Betul mba, hitung menghitung pahala kayak gitu malah jadi menjauhkan kita dari yang kita tuju. Solat iya...tapi korupsi jalan terus, soale ada buku debit kredit pahala-dosa, yang di akhir bulan nanti bisa direkonsiliasi atau dikonsolidasi.
Nggak bisa kita mengubah karakter kalo tembok mental credit debit itu belum runtuh - ini yang namanya mental sekular yang dsalahkaprahi. Tapi jangan salah mba. Orang Indonesia harus berhitung (efisien) dalam soal kekayaan alam, rencana hidup/kerja, yang seperti itulah. Kalo nggak berhitung cermat terus2an kekayaan alam dan HR kita disedot keluar tanpa langsung bermanfaat untuk kita sendiri. Duh, dari dulu sampe sekarang kita hobi jual aset negara nih, plus utang. Saya mengagumi Pak Amin Rais yang kritis dalam hal ini...lo kok jadi nyasar ke AR, soale dia emang yang paling jujur dalam hal ini. Selain Arab, ada juga yang jago hitung berhitung...orang India termasuk tetangga2nya...hehehe.. Kita juga masyarakat berhitung mba...wong semua orang berhitung, tapi apa yang dihitung itu bisa beda2. Dan kita juga komunal kok, semua orang juga komunal, tapi yang jadi basis komunal itu beda2. Orang Indonesia relatif kurang berhitung (i.e kurang efisien) kalo itu masalah natural resources, untung rugi duit/usaha, fisik lahiriah yang semacam itulah...wong alamnya ramah, mild, nggak ekstrim seperti di Arab dan India sono - kecuali kalo lagi gempa dan gunung api batuk, ini ngagetin. Tapi orang Indo berhitung banget soal moral, nama baik, masalah psikologis-spiritual gitu lah. Makanya kalo salah kaprah, jadi mengejar 'kesalehan pribadi' menurut istilah mba Chae. Orang Arab cenderung berhitung banget dengan resources ato sumber pendapatan karena alamnya keras. India alamnya ekstrim tapi jelas lebih kaya dibandingkan Arab. Di India agama nggak ada nilainya, kecuali itu relevan dengan kehidupannya sehari2 (apa ini namanya agama yang membumi? dalam kehidupan spiritual konon katanya India itu di garda terdepan). Umpamanya tuh, orang Indonesia ngarepin sorga nantiii...karena udah di sorga di dunia, orang India Arab ngarepin sorganya sekarang....soale mesti kerja keras untuk menaklukkan alam. Tapi orang Indonesia yang selalu siap berbagi, plural, nggak berhitung dengan kekayaan fisik, tapi berhitung dengan non fisik - terus2an salah kaprah, dibodohin, atau membodohi diri sendiri. Sekarang, kalo nggak hati2 aset negara kita bisa dijual terus (udah dijual sebagian sama kelompok Megawati dkk), termasuk HR kita yang unskilled, sementara kita hitung2an terus dengan pahala-dosa dan para nabi palsu. salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Chae" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mungkin ya Mba Mia, sebenarnya sistem hitung berhitung..tabung > menabung pahala ini ndak cocok dengan kondisi dan keadaan budaya asli > dari masyarakat kita. > > Masyarakat arab kan kental banget dengan bentuk masyarakat komunalnya > dimana hampir tidak ada hak kepemilikan dan kepentingan secara > individu. Nah dimana-mana yang namanya "bersifat ekstrim" itu kan > tidak baik..makanya muncul sistem hitung berhitung pahala dan tabung > menabung pahala secara per indvidu untuk menciptakan suasana balance > terhadap situasi dan kondisi yang ada. > > Sedangkan masyarakat kita ini pada dasarnya sudah bersifat > seimbang...dengan sistem itung berhitung pahala malah jadi "miring". > > Kalau saya pikir banyak sekali akbat yang tidak baik dari sistem > hitung-menghitung pahala ini bermunculan...seperti yang banyak kita > ketahui begitu banyak di dalam masyarakat kita orang-orang yang hanya > mengejar keshalehan pribadi....yang berujung hanya berangan-angan semata. > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Mia" <aldiy@> wrote: > > > > Ya mba Chae, dalam ceritanya kupikir pak Kinan sudah menyiratkan itu, > > apa artinya 'pahala-dosa' buat kita jaman sekarang, apa artinya lika- > > liku hubungan kita dengan isteri tercinta yang lagi kerepotan. > > > > KEMANA kita mentransformasikan diri kita (i.e. mendapat pahala, > > hablumminallah) vs DARIMANA kita mentransformasikan diri kita > > (hubungan dengan isteri, hablumminan-nas). Walaupun nggak bisa di- > > clear-cut gitu juga sih, karena solat ke mesjid itu bisa juga jadi > > dalih dari kerepotan menghadapi rumah bocor isteri ngomel - mendingan > > ke musola donks..cari aman.. > > > > Tapi jelas dari tutur ceritanya Pak Kinan mempertanyakan lagi apa > > arti konsep pahala-dosa itu buat kita sekarang, yang keliatannya kita > > lebih males mikir males berinisiatif, 'pahala oriented' - ketimbang > > menjalani proses ke arah itu - sehingga bukannya mengubah karakter > > dan kehidupan kita, tapi cuman dapet itung2annya doang, bahkan jadi > > ngleyer kemana-mana, atau kurang empatik terhadap kebutuhan pasangan > > sendiri. > > > > salam > > Mia > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Chae" > > <chairunisa_mahadewi@> wrote: > > > > > > Gimana enggak jengah dong Jeng:) wong dulunya sistem pahala ini kan > > > buat masyarakat tingkat pedagang zaman kuda ngegel besi...apa masih > > > keukeuh wae mau dilestarikan terus menerus??? walah kapan bisa maju > > > atuh masyarakat beragama teh..pantesan kalah sama masyarakat yang > > > tidak beragama... > > > > > > Banyak sekali orang yang jadi keblinger gara-gara masalah > > > pahala...niat mendapat pahala malah menzalimi orang lain. > > > > > > * lagi bete nunggu avatar sesion 3 DOBS hiks..hiks..kapan kau > > > tayangggggg;P > > > > > > > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@> > > >