Thanks Pak Her atas jawabanya;) Ada beberapa yang mau saya konfirmasikan terlebih dahulu dgn anda seperti beberapa point di bawah ini:
Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan karena mereka telah menafkahn sebagian harta mereka. Pertanyaan saya cukup sederhana, jika laki-laki tidak mampu menjamin mereka untuk bisa menafkan harta mereka secara "cukup" dan "layak" bagi keluarganya. Apakah mereka masih tetap di daulat sebagai pemimpin bagi kaum perempuan?? Kedua Dalam Qs.4:34 konteks melebihkan sebagian dari pada sebagian yang lain bersifat general/umum meliputi sebagian laki-laki lebih dari sebagian laki-laki lain dan sebagian perempuan lebih dari sebagian perempuan lain dan juga sebagian perempuan lebih daripada sebagian laki-laki lain....artinya tidak ada penunjukan jenis kelamin mana yang dilebihkan dari pada jenis kelamin lainya. Anda setuju?? jika tidak berikan alasanya dan pada ayat2 didalam Qur'an mana yang menjadi rujukan anda?? Ketiga saya akan kutip satu ayat Qs.9:71..."Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 9:71) Ada beberapa point yang bisa kita ambil dari ayat di atas: 1. Dalam konsep saling tolong-menolong ada konsep dimana kedua pihak ada dalam kesetaraan, kesamaan dan keseimbangan. dalam Ayat tsb pun ditunjukan suatu kewajiban baik bagi perempuan dan laki-laki untuk senantiasa saling tolong menolong. Sekarang pertanyaanya yang sering di ajukan oleh Mba Mia, bagaimana perempuan bisa menjadi penolong bagi laki-laki jika dia tidak bisa menjadi pihak yang independent/Mandiri?? Bagaimana perempuan bisa menolong laki-laki jika kenyataanya perempuan seringkali di nisbatkan sebagai pihak yang tergantung secara ekonomi terhadap laki-laki?? Justru dgn Qs.9:71 perempuan di sadarkan bahwa mereka mempunyai kewajiban dan hak yang sama dengan kaum laki-laki. Saya menonton acara di STV beberapa waktu lalu, bercerita tentang sosok Ibu Imas, berumur sekitar 50'an dengan suami yang bekerja sebagai kuli bangunan dan anak ada 6. Ibu Imas berkewajiban membantu suaminya jika ingin mencukupi kesejahteraan keluarganya. Dia bekerja selama 8 jam di pabrik pembuatan dodol. Kalau boleh dibilang penghasilan Ibu Imas lebih menjadi sumber utama keluarga dibandingkan penghasilan sang suami yang hanya sebagai kuli bangunan yang tidak tetap penghasilanya tergantung ada dan tidaknya proyek. Ada kenyataan yang menggelikan, ketika si pewawancara menanyakan pada suami Bu Imas, mengapa tidak ikut kerja di pabrik dodol seperti istrinya dgn penghasilan yang lebih pasti...dijawab oleh suaminya bu Imas bahwa ia sudah pernah mencoba tapi tidak kuat panasnya;) Jadi dalam kasus keluarga Bu Imas, siapakah yang layak di nisbatkan sebagai pemimpin?? Jika Ibu Imas sebagai perempuan tidak mempunyai tanggung jawab mencari nafkah lalu dia tidak bekerja di pabrik dodol dan sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab kepada suaminya.....apakah Ibu Imas berdosa/bersalah pada keluarganya?? karena bagaimanapun kesejahteraan keluarganya lah yang ia pertaruhkan....kebutuhan makanan, kebutuhan pendidikan, kesehatan dan perlindungan anak-anaknya lah yang ia pertaruhkan... Jadi apakah Ibu Imas TDIAK DOSA/BERSALAH JIKA DIA TIDAK BEKERJA SEBAGAI PENCARI NAFKAH DAN SECARA SEPENUHNYA MENYERAHKAN TANGGUNG JAWAB/KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH PADA SUAMINYA MESKIPUN ANAK2 NYA KEMUNGINAN TIDAK BISA MAKAN, KEMUNGKINAN HARUS PUTUS SEKOLAH, TIDAK BISA MENDAPATKAN OBAT JIKA SAKIT??? Kedua dalam Qs.9:71, disebutkan bahwa perempuan diwajibkan untuk fungsi sosial yang maksimal ( menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, menunaikan zakat) Jika perempuan tidak mampu mandiri??? Saya yakin bahwa di Indonesia ini berapa juta permpuan seperti Ibu Imas, masih banyak Ibu Imas-Ibu Imas yang lainya...dengan apa yang mereka upayakan dimana kita letakan posisi mereka?? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sriwening herpribadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Pendapat saya itu didasarkan pada Q.S.4:34 " Kaum laki2 itu adl pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki2) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka ( laki2) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka......". > > Dalam satu keluarga ( not single parent ) yang berkewajiban memberi nafkah keluarga adalah suami sedangkan istri tidak mempunyai kewajiban memberi nafkah keluarga sekalipun istri tersebut juga bekerja dengan tujuan apapun baik untuk menafkahi diri sendiri, aktualisasi diri, ataupun mencari kekayaan diri dan istri tidak wajib meminta izin kepada suami ketika dia ingin menggunakan hartanya untuk tujuan apapun. > > Pendapat saya yang terdahulu tidaklah dimaksudkan bahwa istri tidak wajib bekerja atau dilarang bekerja, dan bahkan bagi saya sebaiknya istri juga bekerja tetapi tanpa dibebani kewajiban menafkahi keluarga. > > Salam > Her > > > Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sriwening herpribadi > <herpribadi@> wrote: > > > 1. Memiliki pekerjaan / berwirausaha merupakan suatu keharusan > bagi laki2, karena memberi nafkah keluarga adalah kewajiban bagi > laki2. Sedangkan bagi perempuan memiliki pekerjaan / berwirausaha > merupakan pilihan saja, karena memberi nafkah keluarga bukanlah > kewajibannya. > > Pak Her, > > Sebelum saya kesurupan dengan mitos bahwa laki-laki wajiba mencari > nafkah dan perempuan tidak wajib mencari nafkah, maka sudi kiranya > menunjukan dasar yang anda pakai untuk pernyataan tsb. Apakah dasarnya > bersumber pada agama??? jika demikian sebutkan suratnya dan ayatnya? > please;)) > > salam, > > > > > > > --------------------------------- > Need Mail bonding? > Go to the Yahoo! Mail Q&A for great tips from Yahoo! Answers users. > > [Non-text portions of this message have been removed] >