Rizal ini memang tipikal yang cuma bisa asal mangap saja...

Saya teruskan.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mohammad Rizal
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Coba logikanya dibalik. Sebenarnya, kamulah yang merasa memiliki
Islam. Jelas, mutawatir, ijma' bahwa nabi mengatakan tidak ada nabi
lagi setelah beliau, 

Itu kan pendapat dan kepercayaan anda saja mengenai sabda Rasul: 'laa
nabiyya ba'di' 

Coba bandingkan omongan Anda dengan pernyataan Ummul Mukminin Hz.
Aisyah r.a. yang terkenal sangat pandai dan cerdas, beliau mengatakan:

"Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya',
tetapi jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak
ada Nabi sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah
Majmaul Bihar, hlm. 5) 

Beda jauh bukan?

Nah, saya jauh lebih percaya kepada pendapat/opini Hadhrat Aisyah r.a.
ketimbang pendapat para kyai/mullah/ulama tipikal dari golongan Anda,
apalagi pendapat Anda.

Paham?

> tapi kalian memaksa bahwa harus ada nabi lagi setelah beliau. 

Bukan Jemaat Ahmadiyah yang memaksa, tetapi Kanjeng Rasulullah s.a.w.
sendiri yang mengatakan bahwa nabi bisa datang setelah beliau.

Beliau bersabda:

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkatalah ia: "Ketika Ibrahim ibnu
Rasulullah s.a.w. wafat, Rasulullah s.a.w. menshalatinya dan bersabda,
"Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan kalau usianya
panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." (H. R. Ibnu Majah).

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 9 Hijriah, sedangkan ayat
khaataman-nabiyyiin diwahyukan pada tahun 5 Hijriah. Jadi, beliau
s.a.w. mengucapkan kata-kata tersebut 4 tahun setelah menerima wahyu
ayat khaataman-nabiyyiin. Jika ayat khaataman-nabiyyiin diartikan
sebagai penutup atau kesudahan atau penghabisan atau akhir nabi-nabi,
maka seharusnya beliau mengatakan jikalau usianya panjang, tentu ia
(Ibrahim) tidak akan menjadi nabi karena akulah penutup nabi-nabi.
Jadi amat jelas bahwa Nabi s.a.w. yang menerima wahyu, dan paling
mengetahui arti serta makna dari wahyu yang diterimanya dan beliau
s.a.w. tidak mengungkapkan pengertian khaatam sebagai penutup atau
terakhir. 

Paham?

> Kalianlah yang sebenarnya memaksakan kebenaran kalian sendiri. Untuk
itu kalian putar balikkan dengan paksa tafsir Quran dan Hadis agar
sesuai dengan nafsu kalian tersebut. 

Ini contoh nyata tipikal yg merasa dirinya sebagai pemilik Qur'an dan
Hadits, yang karena dirinya tidak punya argumen atau hujjah, lalu dg
entengnya mengatakan "memutar balikkan dengan paksa tafsir Qur'an dan
Hadits"

What a fool...

> Ketika umat Islam marah karena tafsir kalian itu, kalian
merengek-rengek minta diakui, minta dikasihani dengan berbagai macam
propaganda.

Dahulu, kaum Jahiliyah juga marah kepada Rasulullah s.a.w. karena
beliau membawa ajaran dan tafsir yang berbeda dengan agama pagan,
agama Yahudi, agama Nasrani dan agama majusi...

Bukan hanya Rasulullah s.a.w. yang mendapat kemarahan karena memiliki
tafsir yang beda, bahkan para nabi Bani Israil juga mengalami hal yang
sama...

Paham?

Nah, perbuatan kaum terdahulu kepada para nabi itulah yang kemudian
sekara berulang lagi, yaitu marah karena adanya tafsir dan pemahaman
yang berbeda.

> Saya lihat kalian ini cengeng, bukan pejuang. Terlalu banyak
mengeluh. Itu bukan ciri-ciri pejuang. Bukan ciri-ciri kebenaran.

Cengeng? Ha...ha...

Orang tipikal ini rupanya sudah kehabisan argumen.

> Kalianlah yang memaksa agar agama ini mau menyesuaikan diri dengan
nafsu kalian. Dengan tipuan nabi palsu kalian itu.

Ngibul memang jadi kebiasaan kalian.

Salam,
MAS


> 
> 
> -Rizal-
> 
> 
> ma_suryawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalamu'alaikum,
> 
> Ada kenyataan yang lebih menarik, seperti MUI, Ketua MPR Hidayat 
> Nurwahid, Komarudin Hidayat, atau siapapun yang menyatakan dan 
> meminta agar Jemaat Ahmadiyah membuat agamanya sendiri supaya lebih 
> aman dan tidak mencemari Islam, maka dapat dikatakan:
> 
> (i) Orang tersebut merasa dirinya sebagai PEMILIK ISLAM, sehingga 
> yang berbeda pemahaman dan keyakinannya tidak boleh menggunakan nama 
> atau label Islam,
> (ii) Orang tersebut tidak mengerti bahwa Pendiri Jemaat Ahmadiyah 
> adalah beragama Islam, dan tidaklah mungkin bagi Jemaat Ahmadiyah 
> untuk menggunakan nama lain kecuali Islam.
> 
> Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menyatakan:
> 
> "Tidak ada kitab kami selain Qur'an Syarif. Dan tidak ada rasul kami 
> kecuali Muhammad Musthafa shallallaahu `alaihi wasallam. Dan tidak 
> ada agama kami kecuali Islam. Dan kita mengimani bahwa nabi kita 
> s.a.w. adalah Khaatamul Anbiya', dan Qur'an Syarif adalah Khaatamul 
> Kutub. Jadi, janganlah menjadikan agama sebagai permainan anak-anak. 
> Dan hendaknya diingat, kami tidak mempunyai pendakwaan lain kecuali 
> sebagai khadim Islam. Dan siapa saja yang mempertautkan hal [yang 
> bertentangan dengan] itu pada kami, dia melakukan dusta atas kami. 
> Kami mendapatkan karunia berupa berkat-berkat melalui Nabi Karim 
> s.a.w. Dan kami memperoleh karunia berupa makrifat-makrifat melalui 
> Qur'an Karim. Jadi, adalah tepat agar setiap orang tidak menyimpan 
> di dalam kalbunya apa pun yang bertentangan dengan petunjuk ini. 
> Jika tidak, dia akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah 
> Ta'ala. Jika kami bukan khadim Islam, maka segala upaya kami akan 
> sia-sia dan ditolak, serta akan diperkarakan." (Maktubaat-e-
> Ahmadiyyah, jld. 5, no. 4) 
> 
> Sungguh ironis, dahulu Kanjeng Rasulullah s.a.w. (dan para nabi 
> lainnya) diberikan mandat oleh Allah Ta'ala untuk mengajak manusia 
> masuk ke dalam Islam, namun sekarang para ulama/kyai/mullah malah 
> menyuruh dan meminta Jemaat Ahmadiyah, yang mengimani apa yang ada 
> dalam RUKUN IMAN dan melaksanakan RUKUN ISLAM, agar ke luar dari 
> Islam.
> 
> Kenyataan ini sungguh menarik, mengingatkan kita bahwa apa yang 
> diceritakan dalam kitab-kitab suci telah berulang kembali. History 
> repeats itself.
> 
> Salam,
> MAS
> 
> 
>        
> ---------------------------------
> Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. 
Try it now.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke