Dear ukhti Chae.....
   
  Sebelum menjawab pertanyaan ukhti Chae, saya akan menyampaikan perenungan 
saya terkait Q.S.4:34, yaitu :
  1. " Kaum laki2 itu adl pemimpin bagi kaum wanita....", Terhadap penggalan 
ayat ini dimana diletakkan diawal ayat maka saya berpendapat bahwa Alloh 
menetapkan kepemimpinan itu berada pada kaum laki2.
  2. " Kaum laki2 itu adl pemimpin bagi kaum wanita..." - digabung dengan - 
"...oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki2) atas 
sebahagian yang lain (wanita)...". Terhadap gabungan 2 penggalan ayat tersebut 
maka terlintas dalam benak saya bahwa ketika Alloh menetapkan laki2 sebagai 
pemimpin maka Alloh memberikan juga kelebihan2 dengan maksud agar laki2 bisa 
menjalankan fungsi kepemimpinannya dan penetapan ini mempunyai nuansa 
kemasyarakatan/kenegaraan. Atas dasar lintasan pikiran tersebut diatas maka 
saya berpendapat bahwa penetapan laki2 sebagai pemimpin itu bukan disebabkan 
adanya kelebihan yang diberikan Alloh kepada laki2...dengan kata lain 
penunjukkan kepemimpinan ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan bahwa laki2 
lebih mampu atas wanita. Oleh karena itu sangatlah bisa diterima dalam kasus2 
tertentu wanitanya lah yang akan tampil sebagai pemimpin......( hmmmm pasti 
ukhti Chae/Mia/Ashia berkata " bravo untuk pak Her !!!! "....pengin jadi R1 ni
 yee....hehehe.... ) 
  3. " Kaum laki2 itu adl pemimpin bagi kaum wanita.. - digabung dengan - ..." 
dan karena mereka (laki2) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...". 
Terhadap gabungan 2 penggalan ayat tersebut maka terlintas dalam benak saya 
bahwa ini bernuansa hubungan suami-istri dimana Alloh menetapkan laki2 (suami) 
sebagai pemimpin atas wanita (istri) dan Alloh menyertakan kewajiban terhadap 
laki2  (suami) memberi nafkah kepada wanita (istri).  Dan Atas dasar lintasan 
pikiran tersebut diatas maka saya berpendapat bahwa penetapan laki2 (suami) 
sebagai pemimpin atas wanita (istri) dalam rumah tangga itu bukan disebabkan 
pemberian nafkah...dengan kata lain penetapan laki2 (suami) sebagai pemimpin 
atas wanita (istri) semata mata adl amanah Alloh dimana kepada laki2 sebagai 
pemimpin diberikan kewajiban menafkahi istri ( ini bentuk simbolis dari 
sejumlah tanggungjawab lainnya )...hmmmm tepatnya kewajiban menafkahi istri ini 
adl sebagai akibat dari pengangkatan laki2 sebagai pemimpin dan
 sebagai penerima harta warisan 2 bagian. 
   
  Nah...sekarang waktunya menjawab ukhti Chae punya pertanyaan....
   
  ===> wrote : Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan karena mereka telah 
menafkahn
sebagian harta mereka. Pertanyaan saya cukup sederhana, jika laki-laki tidak 
mampu menjamin mereka untuk bisa menafkan harta mereka secara "cukup" dan 
"layak" bagi keluarganya. Apakah mereka masih tetap di daulat sebagai pemimpin 
bagi kaum perempuan??
  
Her : Status kepemimpinan suami atas istri tidak beralih terlebih suami masih 
bisa memberi nafkah walaupun sedikit, yang mungkin beralih adalah fungsi 
kepemimpinannya saja.
   
   
  ===> wrote : Kedua Dalam Qs.4:34 konteks melebihkan sebagian dari pada 
sebagian
yang lain bersifat general/umum meliputi sebagian laki-laki lebih dari sebagian 
laki-laki lain dan sebagian perempuan lebih dari sebagian perempuan lain dan 
juga sebagian perempuan lebih daripada sebagian laki-laki lain....artinya tidak 
ada penunjukan jenis kelamin mana yang dilebihkan dari pada jenis kelamin 
lainya. Anda setuju?? jika tidak berikan alasanya dan pada ayat2 didalam Qur'an 
mana yang menjadi rujukan anda??
  
Her : Tidak setuju!!!!!!, alasan dan ayatnya Q.S.4:34
   
   
  ===>wrote: 1. Dalam konsep saling tolong-menolong ada konsep dimana kedua 
pihak ada dalam kesetaraan, kesamaan dan keseimbangan. dalam Ayat tsb pun 
ditunjukan suatu kewajiban baik bagi perempuan dan laki-laki untuk senantiasa 
saling tolong menolong. Sekarang pertanyaanya yang sering di ajukan oleh Mba 
Mia, bagaimana perempuan bisa menjadi penolong bagi laki-laki jika dia tidak 
bisa menjadi pihak yang independent/ Mandiri??Bagaimana perempuan bisa menolong 
laki-laki jika kenyataanya perempuan
seringkali di nisbatkan sebagai pihak yang tergantung secara ekonomi terhadap 
laki-laki??

Justru dgn Qs.9:71 perempuan di sadarkan bahwa mereka mempunyai kewajiban dan 
hak yang sama dengan kaum laki-laki.
  
 
  Her : Islam, melalui penerapan Q.S.4:11 & 34 sangatlah jelas ingin menjadikan 
wanita benar2 mandiri dan tidak tergantung secara ekonomi kepada laki2. Pada 
awal postingan saya terdahulu tentang hukum waris saya menegaskan bahwa dibalik 
penerapan Q.S.4:11 & 34 ada 3 tujuan besar yang ingin dicapai yaitu 1. 
pengakuan atas hak kepemilikan wanita atas harta, 2. Keadilan dimana 2 + 
kewajiban menafkahi keluarga : 1 tanpa kewajiban apapun, 3. INDEPENDENSI 
WANITA. 
   
  Menanggapi Q.S.9:71, menurut saya tidak ada kaitannya dengan masalah "siapa 
memimpin siapa" juga "siapa bergantung kepada siapa secara ekonomi ". Maksud 
tolong menolong antara laki2 & wanita dalam ayat ini adalah adanya kesamaan hak 
& kewajiban didalam membangun dan menegakkan 5 pilar kebaikkan yang harus ada 
di masyarakat. 
   
   
  ===> wrote : Saya yakin bahwa di Indonesia ini berapa juta permpuan seperti 
Ibu Imas, masih banyak Ibu Imas-Ibu Imas yang lainya...dengan apa yang mereka 
upayakan dimana kita letakan posisi mereka??

  Her : Ukhti Chae....apa yang terjadi pada ibu kita Imas ini  adalah akibat 
dari konstruksi sosial masyarakat muslim yang tidak islami. Islam sebagai 
sistem, baik kemasyarakatan & kenegaraan dll...keberadaannya diacuhkan dan 
bahkan ditolak atas nama keadilan..... pluralisme...anti 
diskriminasi..modernisasi...dll. Tetapi aneh bin ajaib ketika terjadi 
malapateka yang dipersalahkan adalah islamnya....INI SUNGGUH TIDAK ADIL 
bukan??????
   
  Salam
  Her
   
  

Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Thanks Pak Her atas jawabanya;)

Ada beberapa yang mau saya konfirmasikan terlebih dahulu dgn anda
seperti beberapa point di bawah ini:

Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan karena mereka telah menafkahn
sebagian harta mereka. Pertanyaan saya cukup sederhana, jika laki-laki
tidak mampu menjamin mereka untuk bisa menafkan harta mereka secara
"cukup" dan "layak" bagi keluarganya. Apakah mereka masih tetap di
daulat sebagai pemimpin bagi kaum perempuan??

Kedua Dalam Qs.4:34 konteks melebihkan sebagian dari pada sebagian
yang lain bersifat general/umum meliputi sebagian laki-laki lebih dari
sebagian laki-laki lain dan sebagian perempuan lebih dari sebagian
perempuan lain dan juga sebagian perempuan lebih daripada sebagian
laki-laki lain....artinya tidak ada penunjukan jenis kelamin mana yang
dilebihkan dari pada jenis kelamin lainya. Anda setuju?? jika tidak
berikan alasanya dan pada ayat2 didalam Qur'an mana yang menjadi
rujukan anda??

Ketiga saya akan kutip satu ayat Qs.9:71..."Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. 9:71)

Ada beberapa point yang bisa kita ambil dari ayat di atas:

1. Dalam konsep saling tolong-menolong ada konsep dimana kedua pihak
ada dalam kesetaraan, kesamaan dan keseimbangan. dalam Ayat tsb pun
ditunjukan suatu kewajiban baik bagi perempuan dan laki-laki untuk
senantiasa saling tolong menolong. Sekarang pertanyaanya yang sering
di ajukan oleh Mba Mia, bagaimana perempuan bisa menjadi penolong bagi
laki-laki jika dia tidak bisa menjadi pihak yang independent/Mandiri??
Bagaimana perempuan bisa menolong laki-laki jika kenyataanya perempuan
seringkali di nisbatkan sebagai pihak yang tergantung secara ekonomi
terhadap laki-laki??

Justru dgn Qs.9:71 perempuan di sadarkan bahwa mereka mempunyai
kewajiban dan hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Saya menonton acara di STV beberapa waktu lalu, bercerita tentang
sosok Ibu Imas, berumur sekitar 50'an dengan suami yang bekerja
sebagai kuli bangunan dan anak ada 6. Ibu Imas berkewajiban membantu
suaminya jika ingin mencukupi kesejahteraan keluarganya. Dia bekerja
selama 8 jam di pabrik pembuatan dodol. Kalau boleh dibilang
penghasilan Ibu Imas lebih menjadi sumber utama keluarga dibandingkan
penghasilan sang suami yang hanya sebagai kuli bangunan yang tidak
tetap penghasilanya tergantung ada dan tidaknya proyek.

Ada kenyataan yang menggelikan, ketika si pewawancara menanyakan pada
suami Bu Imas, mengapa tidak ikut kerja di pabrik dodol seperti
istrinya dgn penghasilan yang lebih pasti...dijawab oleh suaminya bu
Imas bahwa ia sudah pernah mencoba tapi tidak kuat panasnya;)

Jadi dalam kasus keluarga Bu Imas, siapakah yang layak di nisbatkan
sebagai pemimpin??

Jika Ibu Imas sebagai perempuan tidak mempunyai tanggung jawab mencari
nafkah lalu dia tidak bekerja di pabrik dodol dan sepenuhnya
menyerahkan tanggung jawab kepada suaminya.....apakah Ibu Imas
berdosa/bersalah pada keluarganya?? karena bagaimanapun kesejahteraan
keluarganya lah yang ia pertaruhkan....kebutuhan makanan, kebutuhan
pendidikan, kesehatan dan perlindungan anak-anaknya lah yang ia
pertaruhkan...

Jadi apakah Ibu Imas TDIAK DOSA/BERSALAH JIKA DIA TIDAK BEKERJA
SEBAGAI PENCARI NAFKAH DAN SECARA SEPENUHNYA MENYERAHKAN TANGGUNG
JAWAB/KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH PADA SUAMINYA MESKIPUN ANAK2 NYA
KEMUNGINAN TIDAK BISA MAKAN, KEMUNGKINAN HARUS PUTUS SEKOLAH, TIDAK
BISA MENDAPATKAN OBAT JIKA SAKIT???

Kedua dalam Qs.9:71, disebutkan bahwa perempuan diwajibkan untuk
fungsi sosial yang maksimal ( menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, menunaikan zakat) Jika perempuan tidak
mampu mandiri???

Saya yakin bahwa di Indonesia ini berapa juta permpuan seperti Ibu
Imas, masih banyak Ibu Imas-Ibu Imas yang lainya...dengan apa yang
mereka upayakan dimana kita letakan posisi mereka??

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sriwening herpribadi
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Pendapat saya itu didasarkan pada Q.S.4:34 " Kaum laki2 itu adl
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan
sebahagian mereka (laki2) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka ( laki2) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka......". 
> 
> Dalam satu keluarga ( not single parent ) yang berkewajiban
memberi nafkah keluarga adalah suami sedangkan istri tidak mempunyai
kewajiban memberi nafkah keluarga sekalipun istri tersebut juga
bekerja dengan tujuan apapun baik untuk menafkahi diri sendiri,
aktualisasi diri, ataupun mencari kekayaan diri dan istri tidak wajib
meminta izin kepada suami ketika dia ingin menggunakan hartanya untuk
tujuan apapun.
> 
> Pendapat saya yang terdahulu tidaklah dimaksudkan bahwa istri
tidak wajib bekerja atau dilarang bekerja, dan bahkan bagi saya
sebaiknya istri juga bekerja tetapi tanpa dibebani kewajiban menafkahi
keluarga.
> 
> Salam 
> Her
> 
> 
> Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sriwening herpribadi
> <herpribadi@> wrote:
> 
> > 1. Memiliki pekerjaan / berwirausaha merupakan suatu keharusan
> bagi laki2, karena memberi nafkah keluarga adalah kewajiban bagi
> laki2. Sedangkan bagi perempuan memiliki pekerjaan / berwirausaha
> merupakan pilihan saja, karena memberi nafkah keluarga bukanlah
> kewajibannya.
> 
> Pak Her,
> 
> Sebelum saya kesurupan dengan mitos bahwa laki-laki wajiba mencari
> nafkah dan perempuan tidak wajib mencari nafkah, maka sudi kiranya
> menunjukan dasar yang anda pakai untuk pernyataan tsb. Apakah dasarnya
> bersumber pada agama??? jika demikian sebutkan suratnya dan ayatnya?
> please;))
> 
> salam,
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> ---------------------------------
> Need Mail bonding?
> Go to the Yahoo! Mail Q&A for great tips from Yahoo! Answers users.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>



         

 
---------------------------------
 Get your own web address.
 Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke