Saya tidak pernah bilang Nabi tidak bersikap. Sudah jelas juga saya bilang Beliau marah. Kan jelas kata-kata beliau itu: "Saya beriman kepada Allah dan Rasulnya, jika tidak..."
Tapi Nabi juga sadar beliau tidak bisa begitu saja ngirim pasukan untuk menumpas. rule of conduct-nya tidak memungkinkan begitu. Klaim kenabian tidak bisa dihadapi dengan penumpasan nabi itu. ITU TIDAK ADIL. Buktinya tidak ada ekspedisi jaman rasul untuk menumpas itu. Nah jika kita beriman kepada Allah dan Rasulnya, kita tentu juga TIDAK melakukan... ----- Original Message ----- From: waskita adijarto To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, April 26, 2008 10:13 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] Peringatan : Re: Rasulullah Salallahi 'alaihi Wasalam VS Mirza Ghulam Ahmad Ary Setijadi Prihatmanto wrote: > [deleted] > > Perbedaan aqidah jaman rasul masih hidup itu tentu saja hampir tidak ada, > karena kata putusnya ada di Rasulullah sendiri sebagai sumber utama. > Yang sekarang itu kan hanya MENGACU pada yang katanya dari rasul. > > Musailamah Al-Kadzab itu mulai ngaku jadi nabi saat Rasulullah masih hidup. > Tapi sampai wafatnya, Nabi TIDAK PERNAH memerintahkan untuk menumpas. > Nabi memang marah, dan itu tercermin saat menerima utusan Musailamah: "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya! Kalau saja aku diperbolehkan untuk membunuh seorang utusan tentu akan aku bunuh kalian berdua!" > > Nabi yang mulia ini berbeda dengan kita yang sok suci, rasa marahnya tidak membutakan diri dari berbuat ADIL. > > Makanya silahkan cari rujukannya, bukan hanya hear-say... > > Sebagai analoginya, misalnya di zaman perang dunia II, Hitler mengirim utusan ke Churchill untuk mengajukan pesan. Si Churchill, karena jengkel dengan Hitler mengatakan ke utusan tersebut : "kalau kamu bukan utusan, sudah saya bunuh". Tentunya maksudnya adalah si Churchill sudah jengkel banget sama Hitler, namun karena ada kebiasaan di zaman itu untuk tidak mencelakai utusan, maka utusan tersebut tidak dibunuh. Jadi bukan berarti si Churchill tidak jengkel dengan Hitler. Yang namanya utusan itu adalah 'duta' atau 'wakil' dari yang mengutus. Kalau Nabi menyatakan mau membunuh utusan tersebut, tentunya yang dimaksud sebagai sebab adalah karena Musailamah yang mengaku sebagai nabi. Yang jadi sebab Nabi mengatakan '.. akan aku bunuh .. ' adalah karena Musailamah yang mengaku Nabi. Nabi membiarkan utusan hidup bukan berarti nabi senang / membiarkan adanya Musailamah. BTW, perkara utusan Musailamah ini nampaknya sudah perkara klasik kalau sudah bicara tentang Ahmadiyah. Nampaknya sudah perlu dimasukkan ke FAQ milis wanita-muslimah. -waskita- [Non-text portions of this message have been removed]