Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Taufik Manan
Seandainya dulu Bupati "Cowboy" Bojonegoro ini
diundang bersama IAGI mengisi acara Goin' Country di
Metro TV beberapa tahun yang silam, mungkin
pandangannya berbeda.

Setelah diajak dansa dengan petinggi IAGI, Kang Andang
Bachtiar, Pak Yanto "Si Abah" Sumantri, Bambang
"Sheriff" Istadi, Parvita "Cowgirl" Siregar, dll, juga
mendengar keterangan bukti partisipasi IAGI terhadap
Tsunami di Aceh, pasti Beliau akan tergugah juga jiwa
sosialnya.

Beliau tetap manusia yang mungkin tidak tahu dan
khilaf. Tugas kita memberikan sosialisasi kegiatan
kita, sehingga Beliau mengerti dan mau bersinergi
menjadi mitra kerja yang baik dengan industri migas.

Salam buat semua.

TAM
anggota HAGI yang aktif di milis IAGI juga
serta ikut juga dalam acara Goin' Country IAGI di
Metro TV (yang sempat berphoto berdua dengan Tantowi
"Cowboy beneran" Yahya)


--- [EMAIL PROTECTED] wrote:
> > Lagi-lagi kalau aku lebih mementingkan penjelasan
> serta pendidikan ke
> > "cowboy-cowboy" ini.
> > Mereka perlu diberitahukan bagaimana proses
> eksplorasi itu berjalan di
> > Indonesia, termasuk didalamnya 'cost recovery'.
> Mereka mana tau adanya
> > kerugian disemua pihak kalau sebuah project
> terbengkalai.
> >
> > Apakah hanya pendidikan ke rakyat ? ... tentunya
> tidak ... semua pihak
> > (explorer, pemerintah pusat dan juga daerah) juga
> harus saling mengerti
> > kepentingannya. Rakyat lokal sering "merasa" tidak
> mendapatkan "hak"nya.
> > Walopun akau jg ga tau mana yg lebih ber"hak" atas
> kekayaan alam, karena
> > mana yg disebut proporsional itu ya harus
> dirundingkan dan ada tata
> > caranya.
> > Entah dengan otonomi, perserikatan, ataupun
> terpusat semuanya mesti dengan
> > perundingan.
> >
> > Temen-temen yg operasinya di darat tentunya lebih
> banyak tahu ttg konflik
> > ini, terutama setelah ada otoda.
> >
> > Nah lagi2 saya yakin proses perundingan yg
> merugikan semua pihak ini perlu
> > penengah yg bener2 netral  siapa ?
> > LSM ? IAGI lagi ?
> > Berat juga rek ...
> > Salah-salah 'gajah bertarung hebat, kucing
> ke-injek2 dibawahnya'.
> >
> > RDP
> > 'emang iagi kucing ?"
> 
>   Emang ..bukan !
> 
>   Si Abah
> >
> > On 4/21/05, sugeng.hartono
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >>
> >> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi
> edisi kemarin.
> >> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya
> pemboran tetap berjalan,
> >> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak
> ada kerugian yang
> >> semestinya
> >> tidak perlu.
> >>
> >> Sugeng
> >>
> >> - Original Message -
> >> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
> >>
> >> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut
> terhitung sejak 23
> >> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut
> sekitar USD 20.000
> >> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau
> sebulan ini tidak ada
> >> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian
> langsungnya saja sudah hampir
> >> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas
> munculnya kerugian itu?
> >>
> >> Tidak!
> >
> >
> >
> > --
> > Education can't stop natural disasters from
> occurring,
> > but it can help people prepare for the
> possibilities ---
> >
> 
> 
> 
>
-
> To unsubscribe, send email to:
> [EMAIL PROTECTED]
> To subscribe, send email to:
> [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1:
> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2:
> http://groups.yahoo.com/group/iagi
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy
>
Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy
> Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED]
> atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi
> Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A.
> Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
>
-
> 
> 

__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Syaiful Jazan

Yth.Abah.

Kalau tidak salah,sekarang inikan di masing2 Propinsi udah adalah aparat 
pemerintahan seperti BP MIGAS dan Dinas Pertambangan daerah,mungkin dengan 
kasus "coboy Bojonegoro" ini aparat2 pemerintahan tsb juga perlu dilibatkan 
untuk setiap kasus yang sama.Rasanya makin ruwet aja urusan yang berhubungan 
dengan UUD (ujung ujungnya duit,atau memang sudah semakin parahkah kehidupan 
dinegara kita ini..?

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, April 21, 2005 9:46 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore


> saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan
> mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi
> keluar dari pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti
> Akan Menyebabkan Kerugian Bagi Negara"
>
> Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

  Ekh , sok negative thinking akh

  Si Abah
>
>> -Original Message-
>> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran
>> tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian
>> yang semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> ----- Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: 
>> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
>> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Cowboy Bojonegoro
>>
>> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
>> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
>> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
>> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
>> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
>> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
>> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
>> daerah.
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja
>> sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
>> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
>> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
>> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
>> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus
>> disetorkan ke
>> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
>> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>>
>> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
>> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus
>> Bojonegoro itu
>> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus
>> membukukan
>> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
>> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro).
>> Bagi hasil
>> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
>> Bojonegoro juga akan berkurang.
>>
>> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas.
>> Atau tukang
>> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
>> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
>> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim,
>> dan terakhir
>> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
>> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah
>> sudah berapa
>> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama
>> kemudian, muncul
>> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali
>> ini jadi.
>>
>> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
>> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal
>> sebagai Ladang
>> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
>> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
>> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
>>

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Indra Sumbodo
all,
Mungkin agak tidak adil kalau Bupatinya saja yang di-ekspose. Karena 
sepajang JOB Beroperasi disana, pak Santoso ini sangat kooperatif.
Pak Bupati ini berubah total karena mendapat masukan dari kawan-kawan eks 
PSC yang "memberi angin surga" dengan mencontohkan BOB-nya Caltex 
tanpa(mungkin) menjelaskan bagaimana penerapan UU migas (no 35 kalau tdk 
salah) ttg hak BUMD mendapatkan 10 % dari share yang ada untuk daerah yang 
baru beroperasi. Sedangkan untuk kasus diatas, busines to business yang 
harus dipakai. Artinya sharing yang 10 % ini sangat tergantung dari mau 
tidaknya operator menjual sharenya dan tentu ada past cost yang harus 
dibayar.

Ini juga bukti bahwa pemerintah sangat tidak effisien menangani hal-hal 
sederhana seperti diatas. Alangkah gampangnya kalau Menteri ESDM ngomong 
sama Mendagri kalau anak buahnya keluar jalur. Dan alangkah gampangnya 
Mendagri menjelaskan dan memerintahkan Pak Bupati untuk tidak keluar jalur.
end of story..

dd
- Original Message - 
From: "Rovicky Dwi Putrohari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: 
Sent: Thursday, April 21, 2005 9:37 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

Lagi-lagi kalau aku lebih mementingkan penjelasan serta pendidikan ke
"cowboy-cowboy" ini.
Mereka perlu diberitahukan bagaimana proses eksplorasi itu berjalan di
Indonesia, termasuk didalamnya 'cost recovery'. Mereka mana tau adanya
kerugian disemua pihak kalau sebuah project terbengkalai.
Apakah hanya pendidikan ke rakyat ? ... tentunya tidak ... semua pihak
(explorer, pemerintah pusat dan juga daerah) juga harus saling mengerti
kepentingannya. Rakyat lokal sering "merasa" tidak mendapatkan "hak"nya.
Walopun akau jg ga tau mana yg lebih ber"hak" atas kekayaan alam, karena
mana yg disebut proporsional itu ya harus dirundingkan dan ada tata
caranya.
Entah dengan otonomi, perserikatan, ataupun terpusat semuanya mesti
dengan
perundingan.
Temen-temen yg operasinya di darat tentunya lebih banyak tahu ttg
konflik
ini, terutama setelah ada otoda.
Nah lagi2 saya yakin proses perundingan yg merugikan semua pihak ini
perlu
penengah yg bener2 netral  siapa ?
LSM ? IAGI lagi ?
Berat juga rek ...
Salah-salah 'gajah bertarung hebat, kucing ke-injek2 dibawahnya'.
RDP
'emang iagi kucing ?"
On 4/21/05, sugeng.hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran tetap
berjalan,
tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian yang
semestinya
tidak perlu.
Sugeng
- Original Message -
From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
(sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah
hampir
Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
Tidak!

--
Education can't stop natural disasters from occurring,
but it can help people prepare for the possibilities ---
-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-


RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan
> mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi
> keluar dari pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti
> Akan Menyebabkan Kerugian Bagi Negara"
>
> Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

  Ekh , sok negative thinking akh

  Si Abah
>
>> -Original Message-
>> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran
>> tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian
>> yang semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> - Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: 
>> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
>> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Cowboy Bojonegoro
>>
>> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
>> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
>> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
>> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
>> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
>> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
>> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
>> daerah.
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja
>> sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
>> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
>> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
>> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
>> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus
>> disetorkan ke
>> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
>> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>>
>> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
>> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus
>> Bojonegoro itu
>> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus
>> membukukan
>> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
>> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro).
>> Bagi hasil
>> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
>> Bojonegoro juga akan berkurang.
>>
>> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas.
>> Atau tukang
>> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
>> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
>> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim,
>> dan terakhir
>> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
>> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah
>> sudah berapa
>> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama
>> kemudian, muncul
>> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali
>> ini jadi.
>>
>> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
>> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal
>> sebagai Ladang
>> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
>> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
>> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
>> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
>> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi
>> beroperasi.
>> Tidak cukup ada minyak di situ.
>>
>> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon
>> Mobil dari
>> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
>> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
>> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini
>> (sekitar USD 44
>> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 

RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan
> mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi
> keluar dari pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti
> Akan Menyebabkan Kerugian Bagi Negara"
>
> Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

  Ekh , sok negative thinking akh

  Si Abah
>
>> -Original Message-
>> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran
>> tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian
>> yang semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> - Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: 
>> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
>> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Cowboy Bojonegoro
>>
>> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
>> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
>> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
>> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
>> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
>> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
>> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
>> daerah.
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja
>> sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
>> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
>> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
>> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
>> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus
>> disetorkan ke
>> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
>> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>>
>> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
>> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus
>> Bojonegoro itu
>> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus
>> membukukan
>> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
>> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro).
>> Bagi hasil
>> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
>> Bojonegoro juga akan berkurang.
>>
>> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas.
>> Atau tukang
>> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
>> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
>> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim,
>> dan terakhir
>> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
>> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah
>> sudah berapa
>> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama
>> kemudian, muncul
>> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali
>> ini jadi.
>>
>> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
>> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal
>> sebagai Ladang
>> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
>> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
>> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
>> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
>> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi
>> beroperasi.
>> Tidak cukup ada minyak di situ.
>>
>> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon
>> Mobil dari
>> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
>> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
>> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini
>> (sekitar USD 44
>> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 

RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan
> mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi
> keluar dari pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti
> Akan Menyebabkan Kerugian Bagi Negara"
>
> Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

  Ekh , sok negative thinking akh

  Si Abah
>
>> -Original Message-
>> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran
>> tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian
>> yang semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> - Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: 
>> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
>> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Cowboy Bojonegoro
>>
>> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
>> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
>> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
>> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
>> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
>> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
>> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
>> daerah.
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja
>> sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
>> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
>> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
>> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
>> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus
>> disetorkan ke
>> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
>> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>>
>> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
>> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus
>> Bojonegoro itu
>> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus
>> membukukan
>> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
>> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro).
>> Bagi hasil
>> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
>> Bojonegoro juga akan berkurang.
>>
>> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas.
>> Atau tukang
>> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
>> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
>> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim,
>> dan terakhir
>> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
>> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah
>> sudah berapa
>> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama
>> kemudian, muncul
>> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali
>> ini jadi.
>>
>> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
>> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal
>> sebagai Ladang
>> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
>> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
>> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
>> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
>> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi
>> beroperasi.
>> Tidak cukup ada minyak di situ.
>>
>> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon
>> Mobil dari
>> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
>> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
>> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini
>> (sekitar USD 44
>> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> Lagi-lagi kalau aku lebih mementingkan penjelasan serta pendidikan ke
> "cowboy-cowboy" ini.
> Mereka perlu diberitahukan bagaimana proses eksplorasi itu berjalan di
> Indonesia, termasuk didalamnya 'cost recovery'. Mereka mana tau adanya
> kerugian disemua pihak kalau sebuah project terbengkalai.
>
> Apakah hanya pendidikan ke rakyat ? ... tentunya tidak ... semua pihak
> (explorer, pemerintah pusat dan juga daerah) juga harus saling mengerti
> kepentingannya. Rakyat lokal sering "merasa" tidak mendapatkan "hak"nya.
> Walopun akau jg ga tau mana yg lebih ber"hak" atas kekayaan alam, karena
> mana yg disebut proporsional itu ya harus dirundingkan dan ada tata
> caranya.
> Entah dengan otonomi, perserikatan, ataupun terpusat semuanya mesti dengan
> perundingan.
>
> Temen-temen yg operasinya di darat tentunya lebih banyak tahu ttg konflik
> ini, terutama setelah ada otoda.
>
> Nah lagi2 saya yakin proses perundingan yg merugikan semua pihak ini perlu
> penengah yg bener2 netral  siapa ?
> LSM ? IAGI lagi ?
> Berat juga rek ...
> Salah-salah 'gajah bertarung hebat, kucing ke-injek2 dibawahnya'.
>
> RDP
> 'emang iagi kucing ?"

  Emang ..bukan !

  Si Abah
>
> On 4/21/05, sugeng.hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian yang
>> semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> - Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>
>
>
> --
> Education can't stop natural disasters from occurring,
> but it can help people prepare for the possibilities ---
>



-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan
> mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi
> keluar dari pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti
> Akan Menyebabkan Kerugian Bagi Negara"
>
> Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

  Ekh , sok negative thinking akh

  Si Abah
>
>> -Original Message-
>> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
>> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran
>> tetap berjalan,
>> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian
>> yang semestinya
>> tidak perlu.
>>
>> Sugeng
>>
>> - Original Message -
>> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: 
>> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
>> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>>
>>
>> Cowboy Bojonegoro
>>
>> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
>> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
>> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
>> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
>> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
>> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
>> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
>> daerah.
>>
>> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
>> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
>> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
>> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja
>> sudah hampir
>> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>>
>> Tidak!
>> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
>> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
>> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
>> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
>> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus
>> disetorkan ke
>> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
>> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>>
>> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
>> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus
>> Bojonegoro itu
>> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus
>> membukukan
>> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
>> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro).
>> Bagi hasil
>> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
>> Bojonegoro juga akan berkurang.
>>
>> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas.
>> Atau tukang
>> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
>> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
>> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim,
>> dan terakhir
>> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
>> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah
>> sudah berapa
>> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama
>> kemudian, muncul
>> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali
>> ini jadi.
>>
>> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
>> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal
>> sebagai Ladang
>> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
>> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
>> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
>> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
>> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi
>> beroperasi.
>> Tidak cukup ada minyak di situ.
>>
>> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon
>> Mobil dari
>> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
>> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
>> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini
>> (sekitar USD 44
>> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran tetap berjalan,
> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian yang
> semestinya
> tidak perlu.
>
> Sugeng


  Mas

  Namanya juga koboy , jadi yang dikenal cuma pestol dan kepalan tangan.

  Si Abah
>
> - Original Message -
> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: 
> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
>
>
> Cowboy Bojonegoro
>
> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
> daerah.
>
> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>
> Tidak!
> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus disetorkan ke
> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>
> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus Bojonegoro itu
> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus membukukan
> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro). Bagi hasil
> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
> Bojonegoro juga akan berkurang.
>
> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas. Atau tukang
> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim, dan terakhir
> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah sudah berapa
> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama kemudian, muncul
> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali ini jadi.
>
> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal sebagai Ladang
> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi beroperasi.
> Tidak cukup ada minyak di situ.
>
> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon Mobil dari
> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini (sekitar USD 44
> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 triliun).
> Tapi, untuk mengambil kekayaan tersebut, harus ada modal Rp 40
> triliunan.
>
> Gambaran yang serba triliunan itulah, yang kini membuat Pertamina dan
> Exxon bersitegang. Pertamina minta pembayaran di depan Rp 4 triliun
> dulu, tapi Exxon masih menawar separonya. Sudah lima tahun dan sudah
> tiga presiden naik singgasana di Indonesia, tapi belum ada yang bisa
> membuat keputusan. Exxon, rupanya, tahu tiga kekuatan dia yang sekaligus
> tiga kelemahan Indonesia: kontrak harus dihormati, modal untuk menggali
> minyak tersebut sangat besar, dan Indonesia sangat memerlukan minyak
> tersebut segera diambil. Kalau tidak, pada 2009, kekurangan minyak
> Indonesia semakin kritis.
>
> Di tengah-tengah dua gajah itu ada semut yang dapat angin: Pemda
> Bojonegoro. Lewat UU Migas yang baru, juga UU Otonomi Daerah, bupati
> merasa pemda juga punya hak 10 persen.
>
> Selain cadangan minyak yang besar itu,

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Lagi-lagi kalau aku lebih mementingkan penjelasan serta pendidikan ke 
"cowboy-cowboy" ini.
Mereka perlu diberitahukan bagaimana proses eksplorasi itu berjalan di 
Indonesia, termasuk didalamnya 'cost recovery'. Mereka mana tau adanya 
kerugian disemua pihak kalau sebuah project terbengkalai. 

Apakah hanya pendidikan ke rakyat ? ... tentunya tidak ... semua pihak 
(explorer, pemerintah pusat dan juga daerah) juga harus saling mengerti 
kepentingannya. Rakyat lokal sering "merasa" tidak mendapatkan "hak"nya. 
Walopun akau jg ga tau mana yg lebih ber"hak" atas kekayaan alam, karena 
mana yg disebut proporsional itu ya harus dirundingkan dan ada tata caranya. 
Entah dengan otonomi, perserikatan, ataupun terpusat semuanya mesti dengan 
perundingan. 

Temen-temen yg operasinya di darat tentunya lebih banyak tahu ttg konflik 
ini, terutama setelah ada otoda.

Nah lagi2 saya yakin proses perundingan yg merugikan semua pihak ini perlu 
penengah yg bener2 netral  siapa ? 
LSM ? IAGI lagi ?
Berat juga rek ... 
Salah-salah 'gajah bertarung hebat, kucing ke-injek2 dibawahnya'.

RDP
'emang iagi kucing ?"

On 4/21/05, sugeng.hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran tetap berjalan,
> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian yang 
> semestinya
> tidak perlu.
> 
> Sugeng
> 
> - Original Message -
> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
> 
> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
> 
> Tidak!



-- 
Education can't stop natural disasters from occurring, 
but it can help people prepare for the possibilities ---


RE: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Eko Prasetyo
saya kira kalo BP Migas arif mencermati masalah ini, mereka akan mengajukan 
kepada pemerintah pusat untuk menendang sang bupati koboi keluar dari 
pemerintahan atas dasar "Melakukan Tindakan Yang Telah Pasti Akan Menyebabkan 
Kerugian Bagi Negara"

Entah Kalo BP MIGAS dapat bagian dari sang kontraktor rig.

> -Original Message-
> From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Thursday, April 21, 2005 9:27 AM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
> 
> 
> Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
> Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran 
> tetap berjalan,
> tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian 
> yang semestinya
> tidak perlu.
> 
> Sugeng
> 
> - Original Message -
> From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: 
> Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
> Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore
> 
> 
> Cowboy Bojonegoro
> 
> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
> daerah.
> 
> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja 
> sudah hampir
> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
> 
> Tidak!
> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus 
> disetorkan ke
> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
> 
> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus 
> Bojonegoro itu
> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus 
> membukukan
> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro). 
> Bagi hasil
> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
> Bojonegoro juga akan berkurang.
> 
> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas. 
> Atau tukang
> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim, 
> dan terakhir
> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah 
> sudah berapa
> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama 
> kemudian, muncul
> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali 
> ini jadi.
> 
> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal 
> sebagai Ladang
> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi 
> beroperasi.
> Tidak cukup ada minyak di situ.
> 
> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon 
> Mobil dari
> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini 
> (sekitar USD 44
> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 triliun).
> Tapi, untuk mengambil kekayaan tersebut, harus ada modal Rp 40
> triliunan.
> 
> Gambaran yang serba triliunan itulah, yang kini membuat Pertamina dan
> Exxon bersitegang. Pertamina minta pembayaran di depan Rp 4 triliun
> dulu, tapi Exxon masih menawar separonya. Sudah lima tahun dan sudah
> tiga presiden naik singgasana di Indonesia, tapi belum ada yang bisa
> membuat keputusan.

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik sugeng.hartono
Artikel ini juga dimuat di koran lokal Jambi edisi kemarin.
Apakah tidak ada cara yang lebih arif, misalnya pemboran tetap berjalan,
tetapi perundingan juga berjalan sehingga tidak ada kerugian yang semestinya
tidak perlu.

Sugeng

- Original Message -
From: "Musakti, Oki" <[EMAIL PROTECTED]>
To: 
Sent: Wednesday, April 20, 2005 4:38 PM
Subject: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore


Cowboy Bojonegoro

Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
(alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
daerah.

Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
(sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?

Tidak!
Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus disetorkan ke
pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.

Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus Bojonegoro itu
sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus membukukan
biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro). Bagi hasil
untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
Bojonegoro juga akan berkurang.

Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas. Atau tukang
kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim, dan terakhir
kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah sudah berapa
banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama kemudian, muncul
namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali ini jadi.

Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal sebagai Ladang
Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi beroperasi.
Tidak cukup ada minyak di situ.

Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon Mobil dari
AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini (sekitar USD 44
per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 triliun).
Tapi, untuk mengambil kekayaan tersebut, harus ada modal Rp 40
triliunan.

Gambaran yang serba triliunan itulah, yang kini membuat Pertamina dan
Exxon bersitegang. Pertamina minta pembayaran di depan Rp 4 triliun
dulu, tapi Exxon masih menawar separonya. Sudah lima tahun dan sudah
tiga presiden naik singgasana di Indonesia, tapi belum ada yang bisa
membuat keputusan. Exxon, rupanya, tahu tiga kekuatan dia yang sekaligus
tiga kelemahan Indonesia: kontrak harus dihormati, modal untuk menggali
minyak tersebut sangat besar, dan Indonesia sangat memerlukan minyak
tersebut segera diambil. Kalau tidak, pada 2009, kekurangan minyak
Indonesia semakin kritis.

Di tengah-tengah dua gajah itu ada semut yang dapat angin: Pemda
Bojonegoro. Lewat UU Migas yang baru, juga UU Otonomi Daerah, bupati
merasa pemda juga punya hak 10 persen.

Selain cadangan minyak yang besar itu, di Bojonegoro juga ditemukan
beberapa cadangan minyak kecil-kecil. Inilah yang diusahakan oleh Petro
China dengan Medco-nya Arifin Panigoro. Dan, ladang inilah yang distop
oleh bupati.

Bupati sungguh kurang teliti dan hati-hati. Hak 10 persen tersebut baru
berlaku untuk kontrak baru setelah UU itu lahir. Yang dia persoalkan itu
kontrak lama. Mungkin secara hukum memang masih bisa dipersoalkan, lepas
akhirnya kalah atau menang. Tapi, cacat citra Jatim di mata investor
asing sudah terjadi. Dulu ketika terjadi masalah penge

Re: [iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik yrsnki
>
  Rekan rekan

  Baru sajaa kemarin saya berbincang - bincang dengan salah seorang
  rekan PTM yang ditugasi untuk menyelesaikan hal ini.
  Saya perisi menamakan Bupati yang satu ini Koboy koboyan , dan
  sangat tidak pantas sebagai seorang aparat pemerintah melakukan
  tuntutan secara anarkis seperti ini.

  Kalau hal ini diikuti oleh Bupati/Walikota lainnya di Indonesia
  dan dilakukan dalam semua sektor bisnis , wah bener bener kita jadi
  "wild west" dijaman moderen.

  Saya tidak habis fikri , apa yang ada dibenak Bapa Bupati ini.

  Si Abah.

  Cowboy Bojonegoro
>
> Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
> CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
> Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
> menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
> mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
> (alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
> daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
> daerah.
>
> Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
> Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
> (sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
> pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
> Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?
>
> Tidak!
> Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
> pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
> ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
> berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
> penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus disetorkan ke
> pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
> ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.
>
> Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
> investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus Bojonegoro itu
> sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus membukukan
> biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
> Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro). Bagi hasil
> untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
> Bojonegoro juga akan berkurang.
>
> Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas. Atau tukang
> kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
> temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
> mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim, dan terakhir
> kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
> diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah sudah berapa
> banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama kemudian, muncul
> namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali ini jadi.
>
> Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
> ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal sebagai Ladang
> Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
> Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
> setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
> minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
> pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi beroperasi.
> Tidak cukup ada minyak di situ.
>
> Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon Mobil dari
> AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
> Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
> besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini (sekitar USD 44
> per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 triliun).
> Tapi, untuk mengambil kekayaan tersebut, harus ada modal Rp 40
> triliunan.
>
> Gambaran yang serba triliunan itulah, yang kini membuat Pertamina dan
> Exxon bersitegang. Pertamina minta pembayaran di depan Rp 4 triliun
> dulu, tapi Exxon masih menawar separonya. Sudah lima tahun dan sudah
> tiga presiden naik singgasana di Indonesia, tapi belum ada yang bisa
> membuat keputusan. Exxon, rupanya, tahu tiga kekuatan dia yang sekaligus
> tiga kelemahan Indonesia: kontrak harus dihormati, modal untuk menggali
> minyak tersebut sangat besar, dan Indonesia sangat memerlukan minyak
> tersebut segera diambil. Kalau tidak, pada 2009, kekurangan minyak
> Indonesia semakin kritis.
>
> Di tengah-tengah dua gajah itu ada semut yang dapat angin: Pemda
> Bojonegoro. Lewat UU Migas yang baru, juga UU Otonomi Daerah, bupati
> merasa pemda juga punya hak 10 persen.
>
> Selain cadangan minyak yang besar itu, di Bojonegoro juga ditemukan
> beberapa cadangan minyak kecil-kecil. Inilah yang diusahakan oleh Petro
> China dengan Medco-nya Arifin Panigoro. Dan, ladang inilah yang distop
> oleh bupati.
>
> Bupati sungguh kurang teliti dan hati-hati. Hak 10 pers

[iagi-net-l] Cowboy Bojonegore

2005-04-20 Terurut Topik Musakti, Oki
Cowboy Bojonegoro

Oleh: Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos
CITRA Jatim di mata investor asing baru saja tercemar oleh tindakan
Bupati Bojonegoro Santoso. Bupati mengeluarkan surat yang isinya
menghentikan kegiatan pengeboran minyak di wilayahnya. Bupati juga
mengerahkan pasukannya untuk memblokade lahan yang sudah dipasangi rig
(alat pengeboran minyak) tersebut. Alasannya: sesuai dengan UU Migas,
daerah boleh mendapatkan saham 10 persen dari setiap usaha minyak di
daerah.

Maka, sudah hampir sebulan ini (larangan tersebut terhitung sejak 23
Maret 2005), rig itu nganggur. Sewa rig tersebut sekitar USD 20.000
(sekitar Rp 180 juta) per hari. Maka, kalau sebulan ini tidak ada
pencabutan surat bupati tersebut, kerugian langsungnya saja sudah hampir
Rp 3 miliar. Gelisahkah investor asing atas munculnya kerugian itu?

Tidak!
Semua biaya itu akan dicatat oleh si investor. Sesuai dengan peraturan
pemerintah Indonesia, semua biaya pengeboran minyak memang harus
ditanggung dulu oleh investor. Namun, kalau usaha pencarian minyaknya
berhasil, biaya tersebut akan diganti oleh pemerintah. Cara
penggantiannya adalah: dipotongkan dari bagian yang harus disetorkan ke
pemerintah. Bukan hanya biaya itu yang diganti pemerintah, tapi masih
ditambah 30 persennya lagi, sebagai semacam cost of fund.

Maka, investor asingnya tenang-tenang saja. Dilarang setahun pun si
investor tidak akan terlalu gelisah. Apalagi dalam kasus Bojonegoro itu
sudah jelas minyaknya sudah ditemukan. Investor tinggal terus membukukan
biaya selama dihentikan tersebut. Kelak, yang gigit jari pemerintah
Indonesia sendiri (termasuk pemerintah Jatim dan Bojonegoro). Bagi hasil
untuk pemerintah berkurang. Ini juga berarti jatah untuk Jatim dan
Bojonegoro juga akan berkurang.

Bupati Bojonegoro, rupanya, kurang teliti membaca UU Migas. Atau tukang
kipasnya begitu hebat sehingga bisa ngompori bupati yang memang
temperamental itu. Dia saya kenal dengan baik. Sejak masih berpangkat
mayor, sampai menjadi kepala Dolog Jatim, ketua PSSI Jatim, dan terakhir
kepala Dolog Papua. Setelah agak lama tanpa jabatan, lalu mencalonkan
diri jadi bupati Sidoarjo lewat pintu PDI Perjuangan. Entah sudah berapa
banyak dananya habis untuk proses itu. Gagal. Tak lama kemudian, muncul
namanya sebagai calon bupati Bojonegoro lewat pintu PKB. Kali ini jadi.

Jadi bupati Bojonegoro memang menggiurkan, kelihatannya. Di situlah
ditemukan cadangan minyak terbesar di Jatim yang dikenal sebagai Ladang
Cepu. Meski namanya "Ladang Cepu", sebenarnya wilayah itu masuk
Bojonegoro. Ladang tersebut dulu diberikan kepada Tommy Soeharto. Tapi
setelah dilakukan pengeboran dan memakan biaya besar, tidak ditemukan
minyak yang memadai. Tommy rugi besar sekali di sini. Termasuk proyek
pengilangan minyaknya yang sudah telanjur dibeli tidak jadi beroperasi.
Tidak cukup ada minyak di situ.

Lalu, Pertamina mengerjasamakan ladang tersebut dengan Exxon Mobil dari
AS. Dicobalah oleh perusahaan AS tersebut untuk dibor lebih dalam.
Ternyata ditemukan cadangan minyak sekitar 700 juta barel. Luar biasa
besarnya. Dengan harga minyak mentah Indonesia saat ini (sekitar USD 44
per barel), nilai kekayaan di bawah Bojonegoro itu Rp 280 triliun).
Tapi, untuk mengambil kekayaan tersebut, harus ada modal Rp 40
triliunan.

Gambaran yang serba triliunan itulah, yang kini membuat Pertamina dan
Exxon bersitegang. Pertamina minta pembayaran di depan Rp 4 triliun
dulu, tapi Exxon masih menawar separonya. Sudah lima tahun dan sudah
tiga presiden naik singgasana di Indonesia, tapi belum ada yang bisa
membuat keputusan. Exxon, rupanya, tahu tiga kekuatan dia yang sekaligus
tiga kelemahan Indonesia: kontrak harus dihormati, modal untuk menggali
minyak tersebut sangat besar, dan Indonesia sangat memerlukan minyak
tersebut segera diambil. Kalau tidak, pada 2009, kekurangan minyak
Indonesia semakin kritis.

Di tengah-tengah dua gajah itu ada semut yang dapat angin: Pemda
Bojonegoro. Lewat UU Migas yang baru, juga UU Otonomi Daerah, bupati
merasa pemda juga punya hak 10 persen.

Selain cadangan minyak yang besar itu, di Bojonegoro juga ditemukan
beberapa cadangan minyak kecil-kecil. Inilah yang diusahakan oleh Petro
China dengan Medco-nya Arifin Panigoro. Dan, ladang inilah yang distop
oleh bupati.

Bupati sungguh kurang teliti dan hati-hati. Hak 10 persen tersebut baru
berlaku untuk kontrak baru setelah UU itu lahir. Yang dia persoalkan itu
kontrak lama. Mungkin secara hukum memang masih bisa dipersoalkan, lepas
akhirnya kalah atau menang. Tapi, cacat citra Jatim di mata investor
asing sudah terjadi. Dulu ketika terjadi masalah pengelolaan minyak di
Kabupaten Siak, Riau, hebohnya bukan main. Yang terjadi di Bojonegoro
ini lebih berat daripada itu. Tidak berlebihan kalau lantas ada yang
menyebutnya sebagai cowboy Bojonegoro. Kita bisa bayangkan, apa yang
dibicarakan di forum-forum investor internasional mengenai kasus
Bojonegoro itu.

Bupati atau wali kota di era transisi demokrasi seperti ini memang
rawan. Banyak kasus bupati atau wali kota ditu