Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Yang ideal memang seseorang diharapkan dapat berpenampilan yang santun diiringi perilaku yang santun pula, namun setiap orang memiliki proses yang mungkin panjang untuk sampai ke tahap ideal ini. Secara pribadi, saya lebih memilih untuk senantiasa membawa diri saya ke arah ideal ini, walaupun sangat tidak mudah. Tapi, etika sosial dan etika agama bagi saya sudah lebih dari cukup sebagai pengontrol diri untuk dapat menampilkan diri dengan kemasan dan perilaku yang santun. Peace. A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote: Bagi saya, biar pun orang tersebut jujur, santun, dsb, tapi kalau ke mana2 telanjang di depan umum (termasuk di depan anak kecil), tetap saja ada yang kurang...:) --- Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: betul bgt..pak... temen2 saya ada yang berpakaian ala gothic, piercing on the nose and tongues..tp mereka drink no alcohol, no smoking, and campaigning abt bahayanya drugs abuse..., gak pernah menghujat orang, malah helpful bgt, i think they re not hipocrite..sering orang yang very religious, agamawi, n punya self-righteous yang tinggi..melihat orang dari sebelah mata..., padahal i think if ppl want to look by heart not by eyes...it's surely give a lots of different... RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] To oo.de ppiindia@yahoogroups.com Sent by: cc [EMAIL PROTECTED] ups.com Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu 06/06/2005 03:36 Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) PM Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam - Exactly!. Saya ada kenalan wanita Indonesia disini, yang kadang kadang 5 kali seminggu ke gereja, tiap pagi jam 06.00, tetapi rajin menghujat. Yang lain, rajin membuat tanda salib sebelum makan, tetapi hidup macam... nah ya.. begitu juga busana. Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 09:09 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu AMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
yuk belajar terusbelajar menerima perbedaan..belajar memperbaiki kekurangan...belajar saling menghargai...belajar mengatakan yg salah itu salah... dan belajar mengakui keunggulan orang lain. salam, --- In ppiindia@yahoogroups.com, Joko [EMAIL PROTECTED] wrote: Wakakakaka, lama lama kalo baca email kayak gini saya jadi geli sendiri... Budaya barat lah...budaya timur lahatau budaya tenggara sekalipun yang jelas. Email kayak ginian ga akan merubah pola pikir untuk lebih maju...! Sebab kebanyakan menyalahkan orang lain sih...!!! Lihat Malaysia., muslim juga kayak kita. tapi bisa lebih maju dari kita Yuk belajar aja yuk. - Original Message - From: Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Monday, June 06, 2005 9:09 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Cara bacanya salah, don't judge people dari cara berpakaiannya. 'salam --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote: Maksudnya, kalau telanjang pasti bagus ya moralnya?:) --- kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam Yahoo! Groups Sponsor ~-- Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Ini bisa juga menjadi suatu pembelajaran bahwa yang namanya meniru itu tidak bisa langsung asal caplok. Belajar meniru yang baik2 saja. Kalo orang punya kepribadian gak bakalan gampang meniru. Perlu selektif, perlu kritis..itu juga yang dimaksud oleh Ulil (mungkin) 'meniru dengan kritis'. Sekali lagi, apa yang dimaksud dengan 'maju'? wassalam, --- In ppiindia@yahoogroups.com, Joko [EMAIL PROTECTED] wrote: Wakakakaka, lama lama kalo baca email kayak gini saya jadi geli sendiri... Budaya barat lah...budaya timur lahatau budaya tenggara sekalipun yang jelas. Email kayak ginian ga akan merubah pola pikir untuk lebih maju...! Sebab kebanyakan menyalahkan orang lain sih...!!! Lihat Malaysia., muslim juga kayak kita. tapi bisa lebih maju dari kita Yuk belajar aja yuk. - Original Message - From: Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Monday, June 06, 2005 9:09 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
tergantung apa yang di 'judge'...:-) --- In ppiindia@yahoogroups.com, kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: Cara bacanya salah, don't judge people dari cara berpakaiannya. 'salam --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote: Maksudnya, kalau telanjang pasti bagus ya moralnya?:) --- kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam Yahoo! Groups Sponsor ~-- In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/HO7EnA/3MnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
--- In ppiindia@yahoogroups.com, Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: btw mba Ida, klo budaya telanjang sebenarnya juga merupakan bagian dari budaya indo..., topless ( dulu wanita2 di Bali pakaian sehari2nya cuman dililit kain n topless), wanita2 jawa cuman memakai kain ketat yang memperlihatkan lekukan n dililit sebatas dada), liat deh gambar2 dicandi2 rata2 pakaiannya half naked..kan..?, so jgn blindly blame budaya telanjang itu dari barat..., kudu subjektif..mba..:)).. -- Saya pernah melihat foto foto dari tahun 1800an akhir, dari berbagai suku, antara lain Nias, juga di Jawa dan Bali, dan pulaiu pulkau lain di archive Belanda, semua topless. Benar mBak, ini budaya. Juga baju wanita tataran atas di Paris tahun 1700an, pakai rok panjang berumbai sampai lantai, tetapi bagian dada terbuka, sampai buah dada terlihat sampai 2/3. Juga di Hawaii wanita dahulu topless. Sekarang jilbab banyak dipakai, dengan blouse super ketat, dan rok panjang dengan belahan sampai keatas... *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
--- In ppiindia@yahoogroups.com, kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam - Exactly!. Saya ada kenalan wanita Indonesia disini, yang kadang kadang 5 kali seminggu ke gereja, tiap pagi jam 06.00, tetapi rajin menghujat. Yang lain, rajin membuat tanda salib sebelum makan, tetapi hidup macam... nah ya.. begitu juga busana. Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 09:09 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu AMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral.
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Bukankah di Papua juga masih banyak saudara kita sebangsa yang telanjang... masak itu meniru Barat? - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 8:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang terkandung di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu alternatif harus diajukan. Ditemukanlah lampu Aladin baru, yaitu Islam. Perkembangan di Arab itu juga mengimbas ke kawasan-kawasan lain. Jargon Islam adalah solusi juga kemudian ditiru di mana-mana. Lalu muncullah ilusi bahwa Islam akan dapat menjadi sistem alternatif yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Yang patut disayangkan adalah bahwa kata Islam dalam jargon itu dimengerti sebagai suatu sistem tertutup yang seolah-olah khas pemberian Tuhan, sudah lengkap dalam dirinya, sudah siap pakai, pasti sesuai untuk segala zaman dan tempat. Islam juga dimengerti dalam
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
betul bgt..pak... temen2 saya ada yang berpakaian ala gothic, piercing on the nose and tongues..tp mereka drink no alcohol, no smoking, and campaigning abt bahayanya drugs abuse..., gak pernah menghujat orang, malah helpful bgt, i think they re not hipocrite..sering orang yang very religious, agamawi, n punya self-righteous yang tinggi..melihat orang dari sebelah mata..., padahal i think if ppl want to look by heart not by eyes...it's surely give a lots of different... RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] To oo.deppiindia@yahoogroups.com Sent by: cc [EMAIL PROTECTED] ups.com Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu 06/06/2005 03:36 Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) PM Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam - Exactly!. Saya ada kenalan wanita Indonesia disini, yang kadang kadang 5 kali seminggu ke gereja, tiap pagi jam 06.00, tetapi rajin menghujat. Yang lain, rajin membuat tanda salib sebelum makan, tetapi hidup macam... nah ya.. begitu juga busana. Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 09:09 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu AMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar:
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
good point...:)) elok dyah messwati [EMAIL PROTECTED] To Sent by: ppiindia@yahoogroups.com [EMAIL PROTECTED] cc ups.com Subject Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 03:57 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu PMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com Bukankah di Papua juga masih banyak saudara kita sebangsa yang telanjang... masak itu meniru Barat? - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 8:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Kalau di Papua telanjang karena masih primitif. Toh yang sudah modern seperti para pejabatnya dan orang kotanya atau yang sudah tersentuh dunia modern sudah berpakaian normal. Yang aneh adalah yang sudah berpakaian normal, terus telanjang karena melihat orang barat pada telanjang...:) Intinya adalah, selektif dan kritis. Jangan yang jelek dan hancur dari Barat juga ditiru. --- elok dyah messwati [EMAIL PROTECTED] wrote: Bukankah di Papua juga masih banyak saudara kita sebangsa yang telanjang... masak itu meniru Barat? - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 8:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang terkandung di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu alternatif harus diajukan. Ditemukanlah lampu
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Bagi saya, biar pun orang tersebut jujur, santun, dsb, tapi kalau ke mana2 telanjang di depan umum (termasuk di depan anak kecil), tetap saja ada yang kurang...:) --- Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: betul bgt..pak... temen2 saya ada yang berpakaian ala gothic, piercing on the nose and tongues..tp mereka drink no alcohol, no smoking, and campaigning abt bahayanya drugs abuse..., gak pernah menghujat orang, malah helpful bgt, i think they re not hipocrite..sering orang yang very religious, agamawi, n punya self-righteous yang tinggi..melihat orang dari sebelah mata..., padahal i think if ppl want to look by heart not by eyes...it's surely give a lots of different... RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] To oo.de ppiindia@yahoogroups.com Sent by: cc [EMAIL PROTECTED] ups.com Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu 06/06/2005 03:36 Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) PM Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam - Exactly!. Saya ada kenalan wanita Indonesia disini, yang kadang kadang 5 kali seminggu ke gereja, tiap pagi jam 06.00, tetapi rajin menghujat. Yang lain, rajin membuat tanda salib sebelum makan, tetapi hidup macam... nah ya.. begitu juga busana. Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 09:09 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu AMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Memangnya budaya Barat telanjang doang? Banyak semangat lain yang kita perlu tiru? Bukan yang negatifnya yang perlu kita tiru. Makanya bangsa ini harus digiring ke arah yang lebih positif... --- Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: good point...:)) elok dyah messwati [EMAIL PROTECTED] To Sent by: ppiindia@yahoogroups.com [EMAIL PROTECTED] cc ups.com Subject Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 03:57 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu PMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com Bukankah di Papua juga masih banyak saudara kita sebangsa yang telanjang... masak itu meniru Barat? - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 8:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
gak hanya papua,di negara ntah berantah pun yg namanya belum tersentuh/terjamah tangan2 manusia berakal n belum ada pencerahan ke arah yg benar ya hasilnya bakal tetap seperti aslinya..telanjang kayak gitu...masyarakat primitif seperti itu tidak bisa kita katakan meniru barat. apa yg mesti ditiru, wong yg mereka tau cuma kelompok n wilayah mereka sendiri. terisolasi. Barat yg notabenenya adl manusia berakal modern intelek namun mereka kembali pada kebiasaan jahiliyah...bertelanjang dada dsb itu yg aneh n norakk...wong udah dikasih akal malah disia-siakan. salam, --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote: --- elok dyah messwati [EMAIL PROTECTED] wrote: Bukankah di Papua juga masih banyak saudara kita sebangsa yang telanjang... masak itu meniru Barat? - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 8:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Saya kira yang dimaksudkan bukan telanjang bulat, karena sebahagian dari masyarakat Indonesia juga telanjang bulat, tetapi dalam mengatur masyarakat dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi modern. Bukankah hal-hal demikian sangat dibutuhkan untuk membawa Indonesia di abad kontemporer untuk keluar dari keterbelakangan dan lingkaran rantai kemiskian? Bila dikaitkan telajang bulat dengan perkosaan, patut dilihat pada penduduk masyarakat yang masih telanjang bulat atau setengah telanjang bulat seperti misalnya masyarakat orang Indian di Amazona [Brasilia] atau juga penduduk di pedalaman Papua. Atau juga dulu di Bali dimana wanita topless. Apakah pada masyarakat demikian ini adalah secara umum sering terjadi perkosaan? Jawaban dari pertanyaan demikian adalah negatif. Mengenai perkosaan, kalau diikuti berita-berita TKW Indonesia di Timur Tengah pasti akan mengajak kita untuk berpikir lebih jauh. Wasssalam, - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 3:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
ya udah..kita telanjang aja semua, biar gak ada perkosaan...:-))) Kalo dipedalaman gak ada perkosaan karena mereka memang gak kenal kata itu, mereka cuma tau (mungkin) free sex...he..he... Free sex merekapun bukan karena meniru budaya barat. Gitu aja deh. Gak tau sih gimana suku pedalaman itu membuat peraturan untuk kaumnya sendiri. gaptek! wassalam, --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya kira yang dimaksudkan bukan telanjang bulat, karena sebahagian dari masyarakat Indonesia juga telanjang bulat, tetapi dalam mengatur masyarakat dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi modern. Bukankah hal-hal demikian sangat dibutuhkan untuk membawa Indonesia di abad kontemporer untuk keluar dari keterbelakangan dan lingkaran rantai kemiskian? Bila dikaitkan telajang bulat dengan perkosaan, patut dilihat pada penduduk masyarakat yang masih telanjang bulat atau setengah telanjang bulat seperti misalnya masyarakat orang Indian di Amazona [Brasilia] atau juga penduduk di pedalaman Papua. Atau juga dulu di Bali dimana wanita topless. Apakah pada masyarakat demikian ini adalah secara umum sering terjadi perkosaan? Jawaban dari pertanyaan demikian adalah negatif. Mengenai perkosaan, kalau diikuti berita-berita TKW Indonesia di Timur Tengah pasti akan mengajak kita untuk berpikir lebih jauh. Wasssalam, - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com; sabili [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, June 06, 2005 3:34 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. Ada pun semangat mengembangkan high-tech atau mandiri dalam agrobisnis justru tidak muncul...:) --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang terkandung di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu alternatif harus diajukan. Ditemukanlah lampu Aladin baru, yaitu Islam. Perkembangan di Arab itu juga mengimbas ke kawasan-kawasan lain. Jargon Islam adalah solusi juga kemudian ditiru di mana-mana. Lalu muncullah ilusi bahwa Islam akan dapat menjadi sistem alternatif yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Yang patut disayangkan adalah bahwa kata Islam dalam jargon itu dimengerti sebagai suatu sistem tertutup yang seolah-olah khas pemberian Tuhan, sudah lengkap dalam dirinya, sudah siap pakai, pasti sesuai untuk segala zaman dan tempat. Islam juga dimengerti dalam tafsiran yang justru berlawanan dengan kehendak zaman itu sendiri, bahkan terkesan anti-rasionalisme dan intelektualisme. Saya dapat mengatakan dari sejak mula, proyek Islam adalah solusi kemungkinan besar akan menemui kegagalan pula. Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya
Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
--- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang terkandung di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu alternatif harus diajukan. Ditemukanlah lampu Aladin baru, yaitu Islam. Perkembangan di Arab itu juga mengimbas ke kawasan-kawasan lain. Jargon Islam adalah solusi juga kemudian ditiru di mana-mana. Lalu muncullah ilusi bahwa Islam akan dapat menjadi sistem alternatif yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Yang patut disayangkan adalah bahwa kata Islam dalam jargon itu dimengerti sebagai suatu sistem tertutup yang seolah-olah khas pemberian Tuhan, sudah lengkap dalam dirinya, sudah siap pakai, pasti sesuai untuk segala zaman dan tempat. Islam juga dimengerti dalam tafsiran yang justru berlawanan
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Wakakakaka, lama lama kalo baca email kayak gini saya jadi geli sendiri... Budaya barat lah...budaya timur lahatau budaya tenggara sekalipun yang jelas. Email kayak ginian ga akan merubah pola pikir untuk lebih maju...! Sebab kebanyakan menyalahkan orang lain sih...!!! Lihat Malaysia., muslim juga kayak kita. tapi bisa lebih maju dari kita Yuk belajar aja yuk. - Original Message - From: Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Monday, June 06, 2005 9:09 AM Subject: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..) --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah kekalahan kedua setelah kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke arah pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi sekaligus tak terkontrol. Korban dari negara kontrol ini bukan saja kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan rasionalisme justru diselenggarakan melalui negara kontrol yang represif. Sudah bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua ini sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang terkandung di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu
Re: Meniru Budaya Telanjang - Re: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? (lagi2 si ulil..)
Maksudnya, kalau telanjang pasti bagus ya moralnya?:) --- kucing_liar1 [EMAIL PROTECTED] wrote: wadoh pak Nizam jangan terlalu naive lha,orang perempuan mau pakai baju apa saja yah terserah dia lha,begitu juga lelaki. Never judge people dari cara dia berpakaian! Tidak ada korelasi antara pakaian dgn tingkat integritas.Percaya lha Pak. Belum tentu yg berpakaian seperti inul itu perempuan sundal atau yg berpakaian spt Haji Rhoma Irama itu alim seperti yg dicitrakannya,begitu sebaliknya. Bukan wilayah kita untuk mengkritik bagaimana seseorang berpakaian. Zaman seperti sekarang pak,dimana agama dengan gampang dijadikan jubah, kalau anda masih pakai cara lama menjudge orang dengan pakaiannya,anda mungkin akan menemui sooner or later bahwa yg anda sangkakan itu sangatlah sumir. 'salam Subject Meniru Budaya Telanjang - Re: 06/06/2005 09:09 [ppiindia] Re: Mengapa Kita Perlu AMMeniru Barat? (lagi2 si ulil..) Please respond to [EMAIL PROTECTED] ups.com --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] A Nizami wrote: Saat ini, yang berhasil ditiru Indonesia adalah budaya telanjang dari Barat, berupa buka2 pakaian hingga bugil hingga maraknya pornografi dan perkosaan, serta semangat merubah2 agama. **betul pak Nizam...makanya negeri ini susah untuk bisa bangkit. wong generasi penerusnya cuma bisanya fun fun en fun terus. kalo dilihat dari sisi...(sisi yg mana yah), barat mulai menuai hasil menghancurkan generasi muda muslim. strategi barat untuk menciptakan jahiliyah modern. --- Ida Z.A [EMAIL PROTECTED] wrote: heheheheceritanya Ulil lagi neh... --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Oleh Ulil Abshar-Abdalla 31/05/2005 Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas kehidupan, dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan dalam sanctuary yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus ditiru secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya (truisme). Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi Jepang pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari pengaruh asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al Hayat. Jepang menempuh jalur nekad yang ternyata benar: tirulah Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 mengusulkan opsi serupa, tirulah Barat, karena di sana terdapat hal- hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia. Kalau kita baca Arabic Thought in Liberal Age karya Albert Hourani, akan tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat begitu menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal abad 20. Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit Perang Tujuh Hari (dikenal sebagai an nakbah) di tahun 1967 di mana negara- negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di Timteng yang kebanyakan mendukung opsi tirulah Barat gagal memenuhi harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar yang menipu, Al Islam huwal badil. Semboyan Ikhwan itu memupus warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, dikesankan seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali bertolak belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- dekaden secara moral. Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi hasil- hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. Mengusulkan Islam sebagai al badil adalah