuh dengan thema 



MENGHADAPI GLOBALISASI, ORGANISASI TIONGHOA INDONESIA MAU KEMANA ? 



Pada Sabtu 25 Agustus 2007 am 09.00 - 16.30.



Bertempat di Function Hall Mega Glodok Kemayoran (MGK) lantai 3

Jl.Angkasa Kav.B6. Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta 10610.



ACARA :



08.30 - 9.00  Registrasi/Welcome Coffee

09.00 -  9.05  Indonesia Raya.

09.05 - 09.15Sambutan Rachman Hakim (Ketua Umum INTI)

09.15 - 09.30Keynote Speech Prof.Dr.Gumelar Rusliwa Somantri (Rektor UI) *











  SESI   I.



Moderator: Lisa Suroso  (Pemred majalah Suara Baru).



09.30 - 09.55 DR.Siauw Tiong Djin (Comitee Against Racism in Indonesia), 

   Melbourne, Australia. 

   Dari Perspektif Sejarah.

09.55 - 10.20 DR.Mely G.Tan (Sosiolog Senior).

   Dari Perspektif Sosial.

10.20 - 10.45 Drs.Christianto Wibisono (The Global Nexus Network).

   Dari Perspektif Global.

10.45 - 11.10 Ir.Budi S.Tanuwibowo   (Ketua Umum Matakin,Sekjen Perhimpunan 


   INTI).

   Dari Perspektif Kebangsaan.

11.10 - 12.00 Tanya Jawab.



12.00 - 13.00 Makan Siang.



13.00 -  13.30 Sambutan K.H.Abdurachman Wahid.*



 SESI  II



Moderator :  DR.Sukardi Rinakit   (Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi 
Syndicate). 



13.30 - 13.55   Frans Hendra Winarta SH. (Komisi Hukum Nasional)

 Dari Perspektif Hukum.

13.55 - 14.20   Drs.Faisal Basri  (Ketua Umum Pergerakan Indonesia).

 Dari Perspektif Ekonomi.

14.20 -14.45 Ir.Stanley Yosep Adi Prasetyo (Komisioner Komnas HAM)

  Dari Perspektif Keamanan dan HAM.

14.45 - 15.20Sudhamek AWS (CEO Garuda Food)

  Dari Perspektif  Pengusaha.

15.20 - 15.45Benny G.Setiono  (Ketua PD Perhimpunan INTI DKI Jakarta).

  Dari Perspektif Visi dan Misi Perhimpunan INTI.

15.45 - 16.30Tanya Jawab.



* Dalam konfirmasi.   










 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [Spiritual-World] Bedanya Chinese, Bule, Pribumi - aku gak tau siapa penulisnya lho.

2007-08-23 Terurut Topik KIDYOTI
Tetapi setelah hidup di Amerika selama 10
   tahun dan sekarang bekerja
   di salah satu bank terbesar di dunia berpusat di New
   York City, pandangan
   saya berubah dan mengerti mengapa Cina itu berbeda
   dengan orang pribumi.
- Original Message - 
From: Eric Mashuri 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, August 23, 2007 8:58 AM
Subject: [Spiritual-World] Bedanya Chinese, Bule, Pribumi - aku gak tau siapa 
penulisnya lho.



  
   Mudah2an dg proses berjalannya waktu, kebiasaan2 yang baik
   dapat dipertahankan dan tidak luntur walaupun berada
   dimanapun!!
   
 Subject: Bedanya Chinese, Bule, Pribumi

 Tulisan orang ini bener2 bagu Jangan
 berhenti forward
 ketemen2 yah...



 Saya seorang pribumi yg dulunya benci setengah
 mampus sama WNI Keturunan
 Cina. Tetapi setelah hidup di Amerika selama 10
 tahun dan sekarang bekerja
 di salah satu bank terbesar di dunia berpusat di New
 York City, pandangan
 saya berubah dan mengerti mengapa Cina itu berbeda
 dengan orang pribumi.


 Dan sebenarnya banyak sekali hal-hal yg kita tidak
 mengerti tentang cina,
 dan hal-hal ini sebenarnya harus kita ketahui dan
 kita pikirkan lagi,
 karena hal-hal ini adalah sesuatu yg bisa kita pakai
 untuk kepentingan
 bangsa sendiri dan utk memajukan bangsa sendiri.
 Bukan saya bilang bahwa
 kita harus berubah jadi Cina, cuma kalau memang
 bagus mengapa tidak ? Dan
 memang ada juga hal-hal buruknya, tetapi semua
 bangsa juga punya.


 Marilah saya mulai pendapat saya tentang
 perbandingan antara WNI asli dan
 keturunan cina :



 1. Perbedaan2 nyata Setelah bekerja tiga tahun lebih
 dan punya teman dekat
 orang bule dan orang Cina dari Shanghai di tempat
 kerja saya, saya melihat
 banyak sekali perbedaan-bedaan, diantaranya :



 A. DUIT



 a) Si bule, kalo gajian langsung ke bar, minum-minum
 sampe mabuk, beli
 baju baru, beli hadiah macam-macam untuk istrinya.
 Dan sisanya 10% di
 simpan di bank. Langsung makan-makan di restoran
 mahal, apalagi baru
 gajian.



 b) Si Cina, kalau gajian langsung disimpan di bank,
 kadang-kadang di
 invest lagi di bank, beli Saham, atau dibungain.
 Bajunya itu2 saja sampe
 butut. Saya pernah tanya sama dia, duitnya yg
 disimpen ke bank bisa sampe
 75%-80% dari gaji.



 c) Saya sendiri. kalo gajian biasanya boleh deh
 makan-makan sedikit,
 apalagi baru gajian, beli baju kalo ada yg on-sale
 (lagi di discount),
 beli barang-barang kebutuhan istri, sisanya kira2
 tinggal 15-20% terus
 disimpen di bank.



 *** Kebanyakan di Amerika, orang Cina yang kerja
 kantoran (sebenarnya
 Korea dan Jepang juga) muda-muda sudah bisa naik
 mobil bagus dan bisa
 mulai beli rumah mewah. walaupun orang tuanya bukan
   konglomerat dan
 bukan
 mafia di Cinatown. Malah mereka beli barang
 senangnya cash, bukan kredit.
 Soalnya mereka simpan duitnya benar-benar tidak bisa
 dikalahkan oleh
 bangsa lain. kalau bule atau orang hitam musti
 ngutang sampe tau baru
 bisa lunas beli rumah.



 B. KERJAAN



 a) si bule, abis kerja (biasanya jam kerja jam 8
 pagi - 6 sore)
 hari Senen sampai hari Jumat (Sabtu dan minggu tidak
 kerja)) ke bar ato
 makan-makan ngabisin gaji. Kalau disuruh lembur
 tiba-tiba, biasanya
 kesel-kesel sendiri di kantor. Biasanya kalo hari
 Senen, si bule
 tampangnya kusut, soalnya masih lama sampe hari
 Sabtu, pikirannya weekend
 melulu. Kalo hari Kamis, si bule males kerja,
 pikirannya hari Jumat
 melulu. Terus jalan-jalan gosip kiri kanan.



 b) si Cina, abis kerja langsung pulang ke rumah,
 masak sendiri, nggak
 pernah makan diluar (saya sering ngajak dia makan,
 cuma tidak pernah mau,
 mahal katanya, musti simpan duit, kecuali kalo ada
 hari-hari khusus).
 Kalau disuruh lembur tidak pernah menolak, malah
 sering menawarkan diri
 untuk kerja lembur. Kalau disuruh kerja hari sabtu
 atau hari minggu juga
 pasti mau. Kadang-kadang dia malah kerja part-time
 (bukan sebagai pegawai
 penuh) di perusahaan lain untuk menambah uangnya.



 c) saya sendiri, kalau disuruh lembur, agak malas
 juga kadang-kadang
 karena sudah punya rencana keluar pergi makan sama
 teman-teman kantor.
 Kadang-kadang ingin sekali pulang ke rumah karena di
 kantor melulu, cuma
 mau nggak mau mesti kerja (jadi kesannya terpaksa,
 nggak seperti si cina
 yg rela). Weekend paling malas kalau musti kerja.



 *** Bos-bos juga biasanya suka sama orang Cina kalau
 soal kerjaan.
 Mereka soalnya pekerja yg giat dan tidak pernah
 

Re: [budaya_tionghua] Friday 13th Yang BENER 12 DI DINDONWSIA

2007-07-13 Terurut Topik KIDYOTI
Kalau di Indonesia BUKAN ANGKA 13TAPI 12

ORANG SERING MENGATAKAN CELAKA 12!  BUKAN CELAKA 13!

:):):):):):):):):)
Ki Dyoti
  - Original Message - 
  From: mangucup88 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, July 12, 2007 1:28 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Friday 13th


  Rupanya rasa takut akan angka sial 13 ini bisa menjadi kenyataan 
  seperti yang dialami oleh komponis Jerman Arnold Schoenberg yang 
  lahir pada tgl 13. Selama masa hidupnya ia selalu ketakutan akan 
  angka 13, sehingga akhirnya ia meninggal dalam usia 76 tahun (7+6 = 
  13); tepatnya pada hari Jumat tgl 13, pkl 23.47 atau 13 menit 
  sebelum pkl 12.00 tengah malam. 

  Bukan hanya sekedar yang `Ndeso saja yang takut akan angka 13, 
  perusahaan software yg terbesar di dunia sekalipun takut akan angka 
  13, maka dari itu setelah Microsoft Office 12 yang berikutnya 
  bukanlah Microsoft Office 13 melainkan Microsoft Office 2007.

  Berdasarkan hasil penelitian dari Dr Donald Dossey seorang 
  psikoterapi khusus dalam bidang phobia = takut dalam bahasa 
  Yunani, di Amerika saja lebih dari 21 juta orang yang mengidap 
  penyakit paraskevidekatriaphobia atau rasa takut akan hari Jumat 
  tanggal 13. 

  Berdasarkan laporan dari The Stress Management Center and Phobia 
  Institute di Asheville - AS, tenyata setiap hari Jumat tanggal 13, 
  ekonomi Amerika mengalami kerugian antara 800 s/d 900 juta AS$, 
  karena banyak orang yang ogah travelling, bekerja ataupun melakukan 
  kegiatan bisnis apapun juga.

  Kenapa hari Jumat adalah hari yang buruk ?
  Tuhan Yesus wafat pada hari Jumat, manusia pertama kali jatuh dalam 
  dosa pada hari Jumat (Adam + Hawa makan apel terlarang di taman 
  Firdaus), hukuman banjir nabi Nuh dimulai pada hari Jumat. Bait Suci 
  Raja Salomo dihancurkan pada hari Jumat. Sedangkan kebanyakan 
  hukuman mati dilaksanakan pada hari Jumat. Dan lihat saja Jumat 
  Kelabu = Black Friday perkataan ini timbul petama kalinya pada saat 
  krismon pertama di USA ialah ketika harga emas jatuh terpuruk di 
  tahun 1869 dan krismon dunia yang pertama juga jatuhnya pada hari 
  Jumat di tahun 1929.

  Kenapa angka 13 adalah angka sial ?
  Sedangkan kepercayaan 13 sebagai nomor sial itu timbulnya dari orang 
  Kristen, karena Yudas menduduki kursi yang 13 dan ia menjual Yesus 
  tepat jam 13.00. Disamping itu angka tsb berada satu poin diatas 
  angka sempurna 12 atau melebihi kekuatan puncak, maka dgn mana 
  otomatis akan membawa sial, maklum murid Yesus terdiri dari 12 
  orang, suku Israel 12, siang-malam 12 jam, bulan 12, dewa Olympus 
  12. 

  Bila numerologi Barat memandang angka 13 sebagai angka sial, hal 
  yang sama berlaku pula di masyarakat Tionghoa, Jepang dan Korea. 
  Namun mungkin dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Kalau 
  dijumlah 1+3 hasilnya 4. Dan angka 'empat' sendiri dalam bahasa 
  Mandarin bila diucapkan dengan intonasi berbeda (sie) bisa 
  memberikan 2 makna yaitu empat dan mati = sial!

  Dan apabila nama Anda terdiri dari 13 abjad maka ini harus hati2 
  sebab para pembunuh sadis memiliki nama yang terdiri dari 13 abjad 
  lihat saja: Jack the Rippe, Charles Manson, Theodore Bundy dan 
  Albert De Salvo.

  Berapa banyak hotel atau permukiman yang pantang mencantumkan angka 
  13 untuk nomor lantai, kamar, maupun rumah. Lotere di Itali, 
  Perancis tidak ada nomer 13 nya. Begitu juga tidak ada nama jalan di 
  Amerika yang menggunakan 13th Street atau 13th Avenue.

  Maka tidaklah heran apabila Paul Getty ataupun mantan Presiden AS 
  Franklin Delano Rooselvet secara tegas menolak untuk hadir dalam 
  acara resmi yang diadakan pada tanggal 13 ataupun dalam acara yang 
  hanya dihadiri oleh tiga belas orang saja.

  Aneh tapi nyata, walaupun banyak orang Amerika yang memiliki rasa 
  takut akan angka 13 (Trikaideka-phobia), tetapi kenyataannya 
  lembaran mata uang Dollar mereka penuh dengan lambang angka 13. 

  Cobalah perhatikan dengan seksama uang kertas satu dolar AS, 
  ternyata di bagian belakang tampil piramid dengan 13 jenjang. 
  Semboyan di atasnya berbunyi annuit coeptis yang terdiri dari 13 
  huruf. Di pita tergigit paruh burung elang tertulis E pluribus unum, 
  juga terdiri dari 13 huruf. Di atas kepala sang elang bersinar 13 
  bintang, di perisai terlukis 13 garis, cakar kiri mencengkeram 13 
  anak panah, sementara di cakar kanan sebuah batang dengan 13 daun 
  zaitun, perlambang bahwa pada masa berdirinya, semula Amerika 
  Serikat memang terdiri dari hanya 13 negara bagian. 

  Pada th 1884 di Amerika, mereka telah mendirikan The Thirteen Club 
  yang bertujuan khusus untuk mematahkan teori, bahwa angka 13 itu 
  adalah angka sial. Dimana jumlah anggotanya harus selalu kelipatan 
  dari 13. 

  Mereka mengadakan pertemuan setiap tanggal 13 pada jam 13.13 uang 
  iurannya juga ditetapkan AS$ 13,00 per bulan. Walaupun demikian 
  terbuktikan semua anggotanya adalah orang-orang sukses dan jarang 
  ketiban sial.

  Apakah disemua Negara Eropa 

[budaya_tionghua] OOT: Fw: [Singkawang] [PP] Uray Rukiyat Gandeng Chin Siu Sun

2007-06-29 Terurut Topik KIDYOTI
FYI
- Original Message - 
From: Singkawang 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, June 29, 2007 5:09 PM
Subject: [Singkawang] [PP] Uray Rukiyat Gandeng Chin Siu Sun



http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=Pilkadaid=139278

Senin, 25 Juni 2007
Uray Rukiyat Gandeng Chin Siu Sun 
Balon Wako dan Wawako Singkawang

 Singkawang,-  Drs H Uray Rukiyat telah resmi menggandeng Chin Siu Sun alias 
Sunardi SH sebagai calon wakilnya dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 
Singkawang November mendatang, hal ini disampaikannya saat bertemu dengan 
wartawan minggu (24/6) siang kemarin. 

Uray Rukiyat mengatakan, dirinya telah lama mencari calon untuk mendampinginya 
maju dalam pilkada Singkawang, namun baru saat ini ia mendapat pasangan yang 
dirasakannya cukup cocok untuknya. Menurutnya, Chin Siu Sun merupakan orang 
yang sangat tepat mendampinginya karena beliau diharapkan dapat menyatukan 
aspirasi dikalangan warga Tionghoa. 

Setelah melalui waktu pencarian yang sangat panjang, Akhirnya saya menemui 
orang yang tepat. Saya memilih Chin Siu Sun sebagai pasangan saya untuk maju 
dalam pilkada November mendatang karena beliau diharapkan dapat menyatukan 
aspirasi warga Tionghoa yang ada di Singkawang, ungkap Uray. 

Chin Sui Sun alias Sunardy SH merupakan pengusaha di Jakarta yang berasal dari 
Kalbar. Sebelumnya namanya dikenal sebagai wakil Bendahara DPD PDIP Kalbar dan 
sebagai salah seorang yang membantu membesarkan nama PDIP di Kalbar. 

 Saya menyambut gembira ajakan bapak Uray Rukiyat untuk mendampinginya sebagai 
wakilnya dalam Pilkada Singkawang November mendatang. Beliau merupakan sosok 
figur yang menurut saya dapat membawa perubahan di Kota Singkawang ke arah yang 
lebih baik. Kata Chin Sui Sun. 

Setelah resmi menggandeng Chin Siu Sun ia secepatnya akan segera melakukan 
sosialisasi kepada partai-partai politik dan akan mendengarkan 
aspirasi-aspirasi dari partai-partai.  Kami berdua akan mendengarkan aspirasi 
dari partai-partai dan siap melakukan yang terbaik untuk partai-partai demi 
memajukan Kota Singkawang. Katanya. 
Dalam kesempatan ini, Uray Rukiyat juga mengungkapkan tentang konsep 
pembangunan yang akan dijalankannya.  Kami berdua akan mewujudkan Kota 
Singkawang sebagai TAMAN Kalimantan Barat. TAMAN dalam istilah kami adalah 
Tertib, Amantubillah, Manusiawi, Agamis dan Nasionalis. Ungkapnya lagi. (/*) 





 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [i-s] Christine Tjhin - Into the fray

2007-06-15 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: John MacDougall 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, June 14, 2007 3:44 AM
Subject: [i-s] Christine Tjhin - Into the fray


http://88xtine88.blogs.friendster.com/x_blog/2007/06/into_the_fray.html




Into the fray
  SOUTH CHINA MORNING POST - Wednesday, June 13, 2007 (Behind the News - 
Indonesia: Ethnic Chinese)

  Indonesia's long-suffering ethnic Chinese are slowly waking up to the 
benefits of getting involved, Fabio Scarpello reports.

As a fluent Putonghua speaker, Eddie Lembong is known for fostering relations 
between Chinese-Indonesians and the rest of the population in a country where 
ethnic Chinese have historically faced segregation and sporadic violence. 
Conscious of the past yet firmly rooted in the present, the chairman of the 
Chinese-Indonesian Association says the time is ripe for ethnic Chinese to make 
the big step. 

Now is the time to get into politics, said Mr Lembong, one of 10 brothers 
whose parents hailed from Xiamen. Born in a little village in Central Sulawesi 
and brought up in Manado, Mr Lembong studied pharmacy at the Bandung Institute 
of Technology and found financially security as a pharmacist in Jakarta, 
despite a path dotted with racial obstacles. I had to endure discrimination in 
entering university and in my career, but back then, I saw it as `normal 
consequences' of the situation at that time, he said. He now believes that the 
dark days of the past are over and that the future offers great opportunity for 
Chinese-Indonesians living in the archipelago.

But his wish will require a total change in the Chinese-Indonesian mindset. 
Most Chinese-Indonesians fear talking about politics, let alone being involved 
in it. But I believe Indonesia's political scene is ready to welcome us, he 
said.

According to Mr Lembong, whose Chinese name is Wang Youshan, the deep-seated 
fear is rooted in the anti-communist purge of 1965, which saw then-rising 
general Suharto leading a merciless hunt against the so-called Reds. The 
Indonesian Communist Party (PKI), closely associated with the ethnic Chinese, 
was accused of trying to overthrow then-president Sukarno. The purge killed an 
estimated half a million people. Suharto went on to freezediplomatic relations 
with China, which he accused of being behind the attempted coup. He also 
outlawed the PKI, Chinese-language books, newspapers, Chinese names and symbols 
and celebration of Chinese holidays. Building on discrimination in place since 
the Dutch colonial era, he issued regulations restricting ethnic Chinese from 
politics, academia and the military.

As local writer Julia Suryakusuma figuratively puts it, Chinese-Indonesians 
became Indonesia's pet cat. In a good mood, we stroke the cat, but when we are 
angry and cannot stand up to the boss, we kick it, she wrote.

Tensions were eased by Chinese-Indonesians' prominence in business, itself 
partly due to Suharto's generosity towards some ethnic Chinese tycoons, such as 
cigarette magnate Putra Sampoerna, property mogul Ciputra and the Salim group's 
Soedono Salim and Liem Sioe Liong. Although only about 5 per cent of the 240 
million population, the Chinese are said to control up to 68 per cent of the 
private economy. But wealth is unevenly distributed, with most making a living 
as more lowly entrepreneurs.

The difficulties faced by the Chinese stem from the past regime's strategy to 
portray them as uncaring and corrupt and using them as scapegoats for the 
country's ills. The bloodiest examples of this were the May 1998 riots when, as 
Suharto limped to a disgraceful end, pro-democracy demonstrations spurred by 
unemployment and high prices were channelled against ethnic Chinese quarters in 
Jakarta and elsewhere. Officially, 1,188 people were killed and more than 5,000 
buildings were burned, damaged or looted nationwide. Reports said more than100 
Chinese women were raped or sexually assaulted and 150,000 ethnic Chinese fled 
the country.

Jemma Purdey, author of Anti-Chinese Violence in Indonesia, 1996-1999, said the 
conditions that led to the riots were unique, but not unrepeatable. The 
combination of political and economic crisis and antagonism towards ethnic 
Chinese was compounded with the suspected involvement of military trained 
actors under the instruction of elite players battling for leadership, she 
said.

Together, these formed a rare confluence of extreme and specific conditions. 
In a relatively politically and economically stable Indonesia it is unlikely 
that `1998-style' violence could occur again, but if similar conditions were to 
re-emerge, it would not be impossible.

The danger seems distant in today's Indonesia, a more stable country that is 
being praised for democratic progress that started after the fall of Suharto 
and benefited ethnic Chinese. In 2000, Abdurrahman Wahid, the country's first 
democratically elected president, lifted all institutionalised bans and 
restrictions on the Chinese. 

[budaya_tionghua] Fw: [jurnalisme] Udangan peliputan

2007-06-15 Terurut Topik KIDYOTI

- Original Message - 
From: jam gadang 
To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, June 13, 2007 1:31 PM
Subject: [jurnalisme] Udangan peliputan



Tanggal, 13 Mei 2007



Undangan Peliputan Audiensi RUU Anti Diskriminasi Ras Dan Etnis


Kepada Yth
Pimpinan Redaksi
Di 
Tempat


Menyikapi advokasi Rancangan Undang - Undang Anti Diskriminasi Ras Dan Etnis 
(RUU ADRE) di DPR RI. Sekedar informasi bahwa RUU ADRE akan memasuki proses 
pembahasan dengan pihak Legislatif (DPR) dengan pihak Esekutif (DEPKUMHAM). 
Sampai sekarang ini bahwa RUU ADRE masih pada Judul dan substansi yang lama. 
Artinya diskriminasi yang dicakup dalam RUU tersebut hanya mencakup ras dan 
etnis saja.

Sehingga berdasarkan fakta kita team advokasi masyarakat sipil untuk memperluas 
isu - isu diskriminasi yang lain seperti diskriminasi dalam bentuk penghayat 
kepercayaan, agama, orientasi seksual, penyadang cacat, ODHA. Sehinga 
berdasarkan undangan pemerintah untuk dapat melakukan audiensi pada :

Hari / Tanggal : Jum'at / 15 Juni 2007 
Tempat :Ruang Dirjen Peraturan Perundang - Undangan Departemen Hukum Dan HAM
Jl. Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan

Pukul : 10.00 - Selesai

Agenda : 
1. Audensi untuk memperluas RUU ADRE dalam lingkup cakupan diskriminasinya.
2. Menyerahkan bentuk - bentuk diskriminasi dari berbagai kelompok (penyadang 
cacat, orientasi seksual, ODHA, penyahayat kepercayaan).


Demikianlah surat pemberitahuan ini kami sampaikan, atas kehadiran teman - 
teman media kami ucapkan banyak terima kasih.



Hormat kami,



Ienes Angela
Jaringan dan Kampanye Arus Pelangi

Mobile Phone : 08561174657

-
Looking for earth-friendly autos? 
Browse Top Cars by Green Rating at Yahoo! Autos' Green Center. 

[Non-text portions of this message have been removed]



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Fw: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Banyak Duri, Banyak Rezeki

2007-02-13 Terurut Topik kidyoti
FYI Ikan bandeng dan Imlek
- Original Message - 
From: Agus Hamonangan 
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com 
Sent: Sunday, February 11, 2007 1:03 PM
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Banyak Duri, Banyak Rezeki


http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0702/11/kehidupan/3305793.htm
==

Ikan bandeng menjadi salah satu menu utama dalam perjamuan makan 
malam menjelang Tahun Baru Imlek. Ikan yang dikenal banyak durinya 
ini merupakan simbol banyak rezeki. 

Bandeng menjadi santapan khas pada tahun baru Imlek dengan harapan 
keluarga yang memakannya diberi limpahan rezeki di tahun depan, 
tutur Eddy Prabowo, pengamat masyarakat China di Indonesia. Selain 
ikan bandeng, buah jeruk dan buah delima juga disajikan pada malam 
Imlek. Makna kedua buah-buahan ini sama dengan ikan bandeng, yaitu 
banyak rezeki. 

Masakan ikan bandeng di setiap keluarga bisa berbeda-beda, bergantung 
pada selera. Ada yang lebih suka masakan bandeng bumbu kuning atau 
bandeng asap, tetapi ada juga yang suka masakan bandeng presto. 
Namun, tradisi makan ikan bandeng ini, menurut Eddy, hanya dilakukan 
masyarakat di Jakarta dan sekitarnya. 

Sementara itu, menurut Myra Sidharta, pengamat sastra Melayu-
Tionghoa, masyarakat China di Taiwan terbiasa makan ikan bandeng saat 
Imlek. Namun, di negara China, jenis ikan yang dimakan saat Imlek 
sangat bervariasi tergantung daerahnya. 

Dalam tradisi masyarakat China, selalu ada masakan yang terbuat dari 
tiga jenis hewan, yaitu ayam/bebek, babi, dan ikan. Ketiga jenis 
hewan itu menyimbolkan tiga jenis alam, yaitu udara, darat, dan air. 
Udara disimbolkan dengan binatang unggas, darat disimbolkan dengan 
babi, dan air disimbolkan dengan ikan. 

Pedagang Panen 

Limpahan rezeki setidaknya langsung dirasakan oleh para pedagang ikan 
di pasar. Beberapa hari menjelang Imlek, pedagang ikan di pasar sudah 
menyediakan ikan bandeng khusus untuk perayaan Imlek. Baik ukuran 
maupun beratnya, ikan bandeng untuk Imlek ini berbeda dengan ikan 
bandeng yang dikonsumsi sehari-hari. 

Bandeng Imlek rata-rata ukurannya besar. Panjangnya mencapai 50 
sentimeter dengan berat sekitar 2,5 kilogram-3 kilogram per ekor. 
Bahkan, kadang-kadang bisa sampai lima kilogram, sedangkan bandeng 
biasa beratnya hanya sekitar 0,5 kilogram. 

Bandeng untuk Imlek bisa tumbuh besar karena dikembangkan lebih lama 
daripada bandeng biasa. Jika bandeng biasa sudah dipanen sekitar tiga 
bulan sekali, bandeng Imlek baru dipanen setiap satu atau dua tahun 
sekali. 

Menurut Siong Wat (72), warga Petamburan, Jakarta Pusat, bandeng 
besar ini memang lebih gurih, berminyak banyak, dan berdaging tebal. 
Jika dimasak pindang, bandeng Imlek sangat terasa kelezatannya. 

Karena ukurannya besar, bandeng Imlek ini harganya cukup mahal, 
sekitar Rp 30.000-Rp 50.000 per kilogram. Jika beratnya sampai tiga 
kilogram, harga satu ekor ikan bandeng bisa mencapai Rp 100.000-Rp 
150.000 per ekor. Harga ini naik turun bergantung pada situasi pasar 
dan stok. 

Muslih (47), pedagang ikan di Pasar Kebayoran Lama, mengungkapkan, 
dia selalu menyediakan ikan bandeng tiga hari menjelang Imlek. Dalam 
satu hari, Muslih bisa menyediakan satu kuintal ikan 
bandeng. Terkadang langsung habis. Kadang-kadang hanya laku 50 
kilogram, kata Muslih. 

Lain lagi Aat (38), pedagang ikan di Pasar Cikupa Tangerang. Aat 
mulai menjual ikan bandeng dua hari sebelum imlek. Untuk keperluan 
Imlek, Aat juga menyediakan ikan bandeng yang ukurannya lebih kecil, 
minimal satu kilogram. Tahun lalu, Aat bisa mengeruk keuntungan 
hingga Rp 500.000 per hari. (IND/IAM) 



 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] APAKAH KOMUNISME DAPAT HIDUP KEMBALI DI INDONESIA?

2006-12-25 Terurut Topik kidyoti
 Pencipta dan manusia ciptaanNYA.

Inilah hasil para pejoang kita yang banyak pengalaman, banyak membaca dan
cinta bangsa, rakyat dan negaranya.

Seyogyanya generasi muda mendalami buah pikiran Bung Karno dan H.Ruslan
Abdulgani, agar bisa memperoleh visi jauh kedepan sebagai calon pemimpin
yang akan dating. Insya Allah, demikian!!!



Dalam situasi sekarang semua gerakan masyarakat dicap sebagai gerakan
komunis. Padahal banyak gerakan-gerakan tsb. bukan gerakan komunis, namun
gerakan membela rakyat melarat, dan jika berpegang kepada Pancasila,
gerakan-gerakan itu emngandung unsur religius.

Malahan sesungguhnya yang memberi peluang timbulnya peluang kembali
komunisme/marxisme adalah akibat kebijaksanaan pimpinan Negara ini yang
sangat kurang memperhatikan kepentingan rakyat, hanya terbatas pada ulah
verbal saja dengan kenyataan proses pemelaratan rakyat berjalan terus
menerus dan korupsi kurang giat dan kurang gesit diatasi.

Oleh karena itu, janganlah terlampau cepat menarik kesimpulan, lalu semua
gerakan kerakyatan diberi label komunis. Ada dua kelompok yang gemar
bahkan sudah menjadi semacam hobi mencap semua gerakan rakyat sebagai
gerakan komunis, yaitu 1. yang mindsetnya sudah mengakar anti-komunisme dan
2. yang mempergunakan issue anti-komunisme untuk menutup-tutupi masalah
korupsi, kkn dan sejenisnya.



Semoga Pancasila kembali menjadi panglima dalam menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan praktek bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di tingkat
daerah, nasional dan internasional.  Pragmatisme tetap bisa dijalankan,
namun dalam rel visi masa depan yang jauh berdasarkan Pancasila.



Ki Dyoti merenung di 25 Desember 2006



Catatan tentang SPIRITUALITY:



S P I R I T U A L I T Y



Dewasa ini sedang banyak ditulis dan dibicarakan masalah spirituality;
terutama dalam rangka lebih mendalami masalah kerohanian/kebatinan dari
berbagai agama.

Juga dalam gerakan spontan yang disebut New Age, banyak sekali
dipergunakan istilah spirituality. Istilah ini tetap saya pergunakan dalam
tulisan ini agar tidak menimbulkan kerancuan pengertian yang mungkin timbul
jika diterjemahkan.



Apakah  makna spirituality?

 Pengertian spirituality tidak lain adalah pemberdayaan untuk menghapus
sifat hewani yang masih melekat dalam diri setiap insan dan menyadari
potensi serta kwalitas manusia murni (roh) sehingga memperkuat iman kepada
Tuhan Yang Maha Esa.



Dalam pengertian tsb . di atas mencakup pengertian bahwa manusia mengakui
adanya kapasitas dan kwalitas manusia yang bersumber dari rohnya sendiri dan
bukan dari pikiran (plus perasaan) manusia saja. (pikiran dan perasaan
adalah yang biasa disebut mind dalam bahasa Inggris)



Banyak pengertian yang membingungkan yaitu seolah-olah spirituality adalah
jalan dari manusia biasa menjadi manusia yang luar biasa.

Yang benar adalah spirituality merupakan peran terpenting dalam mewujudkan
potensi roh dalam kehidupan sehari-hari, jika spirituality sungguh-sungguh
sudah berhasil diberdayakan.. Jadi sesungguhnya spirituality adalah gaya
hidup, way of life. Salah satu aspek terpenting dalam hal tsb adalah
pengakuan bahwa semuanya adalah tunggal.

Doa/syareat dan meditasi adalah sangat penting, tetapi apakah itu sudah
dapat dikatakan spirituality? Jawabnya; b e l u m sepenuhnya! Karena belum
termasuk pemberdayaan roh untuk mengetahui dan merasakan bahwa seluruh
alam semesta dan isinya adalah tunggal dan menemui serta mengakui bahwa
manusia yang murni adalah roh. There is only one race on earth: The Human
Race !

Jadi, dapat dikatakan bahwa inti spirituality adalah transformasi mental,
dari ke-aku-an menjadi ke-kita-an. Dan hasil perobahan mental tsb diwujudkan
oleh tubuh phisik melalui indranya dalam ucapan dan tingkah lakunya di dunia
sekarang ini.



Bentuk-bentuk nyata dari spirituality dalam kehidupan sehari-hari adalah
persahabatan yang penuh toleransi dan kasih sayang, bergaul dengan semua
tingkat dan profesi, disertai respek kepada semua golongan, ramah-tamah
kepada semua lingkungan, memberikan penghargaan yang wajar dan menghindarkan
diri secara otomatis dalam mempergunakan kata-kata atau kalimat-kalimat yang
dapat melukai hati manusia lain, menghindarkan berucap dan berbuat jahat,
mengabdi (sesuai dengan kemampuan material dan mental serta spiritual) untuk
menolong manusia tanpa membedakan agama, ras, keturunan dan status sosial.
Dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat; semua lembaga kenegaraan dan
pemerintahan melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan rencana-rencananya
dengan dasar merasakan dan melaksanakan tunggal dengan rakyat; yang
berarti mengutamakan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan partai, kelompok
atau golongannya sendiri saja.





Kidyoti=Janto 24 Oktober 2001, 06.20 wib





[budaya_tionghua] ANJUNGAN TIONGHOA DI TMII

2006-12-21 Terurut Topik kidyoti
ANJUNGAN TIONGHOA DI TMII

MEMADUKAN YIN DAN YANG KESELARASAN ALAM



Jakarta (Buana Minggu)

BERBEDA dengan anjungan lain yang ada objek wisata TMII, anjungan Tionghoa
yang sekarang sedang dibangun , memadukan konsep Yin dan Yang secara
apik.Konsep Yang dan yin dalam bahasa Tionghoa perantauan seringkali
disebut Im - Kang . IM atau Yin mewakili kelembutan dan Kang atau
Yang mewakili kekerasan.. Kelembutan dapat diwakili oleh kehadiran air dan
kekerasan diwakili bebatuan., Maka tidak heran, jika anjungan Tionghoa yang
menempati  areal empat hektar itu ada danau, gunung atau dedaratan serta
bebatuan. Dan sebenarnya konsep Yin dan Yang tidak sesederhana itu.
Selain memadukan lembut dan keras dalam kesatuan yang utuh,konsep itu juga
memadukan keselarasan alam. Lihat saja bangunan gapura yang berada didepan
plaza (pelataran) anjungan tsb. Gapura itu dibangun dengan azas keseimbangan
sehingga nampak simetris.

  Di Depan gapura ada dua patung kilin, binatang yang mirip singa.. Binatang
yang konon dipercaya memiliki  kekuatan gaib tsb. sengaja dipajang dua
pasang, yakni laki-laki dan perempuan.Lagi-lagi ini mengggambarkan konsep
keserasian.. Konsep yang dipercaya membuat dunia ini penuh keharmonisan.

   Ada lagi satu batu bulat yang menggambarkan bola duinia. Batu granit
mentah berwarna hitam itu dipasang presis berhadapan dengan gapura.. Batuan
yang beratnya lebih dari satu ton itu akan berputar menurut irama fengsui.
Untuk memutar batuan bulat tsb. digunakan tenaga air  dengan bantuan pompa
hidrolik.

Mudah-mudahan di Hari Ulang Tahun TMII bulan April 2007, anda akan
menyaksikan batu bola dunia itu akan berputar. Dan mungkin beberapa
pertunjukan lain yang akan digela disini secara gratis, kata Ketua Panitia
Pembangunan Anjungan Tionghoa di TMII, Taddy Yusuf di anjungan tsb,
baru-baru ini.



(Dikutip oleh Ki Dyoti dari Buana Minggu , terbitan Minggu k empat, Minggu
Kliwon, 24 Desember 2006)



Re: [budaya_tionghua] Dirikan sekolah berbasis budaya tionghoa seperti SMUK/SDK/saran

2006-11-07 Terurut Topik kidyoti
Ide yg baik utk didukung, dengan tambahan saran agar murid-muridnya juga 
terdiri dari pribumi, sehingga pembauran sejak di sekolah menjadi nyata, 
untuk masa depan Indonesia yang pluralis.
Ki Dyoti
http://www.freewebs.com/kidyoti

  - Original Message - 
  From: nirwan_78 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, November 06, 2006 11:58 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Dirikan sekolah berbasis budaya tionghoa seperti 
SMUK/SDK


  Hi...
  Saya newbie di forum ini .
  Namun , saya sudah lama mengikuti perkembangan forum ini dan 
  memberanikan untuk posting .
  Sebagai generasi keturunan Tionghoa ,saya ingin mengembangkan
  pendidikan dan kebudayaan Tionghoa di Indonesia agar budaya Indonesia 
  semakin kaya dan lebih banyak yang mengenal budaya Tionghoa.Saya salah 
  seorang guru Mandarin di Jakarta dan saya sangat ingin bekerjasama 
  mendirikan suatu lembaga yang menyusun kurikulum untuk sekolah yang 
  saya maksudkan lalu tidak lupa mengimpementasikan ke masyarakat , 
  tentunya dengan bantuan-bantuan yang peduli kepada rencana ini .
  Apalagi banyak anak-anak bangsa ini yang belum dapat mengecap 
  pendidikan di Indonesia dengan baik karena adanya keterbatasan 
  fasilitas dan sarana. 
  Ide2 dan gagasan atau teman2 dalam forum yang memiliki visi dan misi 
  yang sama dapat menyumbangkan pikiran dan dukungan terhadap rencana 
  ini .



   

[Non-text portions of this message have been removed]



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Re: [budaya_tionghua] Re: Zhou di Bandung- di Indonesia Media CARI

2006-08-17 Terurut Topik kidyoti
Coba cari alamat IPPHOS, mereka masih memiliki banyak foto-foto jaman BK.
Saya sendiri belum mengetahui dimana kantor IPPHOS sekarang, coba tanyakan
ke SINAR HARAPAN, karena pimpinan IPPHOS adalah seorang dari Sulawesi Utara
(Pak UMBAS, kalau tidak salah) adalah teman akrab bung Aristides Katoppo.
Mungkin film dokumenter masih ada di PFN (Perusahaan Film Negara) di wilayah
Jatinegara.

Semoga berhasil,
Ki Dyoti

- Original Message -
From: Yan Widjaja [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]; budaya tionghua budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Thursday, August 17, 2006 7:42 AM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Zhou di Bandung- di Indonesia Media


 Hi Pak Dr. Irawan,
   Saya sudah mengajukan permintaan ke Kedutaan Besar RRC di Jakarta, namun
memang mereka tidak mempunyai foto-fotonya, jadi hanya menjanjikan akan
memintanya ke Beijing Film Studio di China.
   Sementara saya mencari informasi dari yahoo, google dan imdb, nihil
hasilnya karena ternyata film tersebut tidak atau belum beredar di Hong Kong
atau negara lain selain daripada di mainland (China) sendiri (?!).
   Begitu penjelasan saa.
   Tx
   Yan W.

 [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Terimakasih atas response nya  Pak Yan,

   Saya yakin kalau diminta kekedutaan atau konsulat RRT mereka akan
memberikan , Tahun lalu kami dari ICAA (Indonesian Chinese American
Ascociation) rombongan 162 orang juga pernah berkunjung ke Beijing dan
disambut oleh deputy urusan Hoa Kiauw yang setingkat menteri. Malah mereka
mengundang kami dalam jamuan makan malam kenegaraan. Mungkin artikelnya bisa
di cari dan dibaca di www.indonesiamedia.com klik pada back isues.

   kami tunggu ilustrasinya .

   salam,
   Dr.Irawan.




 -
  Yahoo! Movies - Search movie info and celeb profiles and photos.

 [Non-text portions of this message have been removed]



 .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

 .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

 .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

 .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
 Yahoo! Groups Links











.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





Re: [budaya_tionghua] Larangan Pencantuman Nama Marga di Akta Kelahiran Langgar HAM

2006-04-06 Terurut Topik kidyoti
KETERLALUAANN, APA GAK ADA KERJAAN UNTUK RAKYAT YG LEBIH
PENTING:MENURUNKAN HARGA2
kd
- Original Message -
From: Jimmy Okberto [EMAIL PROTECTED]
To: Jimmy Friends [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, April 06, 2006 7:47 AM
Subject: [budaya_tionghua] Larangan Pencantuman Nama Marga di Akta Kelahiran
Langgar HAM


 Bagaimana menurut anda semua ???

 Salam,

 Jimmy


 -Original Message-
 On Behalf Of crunchy pineapple girl

  lagi-lagi orang Indonesia bikin kebodohan baru. yakni pelarangan adanya
 nama marga buat akta kelahiran. dan ini sudah dibuktikan oleh pengalaman
 teman dekat saya, VP. pamannya mendaftarkan anaknya di dalam akta
 kelahiran,
 namun petugas tidak membolehkan memasukkan nama marga keluarganya.
 sehingga
 jadilah nama anaknya yg tercantum hanya nama depan.

 kebodohan RUU APP belum selesai, sudah datang kebodohan baru. masa
 menyantumkan nama marga, nama fam tidak diperbolehkan lagi. emangnya
 merugikan apa untuk negara? itu kan hak asasi masing-masing warga
 negara.
 kayanya slogan 'Bhineka Tunggal Ika' jadi cuma bullshit belaka?
 sebenrnya
 mau dibawa kemana negara kita. hukum dan undang2 aja ngga jelas
 juntrungannya. mungkin yang lain ada yang tahu soal ini dan ingin
 komentar?
 atau ini adalah sesuatu yang wajar dan cuma saya aja yg 'ketinggalan
 info'?


 read this:

 Larangan Pencantuman Nama Marga di Akta Kelahiran Langgar HAM

 *http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/10/nasional/304666.htm*http://
 www.kompas.com/kompas-cetak/0305/10/nasional/304666.htm


 Jakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah melarang pencantuman nama
 marga/fam/klan pada akta kelahiran anak dianggap melanggar hak asasi
 manusia. Selain itu, kebijakan tersebut merugikan sejumlah penduduk yang
 berasal dari daerah yang mempunyai identitas kultural untuk menggunakan
 nama
 keluarga di belakang nama anaknya. Demikian pendapat yang mengemuka
 dalam
 dialog publik Hak Anak Atas  Identitas Kultural yang diselenggarakan
 Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jumat (9/5). Dialog diikuti
 sejumlah lembaga swadaya masyarakat itu menghadirkan beberapa pembicara,
 seperti Rasyid Saleh (Direktur Pencatatan Sipil, Depdagri), Lies Sugondo
 (Ketua Konsorsium Catatan Sipil), Syamsuddin Manan Sinaga (Direktur
 Perdata,
 Depkeh HAM), M Farid (Komnas HAM) dan Dian P (Koalisi Perempuan
 Indonesia).

 Dalam dialog tersebut terungkap, praktik pelarangan pencantuman nama
 keluarga dalam akta kelahiran yang selama ini terjadi di DKI Jakarta.
 *Dari
 penelitian yang dilakukan LSPP periode Januari-Maret 2003, ternyata
 hampir
 semua catatan sipil melarang warganya menggunakan nama marga/fam pada
 akta
 kelahiran*. Larangan tersebut diberlakukan, meskipun warga tersebut
 berasal
 dari daerah yang kulturnya menggunakan fam/marga, seperti Batak, Nias,
 Flores, Toraja, Maluku, Papua serta Tionghoa.

 Praktik seperti ini telah berlaku sejak tahun 1974. Dasar larangan
 tersebut
 Reglemen tentang Catatan Sipil pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda
 (Staatsblad/Stbld), yakni Stbld 1849 Nomor 25, Stbld 1917 Nomor 130,
 Stbld
 1920 Nomor 751, dan Stbld 1933 Nomor 75. Reglemen tersebut ditafsirkan
 oleh
 petugas pencatatan sipil sebagai aturan yang tidak perlu mencantumkan
 nama
 keluarga di belakang nama anak. Hal itu dikukuhkan oleh surat
 dariDepartemen
 Kehakiman (Depkeh) tanggal 21 Maret 1974 dalam bentuk pendapat hukum
 (legal
 opinion). Sejak saat itu, Pemda DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan yang
 dianggap melanggar HAM tersebut.

 Ini melanggar HAM, karena dalam Staatsblad tak ada aturan yang tegas
 melarang pencantuman nama,ujar Utama P Sandjaja, Koordinator Program
 Hak
 Anak Atas Identitas Kultural. (SON)



 *regards*
 piny





 [Non-text portions of this message have been removed]



 .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

 .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

 .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

 .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
 Yahoo! Groups Links












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/