Abah, Terima kasih atas informasinya;)
Saya mau konfirmasi satu point lagi, jika manusia mempunyai keterbatasan termasuk Nabi Muhammad saw sebagai manusia adakah penafsiran Beliau terhadap wahyu terbatasi oleh keterbatasanya sebagai manusia?? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jadi Abah ulangi: "Di situlah keterbatasan manusia dalam hal mengenal > PROSES". WaLlahu a'lamu bisshawab > > Wassalam, > HMNA > > > ----- Original Message ----- > From: "Chae" <[EMAIL PROTECTED]> > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> > Sent: Thursday, February 01, 2007 10:41 > Subject: [wanita-muslimah] Re: Tuhan yangTransenden was Pengaruh budaya arab > > > > Abah, > > > > Terima kasih atas tambahanya...kalau boleh tanya bagaiman process > > penerimaan wahyu ketika wahyu datang seperti bunyi gemerincing Bell > > seperti yang dikatakan oleh Rasul...bagaimana bunyi bell ni bisa di > > transform ke dalam bahasa arab??;) > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" > > <mnabdurrahman@> wrote: > > > > > > Chae: > > > Pak Her, Tuhan itu transenden karena dia beyond our imagination > > kalau bahasa > > > Qur'an sih Lam Yalid walam Yulad " dan tidak ada sesuatupun yang > > > menyamai-Nya". > > > > > > Ning: > > > Nyelak dikit : Koreksi mbak Chae. "Lam Yalid wa Lam Yuulad" artinya > > "Tidak > > > beranak, dan tidak dilahirkan". "Lam Yaqullahuu kufuwwan ahad", baru > > > artinya dan tidak ada satu pun yang menyamai-Nya.. > > > > > > HMNA: > > > Yang lebih pendek ayatnya: Laysa kamitslihi. > > > > > > Kemudian dari pada itu saya tambahkan sikit seperti di bawah > > > > > > Saya pakai diagram: > > > -------> input [proses] ------>output > > > > > > |--------------------------| > > > ------->wahyu (transenden} | Nabi Muhammad SAW | -------->verbal > > > |--------------------------| > > > Proses dalam kotak artinya Nabi Muhammad SAW menerima langsung wahyu itu > > > secara verbal, ataupun melalui Jibril. Output berupa yang verbal itu > > adalah > > > teks berupa kalimat-kalimat yang terkumpul dalam Al-Quran yang berbahasa > > > Arab, yang mengandung Risalah (message). Bahasa Arabnya bersifat lokal, > > > tetapi Risalah (message) permanen, tekstual, tidak dibatasi oleh > > ruang dan > > > waktu. Yang tekstual bisa dikembangkan secara kontekstual dan > > takwil, tanpa > > > melanggar yang tekstual. Bahkan bahasa Arab yang mulanya lokal itu > > berubah > > > menjadi tidak lokal lagi dalam wilayah pada zaman Khlafah Islamiyah, dan > > > sekarang juga tidak lokal lagi karena dipakai sebagai bahasa > > pengantar dalam > > > PBB, sehingga juga sudah bersifat internasional. > > > > > > The textual approach, tends to view religious phenomena merely on > > the level > > > of core element. On the other hand, the contextual approach can likely > > > reduce the substantial element of religion, for it tends to view > > religion > > > on the level of periphery. Frankly speaking the textual and contextual > > > approaches , thus, open new awareness of religious studies > > formed in > > > the synthesis of the two approaches". And again: "Methodologically > > > speaking, this combined-approach enables us to obtain the holistic > > > picture of the religion and to escape from its distorted-meaning." > > > Alhasil, kalau pakai akal yang jernih yang tekstual itu mesti sejalan > > > bergandeng tangan dengan yang kontekstual hingga bisa mencapai yang > > > holistik. Contohnya? Baca Seri 559 di bawah..Alhasil tidaklah perlu a > > > priori dan alergi pada yang tekstual. > > > ------------------------- > > > Wassalam, > > > HMNA > > > ***************************************************** > > > > > > BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM > > > > > > WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU > > > [Kolom Tetap Harian Fajar] > > > 559. Tekstual, Kontekstual dan Takwil tentang Ibadah Qurban > > > > > > Ibadah Qurban dimulai sesudah Shalat 'Iyd alQurban = 'Iyd alAdhha = > > 'Iyd > > > alNahar. Disebut 'Iyd alQurban, karena pada hari itu orang mulai > > berqurban, > > > baik yang sedang berhaji di Mina, maupun ummat Islam di seluruh dunia. > > > Disebut 'Iyd alAdhha, hari raya sepenggal matahari naik, karena pada > > posisi > > > matahari di bola langit seperti itu orang bershalat 'Iyd. Disebut 'Iyd > > > alNahr, hari raya menyembelih, karena pada hari itu orang mulai > > menyembelih > > > binatang ternak empat kaki. > > > > > > Kata Qurban adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang > > > terdiri dari huruf-huruf: Qaf, Ra, Ba, artinya dekat. Qurbaan adalah > > wazan > > > (pola) Fu'laan. Qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam > > > bentuk kurban atau korban. Kurban dan korban dalam rasa bahasa Indonesia > > > sudah menyimpang dari Qurban menurut rasa bahasa Al Quran. Kurban > > dan korban > > > dalam rasa bahasa Indonesia tidak lagi diapresiasikan maknanya yang asli > > > yaitu dekat. Namun apabila Qaf, Ra, Ba dalam bentuk qarib dan dalam > > bentuk > > > ism tafdhil (superlatif) aqrab, yang diserap ke dalam bahasa > > Indonesia dalam > > > bentuk karib dan akrab, masih terasa maknanya yang asli: sahabat > > karib dan > > > pergaulan yang akrab. Kata kurban atau korban dalam rasa bahasa > > Indonesia > > > dipengaruhi oleh rasa bahasa barat: offering, sacrifice (Inggris), > > > slachtoffer (Belanda). Kurban atau korban dirasakan sebagai sesuatu yang > > > dipersembahkan. Karena sudah terbiasa dan mendarah daging > > turun-temurun kata > > > kurban dan korban itu dirasakan sebagai suatu persembahan, sesajen, maka > > > sangat sukar sekali kata kurban dan korban dirasakan sebagai mendekatkan > > > batin kita kepada Allah SWT. Dalam Al Quran dekat dan Qurban > > dirangkaikan: > > > QRBA QRBANA (S. ALMA^DT, 27), dibaca: qarraba- qurba-nan, artinya: > > keduanya > > > mendekatkan (diri kepada Allah) dengan Qurban (5:27). > > > > > > Melaksanakan syari'ah tanpa landasan 'aqidah yang bersih dari > > tahyul serta > > > khurafat (paganism), tidak akan mendapatkan nilai ukhrawi. Berqurban > > > haruslah berlandaskan atas aqidah yang bersih dari paganism, bersih dari > > > rasa bahasa korban sebagai suatu persembahan (offering) yang sakral > > > (sacrifice) sifatnya. Untuk itu kita mesti bertitik tolak dari tekstual. > > > > > > Firman Allah SWT: > > > -- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR . LN YNAL > > ALLH > > > LHWMHA WLA DMA^WHA WLKN YNALH ALTQWY MNKM (S. ALHJ, 36-37), dibaca: > > > -- Faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wath'imul qa-ni'a wal > > mu'tar. > > > Lay yana-lalla-ha luhu-muha- wala- dima-uha- wala-kiy yanuhut taqwa- > > minkum > > > (s. alhaj), artinya: > > > -- apabila telah rebah badannya (hewan sembelihan), maka makanlah > > sebagian > > > darinya dan beri makanlah orang yang tidak meminta dan orang yang > > meminta . > > > Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak > > darah-darahnya, > > > melainkan yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu (22:36-37). > > > -- FSHL LRBK WANHR (S. ALKWTSR, 2), dibaca: > > > -- fashalli lirabbika wan har (s. alkawtsar), artinya: > > > -- maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan sembelihlah (108:2). > > > > > > Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Bara': > > > -- qa-lan nabiyyu saw inna awwala ma- nabda-u fi- yawmina- ha-dza- > > nushalli- > > > tsumma narji'u fananhar, aw qama- qa-la, artinya: > > > -- Bersabna Nabi SAW pertama-tama yang kita lakukan pada hari ini > > shalat, > > > kemudian kita kembali, lalu menyembelih (hewan Qurban). Demikianlah, > > 'Ibadah > > > Qurban tidak boleh tidak harus dimaknai secara tekstual, tidak boleh > > > bertentangan dengan Nash: ayat (22:36-37), (108:2) dan Shahih > > Bukhari, yaitu > > > menyembelih binatang Qurban, supaya dapat dimakan dagingnya. > > > > > > Karena darah dan daging hewan itu tidak akan sampai kepada Allah, maka > > > orang dapat mengangkatnya ke tataran nilai berbuat baik kepada orang > > miskin, > > > > > > Buat apa diberikan secara konsumtif. Dalam konteks visi produktif, > > secara > > > kontekstual lebih baik hewan Qurban itu diberikan kepada mereka itu > > untuk > > > diternakkan supaya terbuka lapangan kerja, yang sangat dibutuhkan > > Supaya > > > dapat diternakkan maka binatang qurban itu tidak usah yang jantan, > > melanikan > > > semuanya betina. Secara tekstual tidak ada ketentuan bahwa hewan > > Qurban itu > > > mesti jantan. Namun pendekatan kontekstual ini bertabrakan dengan yang > > > tekstual, karena qurban itu harus disembelih dan dimakan dagingnya. > > > > > > Dalam hal ini akal mesti bekerja. Apabila itu dilihat dari segi > > pasar, maka > > > itu sangat mempunyai nilai ekonomis. Produksi saja tanpa pasar tidak ada > > > gunanya. Bahkan tidak kurang dalam kegiatan ekonomi harus memperluas > > bahkan > > > kalau perlu menciptakan pasar. Allah SWT telah menciptakan pasar bagi > > > peternak kelas bawah dalam bulan Dzulhijjah setiap tahun. Melalui kredit > > > usaha tani (KUT), para peternak dapatlah berternak sapi, kambing dan > > > biri-biri khusus "diproduksi" untuk dipasarkan sekali setahun. > > > > > > Maka menyembelih hewan Qurban setiap tahun sebagai pasar bagi para > > peternak > > > kecil-kecilan, 'Ibadah Qurban itu secara kontekstual sekali-gus > > mempunyai > > > nilai ekonomis, nilai sosiologis dan tidak bertabrakan dengan pendekatan > > > tekstual. Bahkan dengan memotong hewan korban yang dagingnya diberikan > > > kepada orang miskin sekali gus terbinalah komunikasi dalam konteks > > > psikologis, yaitu ikatan batin antara yang memberi dengan yang menerima > > > daging yang secara langsung dapat bermakna pula sebagai nilai kesehatan, > > > peningkatan gizi, mengkonsumsi protein. > > > > > > Yang terakhir penggantian Isma'il dengan binatang sembelihan dapat > > > ditakwilkan dalam dua hal: > > > Pertama, menyembelih naluri kebinatangan dalam diri kita, dan dengan > > > demikian kita bisa bertqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, > > sebagai > > > tumpuan untuk dapat meningkat menjadi taqwa, tujuan akhir bagi ummat > > Islam. > > > Kedua, manusia tidak boleh dijadikan seperti binatang qurban, yaitu > > tidak > > > boleh "disembelih" dalam arti yang majasi (metaforis), yaitu kita > > > berkewajiban untuk mencegah agar supaya nilai kemanusiaan tidak > > > diinjak-injak, dan inilah kewajiban asasi manusia (KAM). > > > > > > Alhasil, "berdamailah" yang Tekstual, Kontekstual dan Takwil secara > > > holistik. WaLlahu a'lamu bishShawab. > > > > > > *** Makassar, 26 Januari 2003. > > > [H.Muh.Nur Abdurrahman] > > > > > > Wassalam > > > ************************************************* > > > > > > > > > ----- Original Message ----- > > > From: "Tri Budi Lestyaningsih (Ning)" <ninghdw@> > > > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> > > > Sent: Wednesday, January 31, 2007 15:59 > > > Subject: RE: [wanita-muslimah] Tuhan yangTransenden was Pengaruh > > budaya arab > > > > > > > > > > > > > > Nyelak dikit : > > > > > > > > Koreksi mbak Chae. "Lam Yalid wa Lam Yuulad" artinya "Tidak > > beranak, dan > > > > tidak dilahirkan". "Lam Yaqullahuu kufuwwan ahad", baru artinya dan > > > > tidak ada satu pun yang menyamai-Nya.. > > > > > > > > Silakan dilanjut lagi diskusinya. > > > > > > > > -----Original Message----- > > > > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com > > > > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Chae > > > > Sent: Wednesday, January 31, 2007 3:13 PM > > > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com > > > > Subject: [wanita-muslimah] Tuhan yangTransenden was Pengaruh > > budaya arab > > > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sriwening herpribadi > > > > <herpribadi@> wrote: > > > > > > > > > 1. Menurut saya tidak mungkin sesuatu yang transenden ketika > > > > bersentuhan dengan sesuatu yang tidak transenden maka akan menjadi > > tidak > > > > transenden dan kenyataannya justru sebaliknya sesuatu yang tidak > > > > transenden akan menjadi lebih transenden ketika bersentuhan dengan > > yang > > > > transenden. Kenapa? karena sesuatu yang transenden memiliki kekuatan > > > > intervensi yang jauh lebih kuat daripada sesuatu yang tidak > > transenden. > > > > > > > > Chae: Pak Her, Tuhan itu transenden karena dia beyond our imagination > > > > kalau bahasa Qur'an sih Lam Yalid walam Yulad " dan tidak ada > > sesuatupun > > > > yang menyamai-Nya". > > > > > > > > Ketika Tuhan menyapa manusia, maka dalam sapa'an-Nya menjadi tidak > > > > transeden itulah yang kita namakan wahyu. Logikanya bagaimana manusia > > > > bisa memahami sesuatu yang bersifat transeden... yaitu sesuatu > > yangtidak > > > > tergapai oleh akal pikiranya, oleh daya ciptanya, oleh budi > > pekertinya, > > > > oleh angan-angannya... > > > > > > > > Dan jika wahyu bersifat transenden..lalu bagaimana wahyu bisa dipahami > > > > oleh manusia??? kecuali kalau wahyu tsb masuk ke wilayah tidak > > > > transenden atau menjadi tidak transenden. Kalau dalam bahasa > > Qur'anya.." > > > > Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan > > > > dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau > > dengan > > > > mengutus seorang utusan (malaikat)...Qs.42:51 > > > > > > > > Pelan..pelan ya Pak Her agar mudah buat saya;) > > > > > > > > Tuhan itu transenden yaitu " Tidak ada sesuatupun yang menyamai-NYa" > > > > artinya semua diluar dirinya yaitu (makhluk) ciptaan-Nya adalah non > > > > transenden.. > > > > > > > > Dan di dalam Qur'an di katakan bahwa ..."Dan tidak ada bagi seorang > > > > manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan > > > > perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang > > > > utusan (malaikat)...Qs.42:51 > > > > > > > > Jadi ketika Tuhan menyapa makhluk-Nya maka digunakan (dengan > > > > perantara) yang berada diluar diri-Nya yaitu: wahyu,dibelakang tabir > > > > atau mengutus malaikat... > > > > > > > > Disini bisakah kita pahami mengenai Tuhan yang transenden sedang > > > > makhluk-Nya tidak??? termasuk kepada Qur'an itu sendiri?? > > __________________________________________________ > Apakah Anda Yahoo!? > Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam > http://id.mail.yahoo.com >