pak Satriyo,
Masalah di bawah ini kan sederhana ya, coba kita urut
1. di WM ada yang posting satu undangan bedah buku, di undangan itu ternyata 
PENULIS bukunya yang kebetulan MASIH HIDUP dan SATU KOTA dengan tempat bedah 
buku dilaksanakan, tidak ada dalam jajaran pembicara bedah buku tersebut.

2. Muncul tanggapan dari anggota-anggota WM, termasuk saya yang senang melihat 
acara bedah buku, penulisnya itu diundang sebagai salah satu pembicara selain 
pembicara yang pro maupun yang kontra. Itu etikanya di kampus-kampus. Dan di 
lembaga anda itu saya yakin banyak orang kampus yang gelarnya banyak, atau di 
lembaga itu memang biasa dilaksanakan bedah buku untuk penulis2 yang masih 
hidup dan satu kota tanpa harus mengundang penulisnya? kalau memang BIASANYA 
begitu, bukan masalah, mungkin beda ya etikanya dengan bedah buku di kampus2. 
Apakah etika seperti itu lebih Islami?

3.ada kasus lanjutannya, anda ngobrol di WM, lalu membawa potongan obrolan itu 
ke milis I sambil ngomentari anggota milis lainnya, apa itu bisa disebut 
ghibah? tolong dikoreksi, ghibah itu ngomongin orang lain di belakangnya, kalau 
anggota WM itu anggota milis I juga - itu bukan ghibah, tapi ngomongin anggota 
WM yang bukan anggota milis I di milis I itu berarti ngomongin orang di 
belakangnya ya?

4.lalu pak Afiff menanyakan siapa yang disebut oleh anda narrow minded itu, 
anda panjang lebar menuliskan ciri-cirinya, tidak berani menyebutkan nama?

salam
Aisha
------------
>From : Satriyo
Wahh ... akhirnya ... muncul lagi ni Kang Afiff .. tumben ... apakabar kang?

Saya masih berhutang pembahasan soal Hadis kalo ga salah, ya? Mohon ingatkan 
agi ya jika sampeyan masih ingin meneruskan diskusinya ... :-)

Buat pertanyaan sampeyan, yang saya maksud "mereka" adalah yang "narrow minded" 
dan yang "narrow minded" yang saya maksud adalah mereka yang tidak terbuka 
menerima perbedaan tapi pada saat yang sama mengaku terbuka -- mungkin 
istilahnya liberal dan plural atau inklusif -- mencap mereka yang tidak sesuai 
dengan pendirian mereka sebagai ortodoks, fundemantalis, dan
peristilahan turunan lainnya ... kira-kira gitu mas ...

Misalnya, ketika mereka bicara masalah jilbab atau poligami, atau syariah, 
semua dalil digelontorkan, baik ayat dan hadis, dan mereka siap memberikan 
penafsiran sesuai logika mereka untuk menolak jilbab, poligami dan syariah, 
tentu dengan bekal argumen yang didasarkan pada misalnya hermeneutika, 
relativisme, dan tidak lupa juga prinsip humanisme atau HAM ... sambil menolak 
semua dalil (penfsiran/tafsir) ulama terdahulu yang tidak mereka setujui 
(baca=sukai) dan tidak lupa juga mereka mengutak atik referensi tulisan atau 
kutipan karya ulama terdahulu yang bisa dijadikan bukti bahwa ternyata ada juga 
ulama terdahulu yang, misalnya, pluralis ... dan buat yang menentang pendapat 
mereka ini, mereka cap fundamentalis, skripturalis, literalis, et al ... tapi 
di saat lain, ketika mereka merasa tafsiran yang sudah ada itu memehuni selera 
mereka, ya mereka pakai, sehingga mereka pun
sebenarnya literalis dan skripturalis juga.

Soal lain, ketika ingin memaksakan kehendak bahwa menurut mereka adalah tidak 
adil mengkaji/membedah tulisan tanpa ada penulisnya, terlebih penulisnya masih 
hidup dan ada di kota yang sama. Lalu apakah selama ini mereka juga bersikap 
sama dengan tulisan selain dari kelompok mereka, yaitu berbagai buku yang 
dibedah tanpa menghadirkan penulisnya? Atau ketika kita
tarik sedikit ke ranah tulisan yang lebih 'samawi' ... ketika 'tulisan Tuhan' 
baik yang diterima Moses atau Yesus, dikritik, dikaji, dibedah oleh kalangan 
mereka, tanpa mereka menghadirkan Moses, Yesus atau Tuhan, mengapa tidak 
terjadi nalar kritis? ... malah bagi yang muslim-nya, dari kalangan mereka, 
mengekor saja untuk juga ikut2an mengkritik, mengkaji dan membedah 'tulisan 
Tuhan' yang diturunkan pada Muhammad SAW (al-Quran dan al-Hadis), tanpa terlalu 
ribut untuk menghadirkan Tuhan Muhammad dan Muhammad SAW sendiri?

Apakah saya salah untuk menyatakan mereka ini narrow minded?

Kalo saya boleh ganti tanya, apa komentar mas tentang definisi 'fundamentalis' 
yang dialamatkan kepada those muslims semata karena mereka tidak menerima 
pluralisme? Bisa anda jelaskan?

salam,
satriyo

PS: jika mas 'dapat' lagi dari milis2 yang saya ikuti, opini saya yang anda 
rasa perlu dijelaskan, jangan sungkan2 langsung hubungi saya lagi di WM ini ya 
... :-)
PPS: kalo ternyata saya salang tangkap pertanyaan sampeyan, mohon tegur, karena 
saya kira sampeyan bukan menanyakan identitas person ... tapi minta penjelasan 
saja, apa yang saya maksud "mereka" yang "narrow minded"

2008/2/22 Muhkito Afiff [EMAIL PROTECTED]:

> Berikut saya dapat dari milis insistnet lagi:
> http://groups.yahoo.com/group/insistnet/message/9359
>
> Mas Satriyo, yang panjenengan maksud "mereka" yang "narrow minded"
> itu siapa ya?
>
> salam,
>
> Muhkito
> --- In [EMAIL PROTECTED] <insistnet%40yahoogroups.com>, "rsa"
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Berikut tanggapan lanjut atas undangan bedah buku AM, kali ini oleh
> salah satu dedengkot WM, sang ustad, Achmad Chodjim ... weleh,
> weleh,
> mereka ini ko sedemikian narrow minded ya, sampe yakin INSISTS
> seburuk ini? Apa buat mereka ... siapapun yang 'bersebrangan' adalah
> musuh?
>
> Gimana mas Arcon?
>
> salam,
> satriyo
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com "Achmad Chodjim"
> <chodjim@> wrote:
> Wa alaykumus salam wr. wb.,
> Bukan begitu, Mbak. Salah kalau undangan itu termasuk ke Pak
> Moqsith.
> Sdr. Moqsith itu penulisnya, maka etikanya pembicara utamanya adalah
> dia, sedangkan pembicara lain sebagai komentator atau penyanggah.
> Lha, kalau orangnya yang nulis masih hidup, dan tinggal di Jakarta
> pula, lalu pembicara utamanya ditinggalkan, itu namanya tidak etis
> alias tidak mengerti sopan santun.
>
> Kalau Sdr. Moqsith tidak diundang, yang akan terjadi adalah gibah
> atau menjelek-jelekkan saudara muslim sendiri. Bukankah kita
> mengetahui kalau posisi INSIST itu berlawanan dengan Sdr. Moqsith?
>
> Lha, kalau orang Islam tidak mengerti haknya terhadap saudara
> muslimnya, kan bisa menimbulkan fitnah. Hal semacam ini yang namanya
> mau cari benarnya sendiri. Dan, kalau itu terjadi --tanpa mengundang
> kehadiran Moqsith-- berarti INSIST tidak kredibel. Apa yang harus
> dipercaya bila sudah tidak kredibel?
>
> Wassalam,
> chodjim


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke