Assalamu'alaikum.

Mbak Lina, saya postingkan tanya jawab pembaca dengan KH. Muhyiddin Abdusshomad 
di edisi  19 majalah SWARA RAHIMA, yang dapat juga diakses di 
http://www.rahima.or.id/SR/19-06/TJ.htm .Mudah-mudahan cukup informatif dan 
membantu.

Wassalam 


AD.Kusumaningtyas (Nining)
Koor. Dokumentasi dan Informasi RAHIMA
Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-hak Perempuan.



Dapatkah "Talak" Jatuh dalam Keadaan Marah?
Oleh K.H. Muhyiddin Abdush Shomad

Pertanyaan: 
Pak Kyai yang terhormat, nama saya MR, seorang ibu rumah tangga yang juga 
bekerja dan telah menikah selama 3 tahun. Saya telah dikarunia seorang puteri 
yang cantik dan lincah yang kini telah berusia 2 tahun.

Akhir-akhir ini, saya sedang mengalami masalah keluarga. Saya dan suami 
sama-sama keras dan tidak mau mengalah satu sama lain. Hal ini membuat kami 
sering bertengkar. Namun ada kebiasaan buruk suami saya ketika kami tengah 
bertengkar, yaitu suka mengucapkan kata cerai. Hal ini membuat saya tak tahu 
lagi harus berbuat apa, karena saya merasa suami sudah tidak lagi sayang dan 
cinta pada saya. Terkadang saya ingin melepaskan diri dari penderitaan dan 
beban batin seperti ini, sehingga membuat saya mengemasi barang dan kembali ke 
rumah orang tua di ibukota. Saya juga mengurus surat pindah agar tidak 
kehilangan pekerjaan saya. Namun setiap kali melihat si Kecil, rasanya hati 
saya tak tega dan tetap ingin bertahan serta kembali pada suami saya.

Pak Kyai, apa yang harus saya lakukan? Mengingat suami saya tak mau menjemput 
saya ke rumah orang tua dengan alasan bahwa kabur dari rumah itu adalah 
kesalahan saya. Menurutnya, kalau saya berani meninggalkan rumah sendiri saya 
juga harus berani untuk pulang kembali ke rumah sendiri. 

Saya ingin bertanya pada Pak Kyai, dapatkah "cerai/talak" itu jatuh dalam 
keadaan marah? Siapa yang berhak untuk menjatuhkan putusan talak atau cerai 
itu? Dapatkan perceraian jatuh begitu saja, tanpa konsekuensi logis bagi kedua 
belah pihak? Dan yang terakhir, dapatkah perkawinan kami diselamatkan? Lalu apa 
yang mesti kami lakukan untuk membangun kembali keluarga sakinah, mawaddah, wa 
rahmah? Terimakasih atas jawabannya.

Wassalam 
MR, di sebuah kawasan di luar P. Jawa. 

Jawaban: 
Ibu MR yang saya hormati, berikut jawaban dari pertanyaan Ibu: 
Pertama, al-Qur'an mengajarkan bahwa ketika perselisihan antara suami dan istri 
sudah memuncak, sebaiknya menunjuk hakam (juru damai) dari kedua belah pihak 
yang bertugas untuk mencarikan solusi terbaik dari kemelut yang terjadi 
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Nisa' 35. Ini menunjukkan bahwa agama 
menginginkan agar suatu perkawinan itu langgeng dan kekal. Karena perkawinan 
itu dimulai dengan sesuatu yang indah, maka usahakan keindahan itu langgeng dan 
terus menghiasi kehidupan berumah tangga. Kalaupun harus diakhiri, hendaklah 
dilakukan dengan baik dan meminimalisir dampak buruk yang akan ditimbulkannya. 
Firman Allah SWT:

"Dan ceraikanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. Al-Ahzab 49)

Kedua, dalam aturan talak, pihak yang memiliki hak talak adalah suami. 
sementara istri memiliki kewenangan untuk memutuskan ikatan pernikahan melalui 
khulu' dan fasakh. Istilah di Pengadilan Agama adalah gugat cerai. Namun talak 
itu tidak cukup dengan niat saja, tetapi harus diucapkan. Dari tinjauan agama, 
semua ulama sepakat bahwa talak harus diucapkan. 

Apakah ucapan itu harus disaksikan atau tidak? Terjadi perbedaan pendapat di 
kalangan ulama. Imam Malik, Abu Hanifah dan salah satu pendapat dari madzhab 
Syafi'i mengatakan bahwa persaksian itu hukumnya sunnah. Tetapi Ibnu Juraih 
menceritakan bahwa Atho' berpendapat talak wajib dipersaksikan sebagaimana 
kewajiban adanya saksi dalam pernikahan dan ruju'. (Tafsir al-Shawi, juz IV hal 
280, Tafsir Ibnu Katsir juz IV, hal 486). Dalil yang digunakan adalah firman 
Allah SWT: 

"Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan 
baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang 
saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena 
Allah... (QS. Al-Thalaq: 2)

Selanjutnya, talak dianggap sah apabila diucapkan dalam keadaan sadar dan tanpa 
paksaan. Talak yang diucapkan ketika emosi memuncak dan kemarahan yang 
menyebabkan hilangnya ingatan, atau kendali atas ucapan dan perbuatan, dianggap 
tidak sah. Jika kemarahan itu tidak sampai pada batas tersebut, maka talak yang 
diucapkan dihukumi sah. Dan inilah yang sering terjadi di masyarakat. (I'anah 
al-Thalibin, juz IV hal 5, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz VII, hal365 )

Ketiga, konsekwensi dari adanya talak adalah hilangnya kebolehan melakukan 
hubungan seksual. Setelah talak juga ada iddah (masa tenggang setelah bercerai, 
sebelum keduanya benar-benar berpisah). Hal itu bertujuan untuk memberikan 
kesempatan terakhir pada suami dan istri untuk berpikir, berefleksi dan 
mengoreksi tentang apa yang telah perbuat. 

Selama masa iddah beberapa hak dan kewaijban dalam perkawinan masih berlaku. 
Suami tetap wajib memberikan nafkah sandang, pangan dan papan kepada istri. Dan 
Istri tidak diperkenankan menikah atau menerima pinangan orang lain selama masa 
iddahnya belum selesai, dengan harapan agar kedua belah pihak dapat bersatu dan 
kembali lagi. Inilah yang disebut dengan ruju', yakni komitmen disertai ucapan 
untuk kembali lagi merajut tali pernikahan yang dihancurkan oleh badai 
perceraian tanpa harus menyertakan mas kawin. Namun, ruju' hanya boleh 
dilakukan pada masa iddah dan pada talak satu dan dua. Artinya jika masa iddah 
dari talak satu dan dua telah selesai, atau telah terjadi talak tiga, maka 
tidak ada ruju'. 

Dengan tiga pertimbangan inilah persoalan yang ibu hadapi dapat dijawab oleh 
hukum Islam. Untuk menentukan status pernikahan ibu, dan apakah boleh kembali 
lagi (ruju') atau harus akad nikah lagi, maka harus dilihat dulu ucapan yang 
disampaikan suami. Namun jika kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa 
talak harus dipersaksikan, maka apa yang diucapkan oleh suami ibu tidak 
termasuk talak. Karena dalam aturan perundangan di Indonesia, talak harus 
diucapkan dan diikrarkan di depan hakim Pengadilan Agama. Kita sebagai warga 
negara yang baik tentu harus mematuhi aturan tersebut. (QS. Al-Nisa' 59)

Prinsipnya kami sangat mendukung keinginan Ibu untuk kembali kepada suami demi 
anak Karena bagaimanapun perceraian akan memberikan dampak yang kurang baik 
bagi perkembangan jiwa anak. Komitmen untuk kembali membangun keluarga sakinah, 
mawaddah wa rahmah merupakan cita-cita luhur dan sangat didambakan oleh semua 
pasangan. Namun untuk mewujudkannya memang tidak segampang yang diucapkan. 
Kedua belah pihak dituntut untuk mengesampingkan ego masing-masing dan harus 
saling mengalah. Rumah tangga sakinah adalah rumah tangga yang dibangun atas 
dasar saling pengertian, penghargaan dan kasih sayang. ]

&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&


  ----- Original Message ----- 
  From: Lina Dahlan 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, May 21, 2007 3:53 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Cerai halal atau haram?


  Mas Satriyo,
  Kalo seorang suami mengucapkan sekaligus "talak tiga", apakah 
  langsung jatuh talak tiga. Ada dua pendapat dalam hal ini, ada yang 
  bilang tetep jatuh talak satu namun ada yang bilang dah langsung 
  jatuh talak tiga.

  Ini bener2 kejadian pada seorang teman.

  wassalam,
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "satriyo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > Terima kasih mba Lina.
  > 
  > Kebetulan tadi pagi sebelum jalan kerja saya sempat bincang dengan 
  > istri tercinta tentang talak ini, maklum infotainment masih belum 
  > yakin untuk mau mendobrak 'bad news is good news'. Intinya ya 
  memang 
  > tidak ada dalil atau nash yang menyatakan 'Allah membenci suatu 
  hal 
  > yang halal' krn kalimat itu kontradiktif by logic, tidak mungkin 
  yang 
  > halal itu dibenci Allah. Dan talak itu emergency exit yang bagi 
  laki-
  > laki hanya bisa dilakukan maks 3x.
  > 
  > Soal cerai/talak, memang jelas Allah nyatakan itu dalam Qs. 4:35, 
  > bahwa sebelum yakin talak maka hendaklah ada upaya islah, selain 
  > sejumlah ayat seputar talak, Qs 2:227,229,231,232,236,237; 
  33:4,39; 
  > 58:2-3; dan 65:1.
  > 
  > salam,
  > satriyo
  > 
  > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" 
  > <linadahlan@> wrote:
  > >
  > > Adapun hadits yang mengatakan bahwa "perkara halal yang dibenci 
  > > Allah adalah thalaq (cerai)," yaitu hadits yang diriwayatkan 
  oleh 
  > > Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no. 2018) dan al-Hakim 
  (II/196) 
  > > adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi Hatim 
  > > rahimahullaah dalam kitabnya, al-'Ilal, dilemahkan juga oleh 
  Syaikh 
  > > Al-Albani rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2040).
  > > 
  > > Meskipun thalaq (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan 
  tetapi 
  > > seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika 
  > > seorang suami akan menjatuhkan thalaq (cerai), ia harus berfikir 
  > > tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang 
  mungkin 
  > > timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada 
  > > penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, 
  > > isterinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan
  > > Allah 'Azza wa Jalla pada hari Kiamat.
  > > 
  > > Cuplikan dari 'Rumah Tangga Yang Ideal'nya Al-Ustadz Yazid bin 
  > Abdul 
  > > Qadir Jawas.
  > > 
  > > Wassalam,
  > > 
  > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "satriyo" <efikoe@> 
  wrote:
  > > >
  > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Wikan Danar Sunindyo" 
  > > > <wikan.danar@> wrote:
  > > > >
  > > > > Agama Islam masih mending ya ... memperbolehkan institusi 
  > > perceraian,
  > > > > walaupun dibenci oleh Tuhan, ketimbang agama Katolik yang 
  tidak
  > > > > membolehkan perceraian. Yang Mbak Lina ceritakan ini mungkin 
  > pada
  > > > > masalah pelaksanaannya, di mana sang pria tidak secara jantan
  > > > > menceraikan istrinya, malah memukuli istrinya.
  > > > > 
  > > > 
  > > > Apakah memang ada ayat atau hadis yang menyebutkan bahwa 
  > > perceraian 
  > > > itu 'dibenci Allah'? Ada yang bisa bantu menjawab?
  > > > 
  > > > salam,
  > > > satriyo
  > > >
  > >
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke