RE: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
khusus kepada yang umum. Namun kaidah seperti ini (baik athaf am ala khas atau athaf khas ala am) digunakan karena ada penekanan makna tertentu seperti misal Ya Allah, Ampuni aku, dan kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin (laki-laki dan perempuan). Kata aku dan kedua orang tuaku pada dasarnya sudah termasuk dalam orang-orang mukmin tapi disebutkan karena penekanan makna. Kalau kita kembali kepada ayat di atas dengan menggunakan kaidah ini, maka pertanyaan kita tertuju kepada penekanan makna apa yang ditujukan kepada Jin jika jenis itu sendiri sudah masuk ke dalam kata Manusia? Apalagi ayat ini berbicara tentang penciptaan dan dasar utama dari penciptaan itu. Tidak ada suatu qarinah yang menunjukkan suatu penekanan tertentu kepada Jin (berdasarkan makna suatu jenis manusia juga). Karena itu saya lebih berpendapat bahwa Jin adalah makhluk tersendiri yang berbeda dengan manusia. Apa yang berlaku pada ayat ini juga berlaku pada banyak ayat-ayat lain yang menyebutkan Jin dan Manusia. 3. Kenyataan-kenyataan empiris yang banyak dialami manusia. Dalam bagian ini banyak kasus, karena saya sering menghadapi sendiri secara langsung. Baik yang bentuknya orang tersebut berteman baik dengan jin, atau yang bermusuhan, atau ada yang mencoba menggoda atau mengganggu manusia. Soal Nabi Sulaiman dan para ahlinya dan jin itu sendiri bisa dihitung jumblahnya, ya itu sih menurut saya suatu kelebihan. Jangan lupa Nabi Sulaiman juga punya tentara Hud Hud. Kalau dari guru sejarah saya, memang di dunia ini ada 4 tokoh yang mampu menguasai dunia (maksudnya tidak hanya manusianya). Salah satunya Nabi Sulaiman, kemudian Syaddad, dua lagi saya lupa. Intinya kalau jin tunduk kepada Sulaiman waktu itu, bahkan binatang juga tunduk. Dan orang-orang yang ada di sekitar Sulaiman pun bukan orang-orang biasa sampai ada yang mampu memindahkan istana Balqis sekejap mata. Demikian sedikit dari pandangan saya, Wassalam Aman - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Thursday, June 16, 2005 10:11 AM Subject: RE: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Oh, yaa.. Mas Mu'iz. Jika kita mau membuka-buka kamus di antaranya lisan al-'arb yang berjilid-jilid itu, maka kita akan tahu makna jin dari segala aspeknya. Di situ kita mendapatkan penggunaan kata jin dari berbagai segi. Kita juga akan tahu bahwa ternyata jin itu tidaklah seperti yang kita pahami dewasa ini. Sejarah telah mengeliminasi makna jin untuk hal-hal yang konkret ke hal-hal yang metafisik. Kita juga harus mempelajari kitab Taurat yang ada kisah Sulaiman- nya itu. Lha, ternyata di Taurat Sulaiman itu mempekerjakan orang-orang asing dan bahkan jumlah orangnya disebutkan. Mereka itu disebut sebagai ahli bangunan dan lain-lain. Di Taurat tidak disebutkan yang bekerja pada Nabi Sulaiman itu itu makhluk halus, tapi para ahli taklukan Sulaiman. Jadi, pekerjaan para ahli itu dikontrol dan diawasi oleh orang-orangnya Nabi Sulaiman, sehingga mereka bisa dicacah banyaknya. Penafsiran jin pada masa Sulaiman sebagai orang asing yang ditaklukkannya itu dimaksudkan untuk membawa umat Islam keluar dari kehidupan tahayul. Salam, chodjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of muizof Sent: Thursday, June 16, 2005 12:56 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Ok. Pak Chodjim, mumpung kontak dengan narasumbernya (penulis tafsir qs annas), saya coba ganti thread berkaitan akal dan wahyu yang disinggung sampeyan. Mengapa pak Chodjim menawarkan tafsiran mengenai jin dalam surat annas sambil dikaitkan dengan qs al ahqaf, berbeda dengan penafsiran referensi tafsir klasik yang semuanya menafsirkan bahwa jin adalah makhluq halus semata, bunyi textual rasulullah berdakwah kepada golongan jin ditafsirkan oleh pak Chodjim tidak selalu golongan makhluq halus, tetapi golongan yahudi non arab, jadi golongan manusia juga adanya. Hal yang sama juga demikian penafsiran pak Chodjim tentang jin ifrit yang disebutkan dalam surat Anaml (dialog Nabi/raja sulaiman dengan peserta tender istana) ditafsirkankan kaum manusia yang memiliki keahlian arsitektur. Apa benar sih tradisi atau kultur arab selalu menyebut orang asing itu dengan jin ??? mungkin pak Aman Fatha atau teman-teman di tim teng dapat nimbrung nih. wassalam Abdul Mu'iz WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Bisa saya pahami, kekeliruan Abah sebenarnya terletak pada pencampur-adukan antara gagasan kolektif dengan gagasan definitif. Pengelompokan yang Abah maksud seperti dalam beberapa kali penjelasan, termasuk juga di sini, adalah gagasan definitif. Perbedaannya akan sangat terlihat dengan jelas dalam kontek. Ketika kita katakan pohon dalam bentuk gagasan definitif maka ia akan merujuk kepada apa saja yang bernama pohon. Dan itu akan selalu benar, apakah pembicaranya sedang melihat satu pohon saja, atau sedang melihat pohon satu persatu dalam sesi berbeda-beda, atau sedang melihat beberapa pohon sekaligus. Dan semuanya adalah benar selama benda itu masuk dalam definisi pohon. Inilah yang kita maksud, akan menjadi lebih jelas dalam kontek bahasa. Gagasan definitif adalah pembahasan Manthiq. Sedangkan dalam bahasa, sifatnya akan selalu cair. Dan Sibawaihi sudah berkali-kali semenjak bagian awal al-Kitab menjelaskan tentang perbedaan ini; logika akal (manthiq) dan logika bahasa. Dalam penjelasannya, Sibawaihi memberikan contoh saya telah mengangkat gunung. Kalau anda memahaminya dengan logika manthiq selamanya kalimat ini tidak akan benar, tapi dalam logika bahasa ini adalah kalimat yang benar dan tidak bisa disalahkan. Kalau kita menengok kembali kepada al-Namlu, apakah gagasan kolektif di sini adalah gagasan definitif? Jawabannya tidak. Pertautan ayat satu dengan ayat lainnya menjelaskan bahwa pada saat itu seekor semut mengingatkan kepada kawan-kawannya karena Sulaiman dan tentaranya mau lewat. Tidak ditujukan kepada unsur lain yang masuk dalam definisi al-Namlu yang berada diluar dimana kejadian itu berlangsung. Gagasan kolektif sapi adalah sapi-sapi yang berada dalam lingkup kehidupan Musa dan Bani Israil sehingga sangat sulit mencari sapi yang bagaimana yang dimaksud untuk disembelih, bukan gagasan definitif sapi apa saja yang masuk dalam nama sapi. Dan silahkan anda lihat konteknya dengan pohon hijau di S. Yasin itu, sangat berbeda. Ada perbedaan antara Isim Jenis dengan Makna Jama'. Kaum, jamaah, nafar, adalah kata tunggal bermakna Jama' dan selamanya akan bermakna Jama'. Sedangkan Isim Jenis adalah kata tunggal yang merujuk kepada gagasan definitif, dan apakah nanti tertentu kepada satu unsur yang masuk dalam namanya, atau kepada kelompok unsur-unsur yang masuk ke dalam namanya, atau kepada setiap unsur yang masuk dalam namanya, akan ditentukan oleh kontek bagaimana bahasa itu digunakan. Terima Kasih Aman - Original Message - From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Sunday, June 19, 2005 2:57 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Makanya menjadi agak aneh bagi saya kalau kemudian Abah malah menyatakannya keliru dalam kalimat itu menjadi maju kena mundur kena. Orang arab aja tidak menyatakan terjadi kesalahan gramatikal karena memang diakui semenjak zaman Imruul Qais hingga sekarang. Jadi wahyu harus di atas akal siapa dan akal siapa yang harus di atas wahyu, walau sampai menabrak kaidah bahasa wahyu itu sendiri. --- HMNA: Aman, dalam bahasa Arab tidak ada masalah. Tetapi dalam terjemahan ke bahasa Inggris, barulah ada masalah, maju kena mundur kena. Pemahaman kita (=Aman + HMNA) tidak berbeda. Silakan baca selanjutnya: Dalam Al Quran Allah berfirman: -- ALDZY J'AL LKM MN ALSYJR ALAKHDHR NARA FADZA ANTM MNH TWQDWN (A. Y-S, 80), dibaca: alladzi- ja'alalakum minasy syarail akhdhari na-ran faidza- antum minhu tu-qidu-n (S. Yasin), artinya: Yaitu Yang menjadikan bagimu api dari pohon hijau dan dengan itu kamu dapat membakar (36:80). Pertama-tama ayat itu harus difahamkan secara tekstual, karena itulah inti pemahaman, bahwa kamu, maksudnya manusia dapat membakar dengan api yang berasal dari pohon hijau. Dalam kasus ini pemahaman tekstual itu perlu ditopang ilmu nahwu. ALSYJR (al syajaru) adalah mudzakkar (jantan) dalam bentuk mufrad (tunggal), yang menunjuk kepada pohon keseluruhan secara kolektif. Ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab Al Quran benda-benda ini secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama', namun dinyatakan dalam ism mudzakkar mufrad (kata benda jantan tunggal), jadi mengandung gagasan jama' (plural), seperti juga dapat dilihat dalam ayat-ayat (22:28, 27:18, 27:60). Sedangkan bentuk muannats mufrad ALSYJRt (asysyjarah), ALNMLt (annamlah) menunjuk kepada sebatang pohon, yaitu pohon larangan (2:35), sejenis pohon yaitu pohon zaitun (23:20, 24:35), dan seekor semut (27:18) [dicuplik dari Seri 624]. Adapun Seri 624 ini telah ada di arsip milis WM ini, karena telah saya posting ke
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Sebenarnya tulisan saya itu bermaksud menunjukkan betapa sulitnya menterjemahkan Al Quran ke dalam bahasa lain. Ini memperlihatkan hikmah dari tidak bolehnya shalat selain dari bahasa Al Quran. Adapun maksud saya maju kena, mudur kena, demikain: Maju: an Naml diterjemahkan ant Mundut: an Naml diterjemahkan ants Kalu kita maju, maka terjemahannya: O ant! Enter your dwellings. Di sini yang kena grammatikal, sebab ant tidak klop dengan dwellings. Jadi maju kena =- kesalahan grammatikal dalam bahasa Inggris. Kalau dalam bhs Arab tidak ada masalah, karena an Naml itu mengandung gagasan jama'. Kalau kita mundur, maka terjemahannya: O ants ! Enter your dwellings. Di sini yang kena ialah terjemahan an Naml, sebab singular diterjemahkan plural = kesalahan terjemahan dalam bahasa Inggris yakni singular diterjemahkan plural. Di sinilah kesulitan menterjemahkan, singular dipaksa diterjemahkan plural, karena dalam bahasa Inggris ant tidak mengandung gagasan plural, sedangkan dalam bahasa Arab ridak ada masalah. Jadi kalau kita bicara dalam ruang-lingkup bahasa Arab tidak ada masalah. Akan tetapi kalau bicara transformasi dari ruang-lingkup bahasa Atab ke ruang-lingkup bahasa Inggris, lalu kemudian kita fokuskan dalam ruang-lingkup bahasa Inggris maka timbullah masalah. Apa yang Aman jelaskan panjang lebar di bawah itu, tentu saja mulus-mulus saja, karena Aman bicara dalam ruang-lingkup bahasa Arab. Wassalam, HMNA - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 20, 2005 09:05 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Bisa saya pahami, kekeliruan Abah sebenarnya terletak pada pencampur-adukan antara gagasan kolektif dengan gagasan definitif. Pengelompokan yang Abah maksud seperti dalam beberapa kali penjelasan, termasuk juga di sini, adalah gagasan definitif. Perbedaannya akan sangat terlihat dengan jelas dalam kontek. Ketika kita katakan pohon dalam bentuk gagasan definitif maka ia akan merujuk kepada apa saja yang bernama pohon. Dan itu akan selalu benar, apakah pembicaranya sedang melihat satu pohon saja, atau sedang melihat pohon satu persatu dalam sesi berbeda-beda, atau sedang melihat beberapa pohon sekaligus. Dan semuanya adalah benar selama benda itu masuk dalam definisi pohon. Inilah yang kita maksud, akan menjadi lebih jelas dalam kontek bahasa. Gagasan definitif adalah pembahasan Manthiq. Sedangkan dalam bahasa, sifatnya akan selalu cair. Dan Sibawaihi sudah berkali-kali semenjak bagian awal al-Kitab menjelaskan tentang perbedaan ini; logika akal (manthiq) dan logika bahasa. Dalam penjelasannya, Sibawaihi memberikan contoh saya telah mengangkat gunung. Kalau anda memahaminya dengan logika manthiq selamanya kalimat ini tidak akan benar, tapi dalam logika bahasa ini adalah kalimat yang benar dan tidak bisa disalahkan. Kalau kita menengok kembali kepada al-Namlu, apakah gagasan kolektif di sini adalah gagasan definitif? Jawabannya tidak. Pertautan ayat satu dengan ayat lainnya menjelaskan bahwa pada saat itu seekor semut mengingatkan kepada kawan-kawannya karena Sulaiman dan tentaranya mau lewat. Tidak ditujukan kepada unsur lain yang masuk dalam definisi al-Namlu yang berada diluar dimana kejadian itu berlangsung. Gagasan kolektif sapi adalah sapi-sapi yang berada dalam lingkup kehidupan Musa dan Bani Israil sehingga sangat sulit mencari sapi yang bagaimana yang dimaksud untuk disembelih, bukan gagasan definitif sapi apa saja yang masuk dalam nama sapi. Dan silahkan anda lihat konteknya dengan pohon hijau di S. Yasin itu, sangat berbeda. Ada perbedaan antara Isim Jenis dengan Makna Jama'. Kaum, jamaah, nafar, adalah kata tunggal bermakna Jama' dan selamanya akan bermakna Jama'. Sedangkan Isim Jenis adalah kata tunggal yang merujuk kepada gagasan definitif, dan apakah nanti tertentu kepada satu unsur yang masuk dalam namanya, atau kepada kelompok unsur-unsur yang masuk ke dalam namanya, atau kepada setiap unsur yang masuk dalam namanya, akan ditentukan oleh kontek bagaimana bahasa itu digunakan. Terima Kasih Aman - Original Message - From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Sunday, June 19, 2005 2:57 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Makanya menjadi agak aneh bagi saya kalau kemudian Abah malah menyatakannya keliru dalam kalimat itu menjadi maju kena mundur kena. Orang arab aja tidak menyatakan terjadi kesalahan gramatikal karena memang diakui semenjak zaman Imruul Qais hingga sekarang. Jadi wahyu harus di atas akal siapa dan akal siapa yang harus di atas wahyu, walau sampai menabrak kaidah bahasa wahyu itu sendiri. --- HMNA: Aman, dalam
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
ada kata bikrun. Di terjemahan Indonesia adalah tidak terlalu muda. Kata ini menurut bahasa digunakan untuk menunjukkan jenis betina baik pada binatang atau manusia. Kalau pada manusia, biasa diterjemahkan dengan perawan. Hanya kata ini saja yang paling tegas menunjukkan pada sapi betina, (tapi juga ingat disitu menggunakan Laa.. artinya yang bukan). Karena itu dari kelengkapan bahasa yang ada, pada no. 1 lebih tepat diterjemahkan sebagai seekor sapi saja. Karena Tha Marbuthah di sini untuk menunjukkan penekanan pada singular dari al-baqar yang bergagasan plural. Dengan demikian, pada ayat al-Namlu jelas pula bahwa maksud qaalat namlatun adalah seekor semut, bukan semut betina. Menggunakan Tha Marbuthah untuk menegaskan singular bukan untuk menekankan sifat muannats. Dan kalau al-Namlu adalah nama jenis bangsa yang bergagasan kolektif maka sosok orangnya adalah Namliyun bukan namlatun seperti misalnya al-Arab menjadi Arabiyun, Indunisia menjadi Indunisiyun, 'Ajam menjadi 'ajamiyun, Auruba - aurubiyun, Saam - Saamiyun, Asyuriyah - Asyuriyun, dan seterusnya. Dan itu akan banyak kita temukan dalam contoh-contoh teks berbahasa Arab. Kesimpulannya, secara umum kata-kata bergagasan kolektif ini sebenarnya juga banyak terdapat dalam bahasa lain seperti contoh kata kelompok, ras, bangsa, manusia, rakyat, dll. Tapi jenis kata semacam al-Namlu - al-Namlatu dan sejenisnya tidak ada padanannya sehingga terjemahan yang tepat adalah dengan langsung mempluralkannya. Demikian, Wassalam Aman - Original Message - From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 18, 2005 5:47 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Dalam bahasa Arab ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab benda-benda ini walaupun disebutkan mufrad (singular), namun secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama'. Contohnya seperti ayat yang diperbincangkan: Ya-ayyuha- nNaml uDkhuluw Masa-kinakum. Dalam bahasa Inggris tidak dikenal hal semacam itu. Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut: a Namlite said: O Naml ! enter your houses. Di sini tidak ada kesulitan karena dalam bahasa Inggris Naml sebagai nama bangsa atau suku juga mengandung gagasan plural, akan tetapi kalau seperti terjemahan Mohammed Marmaduke Pikthall: an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants. Mengapa salah? Karena dalam bahasa inggris nama jenis binatang seperti ant tidak mengandung gagasan plural. Ia terpaksa menjamakkan ants. Maka kesalahannya ialah: an Namlu bahasa Inggrisnya ialah Ant, bukan Ants. Wassalam, HMNA WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Dari segi penafsiran yang saya pilih tentang jin dan manusia tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa ini adalah dua jenis makhluk yang sepadan. Artinya sama-sama ciptaan dan sama-sama memiliki keterbatasannya masing-masing. Secara praktiknya banyak hal-hal yang bisa kita sebutkan berlebihan. Dan tentunya di mana saja yang namanya berlebihan adalah suatu yang tidak baik. Dalam masyarakat kita, sosok jin digambarkan sebagai sesuatu yang lebih hebat dari manusia dan bisa diminta bantuan untuk hal-hal yang macam-macam sesuai dengan tingkat pola pikir masyarakat kita. Saya pikir sudut inilah bentuk negatif yang seringkali kita lihat. Memang bisa saja jenis jin ini lebih hebat dan punya kemampuan yang berbeda dengan kemampuan manusia dalam komunitas antar mereka. Tetapi itu jelas sangat terbatas di antara mereka sendiri seperti layaknya perbedaan-perbedaan yang ada pada jenis-jenis makhluk ciptaan. Persepsi masyarakat kita yang tidak menyadari saling keterbatasan itulah yang menjadi pokok masalah pada tahayul itu saya kira. Qul kullun ya'malu 'ala syaakilatih, Kullun Muyassarun limaa khuliqa lahu. Dalam syair-syair Arab pra Islam, sosok-sosok jin ini juga sering kita temukan seperti dalam syair-syair A'sya. Dan tidak sedikit yang menyebutkan Ifrit di sana. Mereka menggambarkannya dalam bentuk yang bermacam-macam sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Tapi point yang ingin saya petik di sini, sebelum diturunkan al-Qur`an yang di antaranya menceritakan tentang Ifrit dan Sulaiman as, orang-orang Arab sendiri sudah mengenal Jin dan Ifrit sebagai makhluk halus yang digambarkan dalam macam-macam bentuk. Kalau kita telusuri secara terbalik, muncul pertanyaan apakah keterangan al-Qur`an tentang jin dan khususnya Ifrit dan Sulaiman as itu untuk merubah persepsi orang-orang Arab ketika itu? Jawabannya bisa jadi iya. Namun sayangnya, al-Qur`an tidak langsung menggagas penyampaian yang memotong persepsi itu. Justru pada dialog Sulaiman dengan Ifrit malah menguatkan tentang persepsi tersebut. Tapi al-Qur`an menegaskan berkali-kali bahwa jenis itu pada dasarnya tetaplah makhluk juga dan sebagai makhluk tentu mempunyai keterbatasan-keterbatasan sebagaimana juga manusia. Karena itulah komunikasi antara dua jenis ini juga sangat terbatas. Sama saja seperti terbatasnya komunikasi antara manusia sendiri dengan binatang misalnya. Nah pertanyaannya selanjutnya cukup menarik juga. Megerucut pada soal kesucian al-Qur`an. Tapi ini sangat relatif. Artinya, perlu kita tegaskan dulu apakah tahayul itu sendiri suatu praktek yang keliru. Tentu saja maksud pertanyaan saya ini lebih terfokus pada prinsip-prinsip teoritisnya bukan pada praktek-praktek masyarakat yang keliru memahami hubungan kedua makhluk dan juga berlebihan dalam menyikapinya. Kemudian dari segi epistimologinya, apakah tahayul itu sendiri merupakan bentukan lokal atau malah global sehingga dalam perkembangannya terjadi interaksi karena sudut kesamaan bentuk dan lalu paling tidak bisa kita katakan bahwa tahayul di sini pada awalnya adalah istilah Arab yang kemudian diserap, yaitu varian kata Khayal, Takhayyala, Takhayyul. Kalau memang itu yang terjadi, kita juga perlu mencermati istilah-istilah itu dalam perkembangan Arab sehingga kita bisa tahu kenapa takhayyul lebih berkonotasi negatif. Dalam istilah Arab ada dua istilah yang mengacu pada kandungan maksud yang serupa yaitu khayal dan waham. Kata yang menunjukkan aktivitas dari dua kata itu kemudian disebut takhayyul dan tawahhum, takhyiil dan iiham. Orang-orang Arab jaman dahulu dan begitu juga kebanyakan ulama yang mencoba mengulas tentang maksud kata ini tidak membedakan antara khayal dan waham. Meskipun dalam praktik mereka dalam pembahasan-pembahasan tertentu secara makna mengisyaratkan adanya perbedaan. Tapi secara umum mereka tidak membedakannya. Dalam bahasa indonesia disebut dengan ilusi. Bahkan Abdul Qahir, sang maestro kritik sastra dan Balaghah sendiri tidak membedakan dua kata ini dan dia menyatakan sebagai sesuatu yang rendah dan lebih memihak pada kebohongan[Asrar Balaghah]. Dalam studi Arab, perkembangan pada masa-masa terakhir lebih mengerucut pada paham yang membedakan antara khayal dan waham. Kalau waham adalah negatif maka khayal adalah positif di mana waham adalah penelusuran akliyah terhadap sesuatu dan keterkaitannya pada hal-hal yang sama sekali tidak ada wujudnya atau keterkaitannya, sedangkan khayal adalah pada hal-hal atau sesuatu yang ada wujudnya dan keterkaitannya. Memang perbedaan ini susah ditarik dalam bentuk yang lebih tegas karena tipisnya perbedaan itu dan karena berada dalam sudut persepsi manusia. Dalam istilah sekarang, waham dikhususkan dalam istilah ilusi sedangkan khayal disebut dengan imajinasi. Karena itulah pembahasan tentang khayal kemudian lebih terfokus pada benda-benda dan keterkaitannya dan bagaimana dari wujud yang telah ada itu membentuk sesuatu yang baru; baik ide, pemikiran, pandangan, persepsi dan
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Aman: 1. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural. 2. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu memang ada dan pada masa Sulaiman. --- HMNA: 1. Kalau dalam terjemahan Inggris pakai Ant, karena memang an-Naml itu bahasa Inggrisnya Ant, maka terjemahan kata ini benar. Tetapi kalau ngotot pakai Ant supaya terjemahan an-Naml itu benar, maka terjadi kesalahan gramatikal karena Ant dalam bahasa Inggris tidak mengenal gagasan plural, sehingga secara gramatikal menjadi salah, sebab tidak klop dengan dwellings (Masa-kinakum) yang jamak. Jadi untuk menghindarkan kesalahan gramatikal dijamakkanlah Ant menjadi Ants. Itulah dilemma. Kalau terjemahan an-Naml dibikin betul yaitu Ant, terjadi kesalahan gramatikal. Kalau menghindarkan kesalahan gramatikal, maka terjemahan an-Naml ke Ants yang menjadi salah. Maju kena, mundur kena. Di situlah kesulitannya dalam menterjemahkan yang dalam hal ini ke bahasa Inggris. 2. Apakah ada nama suku memakai nama binatang pada zamannya Nabi Sulaiman AS (jadi bukan suku Semut saja), itu merupakan pembicaraan tersendiri. Yang jelas di Afrika terdapat suku yang memakai binatang sebagai totem (lambang suku) seperti misalnya Macan-tutul (Leopard), bahkan masih ada bekasnya dalam zaman modern ini seperti orang Belanda pakai simbol Singa, Indonesia pakai simbol Banteng (lambang sila ke-3). Raden Saleh seorang pelulis terkenal, menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda dengan sebuah lukisan perkelahian antara Banteng dengan Singa dinamakannya lukisannya itu dengan: Het gevecht tussen leven en dood(perkelahian mati-matian). Namun terlepas dari masalah tersebut, kalau an-Naml tidak diterjemahkan dengan Ant, melainkan tetap pakai Naml, yaitu totem yang menjadi proper name dari suku bersangkutan, maka tidak terjadi dilemma, karena Naml sebagai totem merupakan people yang mengandung gagasan jamak. Wassalam, - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 18, 2005 19:36 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Sebenarnya saya mengerti maksud Abah dalam soal macam-macam penafsiran. Cuman yang saya tidak habis pikir adalah menyalahkan. Padahal penafsiran seperti itu malah yang lebih umum berlaku. Kalau orang mempelajari Ilmu Sharaf pasti akan menemukan bab ini di mana suatu kata bermakna plural sedang bentuk katanya singular. Untuk kata-kata yang berbentuk seperti ini, untuk menegaskan makna singularnya maka harus ditambahkan Tha Marbuthah. Dalam gramatikal nawhunya, boleh kembali kepada lafazhnya yang singular dan boleh kembali kepada maknanya yang berkonotasi plural sesuai dengan penekanan apa yang diinginkan pada konteksnya.Dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama Sharaf dalam hal ini. Jadi secara bentuk kata, jenis-jenis kata ini memang berbeda dengan kata-kata lain yang bergagasan plural seperti contoh abah. Kalau nas artinya manusia, maknanya tidak bisa disingularkan menjadi naasah (pakai Tha Marbuthah). Begitu juga kata qaum, jam'un, ahlun (keluarga), nafarun, dll. Semua kata-kata jenis ini adalah menunjukkan gagasan kolektif. Dan ini dinamakan kata-kata yang bermakna plural. Dua jenis kata ini bertemu sebagai sama-sama jenis kata yang bergagasan kolektif sehingga dalam kaidah Nahwunya tidak banyak berbeda, yaitu boleh kembali kepada lafzhnya dan boleh kembali kepada maknanya dalam sitaks bahasa. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu memang ada dan pada masa Sulaiman. Sedangkan saya masih memilih tafsir yang menyatakan bahwa maksud dari ayat
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Aman: 1. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural. 2. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu memang ada dan pada masa Sulaiman. --- HMNA: 1. Kalau dalam terjemahan Inggris pakai Ant, karena memang an-Naml itu bahasa Inggrisnya Ant, maka terjemahan kata ini benar. Tetapi kalau ngotot pakai Ant supaya terjemahan an-Naml itu benar, maka terjadi kesalahan gramatikal karena Ant dalam bahasa Inggris tidak mengenal gagasan plural, sehingga secara gramatikal menjadi salah, sebab tidak klop dengan dwellings (Masa-kinakum) yang jamak. Jadi untuk menghindarkan kesalahan gramatikal dijamakkanlah Ant menjadi Ants. Itulah dilemma. Kalau terjemahan an-Naml dibikin betul yaitu Ant, terjadi kesalahan gramatikal. Kalau menghindarkan kesalahan gramatikal, maka terjemahan an-Naml ke Ants yang menjadi salah. Maju kena, mundur kena. Di situlah kesulitannya dalam menterjemahkan yang dalam hal ini ke bahasa Inggris. 2. Apakah ada nama suku memakai nama binatang pada zamannya Nabi Sulaiman AS (jadi bukan suku Semut saja), itu merupakan pembicaraan tersendiri. Yang jelas di Afrika terdapat suku yang memakai binatang sebagai totem (lambang suku) seperti misalnya Macan-tutul (Leopard), bahkan masih ada bekasnya dalam zaman modern ini seperti orang Belanda pakai simbol Singa, Indonesia pakai simbol Banteng (lambang sila ke-3). Raden Saleh seorang pelukis terkenal, menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda dengan sebuah lukisan perkelahian antara Banteng dengan Singa dinamakannya lukisannya itu dengan: Het gevecht tussen leven en dood (perkelahian mati-matian). Namun terlepas dari masalah tersebut, kalau an-Naml tidak diterjemahkan dengan Ant, melainkan tetap pakai Naml, yaitu totem yang menjadi proper name dari suku bersangkutan, maka tidak terjadi dilemma, karena Naml sebagai totem merupakan people yang mengandung gagasan jamak. Wassalam, - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 18, 2005 19:36 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Sebenarnya saya mengerti maksud Abah dalam soal macam-macam penafsiran. Cuman yang saya tidak habis pikir adalah menyalahkan. Padahal penafsiran seperti itu malah yang lebih umum berlaku. Kalau orang mempelajari Ilmu Sharaf pasti akan menemukan bab ini di mana suatu kata bermakna plural sedang bentuk katanya singular. Untuk kata-kata yang berbentuk seperti ini, untuk menegaskan makna singularnya maka harus ditambahkan Tha Marbuthah. Dalam gramatikal nawhunya, boleh kembali kepada lafazhnya yang singular dan boleh kembali kepada maknanya yang berkonotasi plural sesuai dengan penekanan apa yang diinginkan pada konteksnya.Dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama Sharaf dalam hal ini. Jadi secara bentuk kata, jenis-jenis kata ini memang berbeda dengan kata-kata lain yang bergagasan plural seperti contoh abah. Kalau nas artinya manusia, maknanya tidak bisa disingularkan menjadi naasah (pakai Tha Marbuthah). Begitu juga kata qaum, jam'un, ahlun (keluarga), nafarun, dll. Semua kata-kata jenis ini adalah menunjukkan gagasan kolektif. Dan ini dinamakan kata-kata yang bermakna plural. Dua jenis kata ini bertemu sebagai sama-sama jenis kata yang bergagasan kolektif sehingga dalam kaidah Nahwunya tidak banyak berbeda, yaitu boleh kembali kepada lafzhnya dan boleh kembali kepada maknanya dalam sitaks bahasa. Alasan di bahasa lain tidak ada kata jenis seperti ini, mungkin itu dasarnya yang mendorong Abah mengatakan salah. Karena al-Namlu itu bahasa Inggrisnya adalah Ant. Dan Ant ini tidak bergagasan kolektif. Menurut saya, bukankah malah karena itu mau tidak mau dia harus menggunakan ants untuk menyesuaikan maknanya yang memang plural. Karena Ant yang tidak mengandung gagasan kolektif jelas tidak sesuai dengan kandungan maksud al-Namlu yang bergagasan Plural. Soal penafsiran al-Namlu sebagai suku bangsa, itu terserah yang menafsirkan sebagaimana sesuai dengan pandangan dan argumennya. Dan itu tentunya perlu dibuktikan dengan bukti-bukti minimal yang bisa memperkuatnya, apakah itu memang ada dan pada masa Sulaiman. Sedangkan saya masih memilih tafsir yang menyatakan bahwa maksud dari ayat
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
lalu kenyataan bahwa api itu tidak berasal dari pohon yang hijau, melainkan dari kayu-kayuan dan daun-daunan yang kering berwarna coklat. Pemahaman dalam konteks semaham pohon di Aceh, itu tidak benar, karena kalau yang dimaksud sejenis pohom di Aceh atau di mana saja maka pohon itu dalam Al Quran niscaya dinyatakan dalam bentuk muannats asysyajaratu lkhadhra-u. Dengan langsung melompat pada pendekatan kontekstual, maka selesailah sudah kajian itu. Namun dengan tetap memegang intinya yaitu pemahaman tekstual, kita masih dapat lanjutkan kajian itu dengan ta'wil, yaitu dengan memanfaatkan sains berupa: ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan. Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir menjadi tenaga radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari matahari, sehingga mengalami penyusutan energi. Maka di bagian luar sinar yang telah berdegradasi energinya itu dikenal sebagai photon yang memancar ke sekeliling matahari, antara lain menyiram permukaan bumi. Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang disebut khlorophyl, zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = daun). Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam proses photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan photon, dihasilkanlah makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya melalui proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang dan mesin-mesin, makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari udara berubahlah pula menjadi CO2 dan air. Demikianlah sterusnya daur atau siklus itu berlangsung. Jadi tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia dan binatang mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2. Demikianlah tenaga radiasi berdegradasi pula menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar melalui proses photosynthesis oleh zat hijau daun, dan selanjutnya berdegradasi pula menjadi tenaga panas melalui proses respirasi, yaitu reaksi kimiawi yang eksotherm (menghasilkan api). Pemakaian istilah asySyajaru lAkhdhar, zat hijau pohon, dalam Al Quran lebih tepat dari istilah ilmiyah khlorophyl, zat hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja, melainkan pada seluruh bagian pohon asal masih berwarna hijau, mulai akar yang tersembul asal masih hijau, dari batang asal masih hijau, cabang asal masih hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah yang masih hijau. Itulah ta'wil dengan memanfaatkan sains dari S. Yasin, 80. Kemudian dilanjutkan dengan isyarat. Adapun S. Yasin, 80 mengisyaratkan bagaimana pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau. Namun 'ala kulli hal isyarat yang lebih penting dari S. Yasin, 80, adalah hutan itu sangat perlu dipelihara untuk terjadinya daur: tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, membersihkan udara dari sampah CO2 yang dikeluarkan oleh manusia, binatang dan mesin-mesin. S. Yasin, 80 memberikan isyarat dalam konteks memelihara lingkungan hidup, tugas manusia sebagai Khalifatun fi lArdh. WaLlahu a'lamu bishshawab. *** Makassar, 9 Mei 2004 [H.Muh.Nut Abdurrahman] - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Sunday, June 19, 2005 02:08 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Lupakanlah point nomor dua karena sebagaimana penafsiran saya mengakuinya walau bukti-buktinya tidak bisa merubah pendirian saya tafsiran mana yang harus saya pilih. Yang menjadi catatan saya di sini adalah soal maju kena mundur kena ini. Karena bagaimanapun saya melihatnya sebagai logika yang aneh. Kalau saya simpulkan penjelasan-penjelasan saya yang telah lewat maka yang sebenarnya ingin saya tekankan adalah bahwa al-Namlu itu artinya ant, ant, ant, ant, ant, ant, 10 ant, 20 ant, 100 ant, 1000 ant dan seterusnya yang kemudian sesuai kaidah Inggris menjadi ants. Untuk menekankan makna singular maka harus ditambah Tha Marbuthah, seperti pada qaalat namlatun artinya seekor ant saja yang berseru kepada ant, ant, ant, ant... itu. Sudah saya sampaikan juga bahwa itulah yang ada dalam kaidah bahasa Arab, mulai dari al-Kitab Sibawaihi, al-Muqthadhab al-Mubarrid, sampai kitab-kitab Sharf terbelakang seperti Alfiyah dan syarah-syarahnya, audhahul masalik, khasyiat shabban, qatrun nada, kafrawi, kawakib, luma', al-Muzhir, asybah wa al-nazhair Suyuthi. Bahkan tidak ada satupun pendapat yang
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
: - M.H.Syakir dari World Organization For Islamic Services (WOFIS), Tehran, Iran, dalam tafsirnya menterjemahkan the valley of the Naml, a Namlite dan O Naml. Dari tafsir Maulana Muhammad Ali, Pakistan, Soedewo menterjemahkan de vallei van den Naml, een Namliet dan O Naml. Dari kedua terjemahan itu Naml tidak diterjemahkan. Sedangkan Namlah diterjemahkan dengan a Namlite (Inggeris) dan een Namliet (Belanda), seorang Namlit. AnNaml bukanlah nama spesi binatang melainkan nama diri dari suatu puak atau suku. Itulah tiga orang mufassirin pencilan, dari Indonesia (SM), dari Pakistan (MMA) dan dari Iran (MHS), yang pendapat mereka memencil dari jumhur mufassirin. *** Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum. AL NML = tunggal, (mufrad, singular) ADKHLWA = jamak (jama', plural) MSAKNKM = jamak (jama', plural) Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu seperti berikut: an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, tetapi dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak). Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan: an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu. Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut: a Namlite said: O Naml ! enter your houses. Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya puak Semut. *** Dari penafsiran yang jumhur, bahwa anNamlu itu betul-betul semut, dikembangkanlah menjadi karya sastra, yaitu imajinasi berupa cerita-cerita Israiliyat. Tujuannya semula untuk menyampaikan pesan nilai, mendidik anak-anak, yang kemudian melebar menjadi cerita-cerita penglipur lara, yang umumnya disenangi ibu-ibu dalam majlis ta'lim. WaLlahu A'lamu bi shShawab. *** Makassar, 3 Desember 1995 [H.Muh.Nur Abdurrahman] - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, June 17, 2005 15:35 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Salam, Sebenarnya persoalan jin ini memang agak susah. Namun terkait dengan penafsiran jin yang disebutkan dalam al-Qur`an seperti yang diutarakan pak Chodjim untuk kontek-kontek tertentu sah-sah saja. Memang banyak ungkapan bahasa termasuk al-Qur`an yang bermakna hakiki dan majazi sekaligus. Bisa jadi maksud pak Chodjim dalam penafsiran seperti ini lebih mengacu kepada makna hiperboliknya. Namun kalau saya membaca penjelasan Pak Chodjim di sini (saya tidak membaca buku tafsir beliau), tampaknya makna jin yang dimaksud adalah makna yang disebutkan oleh pak Chodjim dan bukan makhluk halus seperti yang kita pahami hingga sekarang. Tentu saya tidak sependapat dengan ini karena beberapa hal: 1. Definisi para ulama tentang jin menunjukkan bahwa jin adalah makhluk tersendiri yang berbeda dengan manusia. 2. Beberapa ayat (dan juga hadits) menunjukkan seperti itu. Salah satu kita ambil contoh, ayat yang mengatakan Tidaklah Aku ciptakan Manusia dan Jin kecuali untuk menyembahku.. Ayat ini menjelaskan adanya penciptaan Manusia dan Jin. Dalam prinsip gramatikal bahasa Arab, al-Athaf Yaqtadhi al-Mughayarah, yaitu menghubungkan (Athaf) satu kata dengan kata lain menuntut adanya perbedaan antara kedua kata tersebut. Dengan demikian, Manusia berbeda dengan Jin dan dua-duanya sama-sama ciptaan Allah dan dua-duanya sama-sama mendapatkan taklif (untuk menyembah). Penafsiran ala pak Chodjim fiihi wajhun.. maksudnya bisa jadi ada benarnya, yaitu dengan menggunakan kaidah athaf al-khas ala al-'am. Maksudnya, jin adalah salah satu jenis dari jenis manusia dan athaf pada dua kata itu adalah menghubungkan yang khusus kepada yang umum
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Salam, Soal perbedaan tafsir sudah saya akui sejak awal meskipun saya tetap mengikuti tafsiran-tafsiran jumhur karena pengamatan terhadap bahasanya yang dipakai. Reply saya kali ini hanya ingin memberikan catatan pada bagian yang terkait dengan gramatikal Bahasa Arab. Saya quote saja biar mudah: Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum. AL NML = tunggal, (mufrad, singular) ADKHLWA = jamak (jama', plural) MSAKNKM = jamak (jama', plural) Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu seperti berikut: an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, tetapi dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak). Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan: an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu. Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut: a Namlite said: O Naml ! enter your houses. Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya puak Semut. Aman: Catatan saya berikan karena menurut saya ada suatu persepsi kebahasaan yang keliru. Sebelumnya saya kemukakan dulu, kalau orang menafsirkan al-Namlah di sini sebagai kaum semut maka itu sah-sah saja. Namun kalau kemudian ditengarai ada kesalahan gramatikal dalam penafsiran menurut saya tidak. Karena al-Namlu adalah Isim Jenis. Kemudian apakah Isim Jenis ini ditafsirkan sebagai sekelompok manusia yang bernama puak Semut atau sekelompok semut benaran itu tergantung masing-masing penafsir. Yang jelas, Isim Jenis adalah sebuah kata yang berbentuk Mufrad (singular) tetapi mengandung makna plural. Isim Jenis ini bisa ditandai dengan Alif dan Lam (bagian ini masuk gramatikal Nahwu, yaitu dengan Al di depan kata), dan ada yang memang kata itu sendiri dari segi bahasa adalah isim jenis. Contoh di sini, al-Namlu adalah Isim Jenis dengan dimasuki AL dan Isim jenis dari segi katanya. Apabila dari segi bahasa suatu kata itu merupakan Isim Jenis, maka singularnya harus ditambahkan Tha Marbuthah seperti dalam ayat al-Namlu menjadi al-Namlah, al-Syajaru (pohon) adalah Isim Jenis, singularnya adalah al-Syajarah, al-Nahlu menjadi al-Nahlah, al-baqar - al-baqarah,. Inilah salah satu dari fungsi-fungsi Tha Marbuthah. Kaidah-kaidah ini diperoleh secara Sima'i dan beberapa kaidah menjadi Qiyasi karena saking banyaknya sehingga disimpulkan demikian. Contoh lain yang terkait dari dengan Isim Jenis sangat banyak dalam ayat. Seperti dalam surah al-'Asri misalnya, Manusia dalam keadaan rugi kecuali mereka yang beiman dan beramal saleh... Menggunakan kata Insan yang secara lafazh adalah singular. Tetapi karena Isim Jenis dan bermakna Plural maka boleh dikecualikan dengan bentuk kata pengucualian yang berbentuk plural yaitu Aamanuw... Jadi dalam ayat tersebut tidak ada kesulitan gramatikal. Karena kata ganti bisa kembali kepada lafazh yang singular dan bisa kembali kepada maknanya yang plural. Penafsiran M.M.Pikthall bukanlah suatu yang keliru karena memang diakui dalam kaidah bahasa Arab. Kenapa saya lebih berpegang pada pendapat jumhur? Karena secara kebahasaan memang itu arti dasarnya. Kemudian dalam ayat, konteks umum dari pertautan satu ayat dengan yang lainnya menunjukkan kepada hal itu. Hai manusia, telah diajarkan kepada kami logika burung (27:16). Dan telah berkumpul bersama Sulaiman pasukannya yang terdiri dari jin, manusia dan burung-burung dalam formasi tempur (22:17). Sehingga tatkala mereka sampai ke lembah semut, berkata seekor semut, hai semut masuklah ke dalam tempat tinggalmu (27:18). Maka berkata (Hudhud): saya meliput apa yang engkau tidak liput dan saya sampaikan kepadamu informasi yang meyakinkan dari Saba (27:22). Coba simak Hai Manusia, Manthiq al-Tair, Waadi al-Namli, Hudhud,
Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam
Dalam bahasa Arab ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab benda-benda ini walaupun disebutkan mufrad (singular), namun secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama'. Contohnya seperti ayat yang diperbincangkan: Ya-ayyuha- nNaml uDkhuluw Masa-kinakum. Dalam bahasa Inggris tidak dikenal hal semacam itu. Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut: a Namlite said: O Naml ! enter your houses. Di sini tidak ada kesulitan karena dalam bahasa Inggris Naml sebagai nama bangsa atau suku juga mengandung gagasan plural, akan tetapi kalau seperti terjemahan Mohammed Marmaduke Pikthall: an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants. Mengapa salah? Karena dalam bahasa inggris nama jenis binatang seperti ant tidak mengandung gagasan plural. Ia terpaksa menjamakkan ants. Maka kesalahannya ialah: an Namlu bahasa Inggrisnya ialah Ant, bukan Ants. Wassalam, HMNA - Original Message - From: Aman FatHa To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 18, 2005 07:44 Subject: Re: [wanita-muslimah] pro pak Aman Fatha cs : makna jin menurut qur'an Re: Interaksi sesama Umat Islam Salam, Soal perbedaan tafsir sudah saya akui sejak awal meskipun saya tetap mengikuti tafsiran-tafsiran jumhur karena pengamatan terhadap bahasanya yang dipakai. Reply saya kali ini hanya ingin memberikan catatan pada bagian yang terkait dengan gramatikal Bahasa Arab. Saya quote saja biar mudah: Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum. AL NML = tunggal, (mufrad, singular) ADKHLWA = jamak (jama', plural) MSAKNKM = jamak (jama', plural) Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama', plural), yaitu seperti berikut: an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, ADKHLWA dan MSAKNKM adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, tetapi dalam bahasa Arab dibedakan ADKHL (tunggal) dengan ADKHLWA (jamak). Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan: an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall terpaksa menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu. Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan oleh M.H.Shakir, Iran, seperti berikut: a Namlite said: O Naml ! enter your houses. Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya puak Semut. Aman: Catatan saya berikan karena menurut saya ada suatu persepsi kebahasaan yang keliru. Sebelumnya saya kemukakan dulu, kalau orang menafsirkan al-Namlah di sini sebagai kaum semut maka itu sah-sah saja. Namun kalau kemudian ditengarai ada kesalahan gramatikal dalam penafsiran menurut saya tidak. Karena al-Namlu adalah Isim Jenis. Kemudian apakah Isim Jenis ini ditafsirkan sebagai sekelompok manusia yang bernama puak Semut atau sekelompok semut benaran itu tergantung masing-masing penafsir. Yang jelas, Isim Jenis adalah sebuah kata yang berbentuk Mufrad (singular) tetapi mengandung makna plural. Isim Jenis ini bisa ditandai dengan Alif dan Lam (bagian ini masuk gramatikal Nahwu, yaitu dengan Al di depan kata), dan ada yang memang kata itu sendiri dari segi bahasa adalah isim jenis. Contoh di sini, al-Namlu adalah Isim Jenis dengan dimasuki AL dan Isim jenis dari segi katanya. Apabila dari segi bahasa suatu kata itu