mbak Lina, ada dua hal point saya dalam hal ini, yaitu:
1. Nilai-nilai yang islami itu lurus dan konsisten, tanpa kontradiksi. Bukan sekedar kalo untung dipake, kalo rugi dilepas. Kalo untuk orang lain nggak boleh, tapi kalo untuk diri sendiri nanti dulu. 2. Jika ada seorang muslimah meyakini kewajiban berjilbab, keyakinannya itu malah membuat dia dapat merasakan pentingnya kebebasan untuk mengekspresikan diri dalam berpakaian (tentu saja yg pantas), bukan malah mendukung "kewajiban berjilbab". Kebebasan itu penting dan diperlukan agar dia sendiri dapat menunaikan keinginannya untuk berjilbab di mana saja. Kebebasan berekspresi itu malah untuk melindungi yang berjilbab sendiri. Oleh karena itu, IMHO orang-orang yang mendukung pewajiban jilbab di Aceh (apalagi jika tanpa dasar legal formal), atas dasar-dasar di atas: - tidak punya dasar moral untuk mempertanyakan pelarangan jilbab di tempat lain, apakah itu tempat kerja, sekolah atau pun pelarangan secara umum. - malah mendukung wanita muslimah yang berjilbab menjadi subyek dari hukum yang membuat mereka harus tidak berjilbab. Dalam kekuatan itu terdapat tanggung jawab yang besar (Spiderman) ;-) Itu yang sering dilupakan ketika menjadi mayoritas. ----- Original Message ----- From: Lina Dahlan To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, August 01, 2008 7:06 PM Subject: [wanita-muslimah] Re: bicara tentang pelecehan? Mungkin maksudnya sama seperti yang pernah saya dan Mas Ary singgung. Menghormati hukum/budaya yang berlaku sisuatu daerah. Semisal di Perancis, di sekolah umum dilarang jilbab. Kita harus hormati dan taat hukum disana. Kalo gak mau, ya gak usah sekolah disana. Jadi, gak usah eyel2lan "ah Perancis, melanggar HAM" Begitu juga ketika kita ke Aceh, dah tau hukum/perdanya mengatur harus pake jilbab. Ya mau gak mau ya pake. Kalo gak, ya gak usah kerja disana. Gak usah eyel2an "ah Aceh, Islamnya keblinger!" Wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Mia" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jangan salah paham mba. Saya menghormati adat istiadat setempat, > makanya kami nggak masuk ke dalam komplek yang dipagari, dimana ada > bacaannya muslimah dan kafirah kudu pake sarong, ditulis juga nggak > boleh pake celana panjang. Kami bertiga perempuan semua pake celana > panjang kan kerja lapangan, dan jelas nggak ada yang bawa sarong. > > Dipapan tertulis bacaannya, boleh minta sarong kepada panitia. Lha, > kenapa dua pemuda garang itu nggak menolong ketika kita minta? Siapa > yang tidak menurut aturannya sendiri? > > Malah ditanya muslim apa bukan karena nggak pake jilbab. Saya > meminta maaf nggak bawa jilbab, bukan karena nggak pake jilbab, tapi > karena sekedar menghormati kalau itu memang adat kebiasaan. Tapi > ternyata bagi mereka bukan adat, tapi Islam atau bukan Yang nggak > pake jilbab bukan Islam buat mereka. Siapapun tau beberapa waktu lalu > jilbab nggak diwajibkan, dan banyak yang nggak pake jilbab. > > Kalau foto2, lha emang mesti ambil foto, kan mendokumentasikan > bangunan/benda2 yang kita bangun/perbaiki, termasuk isi komplek. > Ketawa2, karena mesti ketawa2 terus kalo nggak mati stress karena > pekerjaan ini. Kan kita lagi ketawa2 dengan beberapa penduduk, tapi 2 > pemuda garang muncul entah darimana. > > Tolong simak lagi tulisanku, mba. > > Ini mah cerita biasa di Aceh, kecuali daerah Gayo Lues atau Aceh > Barat Daya ke arah Sumut, dimana perempuan biasa nggak berjilbab. Di > lain tempat, ada mesjid dimana perempuan nggak boleh masuk. Pakaian > muslimah pun sering dikritik, kurang panjanglah, karena jeans-lah. > Pernah kita lagi solat diusir karena itu buat laki2, padahal nggak > ada tandanya. Jadi kita solat di emperan deh. Pernah temen saya > diomelin dan dipertanyakan orang Islam apa bukan. Ketika itu dia lagi > menggandeng ibu saya usai solat di Mesjid Raya. Kenapa? karena > kemejanya kurang panjang. Pernah kami diusir lagi istirahat di mesjid > Lhokseumawe. Pernah ditangkep dan dibawa polisi karena kelupaan > kerudung, pernah kamar kami digrebeg WH di Sabang ,padahal perempuan > semua. Kenapa digrebeg? karena daerah wisata, padahal penduduk Sabang > asik2 loh. Pernah diusir karena udah magrib nggak boleh main di > pantai. > > Udah kebal, jadi kerudungnya makin dilupakan..:-) > > Di Bali nggak masalah, karena kalau nggak bawa mereka sediakan kain. > Setiap laki2 dan perempuan di Nusa Lembongan mesti pake kain kalau > menghadiri upacara. Di patung Garuda Wisnu perempuan mesti berpakaian > sopan, ternyata berpakaian sopan itu pake kemben hahahaha.. > > Di Baduy Dalam ada 1000 larangan, termasuk melarang orang lain. Jadi > kita bisa jungkir balik di Baduy Dalam, mereka nggak akan melarang. > Tapi sesudah kita pergi mereka mungkin mengadakan upacara bersih2. > Tapi biasanya tamu sungkan sendiri kalau melanggar adat mereka. By > the way, di Baduy Dalam perempuan telanjang dada boleh loh, buat > mereka biasa. Jadi nggak perlu sediakan kain....:-) > > salam > Mia > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "L.Meilany" <wpamungk@> > wrote: > > > > Sebenernya sih ini bukan masalah melecehkan tapi Mia > tidak 'menghormati' adat istiadat setempat. > > Maaf:-) > > Di Bali ketika berkunjung ke pura di Klungkung juga diharuskan > memakai kain, tidak boleh ngobrol2, > > cekikikan, musti khidmat, kalo dilanggar bakal knapa2, gitu kata > ptugas pura > > Tapi sebagai umat islam kan nggak boleh percaya yg seperti itu asal > nggak ketahuan yg nunggu pura ya ngobrol, > > ketawa ktiwi, foto2, pegang benda2 ritual. > > :-) > > Ketika bertamu pada umumnya di Jabodetabek otomatis alas kaki musti > dilepas, tapi di beberapa keluarga nyopot > > alas kaki itu aneh, ini bukan masjid kok, pakai saja [ lagian kalo > dibuka orang yg suka pake kaos kaki itu suka bau jempol, > > mungkin karena cuma sekedar kaos kaki jadi jarang di cuci, jadi > mendingan alas kaki dipakai sja kan nggak 'kotor' ini kecuali kalo > jalanan di becek] > > > > Jadi ya lihat2 situasi , bisa menyesuaikan gitulah. > > Seperti halnya soal makan, kalo makan di jamuan orang Tionghwa kan > diusahakan musti sampai bersendawa- > > berkeringat, rame sambil ngobrol, tuan rumah jadi puas; sedangkan > di jamuan makan lainnya bersendawa, berkeringat > > apalagi sambil ngobrol itu nggak sopan; nanti dibilang nggak tahu > etiket :-) > > Di etiket Islam atau etiket Arab [?] makan itu nggak sopan kalau > berdiri [ di pesta2 kondangan, di gedung2 pernah saya diomelin oleh > teman > > saya yg shaleh dan solehah karena makan berdiri - lha kan memang > kursinya terbatas, masak nggak makan sih seperti dia, > > puasa gara2 nggak dapat kursi ] > > > > Mungkin karena Mia bersama teman jadi PD > > Coba kalo sendirian,? > > :-)) > > > > salam maaf, > > l.meilany > > > > ----- Original Message ----- > > From: Mia > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com > > Sent: Friday, August 01, 2008 12:06 PM > > Subject: [wanita-muslimah] bicara tentang pelecehan? > > > > > > Bagaimana dengan insiden ini? Siapa melecehkan siapa? > > > > Saya dan teman sedang meninjau pelaksanaan suatu pekerjaan di > suatu > > pesantren di Aceh Besar. Ini pesantren istimewa karena > > perpustakaannya menyimpan khasanah kitab2 berharga Ar-Raniri, > Hamzah > > Fansuri dsb. Saya merasa sangat excited. > > > > Di depan pagar ada papan pengumuman yang saya foto karena bagi > saya > > unik. Bunyinya kira-kira gini, muslimah dan kafirah dilarang > masuk > > ke dalam komplek pesantren kalau tidak memakai sarong. Apabila > > sarong tidak ada maka panitia menyediakannya. > > > > Langsung saya berfoto di depan papan itu, kataku ke kolega, eh > aku > > jadi kafirah sajalah. BTW, saya biasanya bawa kerudung, tapi kali > ini > > lupa. > > > > Kemudian dua pemuda dengan muka garang menegur saya dengan > ekspressi > > wajah amat tidak ramah: ibu harus pake sarong kalau mau masuk. > > > > "Oh, mohon maaf pak, apa boleh saya dipinjamin sarong?" sambil > > menunjuk ke papan pengumuman. > > > > Tanpa menjawab permintaan saya, mereka terus meradang dengan muka > > tambah galak: "Kenapa nggak pake jilbab? Muslim apa bukan?" > > > > Saya minta maaf lagi:"Mohon maaf pak, saya kebetulan ngga bawa > > kerudung, boleh dipinjamin pak? mungkin dua sarong bisa cukup". > > Saya bilang begitu, karena sempet kuliat anak2 perempuan yang > lewat > > disarongin atas bawah dengan dua sarong. > > > > Dua pemuda galak ini tambah galak: perempuan muslim mesti pake > > jilbab, kenapa ibu nggak pake jilbab? > > > > Meliat gelagat nggak beres, kedua kolega perempuan saya yang pake > > jilbab, berbisik, sebaiknya ibu tinggal di mobil saja. Yang satu > > lagi ketakutan, karena merasa saya mau disakitin secara fisik. > > > > Sekali lagi saya minta maaf kepada pemuda galak2 itu dan > menjelaskan > > sebentar lagi akan pergi. Lalu kami menyelesaikan pekerjaan > > pengawasan, ambil foto dll, lalu pergi. > > > > Melewati dua pemuda yang masih mlotot itu, saya tersenyum > melambai: > > Pak rumoh Aceh itu bagus loh. Kami permisi pulang dulu ya pak. > > Assalamualaikum.. > > > > Eh, mereka makin mlotot tanpa menjawab salam. > > > > Saya tambah tersenyum (maksutnya 'melecehin....:-): > Assalamualaikum, > > loh bapak katanya muslim kok nggak menjawab...? > > > > Baru mereka menjawab salam sambil mukanya nggak karuan. Nah, gitu > > dong bapak yang baik, aku suka loh rumah adatnya itu, aku foto > > ya...klikkk.... > > > > Wah tambah nano-nano saja mereka, tapi bingung mau gimana. Masuk > > mobil, saya sempet melambai sambil > tersenyum...assalamualaikum.....:-) > > > > salam > > Mia > > > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > [Non-text portions of this message have been removed]