Re: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Ass. Rekans Sebagai masyarakat awam dengan masalah-masalah SPPD mungkin kami tidak mempermasalahkan bahwa itu merupakan salah satu sumber kesejahteraan tambahan bagi PNS, yang penting bagi kami adalah apakah betul bahwa perjalanan itu dilakukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Mungkin saya hanya menyarankan bahwa setiap pejabat publik yang melakukan kunjungan ke luar daerah atau keluar negeri harus mengekspos hasil perjalanannya dan manfaat bagi daerah. Paling tidak laporan yang diekspos tersebut (boleh melalui media atau publik meeting) memuat tentang alasan kenapa memilih daerah atau negara tersebut atau urgennya kegiatan yang diikuti, Informasi apa saja yang diperoleh di sana (hal-hal yang spesifik) terus bagaimana cara menerapkannya di daerah kita. Mungkin ini berlaku pula untuk PNS yang mengikuti kegiatan-kegiatan tertentu, dia perlu membuat satu konsep dengan adanya materi yang diperoleh, apa yang dia bisa buat untuk meningkatkan kinerja instansinya. Dengan begini mungkin kita-kita yang awam paling tidak bisa mengikhlaskan "duit kita: dipake jalan-jalan oleh para PNS. Sedangkan untuk TKD, menurut saya biarpun setiap daerah membuat kebijakan TKD sendiri pasti besarannya tidak akan sama dan tetap rawan menimbulkan kecemburuan. Dalam hal ini maka diperlukan peran dan rasa kebersamaan dari pemprov. Setahu saya dulu dikatakan bahwa kendala TKD di daerah kabupaten/kota untuk besaran yang layak, terkendala banyaknya tanggungan jumlah pegawai terutama guru. Nah.. untuk ini mungkin pemprov perlu membijaksanai dengan membantu pemerintah kab/kota untuk mengambil bagian pembayaran TKD guru, paling tidak untuk guru tingkat SLTP dan SLTA dengan besaran yang ditentukan oleh pemerintah kab/kota masing-masing. Dengan bagini mungkin pemerintah kabupaten kota punya sedikit kelonggaran untuk mengalokasikan TKD yang lebih "besar" dan tidak terlalu besar kesenjangannya dengan pegawai pemprov. Bo saran... Wass. M. Fiqar iwan mustapa <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dlm bbrp hal, memang cukup memprihatinkan kebijakan management anggaran kita (dgn tingkat akuntabilitas kebijakan publik yg dlm tanda kutip 'hrs sering kita pertanyakan'). Anggaran utk public services (buat rakyat) selalu ditekan dgn tingkat effisiensi tertentu, tapi anggaran utk office services (urusan administrasi pemerintahan) selalu berada dlm range yg mgkn jauh dari level efisiensi RIIL (telaah sja permenkeu 45 thn 2007 yg kemarin ti pak arifin ada bilang atau bbg standar biaya dan standar analisa belanja yg dijadikan acuan penyusunan APBD). Walau Permenkeu 45 tsb hanya diperuntukkan utk SPPD yg dibiayai oleh APBN termasuk dana dekonsentrasi tapi paling tdk hal tsb merefleksikana betapa tingginya cost utk perjalanan dinas seorang pejabat (untuk SPPD yg dibiayai oleh APBD, setiap daerah memiliki standar biaya masing2 yg biasanya tdk jauh berbeda dgn standar APBN). Herannya, jika ada yg mengkritisi kebijakan tsb, para pejabat ttt yg sering bergaya ala predator hanya menjawab; 'SPPD itu kan juga untuk mengurus kepentingan rakyat'. Itulah gaya argumentasi pejabat ttt utk menutupi kelemahan kebijakan publik mereka'. Setiap yg pernah merasakan SPPD nuraninya pasti akan berkata bahwa SPPD adalah sumber penghasilan yg lumayan menguntungkn (jika mau jujur). Dgn SPPD 5hari utk sekali perjalanan dinas keluar prop, bisa diperoleh penghasilan tambahan 1-2jt. Krn perhitungan standar biaya utk belanja pengeluaran sering menggunakan standar tertinggi pd level tertentu. Mungkin itu adalah keuntungan legal si penerima SPPD krn effisiensi perjalanan yg dia lakukan (naik peswt dgn kelas paling terendah, tinggal dipenginapan standard, atau tugas dinasnya yg bisa lbh cepat selesai; apalagi dlm perhitungan SPPD, sering dgn tambahan perhitungan perjalanan; 1 hari sebelum dan 1 hari sesudah. Artinya jika undangan rapat hanya sehari berarti SPPDnya dihitung 3hari). Tapi bijakkah ini terjadi buat rakyat kita? dimana alokasi budget utk pelayanan publik selalu ditekan pd tgkt inefisiensi yg mendekati nol, sementara utk office services .??? Tidaklah mengherankan jika perjalann dinas sering jadi rebutan, bahkan ada tugas2 yg sebenarnya hanya cukup utk bisa dikoordinasikan by tlp, mail atau sejenisnya, tapi dlm pelaksanaanya dilakukan dgn melalui surat perintah perjalanan dinas (SPPD) dgn bbg pembenaran yg dicari2. Harusnya ada guidance utk lbh selektif menentukan mana tugas2 yg mbutuhkan koordinasi lgsg dan mana yg tdk, atau kita bisa menggunakan mekanisme tertentu yg bisa lebih efisien tapi dgn tanpa harus mengorbankan efektivitas tugas. Inilah salah satu (disamping belanja gaji pegawai dan belanja barang) yg menyebabkan APBD kita terjebak pada pengeluaran rutin (term sebelum kepmendagri 29) yang sangat luar biasa tingginya. Lihat saja kab.gtlo dan kota gtlo, yg dlm periode 1995-2005, lebih dari 70% APBD mereka hanya habis utk belanja pegawai, perjalanan dinas, belanja brg dll
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Dlm bbrp hal, memang cukup memprihatinkan kebijakan management anggaran kita (dgn tingkat akuntabilitas kebijakan publik yg dlm tanda kutip 'hrs sering kita pertanyakan'). Anggaran utk public services (buat rakyat) selalu ditekan dgn tingkat effisiensi tertentu, tapi anggaran utk office services (urusan administrasi pemerintahan) selalu berada dlm range yg mgkn jauh dari level efisiensi RIIL (telaah sja permenkeu 45 thn 2007 yg kemarin ti pak arifin ada bilang atau bbg standar biaya dan standar analisa belanja yg dijadikan acuan penyusunan APBD). Walau Permenkeu 45 tsb hanya diperuntukkan utk SPPD yg dibiayai oleh APBN termasuk dana dekonsentrasi tapi paling tdk hal tsb merefleksikana betapa tingginya cost utk perjalanan dinas seorang pejabat (untuk SPPD yg dibiayai oleh APBD, setiap daerah memiliki standar biaya masing2 yg biasanya tdk jauh berbeda dgn standar APBN). Herannya, jika ada yg mengkritisi kebijakan tsb, para pejabat ttt yg sering bergaya ala predator hanya menjawab; 'SPPD itu kan juga untuk mengurus kepentingan rakyat'. Itulah gaya argumentasi pejabat ttt utk menutupi kelemahan kebijakan publik mereka'. Setiap yg pernah merasakan SPPD nuraninya pasti akan berkata bahwa SPPD adalah sumber penghasilan yg lumayan menguntungkn (jika mau jujur). Dgn SPPD 5hari utk sekali perjalanan dinas keluar prop, bisa diperoleh penghasilan tambahan 1-2jt. Krn perhitungan standar biaya utk belanja pengeluaran sering menggunakan standar tertinggi pd level tertentu. Mungkin itu adalah keuntungan legal si penerima SPPD krn effisiensi perjalanan yg dia lakukan (naik peswt dgn kelas paling terendah, tinggal dipenginapan standard, atau tugas dinasnya yg bisa lbh cepat selesai; apalagi dlm perhitungan SPPD, sering dgn tambahan perhitungan perjalanan; 1 hari sebelum dan 1 hari sesudah. Artinya jika undangan rapat hanya sehari berarti SPPDnya dihitung 3hari). Tapi bijakkah ini terjadi buat rakyat kita? dimana alokasi budget utk pelayanan publik selalu ditekan pd tgkt inefisiensi yg mendekati nol, sementara utk office services .??? Tidaklah mengherankan jika perjalann dinas sering jadi rebutan, bahkan ada tugas2 yg sebenarnya hanya cukup utk bisa dikoordinasikan by tlp, mail atau sejenisnya, tapi dlm pelaksanaanya dilakukan dgn melalui surat perintah perjalanan dinas (SPPD) dgn bbg pembenaran yg dicari2. Harusnya ada guidance utk lbh selektif menentukan mana tugas2 yg mbutuhkan koordinasi lgsg dan mana yg tdk, atau kita bisa menggunakan mekanisme tertentu yg bisa lebih efisien tapi dgn tanpa harus mengorbankan efektivitas tugas. Inilah salah satu (disamping belanja gaji pegawai dan belanja barang) yg menyebabkan APBD kita terjebak pada pengeluaran rutin (term sebelum kepmendagri 29) yang sangat luar biasa tingginya. Lihat saja kab.gtlo dan kota gtlo, yg dlm periode 1995-2005, lebih dari 70% APBD mereka hanya habis utk belanja pegawai, perjalanan dinas, belanja brg dll pengeluaran rutin (dihitung dari data base kementrian keuangan). Simply, bahwa kebijakan APBD kita telah mengorbankan kepentingan rakyat (kurang pro poor) dan instrumen fiskal policy kita tdk byk menstimulasi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah. Negara tetangga kita Philipina dlm kasus ini mgkn sdh lebih maju selangkah dlm kebijakan pengeluaran publik, yg telah meregulasi persentasi minimal pendapatan daerah yg hrs dialokasikan utk rakyat. ...Untungnya daerah kita menerima byk dana dekonsentrasi, sehingga kebutuhan utk membangun infrastruktur sosial dan ekonomi masih bisa terpenuhi. Tapi inipun bukan jln keluar yg terbaik krn dana dekonsentrasi sgt syarat dgn mekanisme kebijakan sentralisasi (gaya orde baru) yg hanya akan mengundermine otonomi daerah. Banyak hal yg memang hrs dibenahi dlm kebijakan fiskal daerah, baik pd level policy dan managementnya, dan tdk semua mismanagement tsb semata2 ditimpakan kepada pemerintah daerah. Krn hal tsb adalah juga refleksi kegagalan kebijakan pusat, yg blm byk mereformasi secara utuh hubungan dan kewenangan fiskal pusat dan daerah. Akibatnya, daerah (utamanya kab/kota) diposisikan pd level kapasitas fiskal yg sgt rendah, ketergantungan fiskal yg tinggi pada intergovernmental transfers, keterjebakan pd beban pengeluaran rutin yg tinggi, dan management fiskal yg kurang prudent, termasuk pereduksian otonomi masyarakat utk bisa mengakses kebijakan anggaran dan terlibat dlm proses pengambilan kebijakan fiskal daerah (APBD). Terdapat mata rantai yg putus dan itu sengaja diputuskan dgn bbg dalih sehingga masyarakat hanya bisa terlibat sampai pada proses pengambilan kebijakan ditingkat perencanaan program (musrenbang), dan tdk byk dilibatkan dlm proses pengambilan kebijakan angaran. Padahal msyarakat sbg users dan 'citizen' harus tahu apa keputusan akhir utk mereka dan memiliki otoritas utk mempengaruhi pengambilan keputusan tsb (tentu by certain mechanism). Dan ternyata pereduksian tsb tdk hanya terjadi dilevel masyarakat, tet
Re: Balasan: RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
saya kira yang dimaksud oleh mas guntur adalah pejabat negeri/negara, kalau pegawai negeri kan orang rendahan, boro2 ke jakarta pak, jalan-jalan ke lombongo gak sempat saking gak bisa kembungin kantong. jadi PNS "pejabat negeri sipil" lah..
Re: Balasan: RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
yang anda ungkapkan benar,, sangat benar... namun itu bukan ulah PNS secara keseluruhan hanya oleh oknum2 tertentu saja yang hidupnya dikuasai oleh pilirannya masih banyak PNS yang berhati mulia yang memiliki rasa tanggungjawab yg tinggi dan keimanan yang kuat hanya sistem aja yg masih perlu dibenahi Wass PNS - Original Message From: mohamad guntur <[EMAIL PROTECTED]> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Sent: Wednesday, November 14, 2007 7:48:15 PM Subject: Balasan: RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS Jangan pernah berharap instansi2 pemerintah bisa kompetitif. Semua bersumber dari budaya "AJI MUMPUNG". Birokrasi yang berbelit2, Biaya yang di MARK UP, Pungli disana sini belum pelayanannya yg sangaaat mengecewakan. Dimanakah hati nurani Bapak/Ibu sekalian...? ??? Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/sports;_ylt=At9_qDKvtAbMuh1G1SQtBI7ntAcJ
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Mantap bung Arter, Ana dan member milis ini yang kenal betul pa ente, pasti so tau bahwa sobotulnya enta jaga ba propokasi pa torang supaya ba kritik2 turus hihihihi Lain kali jang tanggung2 Bela kamari blak- blakan itu pemerintah, supaya kritik buat dorang semakin terangkat. Ya, paling tidak di milis ini, karna kritik2 bagini tidak mo tamuat di GP. Ana pornah bapaksa nonton rapat penyusunan anggaran di DPRD. Bung Arter, butul uti, yang terjadi di situ bo perdebatan "baku lawan pintar" yang diselesaikan dengan "pembagian proyek" kepada anggota DPRD dan eksekutif. Hasil "Musrenbang" tidak pernah disebut- sebut...Jadi kalau ada proyek yang cocok dengan Musrenbang, itu bo kobotulan saja! Hahaha Eyi parcaya loma'o, angka-angka untuk anggaran SPPD, misalnya, pasti bukan hasil Musrenbang, yang artinya bukan dari rakyat (bo dari pejabat, to...) Tau-tau Rp. 4,1 Milyar dihabiskan dua bulan untuk SPPD. Dalam setahun, Pemprov Gorontalo saja mengelola Rp. 2,5 Triliun (DAU,DAK, ABT, Dekonsentrasi, PAD, dll). Itu belum ditambah dengan di Pemkab/Pemkot. Kira-kira Lebih dari Rp. 3 Triliun per tahun. Dengan logika rakyat... kalau Rp. 3 Triliun itu dibagikan kepada rakyat secara merata, akan diperoleh angka Rp. 3 juta per tahun per kepala. Kalau satu keluarga ada empat jiwa, maka setahun keluarga itu dapat Rp. 12 juta!! Bandingkan dengan pendapatan per kapita Gorontalo yang hanya mencapai Rp. 2,5 juta! Artinya, ada "lost" sekitar Rp.9,5 juta per kepala keluarga per tahun. Kemana uang-uang rakyat itu? Tolong para ahli ekonomi dari Bappeda dan UNG bisa menjelaskan semua ini supaya saya tidak salah2 hitung lagi. Odu olo, Elnino PS: Bung Arter mohon konsolidasikan members SSG yang ada di Gorontalo (Irban, Marwan, Pak Lukman Arsyad, pak Ismail Puhi, dll) untuk dapat koordinasi dengan teman2 SSG di Jakarta (Rajak Umar, Syaiful Maksum, dll) yang akan pulang kampung untuk "Kongres Inovasi Gorontalo untuk Indonesia".
Re: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Ass… Pa Elnino & member milis yang terhomat Saya tidak bisa berkomentar banyak Pa Nino... soalnya masalah SPPD saja pasti merembet kemasalah lain dan saya yakin pa Elnino serta member milis ini paham apa yang terjadi di Republik ini tidak hanya di Gorontalo, semua masalah saling berkaitan, tetapi saya berkeyakinan dan selalu berusaha menambah energi kreatifitas untuk memutuskan mata rantai kekeliruan yang terjadi, jika saya menggunakan logika normatif dalam diskusi SPPD ini, itu sebenarnya keinginan saya untuk memberikan gambaran dimana hal-hal yang kurang dan segera berinisiatif untuk membenahinya sesuai dengan kapasitas individual serta kelompok masing-masing, contohnya apa yang disampaikan bung Elnino dalam pembahasan APBD tertutup untuk umum, ada apa sampai tertutup padahal secara normatif masyarakat diberikan hak untuk itu, jika demikian apa yang harus dilakukan? Siapa tau di milis ini ada yang punya ide... Persoalan menabrak aturan pendapat saya (pendapat pribadi poli ini), itu sebenarnya bertentangan dengan hukum apalagi yang berhubungan dengan anggaran/dana/uang, banyak kasus korupsi yang terpaksa dijebloskan ke penjara karena kesalahan prosedur tapi yang bersangkutan benar-benar tidak menggunakan uang untuk kepentingan pribadinya, tetapi tidak kurang juga orang yang korupsi bertameng kesalahan prosedur, hal itu semua karena menabrak aturan. untuk TKD itu sebenarnya tidak menabrak aturan karena dasarnya anggaran berbasis kinerja daripada pi proyek hanya nyangkut pada segelintir orang lebih baik didistribusikan ke semua pegawai, Cuma memang ada baiknya apa yang dikatakan Pa Fadly seharusnya besaran tunjangan kalu bole rata, tapi mau diapakan lagi sistem kita kaya gitu, itu juga tidak bisa disalahkan, karena semua melalui proses untuk mendapatkan tunjangan yang tinggi apalagi tanggung jawabnya besar, pengeluaranya tinggi, manusiawilah kalau dalam birokrasi seperti itu. Mengenai off the record ko om Henky tau aja hehehehehehe sebagai pegawai yang taat saya masih menghargai etika birokrasi (sory so taat) kalu atasan saya membacanya saya takutnya om Henk, langsung diminta mengantikan posisi dia karena berani-berani memasuki wilayahnya hahahahahahahahahaha. Kembali lagi ke pertanyaan Bung Elnino, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat desa sampai tingkat provinsi apakah hasilnya benar-benar menjadi pijakan penyusunan APBD sepengetahuan saya IYA, karna cukup jelas sistem perencanaanya, tetapi memang harus diakui bahwa setelah semua usulan yang masuk karena melihat prioritas-prioritas yang sesuai dengan dokumen perencanaan nasional dan daerah baik jangka panjang dan jangka menegah maka sering kali ada program kegiatan yang belum terakomodir oleh karena keterbatasan pagu yang tersedia, selain itu usulan program kegiatan yang sudah final ditingkat eksekutif setelah dibawa ke DPRD masih akan dibongkar lagi oleh DPRD dengan alasan perlunya mengakomodir hasil jaring asmara oleh DPRD ditingkat masyarakat yang tidak terakomodir pada musrenbag dll. Was… Arter - Original Message From: Elnino van Gorontalo <[EMAIL PROTECTED]> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Sent: Wednesday, November 14, 2007 8:27:04 PM Subject: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen akang... hehehe) Pak Arter, 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup mengerti, walaupun ada istilah2 yang tidak akrab di telinga saya (beberapa singkatan). 2. Setiap pembahasan anggaran, rapat-rapat antara eksekutif dengan DPRD selalu bersifat "TERTUTUP UNTUK UMUM". Teman-teman wartawan mana pernah diijinkan masuk biar bo mbanonton itu rapat. Dorang (pejabat + DPRD) bilang, "Nanti so kalar baru ente baca." Pata'o bagimana mo protes kalo so diketuk-palu- kan? Sebab, para wakil rakyat merasa bahwa mereka itulah representasi rakyat. Kita rakyat tinggal terima saja apa hasil dari mereka (wakil yang telah kita pilih di Pemilu). Alasan yang logis juga. Jadi, kalau torang bertanya-tanya setelah anggaran diputuskan secara resmi, wajar itu uti... 3. Torang pe gubornur, Te Padel, sudah membuktikan betapa dia berani melawan aturan-aturan dari pusat demi kepentingan daerah (TKD, ekspor jagung, kerjasama dengan malaysia, usaha menarik generator listrik dari daerah lain, dll). Masa' aturan untuk SPPD dia tidak berani lawan...? Atau dia tidak mau melawannya karena diuntungkan dan menguntungkan aparat-aparatnya? Atau mungkin sudah dilawannya aturan itu tapi justru untuk memperbesar anggaran SPPD? 4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat desa sampai tingkat provinsi apakah hasilnya benar-benar menjadi pijakan penyusunan APBD? Selama ini pejabat eksekutif dan legislatif melakukan perdebatan d
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
ginal Message- > From: gorontalomaju2020@yahoogroups.com > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fadli > Sent: Thursday, November 15, 2007 9:42 AM > To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com > Subject: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS > > Asswrwb > > Ana SOTUju dengan Bang Ninong, > > Te Arter tidak perlu pake "of the record" skrang ordeya sudah > borubah yakni orde GM 2020.jadi dja mongola speak up. > > Pak Arifin, THx wa... so beberkan data. tapi kenapa kok prinsip > keadilan "bahwa tunjangan jabatan dan sejenisnya (berhubungan dengan > doi) petinggi harus lebih tinggi dari sub ordinasinya? kayaknya ini > berlaku di semua sektor baik PNS, peg swasta, dll. > Kalo gaji dan mobil dinas saya masih setuju berdasarkan jabatan, tapi > kalo tunjangan lain2 menurut ana haruslah sama atau sebaiknya > persentasi tunjangan harusnya lebih tinggi bawahan dari atasannya, > mengingat bawahan adalah anak panah yang siap diarahkan kemana saja > untuk mengimplementasi strategi yang di putuskan. ini juga bisa > mengeliminir tingkat korupsi level bawah, dan memotivasi kerja > mereka. > Di Aceh, LSM kita pernah mengalokasikan tunjangan semacam tunjangan > kekerasan daerah untuk setiap staff mulai lokal, national dan > expatriat. semakin tinggi posisi/jabatan dan golongan maka presentasi > (dari gaji pokok) semakin kecil malah untuk posisi Senior management > team dapatnya 0 rupiah/ 0 USD, mengingat buat posisi2 tinggi dorang > pe gaji BBUUUANYAK REK. > > kembali ke sppd > > ada kisah menarik waktu ana di Poso, ini terjadi tidak kepada PNS > tapi anggota DPRD Prop Sulteng. > > waktu itu torang mo biking sosialisasi Rancangan PERDA tentang > Penanganan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan. > pas di Poso, anggota yang terhormat yang diundang dari palu ada 5 > orang, sementara yang datang cuma 3 orang, eh..eh ujung2 pas diakhir > acara dorang minta tolong tanda tangan akang dorang pe taman pe SPPD. > tapi ana dengan sohib2 tidak mau, torang hanya tanda tangan buat > yang hadir tiga orang. he...he,daar > > anyway, ana tidak tau apa yang ba bagini ada di Gorontalo? mudah2an > tidak ada, kalo pun ada mudah2an dorang masuk "sorga". > > dalam konsep Good Governance sebaiknya transparansi di mulai dari dan > atau memfasilitasi keterwakilan akar rumput termasuk Penganggaran. > untuk melibatkan akar rumput. > > Bolo maapu wa... kayaknya saya setuju kalo SPPD di "hambur- hamburkan" > buat pegawai-pegawai yang melakukan kajian Mikro yakni kajian tentang > apa kebutuhan orang Miskin, keperluan pengangguran (perluasan > lapangan kerja), penghargaan terhadap orang tua (contoh dinegara2 > bekas ex soviet, orang2 tua dapa tunjangan pensiun, walaupun kecil > sih tapi ada..., tambahan walaupun bukan PNS), Peningkatan > ketrampilan agar kapasitas dan kompetensi meningkat, dan pemetaan > wilayah ekonomi daerah yang terintegarsi dari desa hingga level > propinsi. > > upps sorry, ana ternyata harus ke lapangan dulu (tapi tdk ada sppd > sub, he...he), sampe besok wa > > Fadli > > Sudahkah ANAK-ANAK di sekitar kita tersenyum hari ini?? > > --- In gorontalomaju2020@ <mailto:gorontalomaju2020% 40yahoogroups.com> > yahoogroups.com, "Elnino van Gorontalo" > wrote: > > > > Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen > > akang... hehehe) > > > > > > Pak Arter, > > > > 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab > > uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup > > mengerti, walaupun ada istilah2 yang tidak akrab di telinga saya > > (beberapa singkatan). > > > > 2. Setiap pembahasan anggaran, rapat-rapat antara eksekutif dengan > > DPRD selalu bersifat "TERTUTUP UNTUK UMUM". Teman-teman wartawan > > mana pernah diijinkan masuk biar bo mbanonton itu rapat. Dorang > > (pejabat + DPRD) bilang, "Nanti so kalar baru ente baca." Pata'o > > bagimana mo protes kalo so diketuk-palu-kan? Sebab, para wakil > > rakyat merasa bahwa mereka itulah representasi rakyat. Kita rakyat > > tinggal terima saja apa hasil dari mereka (wakil yang telah kita > > pilih di Pemilu). Alasan yang logis juga. Jadi, kalau torang > > bertanya-tanya setelah anggaran diputuskan secara resmi, wajar itu > > uti... > > > > 3. Torang pe gubornur, Te Padel, sudah membuktikan betapa dia > berani > > melawan aturan-aturan dari pusat demi kepentingan daerah (TKD, > > ekspor jagung, kerjasama dengan malaysia, usaha menarik generator > > listrik dari daerah la
RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
BUNG FADLY SURABAYA, Terimakasih untuk pencerahan dan pendapat anda sebagai orang LSM tentang SPPD. Suatu advokasi yang baik bagi kita2 yang bukan didalam system Pemerintahan. Bebas2 bicara apa saja,berpendapat apa saja. Bagaimana bagi sudara2 kita yang bekerja di Pemerintah, yang mungkin juga hanya terperangkap didalam system yang mereka sendiri tidak sepenuhnya setujui? Bagi saya yang orang luar, gampang saja bilang : yah, keluar aja ..karena saya punya sudara yang boss di satu LSM besar, yang siap menampung saya. Begitulah di Indonesia, menolong sauara itu wajar2 saja. Bagaimana dengan seorang Arter yang mempunyai tanggung jawab besar di organisasinya, apalagi bersama istrinya makan gaji di Pemerintah yang systemnya masih perlu disempurnakan? Jika saya ada ditempatnya, saya juga akan bilang : eh teman2 wartawan, LSM, niaga swasta, yang sudah tidak lagi memikirkan mau makan apa hari ini-besok-seratus tahun lagi-off the record utiiy apa info yang saya berikan ini! Didalam system dimana saya cari makan, jangan kase pica itu periuk tempat kami makan, system hirarhi kami adalah sedemikian rupa sehingga kami bisa dibikin susah oleh atasan2 kami..mohile ambungu utiy, itu kan yang anda pengen dengar ,hai LSM? Power utiy, itu yang dikejar , itu naluri makhluk yang bernama manusia. Power using brute force, using money, using religion, using influence, using tricky brains.. Smoga tidak ada boss le Arter membaca milis kita.Amiiin. Wass.OH -Original Message- From: gorontalomaju2020@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fadli Sent: Thursday, November 15, 2007 9:42 AM To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Subject: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS Asswrwb Ana SOTUju dengan Bang Ninong, Te Arter tidak perlu pake "of the record" skrang ordeya sudah borubah yakni orde GM 2020.jadi dja mongola speak up. Pak Arifin, THx wa... so beberkan data. tapi kenapa kok prinsip keadilan "bahwa tunjangan jabatan dan sejenisnya (berhubungan dengan doi) petinggi harus lebih tinggi dari sub ordinasinya? kayaknya ini berlaku di semua sektor baik PNS, peg swasta, dll. Kalo gaji dan mobil dinas saya masih setuju berdasarkan jabatan, tapi kalo tunjangan lain2 menurut ana haruslah sama atau sebaiknya persentasi tunjangan harusnya lebih tinggi bawahan dari atasannya, mengingat bawahan adalah anak panah yang siap diarahkan kemana saja untuk mengimplementasi strategi yang di putuskan. ini juga bisa mengeliminir tingkat korupsi level bawah, dan memotivasi kerja mereka. Di Aceh, LSM kita pernah mengalokasikan tunjangan semacam tunjangan kekerasan daerah untuk setiap staff mulai lokal, national dan expatriat. semakin tinggi posisi/jabatan dan golongan maka presentasi (dari gaji pokok) semakin kecil malah untuk posisi Senior management team dapatnya 0 rupiah/ 0 USD, mengingat buat posisi2 tinggi dorang pe gaji BBUUUANYAK REK. kembali ke sppd ada kisah menarik waktu ana di Poso, ini terjadi tidak kepada PNS tapi anggota DPRD Prop Sulteng. waktu itu torang mo biking sosialisasi Rancangan PERDA tentang Penanganan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan. pas di Poso, anggota yang terhormat yang diundang dari palu ada 5 orang, sementara yang datang cuma 3 orang, eh..eh ujung2 pas diakhir acara dorang minta tolong tanda tangan akang dorang pe taman pe SPPD. tapi ana dengan sohib2 tidak mau, torang hanya tanda tangan buat yang hadir tiga orang. he...he,daar anyway, ana tidak tau apa yang ba bagini ada di Gorontalo? mudah2an tidak ada, kalo pun ada mudah2an dorang masuk "sorga". dalam konsep Good Governance sebaiknya transparansi di mulai dari dan atau memfasilitasi keterwakilan akar rumput termasuk Penganggaran. untuk melibatkan akar rumput. Bolo maapu wa... kayaknya saya setuju kalo SPPD di "hambur-hamburkan" buat pegawai-pegawai yang melakukan kajian Mikro yakni kajian tentang apa kebutuhan orang Miskin, keperluan pengangguran (perluasan lapangan kerja), penghargaan terhadap orang tua (contoh dinegara2 bekas ex soviet, orang2 tua dapa tunjangan pensiun, walaupun kecil sih tapi ada..., tambahan walaupun bukan PNS), Peningkatan ketrampilan agar kapasitas dan kompetensi meningkat, dan pemetaan wilayah ekonomi daerah yang terintegarsi dari desa hingga level propinsi. upps sorry, ana ternyata harus ke lapangan dulu (tapi tdk ada sppd sub, he...he), sampe besok wa Fadli Sudahkah ANAK-ANAK di sekitar kita tersenyum hari ini?? --- In gorontalomaju2020@ <mailto:gorontalomaju2020%40yahoogroups.com> yahoogroups.com, "Elnino van Gorontalo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen > akang... hehehe) > > > Pak Arter, > > 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab > uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup > mengerti, walaupun ada isti
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Asswrwb Ana SOTUju dengan Bang Ninong, Te Arter tidak perlu pake "of the record" skrang ordeya sudah borubah yakni orde GM 2020.jadi dja mongola speak up. Pak Arifin, THx wa... so beberkan data. tapi kenapa kok prinsip keadilan "bahwa tunjangan jabatan dan sejenisnya (berhubungan dengan doi) petinggi harus lebih tinggi dari sub ordinasinya? kayaknya ini berlaku di semua sektor baik PNS, peg swasta, dll. Kalo gaji dan mobil dinas saya masih setuju berdasarkan jabatan, tapi kalo tunjangan lain2 menurut ana haruslah sama atau sebaiknya persentasi tunjangan harusnya lebih tinggi bawahan dari atasannya, mengingat bawahan adalah anak panah yang siap diarahkan kemana saja untuk mengimplementasi strategi yang di putuskan. ini juga bisa mengeliminir tingkat korupsi level bawah, dan memotivasi kerja mereka. Di Aceh, LSM kita pernah mengalokasikan tunjangan semacam tunjangan kekerasan daerah untuk setiap staff mulai lokal, national dan expatriat. semakin tinggi posisi/jabatan dan golongan maka presentasi (dari gaji pokok) semakin kecil malah untuk posisi Senior management team dapatnya 0 rupiah/ 0 USD, mengingat buat posisi2 tinggi dorang pe gaji BBUUUANYAK REK. kembali ke sppd ada kisah menarik waktu ana di Poso, ini terjadi tidak kepada PNS tapi anggota DPRD Prop Sulteng. waktu itu torang mo biking sosialisasi Rancangan PERDA tentang Penanganan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan. pas di Poso, anggota yang terhormat yang diundang dari palu ada 5 orang, sementara yang datang cuma 3 orang, eh..eh ujung2 pas diakhir acara dorang minta tolong tanda tangan akang dorang pe taman pe SPPD. tapi ana dengan sohib2 tidak mau, torang hanya tanda tangan buat yang hadir tiga orang. he...he,daar anyway, ana tidak tau apa yang ba bagini ada di Gorontalo? mudah2an tidak ada, kalo pun ada mudah2an dorang masuk "sorga". dalam konsep Good Governance sebaiknya transparansi di mulai dari dan atau memfasilitasi keterwakilan akar rumput termasuk Penganggaran. untuk melibatkan akar rumput. Bolo maapu wa... kayaknya saya setuju kalo SPPD di "hambur-hamburkan" buat pegawai-pegawai yang melakukan kajian Mikro yakni kajian tentang apa kebutuhan orang Miskin, keperluan pengangguran (perluasan lapangan kerja), penghargaan terhadap orang tua (contoh dinegara2 bekas ex soviet, orang2 tua dapa tunjangan pensiun, walaupun kecil sih tapi ada..., tambahan walaupun bukan PNS), Peningkatan ketrampilan agar kapasitas dan kompetensi meningkat, dan pemetaan wilayah ekonomi daerah yang terintegarsi dari desa hingga level propinsi. upps sorry, ana ternyata harus ke lapangan dulu (tapi tdk ada sppd sub, he...he), sampe besok wa Fadli Sudahkah ANAK-ANAK di sekitar kita tersenyum hari ini?? --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, "Elnino van Gorontalo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen > akang... hehehe) > > > Pak Arter, > > 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab > uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup > mengerti, walaupun ada istilah2 yang tidak akrab di telinga saya > (beberapa singkatan). > > 2. Setiap pembahasan anggaran, rapat-rapat antara eksekutif dengan > DPRD selalu bersifat "TERTUTUP UNTUK UMUM". Teman-teman wartawan > mana pernah diijinkan masuk biar bo mbanonton itu rapat. Dorang > (pejabat + DPRD) bilang, "Nanti so kalar baru ente baca." Pata'o > bagimana mo protes kalo so diketuk-palu-kan? Sebab, para wakil > rakyat merasa bahwa mereka itulah representasi rakyat. Kita rakyat > tinggal terima saja apa hasil dari mereka (wakil yang telah kita > pilih di Pemilu). Alasan yang logis juga. Jadi, kalau torang > bertanya-tanya setelah anggaran diputuskan secara resmi, wajar itu > uti... > > 3. Torang pe gubornur, Te Padel, sudah membuktikan betapa dia berani > melawan aturan-aturan dari pusat demi kepentingan daerah (TKD, > ekspor jagung, kerjasama dengan malaysia, usaha menarik generator > listrik dari daerah lain, dll). Masa' aturan untuk SPPD dia tidak > berani lawan...? Atau dia tidak mau melawannya karena diuntungkan > dan menguntungkan aparat-aparatnya? Atau mungkin sudah dilawannya > aturan itu tapi justru untuk memperbesar anggaran SPPD? > > 4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat desa > sampai tingkat provinsi apakah hasilnya benar-benar menjadi pijakan > penyusunan APBD? Selama ini pejabat eksekutif dan legislatif > melakukan perdebatan dalam menyusun APBD, tetapi tidak pernah > menyebut "hasil musrenbang" sebagai pijakan argumentasinya! Atau > Musrenbang pun dilaksanakan sekadar "gugur kewajiban"? (Seperti > orang yang sholat tidak khusyu') > > 5. Penjelasan bung Arter sangat normatif. Intinya, "semua sesuai > aturan, so what?". Setahu saya, undang-undang otonomi daerah dibuat > agar Pemda-Pemda berwenang membuat aturan2 yang menguntungkan > rakyatnya, dan bukan "menyesu
Re: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Sekretaris rektor UNG cetak email ini kasih ke Pak Nelson dan rosman ilato. Pak Suaib anda jadi PNS di UNG sudah berapa lama? saya sudah 10 tahun di UNG tidak pernah di kasih sppd begitu. - Original Message From: R. H. Uno <[EMAIL PROTECTED]> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Sent: Wednesday, November 14, 2007 5:53:14 PM Subject: RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS SPPD DAN INFO PK.ARIFIN SUAIB Waduuh, terima kasih pak Arifin kami2 yang bukan pegawai negeri atau Pemda diberi informasi tentang komponen2 bayaran yang didapat. Angka2 yang menggiurkan itu membuat saya ingin famili2 saya di Gorontalo jadi pegawai Pemda. Hidup aman di kota ukuran sedang dengan tenang (asal jangan seperti Arifin yang naik2 gunung pakai motor di Tolinggula), back to nature, baku atur dengan teman sekantor mengisi absensi, baku atur dengan boss mendapat SPPD (reken2 baku tolong apalagi kalau ada hubungan famili, biasanya begitu kan?) ,pagi2 sebelum kekantor pergi dulu ngobrol diwarung kopi….wuiih, banyak skali untungnya. Suatu keberanian moral pak Arifin membuka hal yang banyak pegawai lain tidak berani, TAKUT sama teman2 lain sesame pegawai, apalagi sama boss. Bisa2 SPPD berikut tidak keluar lagi. Wass.OH -Original Message- From: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com [mailto:gorontaloma [EMAIL PROTECTED] ps.com] On Behalf Of Arifin Suaib Sent: Wednesday, November 14, 2007 11:06 AM To: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com Subject: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS Ass. Botiy simulasi perhitungan biaya perjalanan dinas Bedasarkan Permenkeu 45/PMK.05/2007. Kalo ada yang batrima lebe, bolo maapu sodapa hitung sadiki : Asumsi : Tempat kedudukan: Gorontalo Tempat Tujuan : Jakarta Lama Perjalanan : 5 hari Pesawat : Lion Air Komponen biaya Pejabat Negara Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II a. uang harian (uang makan/saku/tansp. lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 5,838,000 5,838,000 4,438,000 c. biaya penginapan 39,600,000 3,500,000 3,500,000 Jumlah 47,688,000 11,588,000 10,188,000 Komponen biaya Pej. Eselon III/Gol. IV Pej. Eselon IV/Gol. III Gol. I dan II a. uang harian (uang makan/saku/tansp. lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 3,838,000 2,838,000 2,838,000 c. biaya penginapan 2,750,000 2,000,000 1,500,000 Jumlah 8,838,000 7,088,000 6,588,000 catatan : 1. Golongan I, II dan III sangat jarang mendapat tugas perjalanan dinas ke wilayah administrasi pemerintahan di atas instansinya (pusat atau provinsi) 2. Perjalanan dinas Golongan I, II dan III biasa jangka waktunya lebih pendek (1 atau 2 hari saja) 3. Hitungan untuk pejabat eselon II, I dan pejabat negara berdasarkan standar minimum, sedangkan untuk golongan I, II dan III berdasarkan standar maksimum 4. jang palato catan lagi : bandingkan dana (pura-pura depe nama) beasiswa yang biasanya ribet skali depe persyaratan dengan biaya perjalanan dinas tim seleksi. Bolo maapu te Nino bilang ariPin --- In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com, novi usu wrote: > > Ass wr. wb untuk semua warga Gorontalo di GM2020 . > > Hari baru, topik baru dan menarik sup... thanks pak Nino untuk postingannya, pas juga saya punya pertanyaan yang sama sehubungan dengan semua itu. > dan pas saya juga PNS... di UNG (sama dengan istrinya pak Nino). Tapi sebelum lanjut.. Topik lama masih bagus, menarik dan hangat selalu khusunya untuk saya, khususnya yang berhub dengan Gorontalo. > > nah untuk pertanyaan ke dana Pemda baiknya yang menjawab mereka2 yang bekerja langsung untuk pemda, lebih adil, mungkin. dan bagus juga kalo bisa dijawab oleh para wakil rakyat kita. > > saya cuma mau berbagi saja sebagai sesama PNS, saya pernah sekali selama jadi PNS ini dapat SPPD ke jakarta juga, sama2 dengan ka Mila Mahmud. Waktu itu ada kegiatan yang berhub dengan Pus! at Bahasa (saya dulu kerja di unit itu), seingat saya, susah skali (mohon maaf saya pake kata susah dan skali) dapat dana perjalanan tsb. sampe saya juga bingung maklum (masih baru, pikiran saya masih baru olo soal yang bagitu2), apa kami ini memang diikhlaskan pergi atau tidak, sudah begitu juga ya...begitu. ..biar
Balasan: RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Jangan pernah berharap instansi2 pemerintah bisa kompetitif. Semua bersumber dari budaya "AJI MUMPUNG". Birokrasi yang berbelit2, Biaya yang di MARK UP, Pungli disana sini belum pelayanannya yg sangaaat mengecewakan. Dimanakah hati nurani Bapak/Ibu sekalian... - Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen akang... hehehe) Pak Arter, 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup mengerti, walaupun ada istilah2 yang tidak akrab di telinga saya (beberapa singkatan). 2. Setiap pembahasan anggaran, rapat-rapat antara eksekutif dengan DPRD selalu bersifat "TERTUTUP UNTUK UMUM". Teman-teman wartawan mana pernah diijinkan masuk biar bo mbanonton itu rapat. Dorang (pejabat + DPRD) bilang, "Nanti so kalar baru ente baca." Pata'o bagimana mo protes kalo so diketuk-palu-kan? Sebab, para wakil rakyat merasa bahwa mereka itulah representasi rakyat. Kita rakyat tinggal terima saja apa hasil dari mereka (wakil yang telah kita pilih di Pemilu). Alasan yang logis juga. Jadi, kalau torang bertanya-tanya setelah anggaran diputuskan secara resmi, wajar itu uti... 3. Torang pe gubornur, Te Padel, sudah membuktikan betapa dia berani melawan aturan-aturan dari pusat demi kepentingan daerah (TKD, ekspor jagung, kerjasama dengan malaysia, usaha menarik generator listrik dari daerah lain, dll). Masa' aturan untuk SPPD dia tidak berani lawan...? Atau dia tidak mau melawannya karena diuntungkan dan menguntungkan aparat-aparatnya? Atau mungkin sudah dilawannya aturan itu tapi justru untuk memperbesar anggaran SPPD? 4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat desa sampai tingkat provinsi apakah hasilnya benar-benar menjadi pijakan penyusunan APBD? Selama ini pejabat eksekutif dan legislatif melakukan perdebatan dalam menyusun APBD, tetapi tidak pernah menyebut "hasil musrenbang" sebagai pijakan argumentasinya! Atau Musrenbang pun dilaksanakan sekadar "gugur kewajiban"? (Seperti orang yang sholat tidak khusyu') 5. Penjelasan bung Arter sangat normatif. Intinya, "semua sesuai aturan, so what?". Setahu saya, undang-undang otonomi daerah dibuat agar Pemda-Pemda berwenang membuat aturan2 yang menguntungkan rakyatnya, dan bukan "menyesuaikan diri dengan aturan yang dibuat pemerintah pusat". Menurut saya, te Padel juga berpikiran seperti itu sehingga dia berani melakukan INOVASI melawan norma-norma resmi yang dibuat pemerintah pusat. Sayang, inovasi-nya untuk dana perjalanan dinas--yang kita bahas sekarang ini--belum ada. Sewaktu saya menjadi "pejabat negara" (anggota KPU Kota Gorontalo 2003-2005), anggaran SPPD dalam setahun hanya Rp. 50 juta. Tapi itu pun susah skali dihabiskan... sehingga kami putuskan untuk mengalihkan anggaran SPPD itu untuk menambah gaji para pegawai honorer. Waktu itu semua anggota KPU Kota tidak menggunakan SPPD lokal. Sebab, "logika rakyat" kami mengatakan bahwa besarnya gaji yang diterima (Rp.2.750.000/bulan) sudah lebih dari cukup untuk membeli bensin dan akomodasi lainnya kala bertugas di wilayah Kota yang luasnya cuma 8 km X 8 km. SPPD ke Jakarta cuma habis Rp.25 juta. Ketika itu, ada PNS yang mengatakan, "Pak, anggaran SPPD ini harus dihabiskan untuk SPPD, tidak boleh dialihkan jadi gaji honorer. Mo jadi 'temuan' indikasi korupsi." Erman Rahim, anggota KPU Kota, menjawab, "Haiyah..! Korupsi itu yang mengambil uang negara untuk memperkaya diri sendiri. Yang torang bekeng kan untuk mempermiskin diri sendiri..." Rupanya aturan-aturan dari pusat membuat "logika para PNS daerah" (terutama pejabat) tidak sinkron dengan "logika rakyat"--nya. Pertanyaannya, siapa sebetulnya yang 'nggak nyambung', rakyat atau pejabat daerah??? Odu olo, Elnino
RE: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
SPPD DAN INFO PK.ARIFIN SUAIB Waduuh, terima kasih pak Arifin kami2 yang bukan pegawai negeri atau Pemda diberi informasi tentang komponen2 bayaran yang didapat. Angka2 yang menggiurkan itu membuat saya ingin famili2 saya di Gorontalo jadi pegawai Pemda. Hidup aman di kota ukuran sedang dengan tenang (asal jangan seperti Arifin yang naik2 gunung pakai motor di Tolinggula), back to nature, baku atur dengan teman sekantor mengisi absensi, baku atur dengan boss mendapat SPPD (reken2 baku tolong apalagi kalau ada hubungan famili, biasanya begitu kan?) ,pagi2 sebelum kekantor pergi dulu ngobrol diwarung kopi..wuiih, banyak skali untungnya. Suatu keberanian moral pak Arifin membuka hal yang banyak pegawai lain tidak berani, TAKUT sama teman2 lain sesame pegawai, apalagi sama boss. Bisa2 SPPD berikut tidak keluar lagi. Wass.OH -Original Message- From: gorontalomaju2020@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Arifin Suaib Sent: Wednesday, November 14, 2007 11:06 AM To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Subject: [gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS Ass. Botiy simulasi perhitungan biaya perjalanan dinas Bedasarkan Permenkeu 45/PMK.05/2007. Kalo ada yang batrima lebe, bolo maapu sodapa hitung sadiki : Asumsi : Tempat kedudukan: Gorontalo Tempat Tujuan: Jakarta Lama Perjalanan: 5 hari Pesawat : Lion Air Komponen biaya Pejabat Negara Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II a. uang harian (uang makan/saku/tansp.lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 5,838,000 5,838,000 4,438,000 c. biaya penginapan 39,600,000 3,500,000 3,500,000 Jumlah 47,688,000 11,588,000 10,188,000 Komponen biaya Pej. Eselon III/Gol. IV Pej. Eselon IV/Gol. III Gol. I dan II a. uang harian (uang makan/saku/tansp.lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 3,838,000 2,838,000 2,838,000 c. biaya penginapan 2,750,000 2,000,000 1,500,000 Jumlah 8,838,000 7,088,000 6,588,000 catatan : 1. Golongan I, II dan III sangat jarang mendapat tugas perjalanan dinas ke wilayah administrasi pemerintahan di atas instansinya (pusat atau provinsi) 2. Perjalanan dinas Golongan I, II dan III biasa jangka waktunya lebih pendek (1 atau 2 hari saja) 3. Hitungan untuk pejabat eselon II, I dan pejabat negara berdasarkan standar minimum, sedangkan untuk golongan I, II dan III berdasarkan standar maksimum 4. jang palato catan lagi : bandingkan dana (pura-pura depe nama) beasiswa yang biasanya ribet skali depe persyaratan dengan biaya perjalanan dinas tim seleksi. Bolo maapu te Nino bilang ariPin --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, novi usu <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ass wr. wb untuk semua warga Gorontalo di GM2020 . > > Hari baru, topik baru dan menarik sup... thanks pak Nino untuk postingannya, pas juga saya punya pertanyaan yang sama sehubungan dengan semua itu. > dan pas saya juga PNS... di UNG (sama dengan istrinya pak Nino). Tapi sebelum lanjut.. Topik lama masih bagus, menarik dan hangat selalu khusunya untuk saya, khususnya yang berhub dengan Gorontalo. > > nah untuk pertanyaan ke dana Pemda baiknya yang menjawab mereka2 yang bekerja langsung untuk pemda, lebih adil, mungkin. dan bagus juga kalo bisa dijawab oleh para wakil rakyat kita. > > saya cuma mau berbagi saja sebagai sesama PNS, saya pernah sekali selama jadi PNS ini dapat SPPD ke jakarta juga, sama2 dengan ka Mila Mahmud. Waktu itu ada kegiatan yang berhub dengan Pus! at Bahasa (saya dulu kerja di unit itu), seingat saya, susah skali (mohon maaf saya pake kata susah dan skali) dapat dana perjalanan tsb. sampe saya juga bingung maklum (masih baru, pikiran saya masih baru olo soal yang bagitu2), apa kami ini memang diikhlaskan pergi atau tidak, sudah begitu juga ya...begitu...biar tidak dikasih penjelasan lengkap mudah2an teman semua sudah mengerti lanjutannya, atau biar hanya saya, ka mila dan Tuhan yang tahu . > > dari kejadian itu banyak juga hati ini bertanya..apa memang begini proses yang dijalani semua yang mo barangkat untuk urusan dinas? artinya tidak kenal pejabat ataupun bawahan ceritanya sama. Tapi angkanya pasti beda kan antara pejabat dan bawahan (pake2 istilah golongan dan jabatan kan??) > akhirnya yang tertinggal dari semua itu hanya tanda tanya.. tapi saya juga sudah sempat tanya2 tapi tanya antar sesama bawahan juga jadi ya ceritanya sama juga, penuh tanda tanya hehehe. > > Untuk perta! nyaan pak Nino juga saya rasa juga mewakili pertanyaan kami semua apal agi melihat angka2 yang luar biasa dihabiskan untuk perjalanan Dinas, saya pernah dengar cerita ini ternyata benar adanya, luar biasa, 4.1 milyar untuk periode nov-des 2007.. wah wah itu angka yang lumayan besar apalagi waktunya hanya 2 bulan, bisa2 ada banyak PNS terutama olo pejabat, Gorontalo yang muncul di Ibu kota ini, tambah banyak donk APD-nya Jaka
[gorontalomaju2020] Re: Untuk para PNS
Ass. Botiy simulasi perhitungan biaya perjalanan dinas Bedasarkan Permenkeu 45/PMK.05/2007. Kalo ada yang batrima lebe, bolo maapu sodapa hitung sadiki : Asumsi : Tempat kedudukan: Gorontalo Tempat Tujuan: Jakarta Lama Perjalanan: 5 hari Pesawat : Lion Air Komponen biaya Pejabat Negara Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II a. uang harian (uang makan/saku/tansp.lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 5,838,000 5,838,000 4,438,000 c. biaya penginapan 39,600,000 3,500,000 3,500,000 Jumlah 47,688,000 11,588,000 10,188,000 Komponen biaya Pej. Eselon III/Gol. IV Pej. Eselon IV/Gol. III Gol. I dan II a. uang harian (uang makan/saku/tansp.lokal) 2,250,000 2,250,000 2,250,000 b. biaya transport pegawai 3,838,000 2,838,000 2,838,000 c. biaya penginapan 2,750,000 2,000,000 1,500,000 Jumlah 8,838,000 7,088,000 6,588,000 catatan : 1. Golongan I, II dan III sangat jarang mendapat tugas perjalanan dinas ke wilayah administrasi pemerintahan di atas instansinya (pusat atau provinsi) 2. Perjalanan dinas Golongan I, II dan III biasa jangka waktunya lebih pendek (1 atau 2 hari saja) 3. Hitungan untuk pejabat eselon II, I dan pejabat negara berdasarkan standar minimum, sedangkan untuk golongan I, II dan III berdasarkan standar maksimum 4. jang palato catan lagi : bandingkan dana (pura-pura depe nama) beasiswa yang biasanya ribet skali depe persyaratan dengan biaya perjalanan dinas tim seleksi. Bolo maapu te Nino bilang ariPin --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, novi usu <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ass wr. wb untuk semua warga Gorontalo di GM2020 . > > Hari baru, topik baru dan menarik sup... thanks pak Nino untuk postingannya, pas juga saya punya pertanyaan yang sama sehubungan dengan semua itu. > dan pas saya juga PNS... di UNG (sama dengan istrinya pak Nino). Tapi sebelum lanjut.. Topik lama masih bagus, menarik dan hangat selalu khusunya untuk saya, khususnya yang berhub dengan Gorontalo. > > nah untuk pertanyaan ke dana Pemda baiknya yang menjawab mereka2 yang bekerja langsung untuk pemda, lebih adil, mungkin. dan bagus juga kalo bisa dijawab oleh para wakil rakyat kita. > > saya cuma mau berbagi saja sebagai sesama PNS, saya pernah sekali selama jadi PNS ini dapat SPPD ke jakarta juga, sama2 dengan ka Mila Mahmud. Waktu itu ada kegiatan yang berhub dengan Pusat Bahasa (saya dulu kerja di unit itu), seingat saya, susah skali (mohon maaf saya pake kata susah dan skali) dapat dana perjalanan tsb. sampe saya juga bingung maklum (masih baru, pikiran saya masih baru olo soal yang bagitu2), apa kami ini memang diikhlaskan pergi atau tidak, sudah begitu juga ya...begitu...biar tidak dikasih penjelasan lengkap mudah2an teman semua sudah mengerti lanjutannya, atau biar hanya saya, ka mila dan Tuhan yang tahu . > > dari kejadian itu banyak juga hati ini bertanya..apa memang begini proses yang dijalani semua yang mo barangkat untuk urusan dinas? artinya tidak kenal pejabat ataupun bawahan ceritanya sama. Tapi angkanya pasti beda kan antara pejabat dan bawahan (pake2 istilah golongan dan jabatan kan??) > akhirnya yang tertinggal dari semua itu hanya tanda tanya.. tapi saya juga sudah sempat tanya2 tapi tanya antar sesama bawahan juga jadi ya ceritanya sama juga, penuh tanda tanya hehehe. > > Untuk pertanyaan pak Nino juga saya rasa juga mewakili pertanyaan kami semua apalagi melihat angka2 yang luar biasa dihabiskan untuk perjalanan Dinas, saya pernah dengar cerita ini ternyata benar adanya, luar biasa, 4.1 milyar untuk periode nov-des 2007.. wah wah itu angka yang lumayan besar apalagi waktunya hanya 2 bulan, bisa2 ada banyak PNS terutama olo pejabat, Gorontalo yang muncul di Ibu kota ini, tambah banyak donk APD-nya Jakarta. > lalu, apa mungkin perjalanan ke Australia untuk promo budaya, selain karna di undang dan punya 'misi mulia' untuk mempromosikan Gorontalo juga terinspirasi dengan adanya dana yang harus dihabiskan dalam waktu cepat???(apalagi yang ikut sampe 40 orang). > > Dan apa wakil rakyat juga pake dana itu untuk perjalanan dinas > > oh ya untuk teman2 yang punya info biaya perjalanan dinas untuk satu kali jalan berdasarkan golongan dan jabatan, tolong di bagi disini wa, kalo berkenan, hanya sekedar ingin tahu saja (boleh kan..:), kalo merasa tidak enak tapi mau berbagi langsung ke email pribadi saya wa :)). > > Dan untuk yang merasa agak kurang berkenan dengan email2 ini, mohon maaf, bolomaapu, anggap saja ini kritik positif. Karna hanya orang yang sudah mati yang tidak di kritik (saya lupa quotenya siapa ini). tapi sebenarnya biar so mati olo debo masih orang jaga inga tho.. > > Wassalam > > Novi > > > Elnino van Gorontalo [EMAIL PROTECTED] wrote: > Sekarang ini so bulan yang berakhiran "ber". Seperti tahun lalu, dan > tahun lalunya lagi, dan tahun sebelumnya lagi, tahun ini banyak PNS