RE: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-20 Terurut Topik achmad.chodjim
 khusus kepada yang umum. Namun 
kaidah 
 seperti ini (baik athaf am ala khas atau athaf khas ala am) 
digunakan 
 karena ada penekanan makna tertentu seperti misal Ya Allah, Ampuni 
aku, dan 
 kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin (laki-laki dan 
perempuan). Kata 
 aku dan kedua orang tuaku pada dasarnya sudah termasuk dalam 
 orang-orang mukmin tapi disebutkan karena penekanan makna.
 
 Kalau kita kembali kepada ayat di atas dengan menggunakan kaidah 
ini, maka 
 pertanyaan kita tertuju kepada penekanan makna apa yang ditujukan 
kepada 
 Jin jika jenis itu sendiri sudah masuk ke dalam kata Manusia? 
Apalagi ayat 
 ini berbicara tentang penciptaan dan dasar utama dari penciptaan 
itu. Tidak 
 ada suatu qarinah yang menunjukkan suatu penekanan tertentu kepada 
Jin 
 (berdasarkan makna suatu jenis manusia juga). Karena itu saya lebih 
 berpendapat bahwa Jin adalah makhluk tersendiri yang berbeda dengan 
manusia. 
 Apa yang berlaku pada ayat ini juga berlaku pada banyak ayat-ayat 
lain yang 
 menyebutkan Jin dan Manusia.
 
 3. Kenyataan-kenyataan empiris yang banyak dialami manusia. Dalam 
bagian ini 
 banyak kasus, karena saya sering menghadapi sendiri secara 
langsung. Baik 
 yang bentuknya orang tersebut berteman baik dengan jin, atau yang 
 bermusuhan, atau ada yang mencoba menggoda atau mengganggu manusia.
 
 Soal Nabi Sulaiman dan para ahlinya dan jin itu sendiri bisa 
dihitung 
 jumblahnya, ya itu sih menurut saya suatu kelebihan. Jangan lupa 
Nabi 
 Sulaiman juga punya tentara Hud Hud. Kalau dari guru sejarah saya, 
memang di 
 dunia ini ada 4 tokoh yang mampu menguasai dunia (maksudnya tidak 
hanya 
 manusianya). Salah satunya Nabi Sulaiman, kemudian Syaddad, dua 
lagi saya 
 lupa. Intinya kalau jin tunduk kepada Sulaiman waktu itu, bahkan 
binatang 
 juga tunduk. Dan orang-orang yang ada di sekitar Sulaiman pun bukan 
 orang-orang biasa sampai ada yang mampu memindahkan istana Balqis 
sekejap 
 mata.
 
 Demikian sedikit dari pandangan saya,
 Wassalam
 
 Aman
 - Original Message - 
 From: [EMAIL PROTECTED]
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Sent: Thursday, June 16, 2005 10:11 AM
 Subject: RE: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin 
menurut 
 qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
 
 
  Oh, yaa.. Mas Mu'iz. Jika kita mau membuka-buka kamus di 
antaranya lisan 
  al-'arb yang berjilid-jilid itu, maka kita akan tahu makna jin 
dari 
  segala aspeknya. Di situ kita mendapatkan penggunaan kata jin 
dari 
  berbagai segi. Kita juga akan tahu bahwa ternyata jin itu 
tidaklah 
  seperti yang kita pahami dewasa ini. Sejarah telah mengeliminasi 
makna 
  jin untuk hal-hal yang konkret ke hal-hal yang metafisik.
 
  Kita juga harus mempelajari kitab Taurat yang ada kisah Sulaiman-
nya itu. 
  Lha, ternyata di Taurat Sulaiman itu mempekerjakan orang-orang 
asing dan 
  bahkan jumlah orangnya disebutkan. Mereka itu disebut sebagai 
ahli 
  bangunan dan lain-lain. Di Taurat tidak disebutkan yang bekerja 
pada Nabi 
  Sulaiman itu itu makhluk halus, tapi para ahli taklukan Sulaiman. 
Jadi, 
  pekerjaan para ahli itu dikontrol dan diawasi oleh orang-orangnya 
Nabi 
  Sulaiman, sehingga mereka bisa dicacah banyaknya.
 
  Penafsiran jin pada masa Sulaiman sebagai orang asing yang 
ditaklukkannya 
  itu dimaksudkan untuk membawa umat Islam keluar dari kehidupan 
tahayul.
 
  Salam,
  chodjim
 
 
  -Original Message-
  From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of muizof
  Sent: Thursday, June 16, 2005 12:56 PM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Subject: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin 
menurut
  qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
 
 
  Ok. Pak Chodjim,
 
  mumpung kontak dengan narasumbernya (penulis tafsir qs annas), 
saya
  coba ganti thread berkaitan akal dan wahyu yang disinggung 
sampeyan.
  Mengapa pak Chodjim menawarkan tafsiran mengenai jin dalam surat
  annas sambil dikaitkan dengan qs al ahqaf, berbeda dengan 
penafsiran
  referensi tafsir klasik yang semuanya menafsirkan bahwa jin adalah
  makhluq halus semata, bunyi textual rasulullah berdakwah kepada
  golongan jin ditafsirkan oleh pak Chodjim tidak selalu golongan
  makhluq halus, tetapi golongan yahudi non arab, jadi golongan 
manusia
  juga adanya. Hal yang sama juga demikian penafsiran pak Chodjim
  tentang jin ifrit yang disebutkan dalam surat Anaml (dialog 
Nabi/raja
  sulaiman dengan peserta tender istana) ditafsirkankan kaum manusia
  yang memiliki keahlian arsitektur.
 
  Apa benar sih tradisi atau kultur arab selalu menyebut orang asing
  itu dengan jin ??? mungkin pak Aman Fatha atau teman-teman di tim
  teng dapat nimbrung nih.
 
  wassalam
  Abdul Mu'iz




WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-19 Terurut Topik Aman FatHa
Bisa saya pahami, kekeliruan Abah sebenarnya terletak pada pencampur-adukan 
antara gagasan kolektif dengan gagasan definitif. Pengelompokan yang Abah 
maksud seperti dalam beberapa kali penjelasan, termasuk juga di sini, adalah 
gagasan definitif. Perbedaannya akan sangat terlihat dengan jelas dalam 
kontek. Ketika kita katakan pohon dalam bentuk gagasan definitif maka ia 
akan merujuk kepada apa saja yang bernama pohon. Dan itu akan selalu benar, 
apakah pembicaranya sedang melihat satu pohon saja, atau sedang melihat 
pohon satu persatu dalam sesi berbeda-beda, atau sedang melihat beberapa 
pohon sekaligus. Dan semuanya adalah benar selama benda itu masuk dalam 
definisi pohon. Inilah yang kita maksud, akan menjadi lebih jelas dalam 
kontek bahasa. Gagasan definitif adalah pembahasan Manthiq. Sedangkan dalam 
bahasa, sifatnya akan selalu cair. Dan Sibawaihi sudah berkali-kali semenjak 
bagian awal al-Kitab menjelaskan tentang perbedaan ini; logika akal 
(manthiq) dan logika bahasa. Dalam penjelasannya, Sibawaihi memberikan 
contoh saya telah mengangkat gunung. Kalau anda memahaminya dengan logika 
manthiq selamanya kalimat ini tidak akan benar, tapi dalam logika bahasa ini 
adalah kalimat yang benar dan tidak bisa disalahkan.

Kalau kita menengok kembali kepada al-Namlu, apakah gagasan kolektif di sini 
adalah gagasan definitif? Jawabannya tidak. Pertautan ayat satu dengan ayat 
lainnya menjelaskan bahwa pada saat itu seekor semut mengingatkan kepada 
kawan-kawannya karena Sulaiman dan tentaranya mau lewat. Tidak ditujukan 
kepada unsur lain yang masuk dalam definisi al-Namlu yang berada diluar 
dimana kejadian itu berlangsung. Gagasan kolektif sapi adalah sapi-sapi yang 
berada dalam lingkup kehidupan Musa dan Bani Israil sehingga sangat sulit 
mencari sapi yang bagaimana yang dimaksud untuk disembelih, bukan gagasan 
definitif sapi apa saja yang masuk dalam nama sapi. Dan silahkan anda lihat 
konteknya dengan pohon hijau di S. Yasin itu, sangat berbeda. Ada perbedaan 
antara Isim Jenis dengan Makna Jama'. Kaum, jamaah, nafar, adalah kata 
tunggal bermakna Jama' dan selamanya akan bermakna Jama'. Sedangkan Isim 
Jenis adalah kata tunggal yang merujuk kepada gagasan definitif, dan apakah 
nanti tertentu kepada satu unsur yang masuk dalam namanya, atau kepada 
kelompok unsur-unsur yang masuk ke dalam namanya, atau kepada setiap unsur 
yang masuk dalam namanya, akan ditentukan oleh kontek bagaimana bahasa itu 
digunakan.

Terima Kasih
Aman

- Original Message - 
From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Sunday, June 19, 2005 2:57 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


 Makanya menjadi agak aneh bagi saya kalau kemudian Abah malah 
 menyatakannya keliru dalam kalimat itu menjadi maju kena mundur kena. 
 Orang arab aja tidak menyatakan terjadi kesalahan gramatikal karena memang 
 diakui semenjak zaman Imruul Qais hingga sekarang. Jadi wahyu harus di 
 atas akal siapa dan akal siapa yang harus di atas wahyu, walau sampai 
 menabrak kaidah bahasa wahyu itu sendiri.
 ---
 HMNA:
 Aman, dalam bahasa Arab tidak ada masalah. Tetapi dalam terjemahan ke 
 bahasa Inggris, barulah ada masalah, maju kena mundur kena. Pemahaman kita 
 (=Aman + HMNA) tidak berbeda. Silakan baca selanjutnya:
 Dalam Al Quran Allah berfirman:
 -- ALDZY  J'AL  LKM  MN  ALSYJR  ALAKHDHR  NARA  FADZA  ANTM  MNH  TWQDWN 
 (A. Y-S, 80), dibaca: alladzi- ja'alalakum minasy syarail akhdhari na-ran 
 faidza- antum minhu tu-qidu-n (S. Yasin), artinya: Yaitu Yang menjadikan 
 bagimu api dari pohon hijau dan dengan itu kamu dapat membakar (36:80).

 Pertama-tama ayat itu harus difahamkan secara tekstual, karena itulah inti 
 pemahaman, bahwa kamu, maksudnya manusia dapat membakar dengan api yang 
 berasal dari pohon hijau. Dalam kasus ini pemahaman tekstual itu perlu 
 ditopang ilmu nahwu. ALSYJR (al syajaru) adalah mudzakkar (jantan) dalam 
 bentuk mufrad (tunggal), yang menunjuk kepada pohon keseluruhan secara 
 kolektif. Ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi seperti 
 manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya yang 
 berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab Al 
 Quran benda-benda ini secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam 
 kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan 
 sebagai jama', namun dinyatakan dalam ism mudzakkar mufrad (kata benda 
 jantan tunggal), jadi mengandung gagasan jama' (plural), seperti juga 
 dapat dilihat dalam ayat-ayat (22:28, 27:18, 27:60).

 Sedangkan bentuk muannats mufrad ALSYJRt (asysyjarah), ALNMLt (annamlah) 
 menunjuk kepada sebatang pohon, yaitu pohon larangan (2:35), sejenis pohon 
 yaitu pohon zaitun (23:20, 24:35), dan seekor semut (27:18) [dicuplik 
 dari Seri 624]. Adapun Seri 624 ini telah ada di arsip milis WM ini, 
 karena telah saya posting ke

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-19 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
Sebenarnya tulisan saya itu bermaksud menunjukkan betapa sulitnya 
menterjemahkan Al Quran ke dalam bahasa lain. Ini memperlihatkan hikmah dari 
tidak bolehnya shalat selain dari bahasa Al Quran.

Adapun maksud saya maju kena, mudur kena, demikain:
Maju: an Naml diterjemahkan ant
Mundut: an Naml diterjemahkan ants

Kalu kita maju, maka terjemahannya: O ant! Enter your dwellings. Di sini yang 
kena grammatikal, sebab ant tidak klop dengan dwellings. Jadi maju kena =- 
kesalahan grammatikal dalam bahasa Inggris. Kalau dalam bhs Arab tidak ada 
masalah, karena an Naml itu mengandung gagasan jama'.

Kalau kita mundur, maka terjemahannya: O ants ! Enter your dwellings. Di sini 
yang kena ialah terjemahan an Naml, sebab singular diterjemahkan plural = 
kesalahan terjemahan dalam bahasa Inggris yakni singular diterjemahkan plural. 
Di sinilah kesulitan menterjemahkan, singular dipaksa diterjemahkan plural, 
karena dalam bahasa Inggris ant tidak mengandung gagasan plural, sedangkan 
dalam bahasa Arab ridak ada masalah. 

Jadi kalau kita bicara dalam ruang-lingkup bahasa Arab tidak ada masalah. Akan 
tetapi kalau bicara transformasi dari ruang-lingkup bahasa Atab ke 
ruang-lingkup bahasa Inggris, lalu kemudian kita fokuskan dalam ruang-lingkup 
bahasa Inggris maka timbullah masalah. Apa yang Aman jelaskan panjang lebar di 
bawah itu, tentu saja mulus-mulus saja, karena Aman bicara dalam ruang-lingkup 
bahasa Arab.
  
Wassalam,
HMNA


  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, June 20, 2005 09:05
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Bisa saya pahami, kekeliruan Abah sebenarnya terletak pada pencampur-adukan 
  antara gagasan kolektif dengan gagasan definitif. Pengelompokan yang Abah 
  maksud seperti dalam beberapa kali penjelasan, termasuk juga di sini, adalah 
  gagasan definitif. Perbedaannya akan sangat terlihat dengan jelas dalam 
  kontek. Ketika kita katakan pohon dalam bentuk gagasan definitif maka ia 
  akan merujuk kepada apa saja yang bernama pohon. Dan itu akan selalu benar, 
  apakah pembicaranya sedang melihat satu pohon saja, atau sedang melihat 
  pohon satu persatu dalam sesi berbeda-beda, atau sedang melihat beberapa 
  pohon sekaligus. Dan semuanya adalah benar selama benda itu masuk dalam 
  definisi pohon. Inilah yang kita maksud, akan menjadi lebih jelas dalam 
  kontek bahasa. Gagasan definitif adalah pembahasan Manthiq. Sedangkan dalam 
  bahasa, sifatnya akan selalu cair. Dan Sibawaihi sudah berkali-kali semenjak 
  bagian awal al-Kitab menjelaskan tentang perbedaan ini; logika akal 
  (manthiq) dan logika bahasa. Dalam penjelasannya, Sibawaihi memberikan 
  contoh saya telah mengangkat gunung. Kalau anda memahaminya dengan logika 
  manthiq selamanya kalimat ini tidak akan benar, tapi dalam logika bahasa ini 
  adalah kalimat yang benar dan tidak bisa disalahkan.

  Kalau kita menengok kembali kepada al-Namlu, apakah gagasan kolektif di sini 
  adalah gagasan definitif? Jawabannya tidak. Pertautan ayat satu dengan ayat 
  lainnya menjelaskan bahwa pada saat itu seekor semut mengingatkan kepada 
  kawan-kawannya karena Sulaiman dan tentaranya mau lewat. Tidak ditujukan 
  kepada unsur lain yang masuk dalam definisi al-Namlu yang berada diluar 
  dimana kejadian itu berlangsung. Gagasan kolektif sapi adalah sapi-sapi yang 
  berada dalam lingkup kehidupan Musa dan Bani Israil sehingga sangat sulit 
  mencari sapi yang bagaimana yang dimaksud untuk disembelih, bukan gagasan 
  definitif sapi apa saja yang masuk dalam nama sapi. Dan silahkan anda lihat 
  konteknya dengan pohon hijau di S. Yasin itu, sangat berbeda. Ada perbedaan 
  antara Isim Jenis dengan Makna Jama'. Kaum, jamaah, nafar, adalah kata 
  tunggal bermakna Jama' dan selamanya akan bermakna Jama'. Sedangkan Isim 
  Jenis adalah kata tunggal yang merujuk kepada gagasan definitif, dan apakah 
  nanti tertentu kepada satu unsur yang masuk dalam namanya, atau kepada 
  kelompok unsur-unsur yang masuk ke dalam namanya, atau kepada setiap unsur 
  yang masuk dalam namanya, akan ditentukan oleh kontek bagaimana bahasa itu 
  digunakan.

  Terima Kasih
  Aman

  - Original Message - 
  From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED]
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Sent: Sunday, June 19, 2005 2:57 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
  qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


   Makanya menjadi agak aneh bagi saya kalau kemudian Abah malah 
   menyatakannya keliru dalam kalimat itu menjadi maju kena mundur kena. 
   Orang arab aja tidak menyatakan terjadi kesalahan gramatikal karena memang 
   diakui semenjak zaman Imruul Qais hingga sekarang. Jadi wahyu harus di 
   atas akal siapa dan akal siapa yang harus di atas wahyu, walau sampai 
   menabrak kaidah bahasa wahyu itu sendiri.
   ---
   HMNA:
   Aman, dalam

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-18 Terurut Topik Aman FatHa
 ada kata bikrun. Di terjemahan Indonesia adalah tidak 
terlalu muda. Kata ini menurut bahasa digunakan untuk menunjukkan jenis 
betina baik pada binatang atau manusia. Kalau pada manusia, biasa 
diterjemahkan dengan perawan. Hanya kata ini saja yang paling tegas 
menunjukkan pada sapi betina, (tapi juga ingat disitu menggunakan Laa.. 
artinya yang bukan). Karena itu dari kelengkapan bahasa yang ada, pada no. 
1 lebih tepat diterjemahkan sebagai seekor sapi saja. Karena Tha Marbuthah 
di sini untuk menunjukkan penekanan pada singular dari al-baqar yang 
bergagasan plural.

Dengan demikian, pada ayat al-Namlu jelas pula bahwa maksud qaalat 
namlatun adalah seekor semut, bukan semut betina. Menggunakan Tha Marbuthah 
untuk menegaskan singular bukan untuk menekankan sifat muannats. Dan kalau 
al-Namlu adalah nama jenis bangsa yang bergagasan kolektif maka sosok 
orangnya adalah Namliyun bukan namlatun seperti misalnya al-Arab menjadi 
Arabiyun, Indunisia menjadi Indunisiyun, 'Ajam menjadi 'ajamiyun, Auruba - 
aurubiyun, Saam - Saamiyun, Asyuriyah - Asyuriyun, dan seterusnya. Dan itu 
akan banyak kita temukan dalam contoh-contoh teks berbahasa Arab.

Kesimpulannya, secara umum kata-kata bergagasan kolektif ini sebenarnya juga 
banyak terdapat dalam bahasa lain seperti contoh kata kelompok, ras, bangsa, 
manusia, rakyat, dll. Tapi jenis kata semacam al-Namlu - al-Namlatu dan 
sejenisnya tidak ada padanannya sehingga terjemahan yang tepat adalah dengan 
langsung mempluralkannya.

Demikian,
Wassalam

Aman


- Original Message - 
From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Saturday, June 18, 2005 5:47 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


 Dalam bahasa Arab ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi 
 seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll 
 semacamnya yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam 
 bahasa Arab benda-benda ini walaupun disebutkan mufrad (singular), namun 
 secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata 
 kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama'. 
 Contohnya seperti ayat yang diperbincangkan:
 Ya-ayyuha- nNaml uDkhuluw Masa-kinakum.

 Dalam bahasa Inggris tidak dikenal hal semacam itu. Akan tetapi jika 
 anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, 
 yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana
 diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut:
 a Namlite said: O Naml ! enter your houses.
 Di sini tidak ada kesulitan karena dalam bahasa Inggris Naml sebagai nama 
 bangsa atau suku juga mengandung gagasan plural, akan tetapi kalau seperti 
 terjemahan Mohammed Marmaduke Pikthall:
 an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall 
 terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings 
 (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah 
 dengan menjamakkan ants. Mengapa salah? Karena dalam bahasa inggris nama 
 jenis binatang seperti ant tidak mengandung gagasan plural. Ia terpaksa 
 menjamakkan ants. Maka kesalahannya ialah:
 an Namlu bahasa Inggrisnya ialah Ant, bukan Ants.

 Wassalam,
 HMNA




WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-18 Terurut Topik Aman FatHa
Dari segi penafsiran yang saya pilih tentang jin dan manusia tersebut bisa 
diambil kesimpulan bahwa ini adalah dua jenis makhluk yang sepadan. Artinya 
sama-sama ciptaan dan sama-sama memiliki keterbatasannya masing-masing. 
Secara praktiknya banyak hal-hal yang bisa kita sebutkan berlebihan. Dan 
tentunya di mana saja yang namanya berlebihan adalah suatu yang tidak baik. 
Dalam masyarakat kita, sosok jin digambarkan sebagai sesuatu yang lebih 
hebat dari manusia dan bisa diminta bantuan untuk hal-hal yang macam-macam 
sesuai dengan tingkat pola pikir masyarakat kita. Saya pikir sudut inilah 
bentuk negatif yang seringkali kita lihat. Memang bisa saja jenis jin ini 
lebih hebat dan punya kemampuan yang berbeda dengan kemampuan manusia dalam 
komunitas antar mereka. Tetapi itu jelas sangat terbatas di antara mereka 
sendiri seperti layaknya perbedaan-perbedaan yang ada pada jenis-jenis 
makhluk ciptaan. Persepsi masyarakat kita yang tidak menyadari saling 
keterbatasan itulah yang menjadi pokok masalah pada tahayul itu saya kira. 
Qul kullun ya'malu 'ala syaakilatih, Kullun Muyassarun limaa khuliqa 
lahu.

Dalam syair-syair Arab pra Islam, sosok-sosok jin ini juga sering kita 
temukan seperti dalam syair-syair A'sya. Dan tidak sedikit yang menyebutkan 
Ifrit di sana. Mereka menggambarkannya dalam bentuk yang bermacam-macam 
sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Tapi point yang ingin saya petik 
di sini, sebelum diturunkan al-Qur`an yang di antaranya menceritakan tentang 
Ifrit dan Sulaiman as, orang-orang Arab sendiri sudah mengenal Jin dan Ifrit 
sebagai makhluk halus yang digambarkan dalam macam-macam bentuk. Kalau kita 
telusuri secara terbalik, muncul pertanyaan apakah keterangan al-Qur`an 
tentang jin dan khususnya Ifrit dan Sulaiman as itu untuk merubah persepsi 
orang-orang Arab ketika itu? Jawabannya bisa jadi iya. Namun sayangnya, 
al-Qur`an tidak langsung menggagas penyampaian yang memotong persepsi itu. 
Justru pada dialog Sulaiman dengan Ifrit malah menguatkan tentang persepsi 
tersebut. Tapi al-Qur`an menegaskan berkali-kali bahwa jenis itu pada 
dasarnya tetaplah makhluk juga dan sebagai makhluk tentu mempunyai 
keterbatasan-keterbatasan sebagaimana juga manusia. Karena itulah komunikasi 
antara dua jenis ini juga sangat terbatas. Sama saja seperti terbatasnya 
komunikasi antara manusia sendiri dengan binatang misalnya.

Nah pertanyaannya selanjutnya cukup menarik juga. Megerucut pada soal 
kesucian al-Qur`an. Tapi ini sangat relatif. Artinya, perlu kita tegaskan 
dulu apakah tahayul itu sendiri suatu praktek yang keliru. Tentu saja maksud 
pertanyaan saya ini lebih terfokus pada prinsip-prinsip teoritisnya bukan 
pada praktek-praktek masyarakat yang keliru memahami hubungan kedua makhluk 
dan juga berlebihan dalam menyikapinya. Kemudian dari segi epistimologinya, 
apakah tahayul itu sendiri merupakan bentukan lokal atau malah global 
sehingga dalam perkembangannya terjadi interaksi karena sudut kesamaan 
bentuk dan lalu paling tidak bisa kita katakan bahwa tahayul di sini pada 
awalnya adalah istilah Arab yang kemudian diserap, yaitu varian kata Khayal, 
Takhayyala, Takhayyul. Kalau memang itu yang terjadi, kita juga perlu 
mencermati istilah-istilah itu dalam perkembangan Arab sehingga kita bisa 
tahu kenapa takhayyul lebih berkonotasi negatif.

Dalam istilah Arab ada dua istilah yang mengacu pada kandungan maksud yang 
serupa yaitu khayal dan waham. Kata yang menunjukkan aktivitas dari dua kata 
itu kemudian disebut takhayyul dan tawahhum, takhyiil dan iiham. Orang-orang 
Arab jaman dahulu dan begitu juga kebanyakan ulama yang mencoba mengulas 
tentang maksud kata ini tidak membedakan antara khayal dan waham. Meskipun 
dalam praktik mereka dalam pembahasan-pembahasan tertentu secara makna 
mengisyaratkan adanya perbedaan. Tapi secara umum mereka tidak 
membedakannya. Dalam bahasa indonesia disebut dengan ilusi. Bahkan Abdul 
Qahir, sang maestro kritik sastra dan Balaghah sendiri tidak membedakan dua 
kata ini dan dia menyatakan sebagai sesuatu yang rendah dan lebih memihak 
pada kebohongan[Asrar Balaghah].

Dalam studi Arab, perkembangan pada masa-masa terakhir lebih mengerucut pada 
paham yang membedakan antara khayal dan waham. Kalau waham adalah negatif 
maka khayal adalah positif di mana waham adalah penelusuran akliyah terhadap 
sesuatu dan keterkaitannya pada hal-hal yang sama sekali tidak ada wujudnya 
atau keterkaitannya, sedangkan khayal adalah pada hal-hal atau sesuatu yang 
ada wujudnya dan keterkaitannya. Memang perbedaan ini susah ditarik dalam 
bentuk yang lebih tegas karena tipisnya perbedaan itu dan karena berada 
dalam sudut persepsi manusia. Dalam istilah sekarang, waham dikhususkan 
dalam istilah ilusi sedangkan khayal disebut dengan imajinasi. Karena itulah 
pembahasan tentang khayal kemudian lebih terfokus pada benda-benda dan 
keterkaitannya dan bagaimana dari wujud yang telah ada itu membentuk sesuatu 
yang baru; baik ide, pemikiran, pandangan, persepsi dan 

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-18 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
Aman:
1. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya 
yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya 
adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah 
karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya 
yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas 
tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural.

2. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan 
sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu 
dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu 
memang ada dan pada masa Sulaiman.
---
HMNA:
1. Kalau dalam terjemahan Inggris pakai Ant, karena memang an-Naml itu bahasa 
Inggrisnya Ant, maka terjemahan kata ini benar. Tetapi kalau ngotot pakai Ant 
supaya terjemahan an-Naml itu benar, maka terjadi kesalahan gramatikal karena 
Ant dalam bahasa Inggris tidak mengenal gagasan plural, sehingga secara 
gramatikal menjadi salah, sebab tidak klop dengan dwellings (Masa-kinakum) yang 
jamak. Jadi untuk menghindarkan kesalahan gramatikal dijamakkanlah Ant menjadi 
Ants. Itulah dilemma. Kalau terjemahan an-Naml dibikin betul yaitu Ant, terjadi 
kesalahan gramatikal. Kalau menghindarkan kesalahan gramatikal, maka terjemahan 
an-Naml ke Ants yang menjadi salah. Maju kena, mundur kena. Di situlah 
kesulitannya dalam menterjemahkan yang dalam hal ini ke bahasa Inggris.

2. Apakah ada nama suku memakai nama binatang pada zamannya Nabi Sulaiman AS 
(jadi bukan suku Semut saja), itu merupakan pembicaraan tersendiri. Yang jelas 
di Afrika terdapat suku yang memakai binatang sebagai totem (lambang suku) 
seperti misalnya Macan-tutul (Leopard), bahkan masih ada bekasnya dalam zaman 
modern ini seperti orang Belanda pakai simbol Singa, Indonesia pakai simbol 
Banteng (lambang sila ke-3). Raden Saleh seorang pelulis terkenal, 
menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda dengan 
sebuah lukisan perkelahian antara Banteng dengan Singa dinamakannya lukisannya 
itu dengan: Het gevecht tussen leven en dood(perkelahian mati-matian). 

Namun terlepas dari masalah tersebut, kalau an-Naml tidak diterjemahkan dengan 
Ant, melainkan tetap pakai Naml, yaitu totem yang menjadi proper name dari 
suku bersangkutan, maka tidak terjadi dilemma, karena Naml sebagai totem 
merupakan people yang mengandung gagasan jamak.

Wassalam,


 
  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 18, 2005 19:36
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Sebenarnya saya mengerti maksud Abah dalam soal macam-macam penafsiran.
  Cuman yang saya tidak habis pikir adalah menyalahkan. Padahal penafsiran 
  seperti itu malah yang lebih umum berlaku. Kalau orang mempelajari Ilmu 
  Sharaf pasti akan menemukan bab ini di mana suatu kata bermakna plural 
  sedang bentuk katanya singular. Untuk kata-kata yang berbentuk seperti ini, 
  untuk menegaskan makna singularnya maka harus ditambahkan Tha Marbuthah. 
  Dalam gramatikal nawhunya, boleh kembali kepada lafazhnya yang singular dan 
  boleh kembali kepada maknanya yang berkonotasi plural sesuai dengan 
  penekanan apa yang diinginkan pada konteksnya.Dan tidak ada perbedaan 
  pendapat di antara para ulama Sharaf dalam hal ini.

  Jadi secara bentuk kata, jenis-jenis kata ini memang berbeda dengan 
  kata-kata lain yang bergagasan plural seperti contoh abah. Kalau nas artinya 
  manusia, maknanya tidak bisa disingularkan menjadi naasah (pakai Tha 
  Marbuthah). Begitu juga kata qaum, jam'un, ahlun (keluarga), nafarun, dll. 
  Semua kata-kata jenis ini adalah menunjukkan gagasan kolektif. Dan ini 
  dinamakan kata-kata yang bermakna plural. Dua jenis kata ini bertemu sebagai 
  sama-sama jenis kata yang bergagasan kolektif sehingga dalam kaidah Nahwunya 
  tidak banyak berbeda, yaitu boleh kembali kepada lafzhnya dan boleh kembali 
  kepada maknanya dalam sitaks bahasa.

  Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya 
  yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya 
  adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah 
  malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan 
  maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan 
  kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan 
  Plural.

  Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan 
  sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu 
  dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu 
  memang ada dan pada masa Sulaiman. Sedangkan saya masih memilih tafsir yang 
  menyatakan bahwa maksud dari ayat

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-18 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
Aman:
1. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya 
yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya 
adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah 
karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya 
yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas 
tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural.
 
2. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan 
sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu 
dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu 
memang ada dan pada masa Sulaiman.
---
HMNA:
1. Kalau dalam terjemahan Inggris pakai Ant, karena memang an-Naml itu bahasa 
Inggrisnya Ant, maka terjemahan kata ini benar. Tetapi kalau ngotot pakai Ant 
supaya terjemahan an-Naml itu benar, maka terjadi kesalahan gramatikal karena 
Ant dalam bahasa Inggris tidak mengenal gagasan plural, sehingga secara 
gramatikal menjadi salah, sebab tidak klop dengan dwellings (Masa-kinakum) yang 
jamak. Jadi untuk menghindarkan kesalahan gramatikal dijamakkanlah Ant menjadi 
Ants. Itulah dilemma. Kalau terjemahan an-Naml dibikin betul yaitu Ant, terjadi 
kesalahan gramatikal. Kalau menghindarkan kesalahan gramatikal, maka terjemahan 
an-Naml ke Ants yang menjadi salah. Maju kena, mundur kena. Di situlah 
kesulitannya dalam menterjemahkan yang dalam hal ini ke bahasa Inggris.

2. Apakah ada nama suku memakai nama binatang pada zamannya Nabi Sulaiman AS 
(jadi bukan suku Semut saja), itu merupakan pembicaraan tersendiri. Yang jelas 
di Afrika terdapat suku yang memakai binatang sebagai totem (lambang suku) 
seperti misalnya Macan-tutul (Leopard), bahkan masih ada bekasnya dalam zaman 
modern ini seperti orang Belanda pakai simbol Singa, Indonesia pakai simbol 
Banteng (lambang sila ke-3). Raden Saleh seorang pelukis terkenal, 
menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda dengan 
sebuah lukisan perkelahian antara Banteng dengan Singa dinamakannya lukisannya 
itu dengan: Het gevecht tussen leven en dood (perkelahian mati-matian). 
 
Namun terlepas dari masalah tersebut, kalau an-Naml tidak diterjemahkan dengan 
Ant, melainkan tetap pakai Naml, yaitu totem yang menjadi proper name dari 
suku bersangkutan, maka tidak terjadi dilemma, karena Naml sebagai totem 
merupakan people yang mengandung gagasan jamak.

Wassalam,

 

  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 18, 2005 19:36
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Sebenarnya saya mengerti maksud Abah dalam soal macam-macam penafsiran.
  Cuman yang saya tidak habis pikir adalah menyalahkan. Padahal penafsiran 
  seperti itu malah yang lebih umum berlaku. Kalau orang mempelajari Ilmu 
  Sharaf pasti akan menemukan bab ini di mana suatu kata bermakna plural 
  sedang bentuk katanya singular. Untuk kata-kata yang berbentuk seperti ini, 
  untuk menegaskan makna singularnya maka harus ditambahkan Tha Marbuthah. 
  Dalam gramatikal nawhunya, boleh kembali kepada lafazhnya yang singular dan 
  boleh kembali kepada maknanya yang berkonotasi plural sesuai dengan 
  penekanan apa yang diinginkan pada konteksnya.Dan tidak ada perbedaan 
  pendapat di antara para ulama Sharaf dalam hal ini.

  Jadi secara bentuk kata, jenis-jenis kata ini memang berbeda dengan 
  kata-kata lain yang bergagasan plural seperti contoh abah. Kalau nas artinya 
  manusia, maknanya tidak bisa disingularkan menjadi naasah (pakai Tha 
  Marbuthah). Begitu juga kata qaum, jam'un, ahlun (keluarga), nafarun, dll. 
  Semua kata-kata jenis ini adalah menunjukkan gagasan kolektif. Dan ini 
  dinamakan kata-kata yang bermakna plural. Dua jenis kata ini bertemu sebagai 
  sama-sama jenis kata yang bergagasan kolektif sehingga dalam kaidah Nahwunya 
  tidak banyak berbeda, yaitu boleh kembali kepada lafzhnya dan boleh kembali 
  kepada maknanya dalam sitaks bahasa.

  Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya 
  yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya 
  adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah 
  malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan 
  maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan 
  kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan 
  Plural.

  Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan 
  sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu 
  dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu 
  memang ada dan pada masa Sulaiman. Sedangkan saya masih memilih tafsir yang 
  menyatakan bahwa maksud dari ayat

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-18 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
 lalu kenyataan bahwa 
api itu tidak berasal dari pohon yang hijau, melainkan dari kayu-kayuan dan 
daun-daunan yang kering berwarna coklat. Pemahaman dalam konteks semaham pohon 
di Aceh, itu tidak benar, karena kalau yang dimaksud sejenis pohom di Aceh atau 
di mana saja maka pohon itu dalam Al Quran niscaya dinyatakan dalam bentuk 
muannats asysyajaratu lkhadhra-u.
 
Dengan langsung melompat pada pendekatan kontekstual, maka selesailah sudah 
kajian itu. Namun dengan tetap memegang intinya yaitu pemahaman tekstual, kita 
masih dapat lanjutkan kajian itu dengan ta'wil, yaitu dengan memanfaatkan sains 
berupa: ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan.
 
Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir menjadi tenaga 
radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari 
matahari, sehingga mengalami penyusutan energi. Maka di bagian luar sinar yang 
telah berdegradasi energinya itu dikenal sebagai photon yang memancar ke 
sekeliling matahari, antara lain menyiram permukaan bumi.
 
Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di 
dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di 
antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang disebut khlorophyl, 
zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = 
daun). Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga 
photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar 
hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam 
proses photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan 
photon, dihasilkanlah makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. 
Selanjutnya melalui proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang dan 
mesin-mesin, makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari udara berubahlah 
pula menjadi CO2 dan air. Demikianlah sterusnya daur atau siklus itu 
berlangsung. Jadi tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. 
Sebaliknya manusia dan binatang mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2.
 
Demikianlah tenaga radiasi berdegradasi pula menjadi tenaga potensial kimiawi 
dalam makanan dan bahan bakar melalui proses photosynthesis oleh zat hijau 
daun, dan selanjutnya berdegradasi pula menjadi tenaga panas melalui proses 
respirasi, yaitu reaksi kimiawi yang eksotherm (menghasilkan api). Pemakaian 
istilah asySyajaru lAkhdhar, zat hijau pohon, dalam Al Quran lebih tepat dari 
istilah ilmiyah khlorophyl, zat hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan 
hanya terdapat dalam daun saja, melainkan pada seluruh bagian pohon asal masih 
berwarna hijau, mulai akar yang tersembul asal masih hijau, dari batang asal 
masih hijau, cabang asal masih hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah 
yang masih hijau. Itulah ta'wil dengan memanfaatkan sains dari S. Yasin, 80.
 
Kemudian dilanjutkan dengan isyarat. Adapun S. Yasin, 80 mengisyaratkan 
bagaimana pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam 
tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim 
kemarau. Namun 'ala kulli hal isyarat yang lebih penting dari S. Yasin, 80, 
adalah hutan itu sangat perlu dipelihara untuk terjadinya daur:
tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, membersihkan udara dari sampah CO2 yang 
dikeluarkan oleh manusia, binatang dan mesin-mesin. S. Yasin, 80 memberikan 
isyarat dalam konteks memelihara lingkungan hidup, tugas manusia sebagai 
Khalifatun fi lArdh. WaLlahu a'lamu bishshawab.
 
*** Makassar, 9 Mei 2004
   [H.Muh.Nut Abdurrahman]

 
  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, June 19, 2005 02:08
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Lupakanlah point nomor dua karena sebagaimana penafsiran saya mengakuinya 
  walau bukti-buktinya tidak bisa merubah pendirian saya tafsiran mana yang 
  harus saya pilih. Yang menjadi catatan saya di sini adalah soal maju kena 
  mundur kena ini. Karena bagaimanapun saya melihatnya sebagai logika yang 
  aneh. Kalau saya simpulkan penjelasan-penjelasan saya yang telah lewat maka 
  yang sebenarnya ingin saya tekankan adalah bahwa al-Namlu itu artinya ant, 
  ant, ant, ant, ant, ant, 10 ant, 20 ant, 100 ant, 1000 ant dan seterusnya 
  yang kemudian sesuai kaidah Inggris menjadi ants. Untuk menekankan makna 
  singular maka harus ditambah Tha Marbuthah, seperti pada qaalat namlatun 
  artinya seekor ant saja yang berseru kepada ant, ant, ant, ant... itu.

  Sudah saya sampaikan juga bahwa itulah yang ada dalam kaidah bahasa Arab, 
  mulai dari al-Kitab Sibawaihi, al-Muqthadhab al-Mubarrid, sampai kitab-kitab 
  Sharf terbelakang seperti Alfiyah dan syarah-syarahnya, audhahul masalik, 
  khasyiat shabban, qatrun nada, kafrawi, kawakib, luma', al-Muzhir, asybah wa 
  al-nazhair Suyuthi. Bahkan tidak ada satupun pendapat yang

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-17 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
:
- M.H.Syakir dari World Organization For Islamic Services (WOFIS), Tehran, 
Iran, dalam tafsirnya menterjemahkan the valley of the Naml, a Namlite dan O 
Naml. Dari tafsir Maulana Muhammad Ali, Pakistan, Soedewo menterjemahkan de 
vallei van den Naml, een Namliet dan O Naml. 

 Dari kedua terjemahan itu Naml tidak diterjemahkan. Sedangkan Namlah 
diterjemahkan dengan a Namlite (Inggeris) dan een Namliet (Belanda), seorang 
Namlit. AnNaml bukanlah nama spesi binatang melainkan nama diri dari suatu puak 
atau suku.

 Itulah tiga orang mufassirin pencilan, dari Indonesia (SM), dari Pakistan 
(MMA) dan dari Iran (MHS), yang pendapat mereka memencil dari jumhur mufassirin.

***

Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum.

AL NML = tunggal, (mufrad, singular)
ADKHLWA = jamak (jama', plural)
MSAKNKM = jamak (jama', plural)

Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan 
dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata 
tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu seperti berikut: 
an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, 
ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak 
membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, tetapi 
dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak).

Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul 
semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan:
an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa 
menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka 
akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang 
sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu.

Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari 
sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana 
diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut:
a Namlite said: O Naml ! enter your houses.

Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan 
tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam 
bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. Kalau 
difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak 
Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, 
sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa 
manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan 
dirinya puak Semut.

*** 

Dari penafsiran yang jumhur, bahwa anNamlu itu betul-betul semut,  
dikembangkanlah menjadi karya sastra, yaitu imajinasi berupa cerita-cerita 
Israiliyat. Tujuannya semula untuk menyampaikan pesan nilai, mendidik 
anak-anak, yang kemudian melebar menjadi cerita-cerita penglipur lara, yang 
umumnya disenangi ibu-ibu dalam majlis ta'lim. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 3 Desember 1995
[H.Muh.Nur Abdurrahman]

  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, June 17, 2005 15:35
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Salam,

  Sebenarnya persoalan jin ini memang agak susah. Namun terkait dengan 
  penafsiran jin yang disebutkan dalam al-Qur`an seperti yang diutarakan pak 
  Chodjim untuk kontek-kontek tertentu sah-sah saja. Memang banyak ungkapan 
  bahasa termasuk al-Qur`an yang bermakna hakiki dan majazi sekaligus. Bisa 
  jadi maksud pak Chodjim dalam penafsiran seperti ini lebih mengacu kepada 
  makna hiperboliknya.

  Namun kalau saya membaca penjelasan Pak Chodjim di sini (saya tidak membaca 
  buku tafsir beliau), tampaknya makna jin yang dimaksud adalah makna yang 
  disebutkan oleh pak Chodjim dan bukan makhluk halus seperti yang kita pahami 
  hingga sekarang. Tentu saya tidak sependapat dengan ini karena beberapa hal:

  1. Definisi para ulama tentang jin menunjukkan bahwa jin adalah makhluk 
  tersendiri yang berbeda dengan manusia.

  2. Beberapa ayat (dan juga hadits) menunjukkan seperti itu. Salah satu kita 
  ambil contoh, ayat yang mengatakan Tidaklah Aku ciptakan Manusia dan Jin 
  kecuali untuk menyembahku..

  Ayat ini menjelaskan adanya penciptaan Manusia dan Jin. Dalam prinsip 
  gramatikal bahasa Arab, al-Athaf Yaqtadhi al-Mughayarah, yaitu menghubungkan 
  (Athaf) satu kata dengan kata lain menuntut adanya perbedaan antara kedua 
  kata tersebut. Dengan demikian, Manusia berbeda dengan Jin dan dua-duanya 
  sama-sama ciptaan Allah dan dua-duanya sama-sama mendapatkan taklif (untuk 
  menyembah). Penafsiran ala pak Chodjim fiihi wajhun.. maksudnya bisa jadi 
  ada benarnya, yaitu dengan menggunakan kaidah athaf al-khas ala al-'am. 
  Maksudnya, jin adalah salah satu jenis dari jenis manusia dan athaf pada dua 
  kata itu adalah menghubungkan yang khusus kepada yang umum

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-17 Terurut Topik Aman FatHa
Salam,
Soal perbedaan tafsir sudah saya akui sejak awal meskipun saya tetap 
mengikuti tafsiran-tafsiran jumhur karena pengamatan terhadap bahasanya yang 
dipakai. Reply saya kali ini hanya ingin memberikan catatan pada bagian yang 
terkait dengan gramatikal Bahasa Arab. Saya quote saja biar mudah:

Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum.

AL NML = tunggal, (mufrad, singular) ADKHLWA = jamak (jama', plural) 
MSAKNKM = jamak (jama', plural)

Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi 
kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan 
bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu 
seperti berikut:
an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, 
ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak 
membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, 
tetapi dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak).

Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul 
semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan:
an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa 
menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka 
akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants 
yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu.

Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari 
sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana 
diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut:
a Namlite said: O Naml ! enter your houses.

Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan 
tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam 
bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. 
Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, 
yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan 
gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, 
sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu 
mereka namakan dirinya puak Semut.

Aman:
Catatan saya berikan karena menurut saya ada suatu persepsi kebahasaan yang 
keliru. Sebelumnya saya kemukakan dulu, kalau orang menafsirkan al-Namlah di 
sini sebagai kaum semut maka itu sah-sah saja. Namun kalau kemudian 
ditengarai ada kesalahan gramatikal dalam penafsiran menurut saya tidak. 
Karena al-Namlu adalah Isim Jenis. Kemudian apakah Isim Jenis ini 
ditafsirkan sebagai sekelompok manusia yang bernama puak Semut atau 
sekelompok semut benaran itu tergantung masing-masing penafsir. Yang jelas, 
Isim Jenis adalah sebuah kata yang berbentuk Mufrad (singular) tetapi 
mengandung makna plural. Isim Jenis ini bisa ditandai dengan Alif dan Lam 
(bagian ini masuk gramatikal Nahwu, yaitu dengan Al di depan kata), dan ada 
yang memang kata itu sendiri dari segi bahasa adalah isim jenis. Contoh di 
sini, al-Namlu adalah Isim Jenis dengan dimasuki AL dan Isim jenis dari segi 
katanya. Apabila dari segi bahasa suatu kata itu merupakan Isim Jenis, maka 
singularnya harus ditambahkan Tha Marbuthah seperti dalam ayat al-Namlu 
menjadi al-Namlah, al-Syajaru (pohon) adalah Isim Jenis, singularnya adalah 
al-Syajarah, al-Nahlu menjadi al-Nahlah, al-baqar - al-baqarah,. Inilah 
salah satu dari fungsi-fungsi Tha Marbuthah. Kaidah-kaidah ini diperoleh 
secara Sima'i dan beberapa kaidah menjadi Qiyasi karena saking banyaknya 
sehingga disimpulkan demikian.

Contoh lain yang terkait dari dengan Isim Jenis sangat banyak dalam ayat. 
Seperti dalam surah al-'Asri misalnya, Manusia dalam keadaan rugi kecuali 
mereka yang beiman dan beramal saleh... Menggunakan kata Insan yang secara 
lafazh adalah singular. Tetapi karena Isim Jenis dan bermakna Plural maka 
boleh dikecualikan dengan bentuk kata pengucualian yang berbentuk plural 
yaitu Aamanuw...

Jadi dalam ayat tersebut tidak ada kesulitan gramatikal. Karena kata ganti 
bisa kembali kepada lafazh yang singular dan bisa kembali kepada maknanya 
yang plural. Penafsiran M.M.Pikthall bukanlah suatu yang keliru karena 
memang diakui dalam kaidah bahasa Arab. Kenapa saya lebih berpegang pada 
pendapat jumhur? Karena secara kebahasaan memang itu arti dasarnya. Kemudian 
dalam ayat, konteks umum dari pertautan satu ayat dengan yang lainnya 
menunjukkan kepada hal itu.

Hai manusia, telah diajarkan kepada kami logika burung (27:16).
Dan telah berkumpul bersama Sulaiman pasukannya yang terdiri dari jin, 
manusia dan burung-burung dalam formasi tempur (22:17).
Sehingga tatkala mereka sampai ke lembah semut, berkata seekor semut, 
hai semut masuklah ke dalam tempat tinggalmu (27:18).
Maka berkata (Hudhud): saya meliput apa yang engkau tidak liput dan saya 
sampaikan kepadamu informasi yang meyakinkan dari Saba (27:22).

Coba simak Hai Manusia, Manthiq al-Tair, Waadi al-Namli, Hudhud, 

Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam

2005-06-17 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
Dalam bahasa Arab ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi 
seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya 
yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab 
benda-benda ini walaupun disebutkan mufrad (singular), namun secara gagasan 
adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan 
dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama'. Contohnya seperti ayat yang 
diperbincangkan:
Ya-ayyuha- nNaml uDkhuluw Masa-kinakum. 

Dalam bahasa Inggris tidak dikenal hal semacam itu. Akan tetapi jika anNamlu 
difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak 
Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana 
diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut:
a Namlite said: O Naml ! enter your houses.
Di sini tidak ada kesulitan karena dalam bahasa Inggris Naml sebagai nama 
bangsa atau suku juga mengandung gagasan plural, akan tetapi kalau seperti 
terjemahan Mohammed Marmaduke Pikthall:
an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa 
menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka 
akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants. 
Mengapa salah? Karena dalam bahasa inggris nama jenis binatang seperti ant 
tidak mengandung gagasan plural. Ia terpaksa menjamakkan ants. Maka 
kesalahannya ialah:
an Namlu bahasa Inggrisnya ialah Ant, bukan Ants.

Wassalam,
HMNA


  - Original Message - 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 18, 2005 07:44
  Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut 
qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam


  Salam,
  Soal perbedaan tafsir sudah saya akui sejak awal meskipun saya tetap 
  mengikuti tafsiran-tafsiran jumhur karena pengamatan terhadap bahasanya yang 
  dipakai. Reply saya kali ini hanya ingin memberikan catatan pada bagian yang 
  terkait dengan gramatikal Bahasa Arab. Saya quote saja biar mudah:

  Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum.

  AL NML = tunggal, (mufrad, singular) ADKHLWA = jamak (jama', plural) 
  MSAKNKM = jamak (jama', plural)

  Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi 
  kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan 
  bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu 
  seperti berikut:
  an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, 
  ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak 
  membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, 
  tetapi dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak).

  Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul 
  semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan:
  an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa 
  menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka 
  akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants 
  yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu.

  Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari 
  sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana 
  diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut:
  a Namlite said: O Naml ! enter your houses.

  Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan 
  tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam 
  bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. 
  Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, 
  yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan 
  gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, 
  sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu 
  mereka namakan dirinya puak Semut.

  Aman:
  Catatan saya berikan karena menurut saya ada suatu persepsi kebahasaan yang 
  keliru. Sebelumnya saya kemukakan dulu, kalau orang menafsirkan al-Namlah di 
  sini sebagai kaum semut maka itu sah-sah saja. Namun kalau kemudian 
  ditengarai ada kesalahan gramatikal dalam penafsiran menurut saya tidak. 
  Karena al-Namlu adalah Isim Jenis. Kemudian apakah Isim Jenis ini 
  ditafsirkan sebagai sekelompok manusia yang bernama puak Semut atau 
  sekelompok semut benaran itu tergantung masing-masing penafsir. Yang jelas, 
  Isim Jenis adalah sebuah kata yang berbentuk Mufrad (singular) tetapi 
  mengandung makna plural. Isim Jenis ini bisa ditandai dengan Alif dan Lam 
  (bagian ini masuk gramatikal Nahwu, yaitu dengan Al di depan kata), dan ada 
  yang memang kata itu sendiri dari segi bahasa adalah isim jenis. Contoh di 
  sini, al-Namlu adalah Isim Jenis dengan dimasuki AL dan Isim jenis dari segi 
  katanya. Apabila dari segi bahasa suatu kata itu